kebutuhan OKSIGENASI
kebutuhan OKSIGENASI
Disusun
Oleh:
Tria
Sugesti 1614401011
Lidya
Apriliyani 1614401012
Ayu
Meileni 1614401013
Dini
Rahayu Lestari 1614401014
Riris
Resi Praeni 1614401015
Dosen
Pembimbing:
Siti
Fatonah,S.Kp.,M.Kes.
KEMENTERIAN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK
KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN
DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, penyusun masih diberi kesehatan sehingga Makalah ini dapat terselesaikan
pada waktunya. Makalah yang berjudul “Kebutuhan Oksigen” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa
dari mata kuliah kebutuhan dasar manusia.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan bagi masyarakat
pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan dan penambah
ilmu pengetahuan bagi para pembaca.
Bandar Lampung, September 2016
Penyusun
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL...................................................................................... i
KATA
PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 1
1.3 Tujuan.......................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi kebutuhan oksigenasi...................................................... 2
2.2 Sistem tubuh yang berperan dalam
kebutuhan oksigenasi........... 2
2.3 Proses oksigenasi.......................................................................... 6
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi
oksigenasi.............................. 7
2.5 Jenis pernafasan............................................................................ 9
2.6 Pengukuran fungsi paru.............................................................. 10
2.7 Masalah kebutuhan oksigen........................................................ 14
BAB II PENUTUP
3.1 Kesimpulan................................................................................. 17
3.2 Saran........................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Oksigen
merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan manusia. Dalam
tubuh,oksigen berperan penting di dalam proses metabolism sel. Kekurangan
oksigen akan menimbulkan dampak bermakna terhadap tubuh,salah satunya kematian.
Karenanya,berbagai upaya perlu selalu dilakukan untuk menjamin agar kebutuhan
dasar ini terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanaannya,pemenuhan kebutuhan dasar
tersebut masuk ke dalam bidang garapan perawat. Karenanya,setiap perawat harus
paham dengan manifestasi tingkat pemenuhan oksigen pada kliennya serta mampu
mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan tersebut.
Untuk itu,perawat perlu memahami secara mendalam konsep oksigenasi pada
manusia.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa itu
kebutuhan oksigenasi ?
2. Apa sajakah
sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi ?
3. Bagaimana
proses oksigenasi ?
4. Apa saja
faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi ?
5. Ada berapa jenis-jenis pernafasan ?
6. Bagaimana pengukuran fungsi
paru ?
1.3
Tujuan
Makalah ini di buat
dengan tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga medis dapat
memahami dan mengaplikasikannya dilapangan khususnya mengenai kebutuhan oksigenasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi kebutuhan
oksigenasi.
Konsep dasar oksigenasi.
Oksigenasi
adalah proses penambahan O2 ke dalam sistem (kimia atau fisika). Oksigen (O2)
merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau yang sangat dibutuhkan dalam
proses metabolism sel. Sebagai hasilnya,terbentuklah karbon dioksida,energy,dan
air. Akan tetapi,penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan
memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktivitas sel.
Pemenuhan
kebutuhan oksigen adalah bagian dari kebutuhan fisiologis menurut hierarki
Maslow. Kebutuhan oksigen diperlukan untuk proses kehidupan. Oksigen sangat
berperan dalam proses metabolism tubuh. Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus
terpenuhi karena apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka akan
terjadi kerusakan pada jaringan otak dan apabila hal tersebut berlangsung lama
akan terjadi kematian. Sistem yang berperan dalam proses pemenuhan kebutuhan
adalah sistem pernafasan,persyarafan,dan kardiovaskuler.
Kapasitas
(daya muat) udara dalam paru-paru adalah 4.500-5.000 ml (4,5-51). Udara yang
diperoses dalam paru-paru hanya sekitar 10% (kurang lebih 500 ml),yaitu yang
dihirup (inspirasi) dan yang dihembuskan (ekspirasi) pada pernafasan biasa.
2.2 Sistem tubuh yang berperan
dalam kebutuhan oksigenasi.
Sistem pernapasan manusia memiliki
organ-organ pernapasan yang menunjang proses pernapasan. Organ-organ pernapasan
tersebut memiliki struktur dan fungsi yang berbeda-beda. Organ-organ pernapasan
manusia terdiri atas hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan alveous.
Bagaimanakah struktur dan fungsi dari masing-masing organ pernapasan tersebutyang berperan dalam proses
oksigenasi ?
Perhatikan penjelasan berikut.
a. Organ
Pernapasan Hidung
Hidung merupakan alat pernapasan pertama yang dilalui oleh udara. Ujung hidung
ditunjang oleh tulang rawan dan pangkal hidung ditunjang oleh tulang nasalis.
Kedua tulang hidung menghubungkan rongga hidung dengan atmosfer untuk mengambil
udara. Rongga hidung tersusun atas sel-sel epitel berlapis pipih dengan
rambut-rambut kasar. Rambut-rambut kasar tersebut berfungsi menyaring debu-debu
kasar. Rongga hidung tersusun atas sel-sel epitel berlapis semu bersilia yang
memiliki sel goblet. Sel goblet merupakan sel penghasil lendir yang berfungsi
menyaring debu, melekatkan kotoran pada rambut hidung, dan mengatur suhu udara
pernapasan. Sebagai indra pembau, pada atap atau rongga hidung terdapat lobus
olfaktorius yang mengandung sel-sel pembau. Perjalanan udara memasuki paru-paru
dimulai ketika udara melewati lubang hidung. Di lubang hidung, udara disaring
oleh rambut-rambut di lubang hidung. Udara juga menjadi lebih hangat ketika
melewati rongga hidung bagian dalam. Di rongga hidung bagian dalam, terdapat
juga ujung-ujung saraf yang dapat menangkap zat-zat kimia yang terkandung dalam
udara sehingga kita mengenal berbagai macam bau. Ujung-ujung saraf penciuman
tersebut kemudian akan mengirimkan impuls ke otak.
b. Organ
Pernapasan Faring.
Setelah melalui rongga hidung, udara akan melewati faring. Faring adalah
percabangan antara saluran pencernaan (esofagus) dan saluran pernapasan (laring
dan trakea) dengan panjang kurang lebih 12,5–13 cm. Faring terdiri atas tiga
bagian, yakni nasofaring, orofaring, dan laringofaring. Faring merupakan
pertemuan antara saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Oleh karena itu,
ketika menelan makanan, suatu katup (epiglotis) akan menutup saluran pernapasan
(glotis) sehingga makanan akan masuk ke saluran pencernaan. Pada percabangan
ini, terdapat klep epiglotis yang mencegah makanan memasuki
trakea.
c. Laring
Setelah melewati faring, udara akan menuju laring. Laring sering disebut
sebagai kotak suara karena di dalamnya terdapat pita suara. Laring merupakan
suatu saluran yang dikelilingi oleh sembilan tulang rawan. Salah satu dari
sembilan tulang rawan tersebut adalah tulang rawan tiroid yang berbentuk
menyerupai perisai. Pada laki-laki dewasa, tulang rawan tiroid lebih besar
daripada wanita sehingga membentuk apa yang disebut dengan jakun.
d. Organ
Pernapasan Trakea.
Dari faring, udara melewati laring, tempat pita suara berada. Dari laring,
udara memasukitrakea. Trakea disebut juga “pipa angin” atau saluran
udara. Trakea memiliki panjang kurang lebih 11,5 cm dengan diameter 2,4 cm.
Trakea tersusun atas empat lapisan, yaitu lapisan mukosa, lapisan submukosa,
lapisan tulang rawan, dan lapisan adventitia. Lapisan mukosa terdiri atas
sel-sel epitel berlapis semu bersilia yang mengandung sel goblet penghasil
lendir (mucus). Silia dan lendir berfungsi menyaring debu atau kotoran yang
masuk. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat. Lapisan tulang rawan
terdiri atas kurang lebih 18 tulang rawan berbentuk huruf C. Lapisan adventitia
terdiri atas jaringan ikat. Dinding trakea dilapisi oleh epitel berlapis banyak
palsu bersilia. Epitel ini menyekresikan lendir di dinding trakea. Lendir ini
berfungsi menahan benda asing yang pada membran sel epitel.
e. Bronkus
dan Bronkiolus.
Setelah melalui trakea, saluran bercabang dua. Kedua cabang tersebut
dinamakan bronkus. Setiap bronkus terhubung dengan paru-paru
sebelah kanan dan kiri. Bronkus bercabang-cabang lagi, cabang yang lebih kecil
disebut bronkiolus. Dinding bronkus juga dilapisi lapisan sel
epitel selapis silindris bersilia. Di sekitar alveolus terdapat kapiler-kapiler
pembuluh darah. Dinding kapiler pembuluh darah tersebut sangat berdekatan
dengan alveolus sehingga membentuk membran respirasi yang sangat tipis. Membran
yang tipis ini memungkinkan terjadinya difusi antara udara alveolus dan darah
pada kapiler-kapiler pembuluh darah. Bronkus, bronkious, dan alveolus membentuk
satu struktur yang disebut paru-paru.
Paru-paru manusia terdiri dari sekitar 300 juta alveoli, yang merupakan kantung
berbentuk cangkir dikelilingi oleh jaringan kapiler. Sel darah merah melewati
kapiler dalam file tunggal, dan oksigen dari setiap alveolus memasuki sel darah
merah dan mengikat hemoglobin. Selain itu, karbon dioksida yang terkandung
dalam plasma dan sel darah merah meninggalkan kapiler dan memasuki alveoli
ketika napas diambil. Kebanyakan karbon dioksida mencapai alveoli sebagai ion
bikarbonat, dan sekitar 25 persen saja terikat longgar pada hemoglobin.
e. Alveolus.
Bronkiolus bermuara pada alveoli (tunggal: alveolus), struktur berbentuk
bola-bola mungil yang diliputi oleh pembuluh-pembuluh darah. Epitel pipih yang
melapisi alveoli memudahkan darah di dalam kapiler-kapiler darah mengikat
oksigen dari udara dalam rongga alveolus.
Ketika seseorang menghirup, otot-otot tulang rusuk dan diafragma berkontraksi,
sehingga meningkatkan volume rongga dada. Peningkatan ini menyebabkan penurunan
tekanan udara di rongga dada, dan udara bergegas ke alveoli, memaksa mereka
untuk memperluas dan mengisi. Paru-paru pasif memperoleh udara dari lingkungan
dengan proses ini. Selama pernafasan, otot-otot tulang rusuk dan diafragma
rileks, daerah rongga dada berkurang, dan meningkatkan tekanan udara internal.
Udara yang dikompresi memaksa alveoli untuk menutup, dan udara mengalir keluar.
Aktivitas saraf yang mengontrol pernapasan muncul dari impuls diangkut oleh serabut
saraf yang lewat ke dalam rongga dada dan berakhir pada otot tulang rusuk dan
diafragma. Dorongan ini diatur oleh jumlah karbon dioksida dalam darah:
tinggi konsentrasi karbon dioksida menyebabkan peningkatan jumlah impuls
saraf dan tingkat pernapasan yang lebih tinggi.
2.3 Proses oksigenasi.
Bernafas/pernafasan merupkan proses pertukaran udara diantara individu
dan lingkungannya dimana O2 yang dihirup (inspirasi) dan CO2 yang dibuang
(ekspirasi).
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
Proses bernafas terdiri dari 3 bagian, yaitu :
1. Ventilasi yaitu masuk dan
keluarnya udara atmosfir dari alveolus ke paru-paru atau sebaliknya.
Proses keluar masuknya udara
paru-paru tergantung pada perbedaan tekanan antara udara atmosfir dengan
alveoli. Pada inspirasi, dada ,mengembang, diafragma turun dan volume paru
bertambah. Sedangkan ekspirasi merupakan gerakan pasif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
ventilasi :
a.
Tekanan udara atmosfir
b. Jalan nafas yang bersih
c. Pengembangan paru yang adekuat
2. Difusi yaitu pertukaran gas-gas
(oksigen dan karbondioksida) antara alveolus dan kapiler paru-paru.
Proses keluar masuknya udara
yaitu dari darah yang bertekanan/konsentrasi lebih besar ke darah dengan
tekanan/konsentrasi yang lebih rendah. Karena dinding alveoli sangat tipis dan
dikelilingi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang sangat rapat, membran ini
kadang disebut membran respirasi.
Perbedaan tekanan pada gas-gas
yang terdapat pada masing-masing sisi membran respirasi sangat mempengaruhi
proses difusi. Secara normal gradien tekanan oksigen antara alveoli dan darah
yang memasuki kapiler pulmonal sekitar 40 mmHg.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
difusi :
a. Luas permukaan paru
b. Tebal membran respirasi
c. Jumlah darah
d. Keadaan/jumlah kapiler darah
e. Afinitas
f. Waktu adanya udara di alveoli
3. Transpor yaitu pengangkutan
oksigen melalui darah ke sel-sel jaringan tubuh dan sebaliknya karbondioksida
dari jaringan tubuh ke kapiler.
Oksigen perlu ditransportasikan
dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida harus ditransportasikan dari
jaringan kembali ke paru-paru. Secara normal 97 % oksigen akan berikatan dengan
hemoglobin di dalam sel darah merah dan dibawa ke jaringan sebagai
oksihemoglobin. Sisanya 3 % ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan
sel-sel.
Didalam literature yang lain
dikatan bahwa proses oksigenasi terbagi menjadi 4 bagian :
1. Ventilasi : Proses masuknya
udara melalui hidung.
2. Difusi : Proses pertukaran o2
dan co2 menghasilkan o2 yang terjadi di membrane alveoli kapiler.
3. Transfortasi : Proses
penyebaran o2 ke seluruh tubuh.
4. Perfusi : Proses pertukaran o2
dan co2 menghasilkan co2 yang terjadi di kapiler.
2.4 Faktor-faktor yang
mempengaruhi oksigenasi.
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap,
sewaktu-waktu tubuh memerlukan oksigen yang banyak, oleh karena suatu sebab.
Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status kesehatan.
1. Lingkungan
Pada
lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya vasodilatasi pembuluh
darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke kulit. Hal tersebut
mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui kulit. Respon demikian
menyebabkan curah jantung meningkat dan kebutuhan oksigen pun meningkat.
Sebaliknya pada lingkungan yang dingin, pembuluh darah mengalami konstriksi dan
penurunan tekanan darah sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan
oksigen.
Pengaruh
lingkungan terhadap oksigen juga ditentukan oleh ketinggian tempat. Pada tempat
tinggi tekanan barometer akan turun, sehingga tekana oksigen juga turun.
Implikasinya, apabila seseorang berada pada tempat yang tinggi, misalnya pada
ketinggian 3000 meter diatas permukaan laut, maka tekanan oksigen alveoli
berkurang. Ini menindikasikan kandungan oksigen dalam paru-paru sedikit. Dengan
demikian, pada tempat yang tinggi kandungan oksigennya berkurang. Semakin
tinggi suatu tempat maka makin sedikit kandungan oksigennya, sehingga seseorang
yang berada pada tempat yang tinggi akan mengalami kekurangan oksigen.
Selain
itu, kadar oksigen di udara juga dipengaruhi oleh polusi udara. Udara yang
dihirup pada lingkungan yang mengalami polusi udara, konsentrasi oksigennya
rendah. Hal tersebut menyebabkan kebutuhan oksigen dalam tubuh tidak terpenuhi
secara optimal. Respon tubuh terhadap lingkungan polusi udara diantaranya mata
perih, sakit kepala, pusing, batuk dan merasa tercekik.
2. Latiha
Latihan
fisik atau peningkatan aktivitas dapat meningkatkan denyut jantung dan
respirasi rate sehingga kebutuhan terhadap oksigen semakin tinggi.
3. Emosi
Takut,
cemas, dan marah akan mempercepat denyut jantung sehingga kebutuhan oksigen
meningkat.
4.
Gaya Hidup
Kebiasaan
merokok akan memengaruhi status oksigenasi seseorang sebab merokok dapat
memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah arteri. Nikotin yang
terkandung dalam rokok dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer
dan pembuluh darah darah koroner. Akibatnya, suplai darah ke jaringan menurun.
5. Status Kesehatan
Pada
orang sehat, sistem kardiovaskuler dan sistem respirasi berfungsi dengan baik
sehingga dapat memenuhi kebutuhan oksigen tubuh secara adekuat. Sebaliknya,
orang yang mempunyai penyakit jantung ataupun penyakit pernapasan dapat
mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
Kebutuhan
tubuh terhadap oksigen tidak tetap, sewaktu-waktu tubuh memerlukan oksigen yang
banyak, oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam tubuh dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya lingkungan, latihan, emosi, gaya hidup dan status
kesehatan.
2.5 Jenis pernafasan.
Berdasarkan organ yang terlibat dalam peristiwa inspirasi dan ekspirasi, orang
sering menyebut pernapasan dada dan pernapasan perut. Sebenarnya pernapasan
dada dan pernapasan perut terjadi secara bersamaan. Untuk lebih jelasnya
perhatikan uraian berikut.
1. Pernapasan dada
Pernapasan dada adalah
pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan
sebagai berikut.
a. Fase inspirasi. Fase ini berupa
berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada membesar, akibatnya
tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga
udara luar yang kaya oksigen masuk.
b. Fase ekspirasi. Fase ini
merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antara tulang rusuk ke posisi
semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi
kecil. Sebagai akibatnya, tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar
daripada tekanan luar, sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon
dioksida keluar.
·
Mekanisme inspirasi pernapasan dada sebagai berikut:
Otot antar tulang rusuk
(muskulus intercostalis eksternal) berkontraksi –> tulang rusuk terangkat
(posisi datar) –> Paru-paru mengembang –> tekanan udara dalam paru-paru
menjadi lebih kecil dibandingkan tekanan udara luar –> udara luar masuk ke
paru-paru.
·
Mekanisme ekspirasi pernapasan dada adalah sebagai berikut:
Otot antar tulang rusuk
relaksasi –> tulang rusuk menurun –> paru-paru menyusut –> tekanan
udara dalam paru-paru lebih besar dibandingkan dengan tekanan udara luar –>
udara keluar dari paru-paru.
2.
Pernapasan perut
Pernapasan perut adalah
pernapasan yang melibatkan otot diafragma. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai
berikut.
1.
Fase inspirasi. Fase ini berupa
berkontraksinya otot diafragma sehingga rongga dada membesar, akibatnya tekanan
dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara
luar yang kaya oksigen masuk.
2.
Fase ekspirasi. Fase ini merupakan fase
relaksasi atau kembalinya otot diaframa ke posisi semula yang dikuti oleh
turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Sebagai akibatnya,
tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar,
sehingga udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
· Mekanisme inspirasi pernapasan
perut sebagai berikut:sekat rongga dada (diafraghma) berkontraksi –> posisi
dari melengkung menjadi mendatar –> paru-paru mengembang –> tekanan udara
dalam paru-paru lebih kecil dibandingkan tekanan udara luar –> udara masuk
· Mekanisme ekspirasi pernapasan
perut sebagai berikut:otot diafraghma relaksasi –> posisi dari mendatar
kembali melengkung –> paru-paru mengempis –> tekanan udara di paru-paru
lebih besas dibandingkan tekanan udara luar –> udara keluar dari paru-paru.
2.6 Pengukuran fungsi paru.
Tes fungsi paru (PFTs) – seperti namanya –
tes yang dirancang untuk mengukur dan menilai fungsi paru-paru. PFTs awalnya
alat-alat penelitian, yang tersedia hanya di pusat-pusat rumah sakit
pendidikan. Sekarang alat-alat ini tersedia secara luas dan seringkali
digunakan karena manfaatnya dalam diagnosis dan pengobatan asma. Perlu diingat
ketika Anda membaca hasil pemeriksaan pada tes PFT bahwa kelainan fungsi paru
yang terlihat pada asma aktif adalah reversibel.
Istilah PFTs digunakan untuk menggambarkan
secara kolektif beberapa tes khusus yang berbeda dari fungsi paru-paru.
Spirometri adalah PFTs yang paling berguna ketika digunakan dalam diagnosis dan
pengobatan asma. Spirometri, pada gilirannya, termasuk dua subtes yang penting.
Yang pertama disebut arus puncak ekspirasi yang disebut PEF. Yang kedua yaitu
FEV1, volume ekspirasi paksaan dalam 1 detik. Pengukuran PEF dan FEV1 merupakan
bagian atau subtes dari PFTs spirometri. Ketersediaan alat murah, sangat
portabel, dan monitor arus puncaknya di rumah setiap hari untuk memantau
aktivitas asma. Pengukuran FEV1, di sisi lain, memerlukan penggunaan
spirometer, yang lebih mahal, memerlukan perawatan khusus, dan belum saat ini
disarankan untuk digunakan di rumah. Pemantauan PEF sendiri memberikan
penderita asma pengetahuan mengenai kondisinya dan mengizinkan penilaiian
terhadap pengendali asma. Kedua PEF dan FEV1 memainkan peranan sangat penting
pada Program Nasional Pendidikan dan Pencegahan Asma (NAEPP), mulai dari
diagnosis asma, klasifikasi, dan panduan pengobatan.
Untuk melakukan spirometri dan PEF, pasien
pertama diminta untuk menarik napas dalam. Kemudian, dihembuskan napas tunggal
terbesar dengan kuat dan cepat ke mulut yang dihubungkan ke spirometer atau
peak flow meter. Manuver ini diulang beberapa kali selama tes untuk memastikan
nilai-nilai yang akurat dan reprodusibel. Spirometer mengukur volume paru-paru
saat pengeluaran napas, serta aliran udara melalui mulut selama waktu ekshalasi
berlangsung. Hasil pengukuran spirometri dicatat oleh spirometer, dicetak dan
digambarkan untuk review dan referensi di masa mendatang. Setiap hasil
pengukuran pasien dibandingkan dengan nilai prediksi. Nilai prediksi tes fungsi
paru didasarkan pada tiga variabel : umur, tinggi badan, dan jenis kelamin.
Nilai prediksi berbeda untuk seorang pria berusia 21 tahun, tinggi 182,88 cm
dari wanita, berusia 64 tahun dengan tinggi 152,40 cm. Ini berarti bahwa nilai
PEF (dan FEV1) yang dianggap dalam batas normal bagi wanita tua, pendek,
penderita asma diatas, akan rendah abnormal jika diberlakukan untuk laki-laki
tinggi, remaja, penderita asma, meskipun mereka berdua sama-sama penderita
asma.
Karena asma dikarakteristikkan sebagai
penyakit mengosongkan paru, dengan waktu ekshalasi memanjang abnormal pada
gejala asma. Siapa pun dengan asma aktif yang mencoba untuk meniup semua lilin
pada kue ulang tahun dengan satu hembusan udara yang kuat mengetahui akan
terjadi gangguan pengosongan paru secara langsung! Tergantung pada derajat asma
dan faktor lainnya, seperti berapa besar penyempitan saluran napas, atau
bronkospasme, jika ada, ekshalasi penuh selama pemeriksaan spirometri mungkin
berlangsung selama 14 detik sedangkan normal, 5 sampai 6 detik. Nilai FEV, dan
PEF mencerminkan efisiensi dan status mengosongkan paru, dan dengan demikian memberikan
informasi tentang bagaimana fungsi paru seorang penderita asma dipengaruhi oleh
kondisinya.
FEV1 mengukur jumlah (volume) udara yang
dihembuskan pada detik pertama dari ekshalasi paksaan selama pemeriksaan
spirometri seperti Anda menghembuskan napas keluar sekuat dan secepat yang Anda
bisa setelah Anda menarik napas dalam. Ketika gejala asma sangat tidak
terkendali, diperlukan waktu lebih lama dari yang diperkirakan untuk paru-paru
menjadi kosong sepenuhnya. Karena waktu ekshalasi total memanjang pada gejala
asma dan asma yang tidak terkendali dengan adekuat, maka jumlah (volume) udara
yang dihembuskan selama detik pertama ekshalasi itu lebih rendah dari yang
diperkirakan. Penurunan FEV1 terjadi pada gejala asma atau asma yang tidak
terkendali. Dengan pengobatan, pengosongan paru lebih efisien, dan nilai FEV
kembali ke batas normal. Ketika dicurigai terdapatnya gejala asma, pemeriksaan
spirometri dilakukan sebelum dan setelah inhalasi obat bronkodilator aksi
pendek untuk mencapai keadaan FEV1 yang normal, fenomena ini disebut
reversibilitas. Pedoman paling up-to-date dari EPR ketiga (Laporan Panel
Ahli) dari Institut Nasional Jantung, Paru, dan Darah mendefinisikan
peningkatan 12% atau lebih dari acuan FEV1 pada spirometri setelah penggunaan
bronkodilator merupakan respon yang signifikan.
Ketika asma dalam kondisi aktif atau dalam
keadaan eksaserbasi asma akan memperpanjang ekshalasi, aliran udara melalui
saluran udara yang menyempit menjadi berkurang. Pemeriksaan spirometri pada
penderita asma aktif juga menunjukkan berkurangnya laju arus udara. Arus puncak
merupakan nilai tunggal tertinggi dari pengukuran arus yang terjadi saat paru
mulai mengosong.
Arus puncak mencerminkan aliran udara melalui
saluran yang lebih bedar, yang disebut saluran napas penghantar pada asma. Arus
puncak biasanya melacak aktivitas asma. Pemantauan arus puncak di rumah
memungkinkan untuk perbandingan prediksi PEF seseoran, dengan hasil pengukuran
terbaik personal yang aktual tersebut diperoleh saat asma terkendali dengan
baik. Pemantauan PEF di rumah, selanjutnya dapat membantu mengidentifikasi
bahkan untuk eksaserbasi ringan sekalipun dan memandu penyesuaian naik atau
turun pengobatan, tergantung pada bagaimana nilai PEF berfluktuasi dari
pengukuran terbaik personal. Hasil pengukuran PEF yang dilakukan sendiri dari
waktu ke waktu merupakan komponen dari rencana tindakan asma.
Peak flow meter adalah perangkat yang mudah
digunakan, dirancang untuk membantu Anda menilai tingkat pengendalian asma
Anda. Orang yang menderita asma persisten sedang atau berat, orang dengan
riwayat eksaserbasi berat, dan orang-orang yang mengalami kesulitan memahami
ketika asma mereka memburuk, yang paling mungkin merasakan manfaat dari
pemantauan arus puncak sendiri ini. Pemantauan jangka panjang, pengukuran arus
puncak setiap hari dapat mendeteksi perubahan awal pada pengendali asma yang
memerlukan penyesuaian dalam pengobatan dan membantu mengukur respon terhadap
perubahan pengobatan tersebut. Pemantauan asma sendiri seharusnya tidak
mengganggu. Sebaliknya, pemantauan arus puncak sehari-hari di rumah telah
terbukti dapat meningkatkan pengendalian asma, mengurangi eksaserbasi, dan
menurunkan ketidakhadiran di sekolah dan tempat kerja. Menggunakan pemantauan
arus puncak juga dapat meningkatkan kepercayaan diri Anda karena membantu Anda
mempelajari bagaimana mengoptimalkan pengendalian asma dan mencapaipengendalian
asma yang lebih baik. Sebagian besar anak dapat secara akurat mengukur arus
puncak mereka di bawah bimbingan orang dewasa mulai dari usia sekitar 6
tahun. Pemantauan arus puncak juga memungkinkan untuk membuat keputusan yang
objektif untuk memodifikasi rejimen asma Anda berdasarkan informasi yang
terdapat dalam rencana tindakan asma tertulis yang telah disediakan dokter
Anda.
Jika dokter Anda memberi resep untuk
pemantauan arus puncak di rumah, Anda akan diminta untuk menentukan nilai
terbaik personal berdasarkan pengukuran yang diperoleh saat Anda dalam keadaan
baik dan bebas gejala. Rencana tindakan asma memberikan petunjuk tentang apa
obat asma yang diambil sebagai nilai arus puncak, termasuk dalam salah satu
dari tiga zona berlabel hijau, kuning, atau merah. Zona hijau meliputi
pengukuran arus puncak dalam kisaran 80 – 100% dari personal terbaik Anda.
Kuning berhubungan dengan pengukuran arus puncak dalam kisaran 60 – 80% dari
nilai personal terbaik. Zona merah meliputi semua nilai arus puncak di bawah
60% dari yang terbaik. Pengukuran arus puncak di zona merah menunjukkan bahwa
asma Anda sangat tidak terkendali, dan Anda perlu menghubungi dokter Anda,
lanjutkan ke ruang emergensi, atau keduanya.
2.7 Masalah kebutuhan oksigen.
Masalah
kebutuhan oksigen mengacu pada frekuensi,volume,irama,dan usaha pernapasan.pola
napas yang normal ditandai dengan pernapasan yang tenang,berirama,tanpa usaha. Perubahan
pola napas yng sering terjadi sebagai berikut :
a. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi
tidak tercukupinya pemenuhan kebutuhanoksigen dalam tubuh akibat defisiensi
oksigen atau peningkatan penggunaan oksigen di sel, sehingga dapat
memunculkan tanda sepertikulit kebiruan (sianosis).
b. Perubahan Pola Pernapasan
1. Takipnea, merupakan pernapasan
dengan frekuensi lebih dari 24kali per menit. Proses ini terjadi karena
paru-paru dalam keadaanatelektaksis atau terjadi emboli.
2. Bradipnea, merupakan pola
pernapasan yang lambat abnormal, ±10 kali per menit. Pola ini dapat ditemukan
dalam keadaan peningkatan tekanan intracranial yang di sertai narkotik
atausedatif.
3.
Hiperventilasi, merupakan cara tubuh mengompensasimetabolisme
tubuh yang melampau tinggi dengan pernapasan lebihcepat dan dalam, sehingga
terjadi peningkatan jumlah oksigendalam paru-paru. Proses ini di tandai adanya
peningkatan denyutnadi, napas pendek, adanya nyeri dada, menurunnya konsentrasiCO2 dan lain-lain.
4. Kussmaul, merupaka pola
pernapasan cepat dan dangkal yangdapat ditemukan pada orang dalam keadaan
asidosis metabolic
5.
Hipoventilasi, merupakan upaya tubuh untuk
mengeluarkankarbondioksida dengan cukup pada saat ventilasi alveolar,
sertatidak cukupnya jumlah udara yang memasuki alveoli dalam penggunaan oksigen.
6.
Dispnea, merupakan sesak dan berat saat
pernapasan. Hal ini dapatdisebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan, kerja berat/berlebuhan, dan pengaruh psikis.
7. Ortopnea, merupakan kesulitan
bernapas kecuali pada posisi duduk atau berdiri dan pola ini sering
ditemukan pada seseorang yangmengalami kongesif paru-paru.
8. Cheyne stokes, merupakan siklus
pernapasan yang amplitudonyamula-mula nik kemudian menurun dan berhenti, lalu
pernapasandimulai lagi dari siklus baru. Periode apnea berulang secara teratur.
9. Pernapasan paradoksial,
merupakan pernapasan dimana dinding paru-paru bergerak berlawanan arah
dari keadaan normal. Sering ditemukan pada keadaan atelektasis.
10. Biot, merupakan pernapasan
dengan irama yang mirip dengancheyne stokes, akan tetapi amplitudonya tidak
teratur.
11. Stridor, merupakan pernapasan
bising yang terjadi karena penyempitan pada saluran pernapasan. Pada
umumnya ditmukan pada kasus spasme trachea atau obstruksi laring
c. Obstruksi jalan napas
Obstruksi jalan napas merupakan
suatu kondisi pada induvidudengan pernapasan yang mengalami ancaman, terkait
denganketidakmampuan batuk secara efektif. Hal ini dpat disebabkan olehsecret
yang kental atau berlebihan akibat penyakit infeksi;immobilisasi; statis
skreasi; serta batuk tidak efektif karena penyakit persarafan seperti
cerebro vascular accident (CVA), akibat efek pengobatan sedative,
dan lain-lain.Tanda klinis
1) Batuk tidak efektif atau todak
ada
2) Tidak mampu mengelurakan secret
di jalan napas
3) Suara napas menunjukkan adanya
sumbatan
4) Jumlah, irama, dan kedalaman
pernapasan tidak normal
d. Pertukaran gas
Pertukaran gas merupakan suatu
kondisi pada individu yangmengalami penurunan gas, baik oksigen maupun
karbondioksida, antar alveoli paru-paru dan system vascular. Hal ini dapat
disebabkan olehsecret yang kental atau immobilisasi akibat system saraf;
depresisusunan saraf pusat; atau penyakit radang pada paru-paru.
Terjadinyagangguan dalam pertukaran gas ini menunjukkan bahwa penurunankapasitas difusi dapat menyebabkan pengangkutan O2
dari paru-paruke jaringan terganggu, anemia dengan segala macam
bentuknya,keracunan CO2, dan terganggunya aliran darah. Penurunan
kapasitasdifusi tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya
luas permukaan difusi, menebalnya membrane alveolar kapiler, dan rasioventilasi perfusi yang itdak baik.Tanda
klinis :
1. Dispea pada usaha napas
2. Napas dengan bibir pada fase
ekspirasi yang panjang
3. Agistasi
4. Lelah, alergi
5. Meningkatnya tahanan vascular
paru-paru
6. Menurunnya
saturasi oksigen dan meningkatnya PaCO2
7. Sianosis
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kebutuhan oksigenasi merupakan salah
satu kebutuhan dasar pada manusia yaitu kebutuhan fisiologis. Pemenuhuan
kebutuhan oksigenasi ditujukan untuk menjaga kelangsungan metabolisme sel
tubuh, mempertahankan hidupnya, dan melakukan aktivitas bagi berbagai organ
atau sel. Oksigenasi adalah memberikan aliran gas oksigen (O2) lebih dari
21 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam
tubuh.
Banyak sekali faktor – faktor yang
dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenisasi seseorang. Bisa dari sistem tubuh,
lingkungan, gaya hidup, dll. Dan ada beberapa cara yang dapat membantu
menyembuhkan kelainan pada ganaguan kebutuhan oksigenisasi.
3.2 Saran
Dari pemaparan diatas, kami
memberikan saran dalam ilmu kesehatan khususnya ilmu keperawatan penting sekali
memahami dan mahir memenuhi kebutuhan oksigenasi
kliendalam asuhan keperawatan secara tepat agar
terhindar dari kesalahan dalam tindakan baik itu dirumah sakit maupun di
masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayat,
A.Aziz Alimul, 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Joyce, K
& Everlyn, R.H. (1996). Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta
: EGC
Mubarak,Iqbal wahit,2008,Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori
dan Aplikasi Dalam Praktik,Jakarta : EGC
(Di akses pada tanggal 12 Oktober 2014 Pukul 14.15 WIB).
Komentar
Posting Komentar