MAKALAH PROMOSI KESEHATAN MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN
MAKALAH PROMOSI KESEHATAN
MODEL DAN NILAI PROMOSI KESEHATAN
Disusun oleh:
Ni nyoman tirta arishanty
Lusy charolin
KEMENTERIAN KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN DIRI KEBIDANAN
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi
Tuhan yang telah memberikan
nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “Promosi Kesehatan”.
Akhirnya penulis
menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam penulisan makalah
ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembimbing dan para pembaca demi kesempurnaan makalah.
Bandar Lampung, Februari
2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang................................................................................... 1
B. Tujuan................................................................................................. 1
BAB
IITINJAUAN PUSTAKA
A. Prinsip
Promosi Kesehatan................................................................. 2
B. Strategi dalam Promosi Kesehatan..................................................... 7
C. Model Perencanaan Promosi Kesehatan............................................ 9
D. Metode
Promosi Kesehatan ............................................................. 23
E. Media
Promkes32
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................... 40
B. Saran................................................................................................. 40
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan
didalam hidup seseorang merupakan hal yang penting, namun banyak orang masih
belum menyadari bahwa begitu pentingnya kesehatan didalam kehidupannya.
Masyarakat memiliki hak didalam memperoleh pelayanan kesehatan hal ini
berdasarkan undang-undang dasar 1945 yang tercantum didalam pasal 28 ayat I.
Untuk itu diperlukan suatu tindakan yang harus diambil dalam meningkatkan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Tindakan yang perlu bagi masyarakat adalah
salah satunya dengan promosi kesehatan.
Promosi
kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat harus memiliki prinsip, metode,
media juga strategi dan akan diintervensikan ketika dalam memberikan pelayanan
kesehatan pada masyarkat.Sehingga promosi kesehatan yang diberikan kepada
masyarakat dapat dimengerti masyarakat dan ditampilkan dalam bentuk perubahan
perilaku masyarakat yang lebih baik dalam prilaku kesehatan.
Mengingat
tugas kita sebgaai tim medis adalah salah satunya memperkanalkan bagaimana cara
hidup sehat dengan masyarakat maka didalam makalah ini kami akan membahas
tentang “Promosi Kesehatan”.
B. Tujuan
1. Tujun
Umum
Agar
mahasiswa dan mahasiswi mampu memahami tentang prinsip, strategi, metode dan
media promosi kesehatan.
2. Tujuan
Khusus
Agar
mahasiswa dan mahasiswi mampu menjelaskan tentang:
a. Prinsip
– prinsip promosi kesehatan
b.
Strategi promosi kesehatan
c. Metode
promosi kesehatan
d.
Media promosi kesehatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Prinsip
Promosi Kesehatan
1.
Pengertian
Promosi Kesehatan
WHO
berdasarkan piagam Ottawa (1986) mendefinisikan promosi kesehatan adalah suatu
proses yang memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap kesehatan dan
meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai pemberdayaan
diri sendiri.
Promosi
kesehatan merupakan proses pemberdayaan seseorang untuk meningkatkan kontrol dan peningkatan kesehatannya.
WHO menekankan bahwa promosi kesehatan merupakan suatu
proses yang bertujuan memungkinkan individu meningkatkan kontrol terhadap
kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang jelas mengenai
pemberdayaan diri sendiri (Maulana, 2009).
2. Tujuan
Promosi Kesehatan
Green,1991 dalam Maulana,2009,
tujuan promosi kesehatan terdiri dari tiga tingkatan
yaitu:
a. Tujuan Program
Refleksi dari
fase social dan epidemiologi berupa pernyataan tentang apa yang akan dicapai
dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan. Tujuan program
ini juga disebut tujuan jangka panjang, contohnya mortalitas akibat kecelakaan
kerja pada pekerja menurun 50 % setelah promosi kesehatan berjalan lima tahun.
b. Tujuan Pendidikan
Pembelajaran
yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan. Tujuan ini merupakan
tujuan jangka menengah, contohnya: cakupan angka kunjungan ke klinik perusahaan
meningkat 75% setelah promosi kesehatan berjalan tiga tahun.
c. Tujuan Perilaku
Gambaran
perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah kesehatan. Tujuan ini
bersifat jangka pendek, berhubungan dengan pengetahuan, sikap, tindakan,
contohnya: pengetahuan pekerja tentang tanda-tanda bahaya di tempat kerja
meningkat 60% setelah promosi kesehatan berjalan 6 bulan.
3.
Sasaran Promosi Kesehatan
Dalam
pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu (1)
sasaran primer, (2) sasaran sekunder dan (3) sasaran tersier.
a.
Sasaran primer,
yaitu pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari
masyarakat.
b.
Sasaran
sekunder, yaitu mereka yang mempengaruhi sasaran primer (seperti para pemuka
masyarakat, baik pemuka informal (misalnya pemuka adat, pemuka agama dan
lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat
pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa).
c.
Sasaran tersier,
yaitu para pembuat kebijakan publik yang berupa
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang
berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain).
4. Jenis-Jenis
Kegiatan Promosi Kesehatan
Ewlest & Simnet (1994), mengidentifikasi tujuan area kegiatan
promosi kesehatan yaitu:
a.
Progam
Pendidikan Kesehatan
Program
pendidikan kesehatan adalah kesempatan yang direncanakan untuk belajar tentang
kesehatan, dan melakukan perubahan-perubahan secara sukarela dalam tingkah
laku.
b.
Pelayanan
Kesehatan Preventif
Winslow (1920)
dalam Level & Clark (1958) mengungkapkan 3 tahap pencegahan yang dikenal
dengan teori five levels of prevention,
yaitu:
1)
Pencegahan
Primer
Dilakukan saat
individu belum menderita sakit, meliputi:
a) Promosi Kesehatan (health promotion)
Kegiatan pada tahap ini ditujukan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh terhadap masalah kesehatan.
b)
Perlindungan Khusus (specific protection)
Berupa upaya spesifik untuk mencegah terjadinya
penularan penyakit tertentu, misalnya melakukan imunisasi, dan peningkatan
keterampilan remaja untuk mencegah ajakan menggunakan narkotik, dan
penanggulangan stress.
2)
Pencegahan
Skunder
a)
Diagnosis dini
dan pengobatan segera.
b)
Pembatasan
kecacatan
3) Pencegahan
Tersier
Pada tahap ini upaya yang dilakukan adalah mencegah
agar cacat yang diderita tidak menjadi hambatan sehingga individu yang menderita dapat berfungsi optimal secara fisik,
mental, dan sosial.
c.
Kegiatan
Berbasis Masyarakat
Promosi
kesehatan menggunakan pendekatan “dari bawah”, bekerja dengan dan untuk
penduduk, dengan melibatkan masyarakat dalam kesadaran kesehatan.
d.
Pengembangan
Organisasi
Pengembangan organisasi berhubungan dengan pengembangan dan
pelalaksanaan kebijakan dalam oranisasi-organisasi yang berupaya
meningkatkan kesehatan para staf dan pelanggan.
e.
Kebijakan Publik
Yang Sehat
Upaya ini
melibatkan badan resmi atau sukarela, kelompok profesional, dan masyarakat umum
yang bekerja sama mengembangkan perubahan-perubahan dalam situasi dan kondisi
kehidupan.
f.
Tindakan
Kesehatan Berwawasan Lingkungan.
Upaya yang dilakukan
adalah menjadikan lingkungan fisik penunjang kesehatan, baik di rumah, tempat
kerja, atau tempat-tempat umum.
g.
Kegiatan ekonomi
yang bersifat peraturan
Kegiatan
politik dan edukasional ini ditunjukan pada politisi untuk kebijaksanaan dan
perencanaan
yang melibatkan upaya lobi dan implementasi perubahan perubahan legislatif.seperti peraturan pemberian label makanan halal mendorong praktik etik yang sukarela.
Jenis promosi kesehatan meliputi:
a.
Pemberdayaan
masyarakat
b.
Pemgembangan
kemitraan
c.
Upaya advokasi
d.
Pembinaan
suasana
e.
Pemgembangan SDM
f.
Pemgembangan
IPTEK
g.
Pengembangan
media dan sarana
h.
Pengembangan
infrastruktur
5.
Prinsip-prinsip Promosi Kesehatan
Prinsip promosi
kesehatan menurut WHO pada Ottawa Charter for health promotion (1986)
mengemukakan ada tujuh prinsip pada promosi kesehatan, antara lain :
a. Empowerment (pemberdayaan) yaitu cara kerja untuk
memungkinkan seseorang untuk mendapatkan kontrol lebih besar atas keputusan dan
tindakkan yang mempengaruhi kesehatan mereka.
b. Partisipative (partisipasi) yaitu dimana seseorang
mengambil bagian aktif dalam pengambilan keputusan.
c. Holistic (menyeluruh) yaitu memperhitungkan hal-hal
yang mempengaruhi kesehatan dan interaksi dari dimensi-dimensi tersebut.
d. Equitable (kesetaraan) yaitu memastikan kesamaan atau
kesetaraan hasil yang di dapat oleh klien.
e. Intersectoral (antar sektor) yaitu bekerja dalam
kemitraan dengan instasi terkait lainnya atau organisasi.
f. Sustainable (berkelanjutan) yaitu memastikan bahwa hasil dari
kegiatan promosi kesehatan yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
g. Multi Strategy yaitu bekerja pada sejumlah strategi
daerah seperti program kebijakkan.
Prinsip-prinsip promosi kesehatan antara lain sebagai
berikut:
a.
Manajemen puncak
harus mendukung secara nyata serta antusias program intervensi dan turut
terlibat dalam program tersebut.
b.
Pihak pekerja
pada semua tingkat ini pengorganisasian harus terlibat dalam perencanaan dan
implementasi intervensi.
c.
Fokus intervensi
harus berdasarkan pada factor risiko yang dapat didefinisikan serta dimodifikasi
dan merupakan prioritas bagi pekerja.
d.
Intervensi harus
disusun sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan pekerja.
e.
Sumber daya
setempat harus dimanfaatkan dalam mengorganisasikan dan mengimplementasikan
intervensi.
f.
Evaluasi harus
dilakukan juga.
g.
Organisasi harus
menggunakan inisiatif kebijakan berbasis populasi maupun intervensi promosi
kesehatan yang intensif dengan berorientasi pada perorangan dan kelompok.
h.
Intervensi harus
bersifat kontinue serta didasarkan pada prinsip-prinsippemberdayaan dan atau
model yang berorientasi pada masyarakat dengan menggunakan lebih dari satu
metode.
B.
Strategi dalam Promosi Kesehatan
Strategi promosi kesehatan berdasarkan (Piagam Ottawa 1986) ialah sebagai
berikut :
1.
Kebijakan
berwawasan kesehatan
Strategi promosi
kesehatan yang mana ditujukan kepada para penentu kebijakan agar mengeluarkan
kebijakan dan ketentuan yang menguntungkan bahkan dapat merugikan kesehatan,
sehingga dalam menentukan keputusan diperhatikan dampaknya bagi kesehatan
masyarakat.
2.
Lingkungan yang
mendukung
Strategi ini
dikelola oleh para pengelola tempat umum, termasuk pemerintah kota. Dimana
mereka dapat menyediakan sarana dan prasarana bagi masyarakat dalam
meningkatkan kesehatnnya, sehingga nantinya akan tercipta lingkungan yang sehat
untuk mendukung prilaku sehat masyarakat
3.
Reorientasi
Pelayanan Kesehatan
Realisasi dari
reorintasi pelayanan kesehatan ini adalah para penyelenggara kesehatan baik
pemerintah maupun swasta harus dilibatkan dalam memberdayakan masyarakat agar
dapat berperan bukan hanya sebagai penerima pelayan kesehatan namun dapat
menjadi menjadi penyelenggara pelayanan kesehatan.
4.
Keterampilan
Individu
Strategi ini
mewujudkan adanya keterampilan individu-individu dalam meningkatkan dan
memelihara kesehatanya. Langkah awal untuk strategi ini adalah pemberian
pemahaman tentang penyakit dalam bentuk metode atau teknik kepada individual
bukan dalam bentuk massa
5.
Gerakan
Masyarakat
Adanya gerakan dari
masyarakat itu sendiri dalam meningkatkan dan memelihara kesehatannya. Hal ini
akan tampak dari prilaku masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannya tanpa harus ada kegiatan namun akan tampak dari prilaku menuju
sehat.
Berdasarkan rumusan yang dibuat oleh WHO (1994),
strategi promosi kesehatan secara global dibagi menjadi tiga yang akan dibentuk
dalam intervensi, yaitu :
1.
Advokasi
(Advocacy)
Advokasi adalah
kegiatan dimana untuk meyakinkan orang lain agar orang lain tersebut membantu
atau mendukung terhadap apa yang
diinginkan. Pendekatan advokasi ialah sasaran kepada para pembuat
keputusan atau penentu keputusan sesuai sektornya. Intinya adalah strategi
advokasi kesehatan merupakan pendekatam yang dilakukan dengan pimpinan atau
pejabat dengan tujuan mengembangkan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan
Kegiatan advokasi ini ada dalam bentuk formal dan informal. Advokasi dalam
bentuk formal misalnya : penyajian
presentasi, seminar, atau suatu usulan yang dilakukan oleh para pejabat terkait.
Advokasi informal misalnya: suatu kegiatan untuk meminta dana, atau dukungan dalam
bentuk kebijakan kepada para pejabat yang relevan dengan kebijakan yang
diusulkan. Intervensi yang dapat dilakukan secara perseorangan kepada pejabat
ialah dengan : lobi, dialog, negosiasi dan debat. Sehingga diharapkan
mendapatkan hasil adanya tindakan yang nyata, kepedulian, serta pemahaman atau
kesadaran dari pejabat sehingga terjadi kelanjutan kegiatan.
2.
Dukungan sosial
( Social Support )
Dukungan sosial
adalah suatu strategi yang digunakan untuk mencari dukungan sosial melalui
tokoh-tokoh masyarakat. Dimana tujuannya dengan menggunakan tokoh masyarakat
sebagai jembatan antara sektor kesehatan atau pengembang kesehatan dengan
masyarakat. Intervensi keperawatan yang diberikan dalam stretegi dukungan
sosial ialah : pelatihan bagi para tokoh masyarakat,
lokakarya, bimbingan bagi para tokoh masyarakat,
sehingga hasil yang diharapkan adalah adanya peningkatan jumlah para tokoh
masyarakat yang berperan aktif dalam pelayanan kesehatan, jumlah individu dan
keluarga dimana meningkat pengetahuannya tentang kesehatan, adanya pemanfaatan
fasilitas kesehatan yang ada misalnya posyandu.
3.
Pemberdayaan
Masyarakat (Empowerment)
Pemberdayaan
adalah strategi promosi kesehatan yang langsung kepada masyarakat. Pemberdayaan
ini bertujuan untuk mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan masyarakat itu sendiri. Intervensi keperawatan dalam
pemberdayaan masyarakat adalah dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat ini
dapat berupa : penyuluhan kesehatan, posyandu, pos obat desa, dan lain
sebagainya. Hasil yang diharapkan adalah sumber daya manusia yang berperan
dalam peningkatan dan pemeliharaan kesehatan.
C.
Model Perencanaan Promosi Kesehatan
Model
yang dikembangkan oleh Green dan Kreuter (1991) pada tahun 1980, merupakan
model yang paling cocok diterapkan dalam perencanaan dan evaluasi promosi
kesehatan, yang dikenal dengan model PRECEDE
(Predisposing, Reinforcing and Enabling
Causes in Educational Diagnosis and Evaluation). PRECEDE merupakan kerangka
untuk membantu perencanaan mengenal masalah, mulai dari kebutuhan pendidikan
sampai pengembangan program. Pada tahun 1991, model ini disempurnakan menjadi
model PRECEDE-PROCEEDE. PROCEEDE merupakan singkatan dari Policy, Regulatory, and Organizational Contructs in Educational and Environmental Development.
Dalam
aplikasinya, PRECEDE-PROCEED dilakukan bersama-sama dalam proses perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi. PRECEDE digunakan pada fase diagnosis masalah,
penetapan prioritas dan tujuan program, sedangkan PROCEED digunakan untuk
menetapkan sasaran dan kriteria kebijakan, pelaksanaan, dan evaluasi. Menurut
Schmidt dkk. (1990), model ini paling banyak diterima dan telah berhasil
diterapkan dalam perencanaan program-program komprehensif dalam banyak susunan
yang berlainan, serta model ini dianggap lebih berorientasi praktis. Gambar 6.1
meringkas gambaran model PRECEDE-PROCEED.
PRECEDE
digunakan pada fase diagnosis masalah, penetapan prioritas masalah dan tujuan
program, sedangkan PROCEED digunakan untuk menetapkan sasaran dan kriteria
kebijakan, serta implementasi dan evaluasi.
Gambar 6.1
Kerangka PRECEDE-PROCEED. Sumber: Green, Lawrence and Marshall W. Kreuter,
1991:24
Gambar 6.2
Indikator, dimensi, dan hubungan di antara faktor-faktor yang diidentifikasi
pada fase 1,2, dan 3 pada kerangka PRECEDE-PROCEEDE.
a)
Fase 1 (Diagnosis
sosial)
Diagnosis sosial adalah
proses menetukan persepsi masyarakat terhadap kebutuhannya dan aspirasi
masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya,melalui partisipasi dan
penerapan berbagai informasi yang didesain sebelumnya.
Penilaian dapat dilakukan
atas dasar data sensus ataupun vital statistic yang ada, maupun dengan
melakukan pengumpulan data secara langsung dari masyarakat. Bila data langsung
dikumpulkan dari masyarakat, maka pengumpulan datanya dapat dilakukan dengan
cara: wawancara dengan informan kunci, forum yang ada di masyarakat, focus
group discussion (FGD), nominal group process, dan survei.
Pada fase ini, praktisi dapat
menggunakan kumpulan data multipel dari aktivitas-aktivitas (hasil wawancara
dengan informan, diskusi kelompok, observasi terhadap partisipan, dan survei),
untuk memahami kebutuhan masyarakat. Fase ini secara subjektif berupaya
mendefinisikan kualitas hidup dalam masyarakat. Fokus pada fase ini adalah
untuk mengenali dan mengevaluasi permasalahan sosial yang mempengaruhi kualitas
hidup target populasi. Tahap ini membutuhkan perencana program untuk
mendapatkan pengertian dari permasalahan sosial yang mempengaruhi kehidupan
pasien, konsumen, siswa, atau komunitas, sebagaimana mereka memandang
permasalahan tersebut. Hal ini diikuti oleh pembentukan penghubung antara
permasalah tersebut dan permasalahan kesehatan spesifik yang dapat menjadi
fokus dari edukasi kesehatan. Penghubung ini sangat penting dalam hidup dan,
sebagai timbal balik, bagaimana kualitas hidup mempengaruhi permasalahan
sosial. Metode yang digunakan untuk diagnosis sosial dapat menggunakan satu
atau beberapa cara pada “Community Assessment”.
b)
Fase 2 (Diagnosis
epidemiologi)
Pada tahap ini,
masalah-masalah kesehatan yang didapatkan dari tahap pertama tadi digambarkan
secara rinci berdasarkan data yang ada, baik yang berasal dari data lokal,
regional, maupun nasional. Dalam tahap ini dilihat bagaimana pengaruh atau
akibat dari masalah-masalah kesehatan tersebut dengan mengacu pada mortalitas,
morbiditas, tanda dan gejala yang ditimbulkan. Dari tahap inilah perencana
menetapkan suatu prioritas masalah yang nantinya akan dibuat suatu perencanaan
yang sistematis.
Pada fase ini, siapa atau
kelompok mana yang terkena masalah kesehatan (umur, jenis kelamin, lokasi, dan
suku) diidentifikasi. Di samping itu, dicari pula bagaimana pengaruh atau
akibat dari masalah kesehatan tersebut (mortalitas, morbiditas, disabilitas,
tanda dan gejala yang timbul) dan cara menanggulangi masalah tersebut (imunisasi,
perawatan atau pengobatan, modifikasi lingkungan atau perilaku). Informasi ini
sangat penting untuk menetapkan prioritas masalah, yang didasarkan pertimbangan
besarnya masalah dan akibat yang ditimbulkan, serta kemungkingan untuk diubah.
Prioritas masalah harus tergambar pada tujuan program dengan ciri “who eill benefit how much of what outcome by
when”.
Diagnosis epidemiologi
mencakup analisis data sekunder atau kumpulan data asli untuk memprioritaskan
kebutuhan akan kesehatan masyarakat serta mempertahankan tujuan dan target dari
program. Praktisi mengamankan dan menggunakan data statistik yang spesifik dari
populasi target dalam rangka mengidentifikasi
dan mengurutkan masalah dan tujuan kesehatan yang dapat memberikan
kontribusi terhadap kebutuhan masyarakat yang teridentifikasi. Diagnosis
epidemiologi membantu identifikasi faktor-faktor perilaku dan lingkungan yang
berhubungan dengan kualitas kehidupan. Fokus pada fase ini adalah untuk
mengidentifikasi permasalahan kesehatan yang spesifik dan faktor non-medis yang
berhubungan dengan kualitas kehidupan yang buruk. Menjelaskan permasalahan
kesehatan tersebut dapat: 1. membentuk hubungan antara permasalahan kesehatan,
kondisi kesehatan lain, dan kualitas kehidupan; 2. Mendorong penyusunan prioritas
masalah yang akan memandu fokus dari program dan pemanfaatan sumber daya secara
efektif; dan 3. Menyusun kewajiban yang jelas pada masing-masing pihak.
Prioritas-prioritas ini dijelaskan sebagai sebagai sebuah program objektif yang
menjelaskan target populasi (WHO), outcome yang diinginkan (WHAT),
dan seberapa banyak (HOW MUCH) keuntungan yang harus didapatkan target
populasi, dan kapan (WHEN) keuntungan tersebut terjadi.
Contoh data-data epidemiologi:
·
Statistik vital
·
Usia rentan meninggal
·
Kecacatan
·
Angka kejadian
·
Morbiditas
·
Mortalitas
Dari
fase 1 dan 2 objektif program disusun, objektif program adalah tujuan-tujuan
yang ingin dicapai sebagai hasil dari implementasi intervensi-intervensi.
Contoh diagnosis epidemiologi dalam promosi kesehatan diare adalah banyaknya
penduduk terutama balita dan anak-anak yang menderita mencret-mencret/diare dan
angka kematian anak akibat diare cukup tinggi.
c)
Fase 3 (Diagnosis
perilaku dan lingkungan)
Diagnosis perilaku adalah
analisis hubungan perilaku dengan tujuan atau masalah yang diidentifikasi dalam
diagnosis epidemiologi atau sosial. Sedangkan diagnosis lingkungan adalah
analisis paralel dari faktor lingkungan sosial dan fisik daripada tindakan
khusus yang dapat dikaitkan dengan perilaku.
Fase ini mengidentifikasi
faktor-faktor, baik faktor internal maupun eksternal dari individu yang dapat
berpengaruh terhadap masalah kesehatan. Fokus fase ini ditujukan pada
identifikasi sistematis praktek kesehatan dan faktor-faktor lain yang
berhubungan dengan permasalahan kesehatan yang telah dijelaskan pada fase 2.
Faktor-faktor ini mencakup penyebab non-perilaku (faktor individu dan lingkungan) yang dapat
berkontribusi pada permasalahan kesehatan, tetapi tidak dikontrol oleh
perilaku. Hal ini dapat mencakup predisposisi genetik, umur, jenis kelamin,
penyait yang diderita, iklim, tempat kerja, ketersediaan fasilitas kesehatan
yang adekuat, dan lain-lain. Perilaku yang menyebabkan permasalahan kesehatan
juga dinilai. Bagian penting lain pada fase ini adalah kecenderungan terjadinya
perubahan pada tiap permasalahan kesehatan pada fase 2. Mengulang kembali untuk
membaca literatur-literatur yang telah ada maupun menerapkan teori-teori yang
ada, merupakan elemen penting pada fase ini.
Matrix
Perilaku, untuk membantu mengenali target-target dimana
intervensi yang paling efektif dapat diterapkan. Matriks ini membantu dalam
mengidentifikasi sasaran dimana tindakan intervensi yang paling efektif dapat
diterapkan. Langkah
yang harus dilakukan dalam diagnosis perilaku dan lingkungan antara lain:
a.
Memisahkan faktor perilaku
dan non-perilaku penyebab timbulnya masalah kesehatan.
b.
Mengidentifikasi perilaku
yang dapat mencegah timbulnya masalah kesehatan dan perilaku yang berhubungan
dengan tindakan perawatan/pengobatan, sedangkan untuk faktor lingkungan dengan
mengeliminasi faktor-faktor lingkungan yang tidak dapat diubah seperti faktor
genetis dan demografis.
c.
Urutkan faktor perilaku dan
lingkungan berdasarkan besarnya pengaruh terhadap masalah kesehatan.
d.
Urutkan faktor perilaku dan
lingkungan berdasarkan kemungkinan untuk diubah.
e.
Tetapkan perilaku dan
lingkungan yang menjadi sasaran program.
Setelah
itu tetapkan tujuan perubahan perilaku dan lingkungan yang ingin dicapai
program. Indikator masalah perilaku yang memengaruhi status kesehatan seseorang
adalah pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilization),
upaya pencegahan (prevention action),
pola konsumsi akanan (consumption pattern),
kepatuhan (compliance), dan upaya
pemeliharaan kesehatan sendiri (self care).
Dimensi perilaku yang digunakan adalah earliness,
quality, persistence, frequency, dan range.
Indikator lingkungan yang digunakan adalah keadaan sosial, ekonomi, fisik dan
pelayanan kesehatan, sedangkan dimensi yang digunakan terdiri atas
keterjangkauan, kemampuan, dan pemerataan.
d)
Fase 4 (Diagnosis
pendidikan dan organisasi)
Sesuai dengan perspektif
perilaku, tahap diagnosis pendidikan dan organisasional model Precede memberi
penekanan pada faktor-faktor predisposisi, pendukung, dan penguat. Dua faktor
pertama berkaitan dengan anteseden dari suatu perilaku tersebut, sedangkan
faktor penguat merupakan sinonim dari istilah konsekuen yang dipakai dalam
analisis perilaku.
·
Faktor
predisposisi (predisposing factors)
Faktor
yang mempermudah atau mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Merupakan
anteseden dari perilaku yang menggambarkan rasional atau motivasi melakukan
suatu tindakan, nilai dan kebutuhan yang dirasakan, berhubungan dengan motivasi
individu atau kelompok untuk bertindak.
· Faktor pemungkin (enabling factors)
Faktor
yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu atau memungkinkan suatu
motivasi direalisasikan. Yang termasuk dalam kelompok faktor pemungkin adalah
ketersediaan pelayanan kesehatan, aksesibilitas dan kemudahan pencapaian
pelayanan kesehatan baik dari segi jarak maupun segi biaya dan sosial serta
adanya peraturan-peraturan dan komitmen masyarakat dalam menunjang perilaku
tersebut.
·
Faktor
penguat (reinforcing factors)
Faktor yang memperkuat (atau
kadang-kadang justru dapat memperlunak) untuk terjadinya perilaku tersebut.
Merupakan factor yang memperkuat suatu perilaku dengan memberikan penghargaan
secara terus menerus pada perilaku dan berperan pada terjadinya pengulangan. Merupakan faktor yang
berperan setelah suatu perilaku telah dimulai. Faktor ini mendukung pengulangan
atau tetapnya suatu perilaku dengan memberikan suatu penghargaan (reward) atau
insentif secara berkelanjutan serta hukuman (punishmen) sebagai konsekuensi
dari suatu perilaku. Hal tersebut digunakan untuk memotivasi dan menguatkan
perilaku sehat dan outcome. Reinforcement bisa datang dari
individu atau kelompok, seseorang atau institusi dalam lingkungan fisik atau
sosial seperti keluarga, guru, akademis, dan lain-lain.
Hal
penting untuk memahami reinforcing
factor adalah sejauh mana ketidakadannya akan berarti kehilangan dukungan
untuk tindakan dari individu atau kelompok. Elemen penting pada fase ini
adalah pemilihan faktor yang dapat dimodifikasi, yang paling dapat menghasilkan
perubahan perilaku Proses pemilihan mencakup mengidentifikasi, memilah faktor-faktor
ini ke dalam kategori-kategori (positif dan negatif), menempatkan prioritas
pada tiap kategori, dan memprioritaskan salah satu kategori. Prioritas faktor
bergantung kepada tingkat kepentingan (importance) dan kemampuan untuk
diubah (changeability). Learning objectives dari faktor-faktor
terpilih ini kemudian dikembangkan.
Pemilihan
faktor-faktor mana yang harus diubah untuk memulai dan menjaga (maintain)
perubahan perilaku dilakukan pada fase ini karena intervensi spesifik juga
disusun pada fase ini.
Diagnosis
edukasi dan organisasi ini lah yang digunakan untuk melihat hal-hal spesifik
yang dapat meningkatkan atau menurunkan perilaku-perilaku yang berhubungan
dengan kesehatan.
Contoh
diagnosis pendidikan dan organinasional:
Predisposing factors
-
Kurangnya pengetahuan tentang
cara hidup bersih dan sehat
-
Kebiasaan MCK di sungai
-
Penggunaan air sungai sebagai
sumber air minum dan masak
-
Kebiasaan tidak mencuci
tangan sebelum makan dan setelah BAB
-
Kurangnya pengetahuan tentang
diare
Enabling factors
-
Terbatasnya sumber/fasilitas
air bersih
-
Terbatasnya fasilitas jamban
-
Terbatasnya daya jangkau ke
pusat kesehatan
-
Kegiatan PKK dan karang
taruna yang tidak terlaksana dengan baik
Reinforcing factors
-
Perilaku tokoh masyarakat
yang juga tidak memberikan contoh yang baik
Langkah
selanjutnya adalah menetapkan tujuan pembelajaran yang akan dicapai berdasarkan
faktor predisposisi yang telah diidentifikasi, dan menetapkan tujuan
organisasional berdasarkan faktor penguat dan faktor pendorong yang telah diidentifikasi
elalui upaya pengembangan organisasi dan sumber daya.
e)
Fase 5 (Diagnosis
administrasi dan kebijakan)
Pada fase ini, dilakukan
analisis kebijakan, sumber daya, dan peraturan yang berlaku yang dapat
memfasilitasi atau menghambat pengembangan program promosi kesehatan. Untuk
diagnosis administratif, dilakukan tiga penilaian, yaitu sumber daya yang
dibutuhkan untuk melaksanakan program, sumber daya yang terdapat di organisasi
dan masyarakat, serta hambatan pelaksanaan program. Untuk diagnosis kebijakan,
dilakukan identifikasi dukungan dan hambatan politis, peraturan dan
organisasional yang memfasilitasi program serta pengembangan lingkungan yang
dapat mendukung kegiatan masyarakat yang kondusif bagi kesehatan.
Pada fase ini kita melangkah
dari perencanaan dengan PRECEDE ke implementasi dan evaluasi dengan PROCEED.
PRECEDE digunakan untuk meyakinkan bahwa program akan sesuai dengan kebutuhan
dan keadaan individu atau masyarakat sasaran. Sebaliknya, PROCEED untuk
meyakinkan bahwa program akan tersedia, dapat dijangkau, dapat diterima dan
dapat dipertanggungjawabkan kepada penentu kebijakan, administrator, konsumen
atau klien, dan stakeholder terkait.
Hal ini dilakukan untuk menilai kesesuaian program dengan standar yang telah
ditetapkan.
Diagnosis administratif
dilakukan dengan tiga penilaian, yaitu: sumber daya yang dibutuhkan untuk
melaksanakn program, sumber daya yang ada di organisasi dan masyarakat, serta
hambatan pelaksana program. Sedangkan pada diagnosis kebijakan dilakukan identifikasi
dukungan dan hambatan politis, peraturan dan organisasional yang memfasilitasi
program dan pengembangan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan masyarakat
yang kondusif bagi kesehatan.
Misalnya, adanya kebijakan
pemerintah dalam pemberantasan penyakit diare antara lain bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan, angka kematian, dan penanggulangan kejadian luar
biasa (KLB).
·
Sumber
Data
Data masyarakat
yang dibutuhkan oleh seorang perencana promosi kesehatan dapat berasal dari
berbagai sumber seperti :
-
Dokumen
yang ada
-
Langsung
dari masyarakat, di mana kita bisa mendapatkan data mengenai status kesehatan
masyarakat, perilaku kesehatan dan determinan dari perilaku tersebut,
-
Petugas
kesehatan di lapangan
-
Tokoh
masyarakat
·
Cara
pengumpulan data yang dapat dilakukan adalah:
a. Key
informant approach
Informasi yang diperoleh dari informan kunci
melalui wawancara mendalam atau Focus Group Discussion(FGD) sangat menolong
untuk memahami masalah yang ada. Cara ini cukup sederhana dan relatif murah,
karena informasi yang diperoleh dapat mewakili berbagai perspektif dan informan
kunci sendiri selain memberikan data yang dapat digunakan dalam membuat
perencanaan, juga akan membantu dalam mengimplementasikan promosi kesehatan.
b. Community
forum approach
Cara lain yang dapat digunakan untuk
mengumpulkan data adalah melalui forum diskusi. Di sini health promotor
bersama-sama masyarakat mendiskusikan masyarakat yang ada.melalui cara ini
dapat dicari jalan keluar dari masalah yang ada. Bila dilihat dari sudut program,
cara ini sangat ekonomis, di samping itu promotor kesehatan juga dapat memahami
masalah dari berbagai sudt pandang masyarakat.
c. Sample
survey appproach
Merupakan cara pengumpulan data kebutuhan
masyarakat yang paling valid dan akurat, karena estimasi kesalahan bisa
diseleksi. Namun demikian cara ini
merupakan cara yang paling mahal. Metode yang dapat digunakan adalah wawancara
dan observasi (terutama bila ingin melihat keterampilan atau skill).
f)
Fase 6 (Implementasi)
Pada
tahap ini, merencanakan suatu intervensi (secara besar pada fase-fase
sebelumnya), berdasarkan analisis. Sekarang, yang harus kita lakukan adalah
menjalankannya. Fase ini hanya berupa pengaturan dan pengimplementasian
intervensi yang telah direncanakan sebelumnya. Pada fase ini, intervensi yang
telah disusun pada fase kelima diterapkan secara langsung pada masyarakat.
g)
Fase 7 (Evaluasi
proses)
Fase ini
bukanlah mengenai hasil, tetapi mengenai prosedur. Evaluasi disini berarti
apakah kita sedang melakukan apa yang telah kita rencanakan sebelumnya. Jika,
sebagai contoh, kita menawarkan melakukan pelayanan kesehatan diare tiga hari
dalam sepekan pada daerah pedesaan, apakah dalam kenyataannya kita benar-benar
melakukan pelayanan kesehatan tersebut. Kita juga menetapkan untuk memberikan
penyuluhan setiap hari senin dan khamis untuk melakukan penyuluhan tentang
diare dan penanganannya di puskesmas berdekatan, setiap selasa dan rabu
melakukan penyuluhan ke sekolah-sekolah apakah kita benar- benar melaksanakan
sesuai yang direncanakan.
h)
Fase 8 (Evaluasi
dampak)
Pada fase ini, kita mulai melakukan evaluasi terhadap
sukses awal dari upaya kita. Apakah intervensi tersebut menghasilkan efek yang
kita inginkan pada faktor perilaku atau
lingkungan yang kita harapkan untuk berubah. Mengukur efektifitas program dari
sudut dampak menengah dan perubahan-perubahan pada faktor predisposing,
enabling, dan reinforcing. Mengevaluasi dampak dari intervensi pada
faktor-faktor pendukung perilaku dan pada perilaku itu sendiri.
·
Faktor-faktor predisposisi (Predisposing
factor)
Faktor-faktor ini mencakup, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap
kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai
berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya: pemeriksaan kesehatan bagi ibu
hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat
pemeriksaan hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu,
kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong
atau menghambat ibu untuk periksa hamil. Misalnya, orang hamil tidak boleh
disuntik (pemeriksa hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena
suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif
akan mempermudah terwujudnya perilaku baru maka sering disebut faktor yang
memudahkan.
·
Faktor-faktor pemungkin (Enabling
factors)
Faktor-faktor ini
mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi
masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan
tinja, tersedianya makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga
fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik,
posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek suasta (BPS), dan
sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana
pendukung, misalnya: perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau periksa
hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa hamil saja,
melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau
tempat periksa hamil, misalnya: puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun
rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung untuk atau memungkinkan
terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung
atau faktor pemungkin.
·
Faktor-faktor penguat (Reinforcing
factors)
Faktor-faktor
ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan
baik dari pusat maupun pemerintahan daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk
berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan
sikap positif serta dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku
contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas,
lebih-lebih para petugas kesehatan. Disamping itu undang-undang juga diperlukan
untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Oleh sebab itu intervensi
pendidikan hendaknya dimulai mendiagnosis 3 faktor penyebab (determinan)
tersebut kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap tiga faktor tersebut.
i)
Fase
9 (Evaluasi hasil)
“Apakah
intervensi kita sungguh bekerja dalam menghasilkan outcome yang
teridentifikasi pada komunitas pada fase 1 sebelumnya?”. Intervensi ini mungkin
dapat secara sukses dilakukan, prosesnya sesuai dengan yang direncanakan, dan
terjadi perubahan yang memang diharapkan. Namun, hasilnya secara keseluruhan
tidak memiliki dampak pada masalah yang lebih luas. Dalam hal ini, kita harus
memulai kembali prosesnya sekali lagi, untuk melihat mengapa faktor yang kita
fokuskan bukanlah faktor yang tepat, dan untuk mengidentifikasi faktor lain
yang mungkin berhasil. Mengukur perubahan dari keseluruhan objek dan perubahan
dalam kesehatan dan keuntungan sosial atau kualitas kehidupan (outcome)
yang menentukan efek terbesar pada intervensi terhadap kesehatan dan kualitas
kehidupan suatu populasi. Dibutuhkan waktu yang panjang untuk mendapatkan
hasil, dan mungkin beberapa tahun untuk benar-benar melihat perubahan kualitas
hidup pada populasi atau masyarakat.
Beberapa
outcome mungkin tidak terlihat nyata dalam beberapa tahun atau dekade.
Bila outcome tidak terlihat dalam jangka waktu yang lama, maka kita
harus bersabar dan tetap mengawasi proses dan dampak dari intervensi kita,
dengan keyakinan bahwa outcome tersebut akan terlihat dengan nyata
nantinya.
Langkah-langkah
untuk menetapkan prioritas masalah kesehatan meliputi hal-hal berikut.
a)
Menentukan status
kesehatan masyarakat.
b)
Menentukan pola
pelayanan kesehatan msyarakat yang ada.
c)
Menentukan hubungan
antara status kesehatan dan pelayanan kesehatan di masyarakat
d)
Menentukan determinan
masalah kesehatan masyarakat (meliputi tingkat pendidikan, umur, jenis kelamin,
ras, letak geografis, kebiasaan atau perilaku dan kepercayaan yang dianut).
Beberapa
faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan prioritas masalah antara
lain beratnya masalah dan akibat yang ditimbulkan, pertimbangan politis, dan
sumber daya yang ada di masyarakat.
D.
Metode
Promosi Kesehatan
Proses belajar mengajar yang efisien dan efektif yang
dilakukan dipengaruhi oleh metode yang digunakan. Pemilihan metode dalam
pelaksanaan promosi kesehatan harus dipertimbangkan secara cermat dengan
memperhatikan materi atau informasi yang akan disampaikan, keadaan penerima
informasi (termasuk sosial budaya) atau sasaran, dan hal-hal lain yang
merupakan lingkungan komunikasi seperti ruang dan waktu. Masing – masing metode
memiliki keunggulan dan kelemahan, sehingga penggunaan gabungan beberapa metode
sering dilakukan untuk mamaksimalkan hasil.
1.
Jenis
– Jenis Metode Promosi Kesehatan
a.
Secara
umum metode promosi kesehatan dibagi menjadi:
1) Metode Didaktif
Metode ini
didasarkan atau dilakukan secara satu arah. Tingkat keberhasilan metode
didaktif sulit dievaluasi karena peserta
didik bersifat pasif dan hanya pendidik yang aktif. Misalnya: ceramah, film,
leaflet, booklet, poster dan siaran radio.
2) Metode Sokratif
Metode ini
dilakukan secara dua arah. Dengan metode ini, kemungkinan antara pendidik dan
peserta didik bersikap aktif dan kreatif. Misalnya: diskusi kelompok, debat,
panel, forum, seminar, bermain peran, curah pendapat, demonstrasi, studi kasus,
lokakarya dan penugasan perorangan.
b.
Metode
Promosi Kesehatan Berdasarkan Teknik Penyampaian
1)
Metode
Penyuluhan Langsung
Dalam hal ini
para penyuluh langsung berhadapan atau bertatap muka dengan sasaran. Termasuk
disini antara lain: kunjungan rumah, pertemuan diskusi, pertemuan di balai desa
pertemuan di posyandu, dll.
2)
Metode
Penyuluhan Tidak Langsung
Dalam hal ini
para penyuluh tidak langsung berhadapan secara tatap muka dengan sasaran,
tetapi ia menyampaikan pesannya dengan
perantara media. Contohnya, publikasi dalam bentuk media cetak, melalui
pertunjukkan film dan sebagainya berdasarkan jumlah sasaran yang dicapai.
c.
Metode Promosi
Kesehatan Berdasarkan Jumlah Sasaran
1) Metode Pendidikan Individual (Perorangan)
Metode yang
bersifat individual digunakan untuk membina perilaku baru atau membina
seseorang yang mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi.
Setiap orang memiliki masalah atau alasan yang berbeda-beda sehubungan dengan
penerimaan atau perilaku baru tersebut. Bentuk pendekatannya :
·
Bimbingan dan
penyuluhan (Guidence and counceling)
Perubahan
perilaku terjadi karena adanya kontak yang intensif antara klien dengan petugas
dan setiap masalahnya dapat diteliti dan dibantu penyelesainnya.
·
Wawancara
(interview)
Untuk mengetahui
apakah klien memiliki kesadaran dan pengertian yang kuat tentang informasi yang
diberikan (prubahan perilaku ynag diharapkan).
2) Metode Pendidikan Kelompok
Dalam memilih
metode pada kelompok,yang harus diperhatikan adalah besarnya kelompok sasaran
dan tingkat pendidikan formalnya. Besarnya kelompok sasaran mempengaruhi
efektifitas metode yang digunakan.
1)
Kelompok besar
a)
Ceramah
Sasaran dapat
berpendidikan tinggi maupun rendah. Penceramah harus menyiapkan dan menguasai
materi serta mempersiapkan media. Metode dengan menyampaikan informasi dan
pengetahuan saecara lisan. Metode ini mudah dilaksanakan tetapi penerima
informasi menjadi pasif dan kegiatan menjadi membosankan jika terlalu lama.
b)
Seminar
Metode seminar hanya cocok
untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan formal menengah ke atas. Seminar
adalah suatu penyajian (presentasi)dari suatu ahli atau beberapa ahli tentang
suatu topik yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di masyarakat.
2)
Kelompok kecil
a)
Diskusi kelompok
Metode yang
dilaksanakan dalam bentuk diskusi antara pemberi dan penerima informasi,
biasanya untuk mengatasi masalah. Metode ini mendorong penerima informasi
berpikir kritis, mengekspresikan pendapatnya secara bebas, menyumbangkan
pikirannya untuk memecahkan masalah bersama, mengambil satu alternatif jawaban
atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdasarkan
pertimbangan yang seksama.
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut :
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut :
Ø Tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
Ø Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
Ø Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
Ø Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal
b)
Curah pendapat
(Brain storming)
Adalah suatu pemecahan
masalah ketika setiap anggota mengusulkan dengan cepat semua kemungkinan
pemecahan yang dipikirkan. Kritik evaluasi atas semua pendapat tadi dilakukan
setelah semua anggota kelompok mencurahkan pendapatnya. Metode ini cocok
digunakan untuk membangkitkan pikiran yang kreatif, merangsang, partisipasi,
mencari kemungkinan pemecahan masalah, mendahului metode lainnya, mencari
pendapat-pendapat baru dan menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kelompok.
c)
Bola salju (snow
balling)
Metode ini dilakukan dengan
membagi secara berpasangan (satu pasang- dua orang). Setelah pasangan
terbentuk, dilontarkan suatu pernyataaan atau masalah, setelah kurang lebih 5
menit setiap 2 pasangan bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan
masalah yang sama dan mencari kesimpulannya. Selanjutnya, setiap 2 pasang yang
sudah beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya,
demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
d)
Kelompok-kelompok
kecil (Buzz group)
Kelompok dibagi menjadi
kelompok kecil untuk mendiskusikan masalah kemudian kesepakatan di kelompok
kecil disampaikan oleh tiap kelompok dan kemudian di diskusikan untuk diambil
kesimpulan.
e)
Memainkan
peranan (role play).
Dalam metode ini beberapa
anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peran tertentu untuk memainkan
peranan.
f)
Permainan
simulasi (simulation game)
Merupakan gabungan antara
role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan kesehatan disajikan dalam beberapa
bentuk permainan seperti permainan monopoli, menggunakan dadu, petunjuk arah
dan papan monopoli. Beberapa orang menjadi pemain dan sebagian lainnya berperan
sebagai narasumber.
3)
Metode
pendidikan massa
Metode ini untuk
mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat.
Sasaran pendidikan pada metode ini bersifat umum tanpa membedakan umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, status sosial, ekonomi dan sebagainya, sehingga
pesan-pesan kesehatan dirancang sedemikian rupa agar dapat ditangkap oleh massa
tersebut. Metode ini bertujuan untuk mengguagah kesadaran masyarakat terhadap
suatu inovasi. Metode ini biasanya bersifat tidak langsung.
a) Ceramah umum (public speaking)
b) Pidato/diskusi
c) Simulasi
d) Menggunakan media televise
e) Menggunakan media surat kabar
f) Bill board
Metode berdasarkan Indera Penerima. Metode melihat/ memperhatikan. Dalam hal ini pesan
diterima sasaran melalui indera penglihatan, seperti : Penempelan Poster,
Pemasangan Gambar/Photo, Pemasangan Koran dinding, Pemutaran Film
a. Metode pendengaran. Dalam hal ini pesan diterima oleh
sasaran melalui indera pendengar, umpamanya : Penyuluhan lewat radio, Pidato,
Ceramah, dll
b. Metode kombinasi. Dalam hal ini termasuk : Demonstrasi
cara (dilihat, didengar, dicium, diraba dan dicoba).
2.
Kelebihan
dan Kekurangan Masing-masing Metode
a.
Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah
adalah suatu hubungan langsung antara penyuluh dengan masyarakat sasaran dan
keluarganya di rumah ataupun ditempat biasa mereka berkumpul. Biasanya kegiatan
ini disebut anjang sono, anjang karya, dan sebagainya.
Cara
melakukannya dengan memperhatikan hal-hal seperti berikut :
1)
Ada maksud dan
tujuan tertentu
2) Tepat waktunya dan tidak membuang-buang waktu
3) Rencanakan
beberapa kunjungan berurutan untuk menghemat waktu
4) Kunjungi pula sasaran yang jauh dan terpencil
5) Metode ini untuk memperkuat metode-metode lainnya atau
bila metode-metode lainnya tidak mungkin.
Selama berkunjung harus diingat hal-hal seperti :
1) Membicarakan soal-soal yang menarik perhatian
2) Biarkan keluarga sasaran berbicara sebanyak-banyaknya dan
jangan
Memotong Pembicaraannya
1) Bicara bila keluarga sasaran itu ingin mendengarkannya
2) Bicara dalam gaya yang menarik sasaran
3) Pergunakan bahasa umum yang mudah, bicara pelan-pelan
dan suasan
Menyenangkan
1) Harus sungguh-sungguh dalam pernyataan
2) Jangan memperpanjang mempersilat lidah
3) Biarkan keluarga sasaran merasa sebagai pemrakarsa
gagasan yang baik
4) Harus jujur dalam mengajar maupun belajar
5) Meninggalkan keluarga sasaran sebagai kawan
6) Catat tanggal kunjungan, tujuan, hasil dan janji
Keuntungan metode ini :
1) Mendapat keterangan langsung perihal masalah-masalah
kesehatan
2) Membina persahabatan
3) Tumbuhnya kepercayaan pada penyuluh bila
anjuran-anjurannya diterima
4) Menemukan tokoh-tokoh masyarakat yang lebih baik
5) Rintangan-rintangan antara penyuluh dengan keluarga
sasaran menjadi kurang
6) Mencapai juga petani yang terpencil, yang terlewat
oleh metode lainnya
7) Tingkat pengadopsian terhadap perilaku kesehatan yang
baru lebih tinggi
Kerugian:
1) Jumlah kunjungan yang mungkin dilakukan adalah
terbatas
2) Kunjungan-kunjungan yang cocok bagi keluarga sasaran
dan penyuluh adalah terbatas sekali
3) Kunjungan yang terlalu sering pada satu keluarga
sasaran akan menimbulkan prasangka pada keluarga lainnya
b.
Pertemuan Umum
Pertemuan umum
adalah suatu pertemuan dengan peserta campuran dimana disampaikan beberapa
informasi tertentu tentang kesehatan untuk dilaksanakan oleh masyarakat
sasaran.
Cara
melakukannya dengan perencanaan dan persiapan yang baik, seperti:
1)
Rundingkan dahulu dengan orang-orang yang terkait
2) Konsultasi dengan
tokoh-tokoh setempat dan buatlah agenda acara sementara
3) Jaminan kedatangan para nara sumber lainnya (bila
diperlukan)
4) Usahakan ikut sertanya semua golongan di tempat itu.
Hal-hal perlu diperhatikan :
1) Rapat diselenggarakan ditempat yang letaknya strategis,
dengan penerangan dan udara yang segar
2) Waktu yang dipilh adalah waktu luang masyarakat
3) Pada siang hari, bila tempat-tempat tinggal orang
berjauhan
4) Tepat memulai dan mengakhiri pertemuan
5) Perhatikan ditujukan kepada tujuan pertemuan dengan
memberikan kesempatan untuk berdiskusi. Hindari pertengkaran pendapat
6) Anjuran mempergunakan alat-alat peraga
7) Usaha-usaha menarik perhatian, menggugah hai dan
mendorong kegiatan
8) Memberikan penghargaan kepada semua golongan yang
hadir
9) Libatkan tokoh-tokoh masyarakat setempat
10) Usahakan kegiatan lanjutan (bila ada)
11) Berikan selembaran-selembaran yang sesuai dengan
materi yang didiskusikan.
Keuntungan metode ini:
1) Banyak orang yang dicapai
2) Menjadi tahap persiapan untuk metode lainnya
3) Perkenalan pribadi dapat ditingkatkan
4) Segala macam topik/judul dapat diajukan
5) Adopsi suatu anjuran secara murah/sedikit biaya
Kerugian metode ini:
1) Tempat dan sarana pertemuan tidak selalu cukup
2) Waktu untuk diskusi biasanya terbatas sekali
3) Pembahasan topik sedikit lebih sulit karena peserta
yang hadir adalah campuran
4) Kejadian-kejadian di luar kekuasaan seperti cuaca
buruk, dsb dapat mengurangi jumlah kehadiran
c. Diskusi
Diskusi adalah untuk kelompok yang lebih kecil atau
lebih sedikit pesertanya yaitu berkisar 12-15 orang saja. Harus ada partisipasi
yang baik dari peserta yang hadir. Biasanya dipergunakan untuk menjelasan suatu
informasi yang lebih rinci dan mendetail serta pertukaran pendapat mengenai
perubahan perilaku kesehatan. Keberhasilan pertemuan FGD banyak tergantung dari
petugas penyuluh untuk :
1) Memperkenalkan soal yang dapat perhatian para peserta
2) Memelihara perhatian yang terus menerus dari para
peserta
3) Memberi kesempatan kepada semua orang untuk
mengemukakan pendapatnya dan menghindari
dominasi beberapa orang saja
4) Membuat kesimpulan pembicaraan-pembicaraan dan
menyusun saran-saran yang diajukan
5) Berikan bahan-bahan informasi yang cukup agar peserta
sampai pada kesimpulan yang
tepat.
d.
Demonstrasi
Demontrasi
adalah memperlihatkan secara singkat kepada suatu kelompok bagaimana melakukan
suatu perilaku kesehatan baru. Metode ini lebih menekankan pada bagaimana cara
melakukannya suatu perilaku kesehatan. Kegiatan ini bukan lah suatu percobaan
atau pengujian, tetapi sebuah usaha pendidikan. Tujuannya adalah untuk
meyakinkan peserta bahwa sesuatu perilaku kesehatan tertentu yang dianjurkan
itu adalah berguna dan praktis sekali bagi masyarakat. Demonstrasi ini
mengajarkan suatu ketrampilan yang baru. Cara melakukannya dengan segala
perencanaan dan persiapan yang diperlukan, seperti :
1) Datang jauh sebelum kegiatan di mulai untuk memeriksa
peralatan dan bahan yang diperlukan
2) Mengatur tempat sebaik mungkin, sehingga semua peserta
dapat melihatnya dan ikut dalam diskusi
3) Demonstrasi dilakukan tahap demi tahap sambil
membangkitkan keinginan peserta untuk bertanya
4) Berikan kesempatan pada wakil peserta untuk mencoba
ketrampilan perilaku yang baru.
5) Berikan selebaran yang cepat (brosur, dll) yang
bersangkutan dengan demostrasi itu
Anjuran :
1) Pilihlah topik yang berdasarkan keperluan masyarakat
2) Demonstrasi dilakukan tepat masanya
3) Pengumuman yang luas sebelum waktunya untuk menarik
banyak perhatian dan peserta
4) Pergunakan alat-alat yang mudah di dapat orang
5) Hilangkan keraguan-raguan, tetapi hindarikan
pertengkaran mulut
6) Hargai cara-cara yang biasa dilakukan masyarakat
Kelebihan / keuntungan metode ini :
1) Cara mengajar ketramilan yang efekif
2) Merangsasang kegiatan
3) Menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri.
Kekurangan / keterbatasannya :
1)
Memerlukan
banyak persiapan, peralatan dan ketrampilan
2)
Merugikan bila demonstrasi
dilaksanakan dengan kualitas yang buruk
D. Media Promkes
1. Pengertian
Media adalah
alat yang digunakan oleh pendidik dalam menyampaikan bahan pendidikan atau
pengajaran ( Herry D.J. Maulana).Media promosi kesehatan adalah alat yang
dipakai untuk mengirimkan pesan kesehatan (Ferry Efendy & Makhfudli).
Media pendidikan
kesehatan disebut juga alat peraga karena berfungsi membantu dan memeragakan
sesuatu dalam proses pendidikan atau pengajaran. Pembuatan alat peraga atau media mempunyai prinsip
bahwa pengetahuan yang ada pada setiap orang diterima dan ditangkap melalui
pancaindra.
Semakin banyak pancaindra yang digunakan maka semakin jelas juga
pengetahuan yang didapatkan. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan alat peraga
dapat melibatkan indra sebanyak mungkin pada suatu objek sehingga dapat
memudahkan pemahaman bagi peserta didik.
Alat peraga atau
media mempunyai intensitas yang berbeda dalam membantu pemahaman
seseorang.Elgar menggambarkan intensitas setiap alat peraga dalam suatu kerucut.
KERUCUT ELGAR
DALE
1. Kata-kata
2.
Tulisan
3.
Rekaman, Radio
4.
Film
5.
Televisi
6.
Pameran
7.
Field Trip
8.
Demonstasi
9.
Sandiwara
10.
Benda Buatan
11.
Benda Asli
Berdasarkan gambar alat peraga yang memiliki
intensitas paling tinggi adalah benda asli sedangkan yang memiliki intensitas
paling rendah adalah kata-kata. Hal ini berarti bahwa penyampaian materi hanya
menggunakan kata-kata saja kurang efektif jadi
akan leih efektif dan efisien jika menggunakan beberapa alat peraga atau
gabungan beberapa media.
Pemilihan media promosi kesehatan ditentukan oleh
banyaknya sasaran, keadaan geografis, karakteristik partisipan, dan sumber daya
pendukung.Contohnya didaerah terpencil yang hanya dapat dicapai dengan peswat
terbang khususdan pendidikan kesehatan yang diinginkan adalah yang mencapai
sebanyak mungkin sasaran, maka media yang dapat dipilih adalah flyer atau media elektronik jika sumber
dayanya memungkinkan.
2. Manfaat Media
Ada banyak manfaat dari media atau alat peraga yaitu
sebagai berikut:
1.
Menimbulkan
minat sasaran
2.
Mencapai sasaran
yang lebih banyak
3.
Membantu
mengatasi banyak hambatan dalam pemahaman
4.
Merangsang
sasaran untuk meneruskan pesan pada orang lain
5.
Memudahkan
penyampaian informasi
6.
Memudahkan
penerimaan informasi oleh sasaran
7.
Menurut
penelitian 75-87% pengetahuan manusia diperoleh atau disalurkan melalui mata,
13-25% lainnya disalurkan melalui pancaindra lainnya. Oleh karena itu, dalam
aplikasi pembuatan media disarankan
lebih banyak menggunakan alat-alat visual karena akan mempermudah cara
penyampaian dan penerimaan informasi oleh masyarakat.
8.
Mendorong
keinginan untuk mengetahui, mendalami dan mendapat pengertian yang lebih baik.
9.
Membantu
menegakkan pengertian yang diperoleh, yaitu menegakkan pengetahuan yang telah
diterima sehingga apa yang diterima lebih lama tersimpan dalam ingatan.
3. Jenis-jenis Alat Peraga
a. Pembagian alat peraga secara umum
1) Alat bantu lihat (Visual aids)
Alat ini digunakan untuk membantu menstimulasi indra
penglihatan pada saat proses pendidikan. Terdapat dua alat bantu visual yaitu:
à Alat
bantu yang diproyeksikan seperti slide, OHP, dan film strip.
à Alat bantu
yg tidak diproyeksikan misalnya
dua dimensi seperti gambar, peta, da
bagan. Termasuk alat bantu cetak dan tulis misalnya leaflet, poster, lembar
balik, dan buklet. Termasuk tiga dimens seperti bola dunia dan boneka.
2) Alat bantu dengar (Audio aids)
Alat ini digunakan untuk menstimulasi indra
pendengaran misalnya piringan hitam, radio, tape, CD.
3) Alat bantu dengar dan lihat (Audio visual aids)
Alat bantu ini digunakan untuk menstimulasi indra
penglihatan dan pendengaran seperti televisi, film dan video.
b. Pembagian alat peraga berdasarkan
fungsinya
1) Media cetak
ü Buklet merupakan media untuk menyampaikan pesan-pesan
kesehatan dalam bentuk buku, baik berupa tulisan maupun gambar. Sasaran buklet
adalah masyarakat yang dapat membaca.
ü Leaflet merupakan selembar kertas yang terdiri dari 200-400
kata dengan tulisan cetak yang berisi tentang informasi atau pesan-pesan
kesehatan. Isi informasi dapat berupa kalimat, gambar atau informasidapat berupa gambar atau kombinasi. Leaflet
berukuran 20x30 cm dan biasannya disajikan dalam bentuk dilipat. Biasanya
leaflet diberikan kepada sasaran setalah selesai kuliah atau ceramah agar dapat
digunakan sebagai pengingat pesan atau dapat juga diberikan sewaktu ceramah
untuk memperkuat pesan yang sedang disampaikan.
ü Flyer (selebaran)
bentuk seperti leaflet tetapi tidak dilipat.
ü Flip chart
(lembar balik) merupakan alat peraga yang menyerupai kalender balik bergambar.
Lembar balik mempunyai dua ukuran, ukuran besar terdiri dari lembaran-lembaran
yang berukuran 50x75 cm, sedangkan yang berukuran kecil 38x50 cm. lembar balik
yang berukuran lebih kecil (21x28 cm)
disebut flip book atau flip chart meja. Lembaran-lembaran ini
disusun dalam urutan tertentudan dibundel pada salah satu sisinya. Dibawah
gambar, dituliskan pesan-pesan yang dapat dibaca oleh komunikan. Lembar balik
ini digunakan dengan cara membalik lembaran-lembaran bergambar tersebut satu
per satu. Lembar balik ini biasanya digunakan untuk pertemuan kelompok dengan
jumlah maksimal peserta 30 orang. Flip
chart biasanya digunakan untuk pendidikan individu atau kelompok yang lebih
kecil (kurang dari 5 orang).
ü Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah
yang membahas suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan.
ü Poster merupakan bentuk media yang berisi pesan-pesan singkat
atau informasi kesehatan yang biasanya menempel di dinding, tempat-tempat umum
atau kendaraan umum dan dalam bentuk gambar. Ukuran poster biasanya sekitar
50-60 cm, karena ukurannya sangat terbatas maka tema dalam poster tidak terlalu
banyak biasanya hanya ada satu tema dalam satu poster. Tata letak kata dan
warna dalam poster hendaknya menarik. Kata-kata dalam poster tidak lebih dari tujuh kata dan hurufnya dapat
dibaca oleh orang lewat dari jarak 6 meter. Biasanya isinya bersifat
pemberitahuan atau propaganda. Poster sesuai untuk tindak lanjut dari pesan yang sudah disampaikan pada
waktu lalu. Jadi tujuan poster adalah untuk megingatkan kembali dan mengarahkan
pembaca kearah tindakan tertentu atau
sebagai bahan diskusi kelompok.
ü Foto yang mengungkapkan informasi kesehatan.
ü Flannelgraph merupakan guntingan-guntingan gambar atu tulisan yang dibelakangnya
diberi kertas amril (ampelas). Guntingan gambar tersebut kemudian
ditempelkanpada papan berlapis kain flannel atau kain berbulu yang lain.
Keuntungan menggunakan flannelgraph
adalah pesertadapat mendekat dan memilih sendiri gambar atau kata yang
diinginkannya untuk ditempel ditempat yang ia inginkan. Dengan cara ini para
peserta menunjukkan gagasannya sendiri tentang masalah yang sedang
didiskusikan. Flannelgraph yang telah
dipergunakan dalam suatu pendidikan juga dapat digunakan kembali untuk
pendidikan kesehatan dengan topik yang berbeda.
ü Flascard merupakan
kartu bergambar berukuran 25x30cm. Gambar-gambarnya dapat dibuat dengan tangan
atau dicetak dari foto dan diberi nomor urut. Keterangan tentang gambar
tercantum dibelakang setiap kartu. Flascard
ini dipergunakan untuk sasaran yang berjumlah kurang dari 30 orang. Apabila
pendidik kesehatan ingin membuat sendiri media yang akan dipergunakannya, maka
langkah-langkah berikut ini harus diterapkan.
a.
Membuat konsep (draft) pesan yang berisi materi
pendidikan kesehatan
b.
Melakukan pre-test terhadap konsep pesan
c.
Memperbaiki
konsep pesan
Konsep pesan perlu dilakukan pre-test agar terdapat kesesuaian pesan sehingga pesan tersebut dapat
diterima oleh sasaran.Selain itu, agar terdapat kelayakan kultural sehingga
pesan tersebut dapat dipergunakan.
2)
Media elektronik
Adapun jenis-jenis media elektronik dapat digunakan
sebagai media pendidikan kesehatan, antara lain sebagai berikut:
1. Televisi, penyampaian pesan kesehatan melalui media
televisi dapat berbentuk sandiwara, sinetron, forum diskusi, pidato (ceramah),
TV spot, dan kuis atau cerdas cermat.
2. Radio, bentuk penyampaian informasi diradio berupa
obrolan (tanya jawab), konsultasi kesehatan, sandiwara radio, dan radio spot.
3. Video, penyampaian informasi kesehatan melalui video
4. Slide,
slide dapat juga digunakan untuk
menyampaikan informasi kesehatan
5. Film strip
3) Media papan(billboard)
Media papan besar yang berukuran 2x2 meter yang
bersisi tulisan atau gambar yang dipasang ditempat-tempat umum dapat diisi
pesan-pesan atau informasi kesehatan sehingga dapat dibaca atau dilihat oleh
pemakai jalan.Tulisan dalam billboardharus
cukup besara agar dapat dibaca oleh pengenara yang berkecepatan tinggi tanpa
mengganggu konsentrasi berkendaraan.Media ini juga mencakup pesan-pesan yang
ditulis pada lembaran seng dan ditempel dikendaraan umum (bus atau taksi).
Bulletin
board berupa papan berukuran 90-
120 cm yang biasanya dipasang didinding fasilitas umum (puskesmas, rumah sakit,
balai desa, dan kantor kecamatan. Pada papan ini dapat ditempelkan gambar-gambar,
pamplet, atau media lain yang mengantdung informasi penting yang secara berkala
diganti dengan topic-topik yang lain.
4) Media hiburan
Penyampaian informasi kesehatan dapat disampaikan
melalui media hiburan baik digedung (panggung terbuka) maupun dalam gedung,
biasanya dalam bentuk dongeng, sosiodrama, kesenian tradisional dan pameran.
c. Pembagian alat peraga berdasarkan
pembuatan dan penggunaannya
1) Alat peraga yang rumit (complicated) seperti film, film strip, dan slide. Dalam
penggunaannya alat peraga ini memerlukan listrik dan proyektor.
2) Alat peraga yang sederhana/ mudah dibuat sendiri dengan
bahan-bahan setempat yang mudah diperoleh seperti bamboo, karton, kaleng bekas,
dan kertas Koran. Ciri-ciri alat peraga sederhana adalah mudah dibuat,
bahan-bahannya dapat diperoleh dari bahan-bahan lokal, mencerminkan kebiasaan, kehidupan dan kepercayaan
setempat, ditulis (gambar) dengan sederhana, bahasa setempat dan mudah
dimengerti oleh masyarakat dan memenuhi kebutuhan petugas kesehatan dan
masyarakat.
4. Sasaran yang Dicapai Alat Bantu Pendidikan
Pengetahuan tentang sasaran pendidikan yang akan
dicapai alat peraga, penting untuk dipahami
dalam menggunakan alat peraga. Ini berarti penggunaan alat peraga harus
dicapai. Hal yang perlu diketahui tentang sasaran adalah sebagai berikut:
1) Individu atau kelompok
2) Kategori sasaran, seperti aspek demografi dan sosial
3) Bahasa yang mereka gunakan
4) Adat istiadat serta kebiasaan
5) Minat dan perhatian
5. Penggunaan alat peraga
Cara penggunaan alat peraga sangat bergantung
pada jenis alat peraga, termasuk
perlu di pertimbangkan faktor sasaran
pendidikan. Penggunaan alat peraga tidak dapat berlaku umum.
Hal yang cukup penting dalam penggunaan alat peraga
adalah bahwa alat yang digunakan harus menarik sehingga menimbulkan minat para
pesertanya.
6. Pengaruh warna dalam desain media
Suatu media atau alat peraga yang baik seharusnya
mengandung keseimbangan antara berbagai faktor, terutama daya tarik sasaran, kejelasan petunjuk
dan kesesuaian
dengan kondisi setempat. Salah satu faktor penting dalam mendesain media alat
peraga kesehatan adalah warna.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Promosi
kesehatan merupakan suatu proses yang memungkinkan individu meningkatkan
kontrol terhadap kesehatan dan meningkatkan kesehatannya berbasis filosofi yang
jelas mengenai pemberdayaan diri sendiri. Promosi kesehatan
juga merupakan revitalisasi pendidikan
kesehatan padamasa lalu, di mana dalam konsep promosi kesehatan bukan hanya
proses
penyadaran masyarakat dalam konsep promosi kesehatan
bukan hanya proses penyadaran masyarakat
dalam hal pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan saja, melainkan juga
upaya bagaimana mampu menjembatani
adanya perubahan perilaku seseorang.
Promosi
kesehatan ini memiliki beberapa tujuan berupa tujuan
program, tujuan pendidikan,
tujuan perilaku. Serta sasarannya adalah Sasaran primer (pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga)
sebagai komponen dari masyarakat), sasaran sekunder (mempengaruhi sasaran primer), sasaran tersier (para pembuat kebijakan public). Jenis promosi kesehatan meliputi pemberdayaan
massyarakat, pemgembangan
kemitraan, upaya
advokasi, pembinaan
suasana, pemgembangan
SDM, pengembangan
IPTEK, pengembangan media dan
sarana, dan pengembangan infrastruktur.
Dalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan banyak
faktor-faktor yang berperan penting atas
keberhasilan tersebut. Faktor yang mempengaruhi suatuproses pendidikan adalah
metode yang digunakan, materi atau pesannya,pendidik atau petugas yang
melakukannya dan alat-alat bantu atau media yangdigunakan untuk menyampaikan
pesan disamping faktor masukannya sendiri.Agar dicapai suatu hasil yang
optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis.
B. Saran
Tenaga kesehatan dan instansi
pemerintah yang bergerak dalam bidang kesehatan diharapkan dapat meningkatkan
kegiatan-kegiatan promosi kesehatan, baik pada anak-anak ataupun masyarakat
dewasa. Promosi kesehatan yang diselenggarakan merupakan suatu bentuk tindakan
prevemtif dari suatu penyakit sehingga angka kejadian penyakit dapat menurun
dan kesadaran masyarakat akan pentingnya suatu promosi kesehatan dapat
meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Dian,
Ayubi. 2010. Konsep Promosi Kesehatan.
Departemen Promosi
Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM UI.
Evans, dkk. 2011. Health Promotion and Public Health for Nursing
Students. Exeter Great Britain. Learning Matters Ltd.
Maulana,
Herry. 2007. Promosi Kesehatan.
Jakarta : EGC
Notoatmodjo,
Soekidjo. 2003. Pendidikan dan Prilaku
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Komentar
Posting Komentar