MAKALAH PERAWATAN LUKA
MAKALAH
PERAWATAN LUKA
![]() |
KELOMPOK 1
TINGKAT II REGULER 1
1. ABBY RASETYO
2. AGI BARA DEWANTA
3. ALFIYAN PRIMA GINANJAR
4. ANDRI WIBOWO
5. ANNISA FITRI YULYAWATI
6. ARIEF KURNIAWAN
7. ASRI APRIYANTI
8. CAHYANDARU MUKTI ASTO
9. DEBBY SUKMA OKTAVIANY
10. DESTI NABILA PUTRI
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG
JURUSAN KEPERAWATAN

KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas tentang “ Perawatan
Luka ”.
Makalah ini dibuat dari berbagai sumber untuk membantu
menyelesaikan tugas ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing. Sebagai koordinator mata ajar
Keperawatan Medikal Bedah III.
Kami menyadari
bahwa masih banyak kekurangan yang ada pada tugas ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan
saran serta kritik yang dapat membangun.
Bandar lampung, April 2015
penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang........................................................................................................ 4
B. Tujuan...................................................................................................................... 5
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Luka....................................................................................................... 6
B.
Mekanisme
Terjadinya Luka................................................................................... 6
C.
Menurut
tingkat Kontaminasi terhadap luka .......................................................... 7
D.
Proses
Penyembuhan Luka...................................................................................... 7
E.
Faktor
Yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka........................................ 8
F.
Pemilihan
Balutan Luka.......................................................................................... 15
G.
Perawatan
Luka Bersih............................................................................................ 16
H.
Perawatan
Luka Basah............................................................................................ 18
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 21
B. Saran........................................................................................................................ 21
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Perawatan luka merupakan bagian dari ilmu
kedokteran dan ilmu keperawatan yang telah memperoleh banyak perhatian sejak
dahulu. Berkat perkembangan sejarah perawatan luka yang sudah lama berjalan dan
karena pandangan-pandangan yang baik dan berkembang terus dalam perawatan luka,
maka tidak ada metode standar dalam perawatan luka. Dan seringkali juga tidak
ada standar metode perawatan luka yang dikembangkan secara tersendiri, karena
alasan-alasan berikut :
a.
Besarnya rasa malu karena
mempunyai luka
b.
Besarnya rasa malu yang ada pada
pasien itu, dan setiap perawatan harus disesuaikan dengan masing-masing orang
c.
Adanya tujuan yang berbeda dari
suatu perawatan luka
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang menyebabkan infeksi pascaopersi terdapat dalam lapang operasi sebelum pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang sudah ada atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah lebih dari 27 %.
Dampak yang terjadi apabila luka kotor dibiarkan atau tidak ditanggulangi dengan tepat maka akan berdampak pada pembusukan pada daerah luka, selain daripada itu terjadinya penambahan daerah luka atau pelebaran akan menimbulkan masalah yang serius, dan juga dapat menimbulkan infeksi secara sistemik.
Luka kotor atau luka terinfeksi adalah luka dimana organisme yang menyebabkan infeksi pascaopersi terdapat dalam lapang operasi sebelum pembedahan. Hal ini mencakup luka traumatik yang sudah lama dengan jaringan yang terkelupas tertahan dan luka yang melibatkan infeksi klinis yang sudah ada atau visera yang mengalami perforasi. Kemungkinan relatif infeksi luka adalah lebih dari 27 %.
Dampak yang terjadi apabila luka kotor dibiarkan atau tidak ditanggulangi dengan tepat maka akan berdampak pada pembusukan pada daerah luka, selain daripada itu terjadinya penambahan daerah luka atau pelebaran akan menimbulkan masalah yang serius, dan juga dapat menimbulkan infeksi secara sistemik.
Model dan
seni perawatan luka sesungguhnya telah lama di kembangkan yaitu sejak jaman pra
sejarah dengan pemanfaatan bahan alami yang diturunkan dari generasi ke
generasi berikutnya, yang akhirnya perkembangan perawatan luka menjadi modern
seiring ditemukannya ribuan balutan untuk luka. Menurut Carville (1998) tidak
ada satu jenis balutan yang cocok atau sesuai untuk setiap jenis luka.
Pernyataan ini menjadikan kita harus dapat memi;ih balutan yang tepat untuk
mendukung proses penyembuhan luka. Pemilihan balutan luka yang baik dan benar
selalu berdasarkan pengkajian luka.
B. TUJUAN
1.
Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Perawatan Luka: Luka Bersih, Luka
Basah. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah KMB III.
2. Tujuan Khusus
1. Pengertian Luka
2. Penyembuhan luka
3. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka
4. Perawatan luka
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Luka
Secara
definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena
adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan
struktur anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah
rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi
jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul
:
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ
2. Respon stres
simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
B. Mekanisme Terjadinya Luka
1. Luka insisi
(Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam.
Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup
oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar
(Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet
(Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain
yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk
(Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau
pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores
(Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca atau oleh kawat.
6. Luka tembus
(Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar.
7. Luka Bakar
(Combustio)
C. Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka :
1. Clean Wounds
(Luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya
menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup
(misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
2. Clean-contamined
Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan
dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi
terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi
luka adalah 3% - 11%.
D. Proses Penyembuhan Luka
1. Luka
akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang
tindih (overlap)
2. Proses
penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab luka
tersebut
3. Fase
penyembuhan luka :
a. Fase
inflamasi :
·
Hari ke 0-5
·
Respon segera setelah terjadi
injuri
·
Pembekuan darah
·
Untuk mencegah kehilangan
darah
·
Karakteristik : tumor, rubor,
dolor, color, functio laesa
·
Fase awal terjadi haemostasis
·
Fase akhir terjadi fagositosis
·
Lama fase ini bisa singkat
jika tidak terjadi infeksi
b. Fase
proliferasi or epitelisasi
·
Hari 3 – 14
·
Disebut juga dengan fase
granulasi adanya pembentukan jaringan granulasi pada luka
·
Luka nampak merah segar,
mengkilat
·
Jaringan granulasi terdiri
dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh darah yang baru,
fibronectin and hyularonic acid
·
Epitelisasi terjadi pada 24
jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada tepian
luka
·
Epitelisasi terjadi pada 48
jam pertama pada luka insisi
c. Fase
maturasi atau remodelling
·
Berlangsung dari beberapa
minggu sampai dengan 2 tahun
·
Terbentuknya kolagen yang baru
yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan
(tensile strength)
·
Terbentuk jaringan parut (scar
tissue)
·
50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya
·
Terdapat pengurangan secara
bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang mengalami
perbaikan.
E. Faktor Yang Mempengaruhi Proses
Penyembuhan Luka
1. Status Imunologi
2. Kadar gula darah (impaired
white cell function)
3. Hidrasi (slows metabolism)
4. Nutrisi
5. Kadar albumin darah
(‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
6. Suplai oksigen dan
vaskularisasi
7. Nyeri (causes
vasoconstriction)
8. Corticosteroids (depress
immune function)
Pengkajian Riwayat Pasien
Pengkajian luka harusnya dilakukan secara holistic yang bermakna bahwa pengkajian luka bukan hanya menentukan mengapa luka itu ada namun juga menemukan berbagai factor yang dapat menghambat penyembuhan luka. (Carvile K 1998). Faktor –faktor penghambat penyembuhan luka didapat dari pengkajian riwayat penyakit klien. Faktor yang perlu diidentifikasi antara lain :
1. Faktor Umum
• Usia
• Penyakit Penyerta
• Vaskularisasi
• Status Nutrisi
• Obesitas
• Gangguan Sensasi atau mobilisasi
• Status Psikologis
• Terapi Radiasi
• Obat-obatan
2. Faktor Lokal
• Kelembaban luka
• Penatalaksanaan manajemen luka
• Suhu Luka
• Tekanan, Gesekan dan Pergeseran
• Benda Asing
• Infeksi Luka
Pengkajian luka harusnya dilakukan secara holistic yang bermakna bahwa pengkajian luka bukan hanya menentukan mengapa luka itu ada namun juga menemukan berbagai factor yang dapat menghambat penyembuhan luka. (Carvile K 1998). Faktor –faktor penghambat penyembuhan luka didapat dari pengkajian riwayat penyakit klien. Faktor yang perlu diidentifikasi antara lain :
1. Faktor Umum
• Usia
• Penyakit Penyerta
• Vaskularisasi
• Status Nutrisi
• Obesitas
• Gangguan Sensasi atau mobilisasi
• Status Psikologis
• Terapi Radiasi
• Obat-obatan
2. Faktor Lokal
• Kelembaban luka
• Penatalaksanaan manajemen luka
• Suhu Luka
• Tekanan, Gesekan dan Pergeseran
• Benda Asing
• Infeksi Luka
Sedangkan pada penatalaksanaan perawatan luka perawat
harus mengevaluasi setiap pasien dan lukanya melalui pengkajian terhadap :
• Penyebab luka (trauma, tekanan, diabetes dan insuffisiensi vena)
• Riwayat penatalaksanaan luka terakhir dan saat ini
• Usia pasien
• Durasi luka; akut ( 12 minggu)
• Kecukupan saturasi oksigen
• Identifikasi faktor-faktor sistemik yang mempengaruhi penyembuhan luka; obat-obatan (seperti prednison, tamoxifen, NSAID) dan data laboratorium ( kadar albumin, darah lengkap dengan diferensial, hitung jumlah limposit total)
• Penyakit akut dan kronis, kegagalan multi sistem: penyakit jantung, penyakit vaskuler perifer, anemia berat, diabetes, gagal ginjal, sepsis, dehidrasi, gangguan pernafasan yang membahayakan, malnutrisi atau cachexia
• Faktor-faktor lingkungan seperti distribusi tekanan, gesekan dan shear pada jaringan yang dapat menciptakan lingkungan yang meningkatkan kelangsungan hidup jaringan dan mempercepat penyembuhn luka. Observasi dimana pasien menghabiskan harinya; ditempat tidur,? Dikursi roda?. Apakah terjadi shearing selama memindahkan pasien dari tempat yang satu ketempat lainnya? Apakah sepatu pasien terlalu ketat,? Apakah pipa oksigen pasien diletakkan di atas telinga tanpa diberi alas?
• Penyebab luka (trauma, tekanan, diabetes dan insuffisiensi vena)
• Riwayat penatalaksanaan luka terakhir dan saat ini
• Usia pasien
• Durasi luka; akut ( 12 minggu)
• Kecukupan saturasi oksigen
• Identifikasi faktor-faktor sistemik yang mempengaruhi penyembuhan luka; obat-obatan (seperti prednison, tamoxifen, NSAID) dan data laboratorium ( kadar albumin, darah lengkap dengan diferensial, hitung jumlah limposit total)
• Penyakit akut dan kronis, kegagalan multi sistem: penyakit jantung, penyakit vaskuler perifer, anemia berat, diabetes, gagal ginjal, sepsis, dehidrasi, gangguan pernafasan yang membahayakan, malnutrisi atau cachexia
• Faktor-faktor lingkungan seperti distribusi tekanan, gesekan dan shear pada jaringan yang dapat menciptakan lingkungan yang meningkatkan kelangsungan hidup jaringan dan mempercepat penyembuhn luka. Observasi dimana pasien menghabiskan harinya; ditempat tidur,? Dikursi roda?. Apakah terjadi shearing selama memindahkan pasien dari tempat yang satu ketempat lainnya? Apakah sepatu pasien terlalu ketat,? Apakah pipa oksigen pasien diletakkan di atas telinga tanpa diberi alas?
Menurut Carville (1998), Pengkajian luka meliputi :
1. Type luka
2. Type Penyembuhan
3. Kehilangan jaringan
4. Penampilan klinis
5. Lokasi
6. Ukuran Luka
7. Eksudasi
8. Kulit sekitar luka
9. Nyeri
10. Infeksi luka
11. Implikasi psikososial
1. Type luka
2. Type Penyembuhan
3. Kehilangan jaringan
4. Penampilan klinis
5. Lokasi
6. Ukuran Luka
7. Eksudasi
8. Kulit sekitar luka
9. Nyeri
10. Infeksi luka
11. Implikasi psikososial
1. Jenis Luka
a. Luka akut yaitu berbagai jenis luka bedah yang sembuh melalui intensi primer atau luka traumatik atau luka bedah yang sembuh melalui intensi sekunder dan melalui proses perbaikan yang tepat pada waktu dan mencapai hasil pemulihan integritas anatomis sesuai dengan proses penyembuhan secara fisiologis.
b. Luka kronik, adalah terjadi bila proses perbaikan jaringan tidak sesuai dengan waktu yang telah diperkirakan dan penyembuhannya mengalami komplikasi, terhambat baik oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang berpengaruh kuat pada individu, luka atau lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa luka kronis merupakan kegagalan penyembuhan pada luka akut.
2. Type Penyembuhan
a. Primary Intention, Jika terdapat kehilangan jaringan minimal dan kedua tepi luka dirapatkan baik dengan suture (jahitan), clips atau tape (plester). Jaringan parut yang dihasilkan minimal.
b. Delayed Primary Intention, Jika luka terinfeksi atau mengandung benda asing dan membutuhkan pembersihan intensif, selanjutnya ditutup secara primer pada 3-5 hari kemudian.
c. Secondary Intention,. Penyembuhan luka terlambat dan terjadi melalui proses granulasi, kontraksi dan epithelization. Jaringan parut cukup luas.
d. Skin Graft, Skin graft tipis dan tebal digunakan untuk mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi.
e. Flap, Pembedahan relokasi kulit dan jaringan subcutan pada luka yang berasal dari jaringan terdekat.
a. Luka akut yaitu berbagai jenis luka bedah yang sembuh melalui intensi primer atau luka traumatik atau luka bedah yang sembuh melalui intensi sekunder dan melalui proses perbaikan yang tepat pada waktu dan mencapai hasil pemulihan integritas anatomis sesuai dengan proses penyembuhan secara fisiologis.
b. Luka kronik, adalah terjadi bila proses perbaikan jaringan tidak sesuai dengan waktu yang telah diperkirakan dan penyembuhannya mengalami komplikasi, terhambat baik oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang berpengaruh kuat pada individu, luka atau lingkungan. Atau dapat dikatakan bahwa luka kronis merupakan kegagalan penyembuhan pada luka akut.
2. Type Penyembuhan
a. Primary Intention, Jika terdapat kehilangan jaringan minimal dan kedua tepi luka dirapatkan baik dengan suture (jahitan), clips atau tape (plester). Jaringan parut yang dihasilkan minimal.
b. Delayed Primary Intention, Jika luka terinfeksi atau mengandung benda asing dan membutuhkan pembersihan intensif, selanjutnya ditutup secara primer pada 3-5 hari kemudian.
c. Secondary Intention,. Penyembuhan luka terlambat dan terjadi melalui proses granulasi, kontraksi dan epithelization. Jaringan parut cukup luas.
d. Skin Graft, Skin graft tipis dan tebal digunakan untuk mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi.
e. Flap, Pembedahan relokasi kulit dan jaringan subcutan pada luka yang berasal dari jaringan terdekat.
3. Kehilangan jaringan.
Kehilangan jaringan menggambarkan kedalaman kerusakan jaringan atau berkaitan dengan stadium kerusakan jaringan kulit.
a. Superfisial. Luka sebatas epidermis.
b. Parsial ( Partial thickness ). Luka meliputi epidermis dan dermis.
c. Penuh ( Full thickness ). Luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan. Mungkin juga melibatkan otot, tendon dan tulang.
Atau dapat juga digambarkan melalui beberapa stadium luka (Stadium I – IV ).
a. Stage I : Lapisan epidermis utuh, namun terdapat erithema atau perubahan warna.
b. Stage II : Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis. Erithema dijaringan sekitar yang nyeri, panas dan edema. Exudte sedikit sampai sedang mungkin ada.
c. Stage III : Kehilangan sampai dengan jaringan subcutan, dengan terbentuknya rongga (cavity), terdapat exudat sedang sampai banyak.
d. Stage IV : Hilangnya jaringan subcutan dengan terbentuknya (cavity), yang melibatkan otot, tendon dan/atau tulang. Terdapat exudate sedang sampai banyak.
Kehilangan jaringan menggambarkan kedalaman kerusakan jaringan atau berkaitan dengan stadium kerusakan jaringan kulit.
a. Superfisial. Luka sebatas epidermis.
b. Parsial ( Partial thickness ). Luka meliputi epidermis dan dermis.
c. Penuh ( Full thickness ). Luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan subcutan. Mungkin juga melibatkan otot, tendon dan tulang.
Atau dapat juga digambarkan melalui beberapa stadium luka (Stadium I – IV ).
a. Stage I : Lapisan epidermis utuh, namun terdapat erithema atau perubahan warna.
b. Stage II : Kehilangan kulit superfisial dengan kerusakan lapisan epidermis dan dermis. Erithema dijaringan sekitar yang nyeri, panas dan edema. Exudte sedikit sampai sedang mungkin ada.
c. Stage III : Kehilangan sampai dengan jaringan subcutan, dengan terbentuknya rongga (cavity), terdapat exudat sedang sampai banyak.
d. Stage IV : Hilangnya jaringan subcutan dengan terbentuknya (cavity), yang melibatkan otot, tendon dan/atau tulang. Terdapat exudate sedang sampai banyak.
4. Penampilan Klinik
Tampilan klinis luka dapat di bagi berdasarkan warna dasar luka antara lain :
a. Hitam atau Nekrotik yaitu eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering atau lembab.
b. Kuning atau Sloughy yaitu jaringan mati yang fibrous, kuning dan slough.
c. Merah atau Granulasi yaitu jaringan granulasi sehat.
d. Pink atau Epithellating yaitu terjadi epitelisasi.
e. Kehijauan atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-tanda klinis infeksi seperti nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan exudate.
Tampilan klinis luka dapat di bagi berdasarkan warna dasar luka antara lain :
a. Hitam atau Nekrotik yaitu eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering atau lembab.
b. Kuning atau Sloughy yaitu jaringan mati yang fibrous, kuning dan slough.
c. Merah atau Granulasi yaitu jaringan granulasi sehat.
d. Pink atau Epithellating yaitu terjadi epitelisasi.
e. Kehijauan atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-tanda klinis infeksi seperti nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan exudate.
5. Lokasi
Lokasi atau posisi luka, dihubungkan dengan posisi anatomis tubuh dan mudah dikenali di dokumentasikan sebagai referensi utama. Lokasi luka mempengaruhi waktu penyembuhan luka dan jenis perawatan yang diberikan. Lokasi luka di area persendian cenderung bergerak dan tergesek, mungkin lebih lambat sembuh karena regenerasi dan migrasi sel terkena trauma (siku, lutut, kaki). Area yang rentan oleh tekanan atau gaya lipatan (shear force ) akan lambat sembuh (pinggul, bokong), sedangkan penyembuhan meningkat diarea dengan vaskularisasi baik (wajah).
Lokasi atau posisi luka, dihubungkan dengan posisi anatomis tubuh dan mudah dikenali di dokumentasikan sebagai referensi utama. Lokasi luka mempengaruhi waktu penyembuhan luka dan jenis perawatan yang diberikan. Lokasi luka di area persendian cenderung bergerak dan tergesek, mungkin lebih lambat sembuh karena regenerasi dan migrasi sel terkena trauma (siku, lutut, kaki). Area yang rentan oleh tekanan atau gaya lipatan (shear force ) akan lambat sembuh (pinggul, bokong), sedangkan penyembuhan meningkat diarea dengan vaskularisasi baik (wajah).
6. Ukuran Luka
Dimensi ukuran meliputi ukuran panjang, lebar, kedalaman atau diameter ( lingkaran ). Pengkajian dan evaluasi kecepatan penyembuhan luka dan modalitas terapi adalah komponen penting dari perawatan luka.
Semua luka memerlukan pengkajian 2 dimensi pada luka terbuka dan pengkajian 3 dimensi pada luka berrongga atau berterowongan
a. Pengkajian dua dimensi.
Pengukuran superfisial dapat dilakukan dengan alat seperti penggaris untuk mengukur panjang dan lebar luka. Jiplakan lingkaran (tracing of circumference) luka direkomendasikan dalam bentuk plastik transparan atau asetat sheet dan memakai spidol.
b. Pengkajian tiga dimensi.
Pengkajian kedalaman berbagai sinus tract internal memerlukan pendekatan tiga dimensi. Metode paling mudah adalah menggunakan instrumen berupa aplikator kapas lembab steril atau kateter/baby feeding tube. Pegang aplikator dengan ibu jari dan telunjuk pada titik yang berhubungan dengan batas tepi luka. Hati-hati saat menarik aplikator sambil mempertahankan posisi ibu jari dan telunjuk yang memegangnya. Ukur dari ujung aplikator pada posisi sejajar dengan penggaris sentimeter (cm).
Melihat luka ibarat berhadapan dengan jam. Bagian atas luka (jam 12) adalah titik kearah kepala pasien, sedangkan bagian bawah luka (jam 6) adalah titik kearah kaki pasien. Panjang dapat diukur dari ” jam 12 – jam 6 ”. Lebar dapat diukur dari sisi ke sisi atau dari ” jam 3 – jam 9 ”.
Contoh Pengukuran
Dimensi ukuran meliputi ukuran panjang, lebar, kedalaman atau diameter ( lingkaran ). Pengkajian dan evaluasi kecepatan penyembuhan luka dan modalitas terapi adalah komponen penting dari perawatan luka.
Semua luka memerlukan pengkajian 2 dimensi pada luka terbuka dan pengkajian 3 dimensi pada luka berrongga atau berterowongan
a. Pengkajian dua dimensi.
Pengukuran superfisial dapat dilakukan dengan alat seperti penggaris untuk mengukur panjang dan lebar luka. Jiplakan lingkaran (tracing of circumference) luka direkomendasikan dalam bentuk plastik transparan atau asetat sheet dan memakai spidol.
b. Pengkajian tiga dimensi.
Pengkajian kedalaman berbagai sinus tract internal memerlukan pendekatan tiga dimensi. Metode paling mudah adalah menggunakan instrumen berupa aplikator kapas lembab steril atau kateter/baby feeding tube. Pegang aplikator dengan ibu jari dan telunjuk pada titik yang berhubungan dengan batas tepi luka. Hati-hati saat menarik aplikator sambil mempertahankan posisi ibu jari dan telunjuk yang memegangnya. Ukur dari ujung aplikator pada posisi sejajar dengan penggaris sentimeter (cm).
Melihat luka ibarat berhadapan dengan jam. Bagian atas luka (jam 12) adalah titik kearah kepala pasien, sedangkan bagian bawah luka (jam 6) adalah titik kearah kaki pasien. Panjang dapat diukur dari ” jam 12 – jam 6 ”. Lebar dapat diukur dari sisi ke sisi atau dari ” jam 3 – jam 9 ”.
Contoh Pengukuran

Luas luka 15 cm(P) x 12 cm(L) x 2 cm(T), dengan goa/undermining
7. Exudate.
Hal yang perlu dicatat tentang exudate adalah jenis, jumlah, warna, konsistensi dan bau.
a. Jenis Exudate
§ Serous – cairan berwarna jernih.
§ Hemoserous – cairan serous yang mewarna merah terang.
§ Sanguenous – cairan berwarna darah kental/pekat.
§ Purulent – kental mengandung nanah.
b. Jumlah, Kehilangan jumlah exudate luka berlebihan, seperti tampak pada luka bakar atau fistula dapat mengganggu keseimbangan cairan dan mengakibatkan gangguan elektrolit. Kulit sekitar luka juga cenderung maserasi jika tidak menggunkan balutan atau alat pengelolaan luka yang tepat.
c. Warna,Ini berhubungan dengan jenis exudate namun juga menjadi indikator klinik yang baik dari jenis bakteri yang ada pada luka terinfeksi (contoh, pseudomonas aeruginosa yang berwarna hijau/kebiruan).
d. Konsistensi, Ini berhubungan dengan jenis exudate, sangat bermakna pada luka yang edema dan fistula.
e. Bau, Ini berhubungan dengan infeksi luka dan kontaminasi luka oleh cairan tubuh seperti faeces terlihat pada fistula. Bau mungkin juga berhubungan dengan proses autolisis jaringan nekrotik pada balutan oklusif (hidrocolloid).
Hal yang perlu dicatat tentang exudate adalah jenis, jumlah, warna, konsistensi dan bau.
a. Jenis Exudate
§ Serous – cairan berwarna jernih.
§ Hemoserous – cairan serous yang mewarna merah terang.
§ Sanguenous – cairan berwarna darah kental/pekat.
§ Purulent – kental mengandung nanah.
b. Jumlah, Kehilangan jumlah exudate luka berlebihan, seperti tampak pada luka bakar atau fistula dapat mengganggu keseimbangan cairan dan mengakibatkan gangguan elektrolit. Kulit sekitar luka juga cenderung maserasi jika tidak menggunkan balutan atau alat pengelolaan luka yang tepat.
c. Warna,Ini berhubungan dengan jenis exudate namun juga menjadi indikator klinik yang baik dari jenis bakteri yang ada pada luka terinfeksi (contoh, pseudomonas aeruginosa yang berwarna hijau/kebiruan).
d. Konsistensi, Ini berhubungan dengan jenis exudate, sangat bermakna pada luka yang edema dan fistula.
e. Bau, Ini berhubungan dengan infeksi luka dan kontaminasi luka oleh cairan tubuh seperti faeces terlihat pada fistula. Bau mungkin juga berhubungan dengan proses autolisis jaringan nekrotik pada balutan oklusif (hidrocolloid).
8. Kulit sekitar luka.
Inspeksi dan palpasi kulit sekitar luka akan menentukan apakah ada sellulitis, edema, benda asing, ekzema, dermatitis kontak atau maserasi. Vaskularisasi jaringan sekitar dikaji dan batas-batasnya dicatat. Catat warna, kehangatan dan waktu pengisian kapiler jika luka mendapatkan penekanan atau kompresi. Nadi dipalpasi terutama saat mengkaji luka di tungkai bawah. Penting untuk memeriksa tepi luka terhadap ada tidaknya epithelisasi dan/atau kontraksi.
Inspeksi dan palpasi kulit sekitar luka akan menentukan apakah ada sellulitis, edema, benda asing, ekzema, dermatitis kontak atau maserasi. Vaskularisasi jaringan sekitar dikaji dan batas-batasnya dicatat. Catat warna, kehangatan dan waktu pengisian kapiler jika luka mendapatkan penekanan atau kompresi. Nadi dipalpasi terutama saat mengkaji luka di tungkai bawah. Penting untuk memeriksa tepi luka terhadap ada tidaknya epithelisasi dan/atau kontraksi.
9. Nyeri.
Penyebab nyeri pada luka, baik umum maupun lokal harus dipastikan. Apakah nyeri berhubungan dengan penyakit, pembedahan, trauma, infeksi atau benda asing. Atau apakah nyeri berkaitan dengan praktek perawatan luka atau prodak yang dipakai. Nyeri harus diteliti dan dikelola secara tepat.
Penyebab nyeri pada luka, baik umum maupun lokal harus dipastikan. Apakah nyeri berhubungan dengan penyakit, pembedahan, trauma, infeksi atau benda asing. Atau apakah nyeri berkaitan dengan praktek perawatan luka atau prodak yang dipakai. Nyeri harus diteliti dan dikelola secara tepat.
10. Infeksi luka
Infeksi klinis dapat didefinisikan sebagai ”pertumbuhan organisme dalam luka yang berkaitan dengan reaksi jaringan”. (Westaby 1985). Reaksi jaringan tergantung pada daya tahan tubuh host terhadap invasi mikroorganisme. Derajat daya tahan tergantung pada faktor-faktor seperti status kesehatan umum, status nutrisi, pengobatan dan derajat kerusakan jaringan. Infeksi mempengaruhi penyembuhan luka dan mungkin menyebabkan dehiscence, eviserasi, perdarahan dan infeksi sistemik yang mengancam kehidupan. Secara reguler klien diobservasi terhadap adanya tanda dan gejala klinis infeksi sistemik atau infeksi luka.
Infeksi klinis dapat didefinisikan sebagai ”pertumbuhan organisme dalam luka yang berkaitan dengan reaksi jaringan”. (Westaby 1985). Reaksi jaringan tergantung pada daya tahan tubuh host terhadap invasi mikroorganisme. Derajat daya tahan tergantung pada faktor-faktor seperti status kesehatan umum, status nutrisi, pengobatan dan derajat kerusakan jaringan. Infeksi mempengaruhi penyembuhan luka dan mungkin menyebabkan dehiscence, eviserasi, perdarahan dan infeksi sistemik yang mengancam kehidupan. Secara reguler klien diobservasi terhadap adanya tanda dan gejala klinis infeksi sistemik atau infeksi luka.
Berdasarkan kondisi infeksi, luka diklasifiksikan
atas:
a. Bersih. Tidak ada tanda-tanda infeksi. Luka dibuat dalam kondisi pembedahan yang aseptik, tidak termasuk pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau pencernaan.
b. Bersih terkontaminasi. Luka pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau pencernaan. Luka terkontaminasi oleh flora normal jaringan yang bersangkutan namun tidak ada reaksi host.
c. Kontaminasi. Kontaminasi oleh bakteri diikuti reaksi host namun tidak terbentuk pus/nanah.
d. Infeksi. Terdapat tanda-tanda klinis infeksi dengan peningkatan kadar leukosit atau makrophage.
a. Bersih. Tidak ada tanda-tanda infeksi. Luka dibuat dalam kondisi pembedahan yang aseptik, tidak termasuk pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau pencernaan.
b. Bersih terkontaminasi. Luka pembedahan pada sistem perkemihan, pernafasan atau pencernaan. Luka terkontaminasi oleh flora normal jaringan yang bersangkutan namun tidak ada reaksi host.
c. Kontaminasi. Kontaminasi oleh bakteri diikuti reaksi host namun tidak terbentuk pus/nanah.
d. Infeksi. Terdapat tanda-tanda klinis infeksi dengan peningkatan kadar leukosit atau makrophage.
11. Implikasi Psikososial.
Efek psikososial dapat berkembang luas dari pengalaman perlukaan dan hadirnya luka. Kebijaksanaan dan pertimbangan harus digunakan dalam pengkajian terhadap masalah potensial atau aktual yang berpengaruh kuat terhadap pasien dan perawatnya dalam kaitannya terhadap;
• Harga diri dan Citra diri.
• Perubahan fungsi tubuh.
• Pemulihan dan rehabilitasi.
• Issue kualitas hidup.
• Peran keluarga dan sosial.
• Status finansial.
Efek psikososial dapat berkembang luas dari pengalaman perlukaan dan hadirnya luka. Kebijaksanaan dan pertimbangan harus digunakan dalam pengkajian terhadap masalah potensial atau aktual yang berpengaruh kuat terhadap pasien dan perawatnya dalam kaitannya terhadap;
• Harga diri dan Citra diri.
• Perubahan fungsi tubuh.
• Pemulihan dan rehabilitasi.
• Issue kualitas hidup.
• Peran keluarga dan sosial.
• Status finansial.
Contoh Pengkajian luka

Luka kronis di abdomen dengan ukuran 26 x 23 cm x 1 cm, dengan goa pkl 01 – 05 + 4 cm, warna dasar luka nekrotik (hitam) 40 %, Slough (kuning) 60 %, exudate sedang purulent … cc, bau (+), kulit sekitar luka kering, nyeri dg skala…., terkontaminasi kuman….. (setelah kultur).

Luka kronis di abdomen dengan ukuran 26 x 23 cm x 1 cm, dengan goa pkl 01 – 05 + 4 cm, warna dasar luka nekrotik (hitam) 40 %, Slough (kuning) 60 %, exudate sedang purulent … cc, bau (+), kulit sekitar luka kering, nyeri dg skala…., terkontaminasi kuman….. (setelah kultur).
F. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka
(wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat
pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai
dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada
tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnalNature tentang keadaan
lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun
alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat
fibrinolisis
Fibrin
yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan
sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat
angiogenesis
Dalam
keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan
pembuluh darah dengan lebih cepat.
3. Menurunkan
resiko infeksi
Kejadian
infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan
kering.
4. Mempercepat
pembentukan Growth factor
Growth
factor berperan pada proses penyembuhan luka
untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen
tersebut lebih cepat terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5. Mempercepat
terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada
keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan
limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
G. Perawatan Luka Bersih
Perawatan luka bertujuan untuk
meningkatkan proses penyembuhan jaringan juga untuk mencegah infeksi. Luka yang
sering ditemui oleh bidan di klinik atau rumah sakit biasanya luka yang bersih
tanpa kontaminasi misal luka secsio caesaria, dan atau luka operasi lainnya.
Perawatan luka harus memperhatikan teknik steril, karena luka menjadi port de
entre nya mikroorganisme yang dapat menginfeksi luka.
A. PERSIAPAN
1. Mencuci tangan
2. Menyiapkan alat-alat dalam
baki/trolley
Alat Steril dalam bak
instrumen ukuran sedang tertutup:
ü Pinset anatomis (2 buah)
ü Pinset chirurgis (2 buah)
ü Handscoon steril
ü Kom steril (2 buah)
ü Kassa dan kapas steril secukupnya
ü Gunting jaringan/ Gunting Up Hecting
(jika diperlukan)
Alat Lain:
ü Gunting Verband/plester
ü Plester
ü Nierbekken (Bengkok)
ü Lidi kapas
ü Was bensin
ü Alas / Perlak
ü Selimut Mandi
ü Kapas Alkohol dalam tempatnya
ü Betadine dalam tempatnya
ü Larutan dalam botolnya (NaCL 0,9%)
ü Lembar catatan klien
3. Setelah lengkap bawa
peralatan ke dekat klien
B. MELAKUKAN PERAWATAN LUKA
1.
Mencuci tangan
2.
Lakukan inform consent lisan pada
klien/keluarga dan intruksikan klien untuk tidak menyentuh area luka atau
peralatan steril.
3.
Menjaga privacy dan kenyamanan klien
dan mengatur kenyamanan klien
4.
Atur posisi yang nyaman bagi klien
dan tutupi bagian tubuh selain bagian luka dengan selimut mandi.
5.
Siapkan plester untuk fiksasi (bila
perlu)
6.
Pasang alas/perlak
7.
Dekatkan nierbekken
8.
Paket steril dibuka dengan benar
9.
Kenakan sarung tangan sekali pakai
10.
Membuka balutan lama
·
Basahi plester yang melekat dengan
was bensin dengan lidi kapas.
·
Lepaskan plester menggunakan pinset
anatomis ke 1 dengan melepaskan ujungnya dan menarik secara perlahan, sejajar
dengan kulit ke arah balutan.
·
Kemudian buang balutan ke
nierbekken.
·
Simpan pinset on steril ke
nierbekken yang sudah terisi larutan chlorin 0,5%
11.
Kaji Luka:
Jenis, tipe
luka, luas/kedalaman luka, grade luka, warna dasar luka, fase proses
penyembuhan, tanda-tanda infeksi perhatikan kondisinya, letak drain, kondisi
jahitan, bila perlu palpasi luka denga tangan non dominan untuk mengkaji ada
tidaknya puss.
12.
Membersihkan luka:
·
Larutan NaCl/normal salin (NS) di
tuang ke kom kecil ke 1
·
Ambil pinset, tangan kanan memegang
pinset chirurgis dan tangan kiri memegang pinset anatomis ke-2
·
Membuat kassa lembab secukupnya
untuk membersihkan luka (dengan cara memasukkan kapas/kassa ke dalam kom berisi
NaCL 0,9% dan memerasnya dengan menggunakan pinset)
·
Lalu mengambil kapas basah dengan pinset
anatomis dan dipindahkan ke pinset chirurgis
·
Luka dibersihkan menggunakan kasa
lembab dengan kassa terpisah untuk sekali usapan. Gunakan teknik dari area
kurang terkontaminasi ke area terkontaminasi.
13.
Menutup Luka
·
Bila sudah bersih, luka dikeringkan
dengan kassa steril kering yang diambil dengan pinset anatomis kemudian
dipindahkan ke pinset chirurgis di tangan kanan.
·
Beri topikal therapy bila
diperlukan/sesuai indikasi
·
Kompres dengan kasa lembab (bila
kondisi luka basah) atau langsung ditutup dengan kassa kering (kurang lebih 2
lapis)
·
Kemudian pasang bantalan kasa yang
lebih tebal
·
Luka diberi plester secukupnya atau
dibalut dengan pembalut dengan balutan yang tidak terlalu ketat.
·
Alat-alat dibereskan
·
Lepaskan sarung tangan dan buang ke
tong sampah
·
Bantu klien untuk berada dalam
posisi yang nyaman
·
Buang seluruh perlengkapan dan cuci
tangan
C. DOKUMENTASI
1. Hasil
observasi luka
2. Balutan dan
atau drainase
3. Waktu
melakukan penggantian balutan
4. Respon klien
H. Perawatan Luka Basah
Balutan basah kering adalah
tindakan pilihan untuk luka yang memerlukan debridemen (pengangkatan benda
asing atau jaringan yang mati atau berdekatan dengan lesi akibat trauma atau
infeksi sampai sekeliling jaringan yang sehat)
Indikasi : luka bersih yang
terkontaminasi dan luka infeksi yang memerlukan debridement
Tujuan :
1.
Membersihkan luka terinfeksi
dan nekrotik
2.
Mengabsorbsi semua eksudat dan
debris luka
3.
Membantu menarik kelompok
kelembapan ke dalam balutan
Persiapan alat :
1. Bak
balutan steril :
· Kapas balut atau kasa persegi panjang
· Kom kecil 2 buah
· 2 pasang pinset (4 buah) atau minimal 3 buah (2 cirurgis dan 1 anatomis)
· Aplikator atau spatel untuk salaep jika diperlukan
· Sarung tangan steril jika perlu
2. Perlak
dan pengalas
3. Bengkok
2
buah
· Bengkok 1berisi desinfektan 0,5 % untuk merendam alat bekas
· Bengkok 2 untuk sampah
4. Larutan
Nacl 0,9 %
5. Gunting
plester dan sarung tangan bersih
6. Kayu putih
dan 2 buah kapas lidi
Prosedur :
1.
Jelaskan prosedur yang akan
dilakuakan
2.
Dekatkan peralatan di meja
yang mudah dijangkau perawat
3.
Tutup ruangan sekitar tempat
tidur dan pasang sampiran
4.
Bantu klien pada posisi
nyaman. Buka pakaian hanya pada bagian luka dan instruksikan pada klien supaya
tidak menyentuh daerah luka atau peralatan
5.
Cuci tangan
6.
Pasang perlak pengalas di
bawah area luka
7.
Pakai sarung tangan bersih,
lepaskan plester dengan was bensin menggunakan lidi kapas, ikatan atau balutan.
Lepaskan plester dengan melepaskan ujung dan menariknya dengan perlahan sejajar
kulit dan mengarah pada balutan. Jika masih terdapat bekas plester di kulit
bersihkan dengan kayu putih
8.
Angkat balutan kotor
perlahan-lahan dengan menggunakan pinset atau sarung tangan, pertahankan
permukaan kotor jauh dari penglihatan klien. Bila terdapat drain angkat balutan
lapis demi lapis
9.
Bila balutan lengket pada luka
lepaskan dengan menggunakan normal salin ( NaCl 0,9 % )
10.
Observasi karakter dari jumlah
drainase pada balutan
11.
Buang balutan kotor pada
sampah, hindari kontaminasi permukaan luar kantung, lepaskan sarung tangan dan
simpan pinset dalam bengkok yang berisi larutan desinfektan
12.
Buka bak steril, tuangkan
larutan normal salin steril ke dalam mangkok kecil. Tambahkan kassa
ke dalam normal salin
13.
Kenakan sarung tangan steril
14.
Inspeksi keadaan luka,
perhatikan kondisinya, letak drain, integritas jahitan atau penutup kulit dan
karakter drainase ( palpasi luka bila perlu dengan bagian tangan yang
nondominan yang tidak akan menyentuh bahan steril )
15.
Bersihkan luka dengan kapas
atau kassa lembab yang telah dibasahi normal salin. Pegang kassa atau kapas
yang telah dibasahi dengan pinset. Gunakan kassa atau kapas terpisah untuk
setiap usapan membersihkan. Bersihkan dari area yang kurang terkontaminasi ke
area terkontaminasi
16.
Pasang kassa yang lembab tepat
pada permukaan kulit yang luka. Bila luka dalam maka dengan perlahan buat
kemasan dengan menekuk tepi kasa dengan pinset. Secara perlahan masukan kassa
ke dalam luka sehingga semua permukaan luka kontak dengan kassa lembab
17.
Luka ditutup dengan kassa
kering. Usahakan serat kassa jangan melekat pada luka. Pasang kassa lapisan
kedua sebagai lapisan penerap dan tambahkan lapisan ketiga
18.
Luka difiksasi dengan plester
atau dibalut dengan rapi,
19.
Lepaskan sarung tangan dan
buang ke tempat yang telah disediakan, dan simpan pisnet yang telah digunakan
pada bengkok perendam
20.
Bereskan semua peralatan dan
bantu pasien merapikan pakaian, dan atur kembali posisi yang nyaman
21.
Cuci tangan setelah prosedur
dilakukan
22.
Dokumentasikan hasil,
observasi luka, balutan dan drainase, termasuk respon klien
Perhatian :
-
Pengangkatan balutan dan
pemasangan kembali balutan basah kering dapat menimbulkan rasa nyeri
pada klien
-
Perawat harus memberikan
analgesi dan waktu penggantian balutan sesuai dengan puncak efek obat
-
Pelindung mata harus digunakan
jika terdapat resiko adanya kontaminasi ocular seperti percikan dari luka
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Suatu luka
adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera atau
pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis,
sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Luka adalah
rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi
jaringan yang rusak atau hilang. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul
:
b.
Hilangnya seluruh atau sebagian
fungsi
organ
c.
Respon stres
simpatis
d.
Perdarahan dan pembekuan darah
e.
Kontaminasi bakteri
f.
Kematian sel
2.
Penggunaan ilmu dan teknologi
serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai optimal jika
digunakan secara tepat
3.
Prinsip utama dalam manajemen
perawatan luka adalah pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan
keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan pasien
4.
Peningkatan pengetahuan dan
keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas
B. Saran
a.
Pergunakanlah makalah ini
sebagai pedoman dalam pembelajaran perawatan luka modern
b.
Jadilah calon perawat yang
berkompeten dan berdaya saing.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural
Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba
Medika
Bobak, K. Jensen. 2005. Perawatan Maternitas.
Jakarta: EGC.
Dudley HAF, Eckersley JRT, Paterson-Brown S.
2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta: EGC.
Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti.
2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Yogyakarta: Sahabat Setia.
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC
Komentar
Posting Komentar