SEDIAAN TETES MATA STERILE



SEDIAAN TETES MATA STERILE

LOGO POLTEKKES TKA copy.jpg


Disusun Oleh :
Astri Anggraini
14390004









POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN DIII FARMASI
TAHUN 2015


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
A.    Dasar Teori............................................................................................. 3
B.     Contoh Resep.......................................................................................... 8
C.    Alat, Bahan, Data Pendukung, Perhitungan Bahan,
Penimbangan Bahan, Formula Akhir, Cara Pembuatan,
Tabel Sterilisasi Alat Dan Bahan, Evaluasi Sediaan Steril................. 8
D.    Evaluasi Sediaan Steril......................................................................... 10
E.     Contoh Etiket........................................................................................ 14
F.     Pembahasan.......................................................................................... 15
G.    Kesimpulan............................................................................................ 17
H.    Daftar Pustaka...................................................................................... 17



















A.    DASAR TEORI
1.      Teori Sediaan
Definisi Tetes Mata (Guttae Ophthalmicae)
-    Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. (FI III Hal. 10)
-    Larutan obat mata adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan sediaan yang dibuat dan dikemas sedekimian rupa hingga sesuai digunakan pada mata. (FI IV Hal. 13)
-    Suspensi obat mata adalah sediaan cair steril yang mengandung partikel-partikel yang terdispersi dalam cairan pembawa untuk pemakaian pada obat seperti yang tertera pada suspensiones. (FI IV Hal. 14)

2.      Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan :
-       Larutan mata memiliki kelebihan dalam hal kehomogenan, bioavailabilitas dan kemudahan penanganan.
-       Suspensi mata memiliki kelebihan dimana adanya partikel zat aktif dapat memperpanjang waktu tinggal pada mata sehingga meningkatkan waktu terdisolusinya oleh air mata sehingga terjadi peningkatan bioavailabilitas dan efek terapinya.

Kerugian :
-       Volume larutan yang dapat ditampung oleh mata sangat terbatas, maka larutan yang berlebih dapat masuk ke nasal cavity lalu masuk ke jalur gastrointestinal menghasilkan absorpsi sistemik yang tidak diinginkan.
-       Kornea dan rongga mata sangat kurang tervaskularisasi, selain itu kapiler pada retina dan iris relatif non permeabel sehingga umumnya sediaan untuk mata adalah efeknya lokal atau topikal.


3.      Syarat sediaan tetes mata
a.      Steril.
b.      Isotonis dengan air mata, bila mungkin isohidris dengan pH air mata. Isotonis = 0,9% b/v NaCl, rentang yang diterima = 0,7 – 1,4% b/v atau 0,7 – 1,5% b/v.
c.      Larutan jernih, bebas partikel asing dan serat halus.
d.     Tidak iritan terhadap mata.

4.      Pemilihan Bentuk Zat Aktif
Sebagian besar zat aktif yang digunakan untuk sediaan mata bersifat larut air atau dipilih bentuk garamnya yang larut air. Sifat-sifat fisikokimia yang harus diperhatikan dalam memilih garam untuk formula larutan tetes mata yaitu:
1.      Kelarutan.
2.      Stabilitas.
3.      pH stabilitas dan kapasitas dapar.
4.      Kompatibilitas dengan bahan lain dalam formula.
           
Sebagian besar zat aktif untuk sediaan tetes mata adalah basa lemah. Bentuk garam yang biasa digunakan adalah garam hidroklorida, sulfat, dan nitrat. Sedangkan untuk zat aktif yang berupa asam lemah, biasanya digunakan garam natrium.

5.      Formulasi
Formula umum
            R/        Zat aktif
            Bahan pembantu :
-       Pengawet
-       Pengisotonis
-       Antioksidan
-       Pendapar
-       Peningkat viskositas
-       Pensuspensi
-       Surfaktan

6.      Teori Bahan Pembantu
a.         Pengawet
Pengawet yang dipilih seharusnya mencegah dan membunuh pertumbuhan mikroorganisme selama penggunaan. Pengawet yang sesuai untuk larutan obat tetes mata hendaknya memiliki sifat sebagai berikut :
-       Bersifat bakteriostatikdan fungistatik. Sifat ini harus dimiliki terutama terhadap Pseudomonasa aeruginosa.
-       Non iritan terhadap mata.
-       Kompatibel terhadap bahan aktif dan zat tambahan lain yang dipakai.
-       Tidak memiliki sifat alergen dan mensensitisasi.
-       Dapat  mempertahankan aktivitasnya pada kondisi normal penggunaan sediaan.
b.         Pengisotonis
Pengisotonis yang dapat digunakan adalah NaCl, KCl, glukosa, gliserol dan dapar. Rentang tonisitas yang masih dapat diterima oleh mata berdasarkan FI IV yaitu 0,6 – 2,0%.
c.         Pendapar
Secara ideal, larutan obat tetes mata mempunyai pH dan isotonisitas yang sama dengan air mata. Hal ini tidak selalu dapat dilakukan karena pada pH 7,4 banyak obat yang tidak cukup larut dalam air, sebagian besar garam alkaloid mengendap sebagai alkaloid bebas pada pH ini. Selain itu banyak obat tidak stabil secara kimia pada pH mendekati 7,4. Tetapi larutan tanpa dapar antara pH 3,5 – 10,5 masih dapat ditoleransi walaupun terasa kurang nyaman. Rentang pH yang masih dapat ditoleransi oleh mata menurut FI IV yaitu 3,5 – 8,5.
Syarat dapar yaitu :
-     Dapat menstabilkan pH selama penyimpanan.
-       Konsentrasinya tidak cukup tinggi sehingga secara signifikan dapat  mengubah pH air mata.
d.        Peningkat Viskositas
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada pemilihan bahan peningkat viskositas untuk sediaan tetes mata yaitu:
1.      Sifat bahan peningkat viskositas itu sendiri.
2.      Perubahan pH yang dapat mempengaruhi aktivitas bahan peningkat viskositas.
3.      Penggunaan produk dengan viskositas tinggi kadang tidak ditoleransi baik oleh mata dan menyebabkan terbentuknya deposit pada kelompok mat, sulit bercampur dengan air mata atau menganggu difusi obat.

Viskositas untuk larutan tetes mata dipandang optimal jika berkisar antara 15 – 25 cps. Pemilihan bahan pengental dalam obat tetes mata didasarkan pada, yaitu:
-     Ketahanan pada saat sterilisasi.
-     Kemungkinan dapat disaring.
-     Stabilitas.
-     Ketidakcanpuran dengan bahan-bahan lain.
e.         Antioksidan
Zat aktif untuk sediaan tetes mata ada yang dapat teroksidasi oleh udara. Untuk itu kadang dibutuhkan antioksidan. Antioksidan yang sering digunakan adalah Na metabisulfit atau Na sulfit dengan konsentrasi sampai 0,3%.
f.          Surfaktan
Pemakaian surfaktan dalam obat tetes mata harus memenuhi berbagai aspek:
1.        Sebagai antimikroba (surfaktan golongan kationik).
2.        Menurunkan tegangan permukaan antara obat tetes mata dan kornea sehingga meningkatkan aktif terapeutik zat aktif.
3.        Meningkatkan ketercampuran antara obat tetes mata dengan cairan lakrimal, meningkatkan kontak zat aktif dengan kornea dan konjungtiva sehingga meningkatkan penembusan dan penyerapan obat.
4.        Tidak boleh meningkatkan pengeluaran air mata, tidak boleh iritan dan merusak kornea. Surfaktan golongan non ionik lebih dapat diterima dibandingkan dengan surfaktan golongan lainnya.

7.      Metode Sterilisasi
Metode sterilisasi terutama ditentukan oleh sifat sediaan. Jika memungkinkan, penyaringan dengan penyaring membran steril merupakan metode yang baik jika dapat ditunjukkan bahwa pemanasan mempengaruhi stabilitas sediaan, sterilisasi obat dalam wadah akhir dengan autoklaf juga merupakan pilihan baik. Pendaparan obat tertentu disekitar pH fisiologis dapat menyebabkan obat tidak stabil pada suhu tinggi. Penyaringan dengan menggunakan penyaring bakteri adalah suatu cara yang baik untuk menghindari pemanasan, namun perlu perhatian khusus dalam pemilihan, perakitan, dan pengunaan alat-alat. Sedapat I mungkin gunakan penyaring steril satu kali pakai. (FI IV Hal. 13)
Menurut FI III, kecuali dinyatakan lain tetes mata dibuat dengan salah satu cara berikut:
1.      Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah. Tutup wadah dan sterilkan dengan autoklaf pada suhu 115 – 116°C selama minimal 30 menit, tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi A).
2.      Obat dilarutkan ke dalam pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan disterilkan dengan cara filtrasi (cara sterilisasi C) ke dalam wadah yang sudah steril secara aseptik dan ke tutup rapat.
3.      Obat dilarutkan ke dalam cairan pembawa berair yang mengandung salah satu zat pengawet tersebut atau zat pengawet lain yang cocok dan larutan dijernihkan dengan penyaringan, masukkan ke dalam wadah, tutup rapat, sterilkan dengan uap air mengalir pada suhu 98 - 100°C selama minimal 30 menit tergantung volume cairan yang akan disterilkan (cara sterilisasi B).

B.     CONTOH RESEP
R/         Kloramfenikol                        0,025 g
             Asam Borat                            0,00625 g
             Natrium Dihidrogenfosfat     0,016 g
             Dinatrium hidrogenfosfat      0,028 g
             Natrium Klorida                     0,045 g
             API                                         Ad 5 ml    

C.    Alat, Bahan, Data Pendukung, Perhitungan Bahan, Penimbangan Bahan, Formula Akhir, Cara Pembuatan, Tabel Sterilisasi Alat Dan Bahan, Evaluasi Sediaan Steril

Bahan:
1. Chloramfenicol

2. Aqua Pro Injeksi

3. Acid Boric

4. Natrium Dihidrogenfosfat

5.Nacl

6.Metil selulosa

7.API
Alat:
1.       Timbangan
2.       WadahBahan
3.       Label
4.       Pipet ukur/ pipet volume
5.       Balp



Tujuan:
Memperoleh zat aktif yang larut


Bahan:
1.    Chloramfenicol

2.    Aqua Pro Injeksi

3.    Acid Boric

4.    Natrium Dihidrogenfosfat

5.    Dinatrium hidrogenfosfat

6.    Nacl

7.    Metil selulosa


Alat:
1.       Beaker Glass
2.       Spatel
3.       WadahBahan
4.       Label




Instruksi
Operator:
Pengawas:
Pembuatan API
·      Panaskan 50 ml air hingga mendidih
·      Setelah mendidih, tutup denga nkapas + kasa biarkan selama 30’ ad dingin.



Pengenceran Bahan


Pembuatan Dapar
Larutkan 0.048 gr NaH2PO4 dengan 6 ml API dan larutkan 0,085 gr Na2HPO4 dengan 9 mLAPI


Pembuatan Suspending Agent
0,15 gr CMC Na dilarutkan dalam API


Pencampuran I
Campurkan CMC Na yang telah dikembangkan dengan larutanAcid Boric,dan dapar fosfat, gerus ad homogen,


Sterilisasikan campuran I dalam autoklaf pada suhu 1150 – 1160C selama 30 menit


Pencampuran II
Kloramfenikol yang telah ditimbang ditambahkan pada campuran I yang telah dingin dan digerus ad homogen


Pengukuran volume
·      Masukkan filtrat kedalam gelas ukur
·      Bila volume belum mencukupi, maka tambahkan API  ad 15 ml.












D.    Evaluasi Sediaan
Evaluasi Fisik
1.           Uji kejernihan
2.           Penentuan bobot jenis
3.           Penentuan pH
4.           Penentuan bahan partikulat
5.           Penentuan volume terpindahkan
6.           Penentuan viskositas dan aliran
7.           Volume sedimentasi
8.           Kemampuan redispersi
9.           Penentuan homogenitas
10.           Penentuan distribusi ukuran partikel

Evaluasi Kimia
1.         Identifikasi
2.         Penetapan kadar
3.         Penetapan potensi

Evaluasi Biologi
1.          Uji sterilitas
2.          Uji efektivitas pengawet

Perhitungan
·      Chloramfenicol 0,5%
5 mL →0,5/100 x 5 mL = 0.025 gram
3 botol → 3 x 0,025 gr  = 0,075 gram
·      Acid boric 0,125%
5mL→ 0,125/100 x 5mL = 0,00625 gram
3 botol→ 3 x 0,00625gr =  0.01875 gram
·      Natrium dihidrogenfosfat 0,8 % dibuat 6 mL untuk 15 mL sediaan tetes mata
5mL → 0,048/3  = 0,016gram
3 botol →→ 0,8/100 x 6mL  = 0,048 gram
·      Dinatrium hidrogenfosfat 0,947% dibuat 9 mL untuk 15 mL sediaan tetes mata
5ml → 0,08523/ 3 = 0,028 gr/mL
3 botol→ = 0,947/100 x 9 mL = 0,08523 gr/Ml

·      NaCl 0,9 %
5 mL→0,9/100 x 5 mL = 0,04 5gram
3 botol → 3 x 0,045 gram = 0,135 gram
·      Metil selulosa 1%
5 mL → 1/100 x 5 mL = 0,05 gram
3 botol → 3 x 0,05 gr = 0,15 gram

Wadah dan Penyimpanan
Saat ini wadah untuk larutan tetes mata berupa gelas telah digantikan oleh wadah plastik fleksibel terbuat dari polietilen atau polipropilen dengan built in dopper.
Keuntungan wadah plastik :
-       Murah, ringan, relatif tidak mudah pecah.
-       Mudah digunakan dan lebih tahan kontaminasi karena menggunakan built in dopper.
-       Wadah polietilen tidak tahan autoklaf sehingga disterilkan dengan radiasi atau etilen oksida sebelum dimasukkan produk secara aseptik.
Kekurangan wadah plastik :
-       Dapat menyerap pengawet dan mungkin permeabel terhadap senyawa volatil, uap air, dan oksigen.
-       Jika disimpan dalam waktu lama, dapat terjadi hilangnya pengawet, produk menjadi kering (terutama wadah dosis tunggal) dan produk teroksidasi.

Persyaratan kompendial :
-       Farmakope eropa mensyaratkan wadah untuk tetes mata terbuat dari bahan yang tidak menguraikan atau merusak sediaan akibat difusi obat ke dalam bahan wadah atau karena wadah melepaskan zat asing ke dalam sediaan.
-       Wadah terbuat dari bahan gelas atau bahan lain yang cocok.
-       Wadah sediaan dosis tunggal harus mampu menjaga sterilitas sediaan dan aplikator sampai waktu penggunaan.
-       Wadah untuk tetes mata dosis ganaplikator sampai waktu penggunaan.
-       Wadah untuk tetes mata dosis ganda harus dilengkapi dengan penetes langsung atau dengan penetes dengan penutup berulir yang steril yang dilengkapi pipet karet.
-       Penyimpanan dalam wadah kaca atau plastik tertutup kedap, volume10 ml, dilengkapi dengan penetes.

Penyimpanan
-       Tetes mata disimpan dalam wadah “tamper-evident”. Kompatibilitas dari komponen plastik atau karet harus dicek sebelum digunakan.
-       Wadah untuk tetes mata dosis ganda dilengkapi dengan dropper yang bersatu dengan wadah atau dengan suatu tutup yang dibuat dan disterilisasi secara terpisah.


Penandaan
Farmakope eropa mengkhususkan persyaratan berikut pada pelabelan sediaan tetes mata.
·      Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi pengawet antimikroba atau senyawa lain yang ditambahkan dalam pembuatan. Untuk wadah dosis ganda harus mencantumkan batas waktu sediaan tersebut tidak boleh digunakan lagi terhitung mulai wadah pertama kali dibuka.
·      Kecuali dinyatakan lain lama waktunya tidak boleh lebih dari 4 minggu.
·      Label harus mencantumkan nama dan konsentrasi zat aktif, kadaluarsa dan kondisi penyimpanan.
·      Untuk wadah dosis tunggal, karena ukurannya kecil hanya memuat satu indikasi bahan aktif dan kekuatan atau potensi sediaan dengan menggunakan kode yang dianjurkan, bersama dengan persentasenya. Jika digunakan kode pada wadah, maka pada kemasan juga harus diberi kode.
·    Untuk wadah sediaan dosis ganda, label harus ntuk wadah sediaan dosis ganda, label harus menyatakan perlakuan yang harus d perlakuan yang harus dilakukan untuk menghindarilakukan untuk menghindari kontaminasi isi selama penggunaan.
Labelling
Label harus mencantumkan :
-       Nama dan persentase zat aktif.
-       Tanggal dimana sediaan tetes mata tidak layak untuk digunakan lagi.
-       Kondisi penyimpanan sediaan tetes mata.
Untuk wadah dosis ganda, label harus menyatakan bahwa harus dilakukan perwatan tertentu untuk mencegah kontaminasi isi sediaan selama penggunaan.
Karakter umum sediaan jadi :
·         Mengandung partikel padat (bahan aktif) terdispersi dalam pembawa.
·         Mengandung pembawa.
·         Partikel terdispersi halus.
·         Mengandung suspending agent.
·         Mengandung bahan tambahan : pengawet dan bahan mudah tercampurkan,pendapar.
·         Steril

E.     CONTOH ETIKET














F.     PEMBAHASAN
Pada praktikum ini kami membuat suatu sediaan steril yaitu Tetes Mata Kloramfenikol. Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspense yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata disebut juga Guttae Opthalmitae. Tetes mata berair umumnya dibuat menggunakan cairan pembawa berair yang mengandung zat pengawet yang pemilihannya didasarkan atas ketercampuran zat pengawet terhadap obat yang terkandung di dalamnya selama waktu tetes mata itu dimungkinkan untuk digunakan. (FI III, 1979). Obat tetes mata yang digunakan harus diserap masuk ke dalam mata untuk dapat memberi efek. Larutan obat tetes mata segera campur dengan cairan lakrimal dan meluas di permukaan kornea dan konjungtiva, dan obatnya harus masuk melalui kornea menembus mata.

Untuk pembuatan obat mata ini perlu diperhatikan mengenai kebersihannya, pH yang stabil, dan mempunyai tekanan osmose yang sama dengan tekanan osmose darah. Pada pembuatan obat cuci mata tak perlu disterilkan, sedangkan pada pembuatan obat tetes mata harus disterilkan.

Sediaan ini diteteskan ke dalam mata sebagai antibacterial, anestetik, diagnose, midratik, miotik, dan antiinflamasi. Obat tetes mata sering digunakan pada mata yang luka karena habis dioperasi atau karena kecelakaan. Syarat-syarat untuk tetes mata dikehendaki syarat-syaratnya yaitu obatnya harus stabil secara kimia, harus mempunyai aktivitas terpeutik yang optimal, harus tidak mengiritasi dan tidak menimbulkan rasa sakit pada mata, harus teliti dan tepat secara jernih, harus bebas dari mikroorganismeyg hidup dan tetap tinggal demikian selama penyimpanan yang diperlukan. Jadi pada prinsipnya obat tetes mata harus steril, jernih, dan bebas partikel asing.

Obat biasanya dipakai pada mata untuk maksud efek local pada pengobatan bagian permukaan, mata, atau bagian dalamnya. Yang sering dipakai adalah larutan dalam air, akan tetapi juga biasa dipakai suspense cairan bukan air dan salep mata, karena kapasitas mata untuk menahan atau menyimoan cairan dan salep terbatas. Pada umumnya obat mata dibiarkan dalam volume yang kecil. Preparat cairan sering diberikan dalam bentuk sediaan tetes mata dan salep mata dengan mengoleskan salep yang tipis pada pelupuk mata. Volume sediaan cairan yang lebih besar dapat digunakan untuk menyegarkan dan mencuci mata.

Dalam praktikum ini bahan obat yang kami gunakan sebagai zat aktif adalah Kloramfenikol yang mempunyai daya sebagai antimikroba yang kuat melawan infeksi mata dan merupakan antibiotika spectrum luas bersifat bakteriostatik. Kloramfenikol juga mengandung tidak lebih 103,0% dan tidak kurang dari 97,0% C11H12Cl2N2O5, dihitung dari zat yang telah dikeringkan. Adapun formula yang kami gunakan untuk membuat sediaan steril ini yaitu:
R/   Kloramfenikol                        0,025 g
       Asam Borat                            0,00625 g
       Natrium Dihidrogenfosfat     0,016 g
       Dinatrium hidrogenfosfat      0,028 g
       Natrium Klorida                     0,045 g
       API                                         Ad 5 ml    

Selain kloramfenikol digunakan asam borat sebagai pengawet, Natrium dihidrogenfosfat dan Dinatrium hidrogenfosfat sebagai pendapar, Natrium klorida sebagai pengisotonis dan aqua pro injeksi sebagai pelarut.

Dari hasil evaluasi diperoleh didapatkan hasil pH 7,4 yaitu pH netral diukur menggunakan lakmus pH. Maka dapat disimpulkan tetes mata kloramfenikol ini layak pakai karena memenuhi syarat sesuai di Farmakope Indonesia.





G.    KESIMPULAN
Sediaan suspensi yang kami buat adalah tetes mata Kloramfenikol, dimana formula yang kami gunakan untuk membuat sediaan steril ini yaitu:
R/    Kloramfenikol                        0,025 g
       Asam Borat                            0,00625 g
       Natrium Dihidrogenfosfat     0,016 g
       Dinatrium hidrogenfosfat      0,028 g
       Natrium Klorida                     0,045 g
       API                                         Ad 5 ml
·           Tetes mata adalah sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan dengan cara meneteskan obat pada selaput lender mata di sekitar kelopak mata dan bola mata
·           Tetes mata kloramfenikol ini layak pakai karena memenuhi syarat karena memenuhi syarat yaitu pH 7,4 dan larutan jernih.
Karena sifat dari zat aktif yang tidak tahan pemanasan dan juga bentuk sediaan yang dibuat yaitu suspensi maka dalam pembuatan tetes mata kloramfenikol ini tidak dilakukan sterilisasi akhir autoklaf tetapi sterilisasi yang dilakukan yaitu dengan teknik aseptis. Alat - alat disterilisasikan dengan sterilisasi dengan menggunakan autoklaf 121°C selama 30 menit dan oven 150°C selama 1 jam.
dapat lebih maksimal dan uji evaluasi pun dapat kami lakukan karena bagaimanpun juga akan lebih baik lagi bila teori yang diperoleh ditunjang sepenuhnya dengan praktek.

H.    DAFTAR PUSTAKA
·         Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta
·         Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Depkes RI. Jakarta
·         Anief, Moh. 1999. Ilmu Meracik Obat. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
·         Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Kedokteran EGC. Jakarta

Komentar

Postingan Populer