PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAN ANTIKORUPSI

PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAN ANTIKORUPSI

images_2.jpeg


DI SUSUN OLEH:
Ayu Diah Pangesti
Cahyaning Tiara Dewi
Seri Yunita Marlena

POLITENIK KESEHATAN TAJUNGKARANG
D IV KEBIDANAN TANJUNGKARANG
TAHUN AJARAN 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam administrasi Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 19 september 2015

Penyusun









DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................ i
KATA PENGANTAR..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang.................................................................................................. 1
1.2  Rumusan masalah............................................................................................. 1
1.3  Tujuan............................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1     Pengertian Korupsi.......................................................................................... 2
2.2     Jenis-Jenis Korupsi.......................................................................................... 3
2.3     Model, Bentuk dan Jenis Korupsi................................................................... 7

BAB III KASUS

BAB IV ANALISIS KASUS

BAB V PE NUTUP
            5.1 Kesimpulan...................................................................................................... 10
            5.2 saran-saran....................................................................................................... 10


DAFTAR PUSTAKA







BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Korupsi,berasal dari Bahasa latin "Corruptio atau Corruptus", yang kemudian muncul pada bahasa Ingris dan Perancis "Corruption" dalam bahasa Belanda "Korruptie",dan selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan "Korupsi" (Dr.Andi Hamzah, S.H.,1958: 143),Korusi berarti Jahat atau Busuk (John M Echols dan Hassan Shadily,1997: 149),sedangkan A.I.N Kramer ST, menerjemahkannya sebagai busuk,rusak atau dapat disuapi (A.I.N. Kramer ST, 1997: 62) oleh karena itutindak Pidana Korupsi berarti suatu detik akibat perbuatan buruk,busuk,jahat,rusak,atau suap.
Istilah korupsi pertama kali muncul pada khasanah hukumindonesia dalam Peraturan Penguasa Perang  Nomor Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi.Kemudian, dimasukkan juga dalam Undang-undang Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan pemeriksaan Tindak Piidana Korupsi.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa itu korupsi?
2.      Ada berapa jenis-jenis korupsi?

1.3  Tujuan
1.      Memeahami korupsi di indonesia.
2.      Mengerti dan memahami jenis-jenis korupsi di indonesia.












BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Korupsi
Korupsi,berasal dari Bahasa latin "Corruptio atau Corruptus", yang kemudian muncul pada bahasa Ingris dan Perancis "Corruption" dalam bahasa Belanda "Korruptie",dan selanjutnya dalam bahasa Indonesia dengan sebutan "Korupsi" (Dr.Andi Hamzah, S.H.,1958: 143),Korusi berarti Jahat atau Busuk (John M Echols dan Hassan Shadily,1997: 149),sedangkan A.I.N Kramer ST, menerjemahkannya sebagai busuk,rusak atau dapat disuapi (A.I.N. Kramer ST, 1997: 62) oleh karena itutindak Pidana Korupsi berarti suatu detik akibat perbuatan buruk,busuk,jahat,rusak,atau suap.
Istilah korupsi pertama kali muncul pada khasanah hukumindonesia dalam Peraturan Penguasa Perang  Nomor Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan Korupsi.Kemudian, dimasukkan juga dalam Undang-undang Nomor 24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan pemeriksaan Tindak Piidana Korupsi.

2.2    Jenis-Jenis Korupsi
Jenis-jenis korupsi
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan Korupsi Pasif, Adapun yang dimaksud dengan Korupsi Aktif adalah sebagai berikut :

      - Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)

-Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
      - Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi (Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

      - Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

       - Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun 2001)

      - Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)

       - Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

-Setiap ot\rang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a (Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

      - Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

- Setiap orrang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara nasional indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkanmenghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai barang,akta,surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang :
a. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang antara
lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

b.Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan mrupakan hutang (huruf f)

c Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g)


d. Pada waktu menjalankan tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan atau

e. baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (huruf i)

- Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999).

Sedangkan Korupsi Pasif adalah sebagai berikut :

- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)

- Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)

- Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia, atau kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7 ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001)

- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)

 - Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 2001)

- Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan  berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12 huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)

- Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20  tahun 2001).

sedangkan dalam prakteknya kita kenal ada dua jenis korupsi yaitu :

a. Adminstrative Coruption
dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai dengan hukum/peraturan yang berlaku.Akan tetapi individu-individu tetentu memperkaya dirinya sendiri.Misalnya proses rekruitmen pegawai negeri,dimana dilakukan dalam negeri,dimana dilakukan ujian seleksi mulai dari seleksi administratif sampai ujian pengetahuan atau kemampuan,akan tetapi yang harus diluluskan sudah tertentu orangnya.











b.Against The Rule Corruption
Artunya korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya bertentangan dengan hukum,misalnya penyuapan,penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi.











2.3 Model, Bentuk dan Jenis Korupsi

Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan, penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.
Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap, baik berupa uang maupun barang. 
2.    Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu. 
3.    Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil keuntungan-keuntungan tertentu. 
4.    Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan regional. 
5.    Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya. 
Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara.  Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi berjamaah. Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu (Anwar, 2006:18):
1.    Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada penguasa. 
2.    Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya. 
3.    Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya. 
4.    Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi. 
Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.
            Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum dikenal, yaitu:
1.    Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan. 
2.    Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan mencuri. 
3.    Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan dana. 
4.    Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan grasi tidak pada tempatnya. 
5.    Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya, memeras. 
6.    Mengabaikan keadilan, melanggar hukum, memberikan kesaksian palsu, menahan secara tidak sah, menjebak. 
7.    Tidak menjalankan tugas, desersi, hidup menempel pada orang lain seperti benalu. 
8.    Penyuapan dan penyogokan, memeras, mengutip pungutan, meminta komisi. 
9.    Menjegal pemilihan umum, memalsukan kartu suara, membagi-bagi wilayah pemilihan umum agar bisa unggul. 
10.     Menggunakan informasi internal dan informasi rahasia untuk kepentingan pribadi;   membuat laporan palsu. 
11.     Menjual tanpa izin jabatan pemerintah, barang milik pemerintah, dan surat izin pemrintah. 
12.     Manipulasi peraturan, pembelian barang persediaan, kontrak, dan pinjaman
    uang. 
13.     Menghindari pajak, meraih laba berlebih-lebihan. 
14.     Menjual pengaruh, menawarkan jasa perantara, konflik kepentingan. 
15.     Menerima hadiah, uang jasa, uang pelicin dan hiburan, perjalanan yang tidak pada tempatnya. 
16.     Berhubungan dengan organisasi kejahatan, operasi pasar gelap. 
17.     Perkoncoan, menutupi kejahatan. 
18.     Memata-matai secara tidak sah, menyalahgunakan telekomunikasi dan pos. 
19.     Menyalahgunakan stempel dan kertas surat kantor, rumah jabatan, dan hak istimewa jabatan.















BAB III
KASUS
1.korupsi yang dilakukan oleh Bupati Sleman nonaktif Ibnu Subiyanto. Dimana bupati tersebut   terbukti bersalah melanggar Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31/1999 yang telah diubah dan ditambah dengan UU No.20 tahuin 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Yang bersangkutan dinilai terbukti melakukan korupsi pengadaan buku ajar SD, SMP, dan SMA Dinas Pendidikan Sleman senilai Rp 10 miliar. Dengan tuntutan 6 (enam) tahun penjara dan denda senilai Rp 500 juta subsider 6 (enam) bulan penjara.
Hal ini menjadi persoalan karena pada akhirnya bupati Sleman tersebut hanya divonis 4 (empat) tahun penjara oleh majelis hakim yang dipimpinan Heri Supriono dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sleman di Jalan KRT Pringgodiningrat pada tanggal 14 Januari 2010. Dengan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan penjara, di potong masa tahanan dan memutuskan terdakwa tetap ditahan.
2.Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sumatera Selatan, Rizal Abdullah, disangkakan telah menyalahgunakan wewenang dalam proyek Wisma Atlet dan gedung serbaguna Provinsi Sumatera Selatan 2010-2011. Saat proyek Wisma Atlet berlangsung, dia menjabat sebagai ketua komite proyek. Dia disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Ditengarai dia melakukan penggelembungan harga dan menyebabkan negara merugi hingga Rp 25 miliar.

PT Duta Graha Indah (saat ini bernama PT Nusa Bakti Engineering) merupakan kontraktor utama proyek Wisma Atlet. Perseroan itu dibawa oleh pemilik Grup Permai, Muhammad Nazaruddin, buat memenangkan proyek itu. Mereka mendapat pekerjaan itu, setelah memberikan sejumlah duit pelicin kepada anggota DPR dan Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin.
3.Nama yang akhir-akhir ini mencuat karena namanya disebut oleh mantan Kabareskrim Komjen Susno Duadji memiliki uang sebesar Rp 25 miliar dalam rekening pribadinya. Hal tersebut sangat mencuri perhatian karena Gayus Tambunan hanyalah seorang PNS golongan III A yang mempunyai gaji berkisar antara 1,6-1,9 juta rupiah saja.
Lelaki yang memiliki nama lengkap Gayus Halomoan Tambunan ini bekerja di kantor pusat pajak dengan menjabat bagian Penelaah Keberatan Direktorat Jenderal Pajak. Posisi yang sangat strategis, sehingga ia dituduh bermain sebagai makelar kasus (markus). Kasus pun berlanjut karena di duga banyak pejabat tinggi Polri yang terlibat dalam kasus Gayus. Gayus dijadikan tersangka oleh Polri pada November 2009 terkait kepemilikan uang yang mencurigakan di rekeningnya mencapai Rp 25 miliar. Gayus terindikasi melakukan pidana korupsi, pencucian uang, dan penggelapan senilai Rp 395 juta.
Namun di persidangan, jaksa hanya menjerat pasal penggelapan saja, dengan alasan uang yang diduga hasil korupsi telah dikembalikan. Sisa uang Rp 24,6 miliar, atas perintah jaksa, blokirnya dibuka. Hakim pun memutuskan Gayus divonis 6 bulan penjara dan masa percobaan setahun
4.Mantan Ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum divonis hukuman 8 tahun pidana penjara oleh majelis hakim peradilan tindak pidana korupsi karena terbukti korupsi menerima hadiah dan tindak pidana pencucian uang.
"Menjatuhkan pidana terhadap Anas Urbaningrum dengan pidana penjara selama delapan tahun," kata majelis hakim dalam sidang yang berakhir sekitar pukul 18.10 WIB, Rabu (24/09) petang.
Anas juga dihukum harus membayar pidana denda sebesar Rp300 juta dan harus membayar uang penganti kerugian negara sedikitnya Rp 57,5 miliar.
Putusan ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp 94,18 miliar dan mencabut hak politiknya.
5.Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dinyatakan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka baru dalam dua kasus dugaan korupsi yakni sengketa Pilkada Kabupaten Lebak serta kasus Pengadaan Alat Kesehatan di Provinsi Banten.
Atut sudah beberapa kali diperiksa penyidik KPK dalam kasus dugaan suap yang menyeret mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar pada sengketa Pemilihan Kepala Daerah Lebak, Banten.
Adiknya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, sudah lebih dahulu dinyatakan sebagai tersangka dalam dugaan suap tersebut.
"Telah ditemukan lebih dari dua alat bukti untuk meningkatkan dan menetapkan status dalam kasus ini," kata Ketua KPK Abraham Samad saat mengumumkan kemajuan kasus ini, Selasa (17/12) siang.
















BAB IV
ANALISIS KASUS
.1. Berbagai elemen penggiat antikorupsi ikut berperan dengan cara terus mendorong penuntasan kasus yang melibatkan Bupati Sleman ini untuk dituntaskan. Dalam mengawasa kasus buku ini membutuhkan waktu kurang lebih selama empat tahun. Oleh karena kasus ini terungkap sejak tahun 2005 tapi baru diajukan ke pengadilan negeri pada bulan Mei 2009.
2.. Awalnya, Nazaruddin mengincar proyek Hambalang dan Wisma Atlet. Karena perusahaannya tidak mampu mengerjakan proyek, akhirnya suami Neneng Sri Wahyuni itu menggandeng PT Duta Graha Indah, sebagai salah satu kontraktor dikenal memiliki reputasi baik, dan bermitra dengan Grup Permai miliknya.
3. Setelah dilakukan pemeriksaan, dari uang total Rp 25 miliar, uang sejumlah Rp 395 juta disita, dan sisanya sebesar Rp 24,6 miliar pun hilang entah kemana dan tidak ada pembahasan lanjut mengenai uang sebesar itu. Dalam kasus ini, Gayus dijerat 3 pasal sekaligus, yakni Korupsi, Pengelapan Uang dan Pencucian Uang. Tetapi pada persidangan ia hanya didakwa kasus Penggelapan Uang saja. Alhasil, hukuman sangat ringan pun ia dapatkan, yaitu 1 tahun. Tetapi, tak lama kemudian, Gayus pun malah dibebaskan. Dikarenakan ada penghapusan pasal yang dilakukan jaksa, yakni menghilangkan pasal korupsi dan pencucian uang dan hanya mengenakan pasal penggelapan,
 Berita terakhir menyebutkan bahwa Gayus Tambunan sudah tertangkap. Gayus di vonis hanya 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun. Gayus Tambunan (GT) ternyata telah dijatuhi hukuman melalui vonis di Pengadilan Negeri Tangerang hanya selama 6 bulan dengan masa percobaan 1 tahun. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun.Proses hukumnya berlangsung 23 Februari 2010 dimana Gayus tambunan  dituntut hukuman 6 bulan dengan percobaan hukuman 1 tahun oleh JPU. saat naik di Kejaksaan Negeri, tuntutan berubah menjadi 1 tahun penjara dengan masa percobaan 1 tahun. 
4. Putusan ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara, membayar uang pengganti Rp 94,18 miliar dan mencabut hak politiknya.
Di hadapan majelis hakim, Anas Urbaningrum menyatakan, vonis terhadap dirinya "tidak adil karena tidak didasarkan fakta persidangan."
Anas dan jaksa penuntut umum kemudian meminta waktu sepekan untuk "berpikir" mengajukan upaya banding atau tidak.
Dalam amar putusannya, dua orang majelis hakim sempat mengajukan perbedaan pendapat
5. Dalam kasus yang saat ini ditangani KPK, ia dikenai pasal 6 ayat 1a UU Tipikor, juncto pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Dalam kasus tersebut tersangka Atut Chosiyah dinyatakan bersama-sama atau turut serta dengan tersangka TCW dalam kasus pemberian terhadap ketua MK Akil Mochtar," tambah Samad.
Sementara untuk kasus Alkes, menurut Samad sudah disepakati para penyidik penetapan Atut sebagai tersangka, "namun masih perlu direkonstruksikan perbuatan serta pasal-pasalnya".

.













BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus  korupsi yang bermula dari diri sendiri dan diharapkan berimplikasi terhadap kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu melaksanakan Undang-Undang Dasar ’45 demi terwujudnya good goverment. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola pikir baru terhadap generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia, khususnya ditujukan bagi mahasiswa. Karena pada dasarnya mereka adalah agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah bangsa.
Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa ini telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan (agent of change).

5.2 SARAN-SARAN

1.    Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti korupsi  dini sebagai figur dalam pembentukan karakter. Karena pendidikan utama yang paling awal didapatkan generasi muda berasal dari keluarga. 
2.    Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulas kan pendidikan anti korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
3.    Pendidikan anti korupsi (PAK) seharusnya diterapkan di bangku Perguruan Tinggi sebagai mata kuliah wajib maupun pilihan. Karena, Mahasiswa sebagai  salah satu bagian dari generasi penerus bangsa memiliki kompetensi intelektual, ide-ide inovatif, kebijakan, dan pola pikir yang lebih diplomatis menjadikan mereka agen perubahan pembelajaran kehidupan kebangsaan. 
4.    Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di tingkat Perguruan Tinggi memberikan pembelajaran lebih efektif dan pengalaman aktif bagi mahasiswa tentang realitas sosial, masalah-masalah yang berkaitan dengan profesi, pelayanan umum, dll. Sehingga termotivasi untuk kreatif dan mandiri mengajak dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya untuk proaktif memberantas korupsi.
5.    Pemerintah seharusnya mampu memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. 
6.    Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis untuk dapat mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi dini di segala aspek kehidupan.
7.    Salah satu cara memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi.


















DAFTAR PUSTAKA
Razib, Rizal : 2013. Peran Pemuda dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia; Internalisasi Tiga Ajaran Ki Hajar Dewantara.http://rizalrazib.blogspot.com/2011/11/peran-pemuda-dalampemberantasan.html

Komentar

Postingan Populer