ALKALOID
ALKALOID

Disusun Oleh :
Alviera Rifka M.
Annisa Mercury
Atria Kent
Cakra
Faisal Ramdani
Fathiah Olpah Siara
Florensius Renaldi
Gita Anggraeni
Hairullah Nur Basir
Lia Krisdayanti
Monalyta Panjaitan
Petrina F.
Tyas Puspitasari
Program Studi Sarjana Farmasi
Fakultas Farmasi
Universitas Mulawarman
Samarinda
2014
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kepada
Allah SWT yang telah memberikan segala berkat, rahmat, karunia, kemudahan dan
kelancaran-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Alkaloid”
Makalah ini telah dibuat dengan
beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan
hambatan selama mengerjakan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran ,
komentar , serta masukan yang membangun untuk perbaikan makalah ini sangat
penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan
juga penulis khususnya.
Samarinda, September
2014
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
COVER ....................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2
DAFTAR ISI................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 4
1.2 Rumusan
Masalah.................................................................................................. 5
1.3 Tujuan.................................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Alkaloid................................................................................................ 6
2.2 Klasifikasi Alkaloid................................................................................................ 6
2.3 Jalur Sintesis Alkaloid............................................................................................ 8
2.4 Cara Identifikasi Alkaloid...................................................................................... 18
2.5 Simplisia Yang Mengandung Alkaloid................................................................... 19
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan............................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Senyawa kimia
terutama senyawa organik hasil metabolisme dapat dibagi dua yaitu yang pertama
senyawa hasil metabolisme primer, contohnya karbohidrat, protein, lemak, asam
nukleat, dan enzim. Senyawa kedua adalah senyawa hasil metabolisme sekunder,
contohnya terpenoid, steroid, alkaloid dan flavonoid.
Metabolisme sekunder juga disebut metabolisme
khusus adalah istilah untuk jalur dan molekul kecil produk dari metabolisme
yang tidak mutlak diperlukan untuk kelangsungan hidup organisme. Senyawa kimia
sebagai hasil metabolit sekunder telah banyak digunakan untuk zat warna, racun,
aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya. Serta banyak jenis tumbuhan yang
digunakan sebagai obat-obatan, dikenal sebagai obat tradisional sehingga perlu
dilakukan penelitian tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan berkhasiat dan
mengetahui senyawa kimia yang bermanfaat sebagai obat.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
terdahulu, senyawa yang berperanan sebagai obat dalam tumbuhan adalah senyawa
alkaloid. Dalam praktek medis kebanyakan alkaloid mempunyai nilai tersendiri,
disebabkan oleh sifat farmakologi dan kegiatan fisiologinya yang menonjol
sehingga dipergunakan luas dalam bidang pengobatan. Manfaat alkaloid dalam
bidang kesehatan antara lain adalah untuk memacu sistem saraf, menaikkan atau
menurunkan tekanan darah dan melawan infeksi mikrobia.
Sebagian besar
alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan
pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit.
Selanjutnya dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di dalam tumbuh- tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas. Alkaloida adalah senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik yang mengandung atom N didalam intinya dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam asam-asam serta membentuk garamnya, dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologis baik terhadap manusia ataupun hewan.
Selanjutnya dalam Meyer’s Conversation Lexicons tahun 1896 dinyatakan bahwa alkaloid terjadi secara karakteristik di dalam tumbuh- tumbuhan, dan sering dibedakan berdasarkan kereaktifan fisiologi yang khas. Alkaloida adalah senyawa yang mempunyai struktur heterosiklik yang mengandung atom N didalam intinya dan bersifat basa, karena itu dapat larut dalam asam-asam serta membentuk garamnya, dan umumnya mempunyai aktifitas fisiologis baik terhadap manusia ataupun hewan.
Senyawa ini
terdiri atas karbon, hidrogen, dan nitrogen, sebagian besar diantaranya
mengandung oksigen. Sesuai dengan namanya yang mirip dengan alkali (bersifat
basa) dikarenakan adanya sepasang elektron bebas yang dimiliki oleh nitrogen
sehingga dapat mendonorkan sepasang elektronnya. Kesulitan mendefinisikan
alkaloid sudah berjalan bertahun-tahun.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan alkaloid?
1.2.2 Apa saja klasifikasi alkaloid?
1.2.3 Bagaimana jalur sintesis alkaloid dalam
tumbuhan?
1.2.4 Bagaimana cara identifikasi alkalid dalam
suatu sampel?
1.2.5 Apa saja contoh simplisia yang mengandung
alkaloid?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengatahui pengertian dari senyawa alkaloid
beserta fungsinya.
1.3.2 Mengetahui klasifikasi alkaloid.
1.3.3 Mengetahui bagaimana proses sintesis
alkaloid pada tumbuhan.
1.3.4 Mengetahui cara identifikasi alkaloid dalam
suatu sampel tumbuhan.
1.3.5 Mengetahui tanaman-tanaman yang mengandung
senyawa alkaloid.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Alkaloid
Alkaloid merupakan suatu basa organik yang
mengandung unsur Nitrogen (N) pada umumnya berasal dari tanaman, yang mempunyai
efek fisiologis kuat terhadap manusia. Kegunaan senyawa alkaloid dalam bidang
farmakologi adalah untuk memacu sistem syaraf, menaikkan tekanan darah, dan
melawan infeksi mikrobial (Pasaribu, 2009).
2.2 Klasifikasi Alkaloid
Alkaloida
tidak mempunyai tatanam sistematik, oleh karena itu, suatu alkaloida dinyatakan
dengan nama trivial , misalnya kuinin, morfin dan stiknin. Hampir semua nama
trivial ini berakhiran in yang mencirikan alkaloida.
Klasifikasi
alkaloida dapat dilakukan berdasarkan beberapa cara yaitu :
1.
Berdasarkan jenis cincin heterosiklik nitrogen
yang merupakan bagian dari struktur molekul. Berdasarkan hal tersebut, maka
alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis seperti alkaloida pirolidin,
alkaloida piperidin, alkaloida isokuinolin, alkaloida kuinolin dan alkaloida
indol.
2.
Berdasarkan jenis tumbuhan darimana alkaloida
ditemukan. Cara ini digunakan untuk menyatakan jenis alkaloida yang
pertama-tama ditemukan pada suatu jenis tumbuhan. Berdasarkan cara ini,
alkaloida dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu alkaloida tembakau,
alkaloida amaryllidaceae, alkaloida erythrine dan sebagainya. Cara ini
mempunyai kelemahan yaitu : beberapa alkaloida yang berasal dari suatu tumbuhan
tertentu dapat mempunyai struktur yang berbeda-beda.
3.
Berdasarkan asal-usul biogenetik. Cara ini sangat berguna untuk menjelaskan
hubungan antara berbagai alkaloida yang diklasifikasikan berdasarkan berbegai
jenis cincin heterosiklik. Dari biosintesa alkaloida, menunjukkan bahwa
alkaloida berasal dari hanya beberapa asam amino tertentu saja. Berdasarkan hal
tersebut maka alkaloida dapat dibedakan atas tiga jenis utama yaitu :
a.
Alkaloida alisiklik yang berasal dari asam-asam
amino ornitin dan lisin
b.
Alkaloida
aromatik jenis fenilalanin yang berasal dari fenil alanin, tirosin dan
3,4-dihidrofenilalanin
c.
Alkaloida
aromatik jenis indol yang berasal dari triptopan.
Sebagian besar
alkaloida mempunyai kerangka dasar polisiklik termasuk cincin heterosiklik
nitrogen serta mengandung substituen yang tidak terlalu bervariasi. Atom
nitrogen alkaloida hampir selalu berada dalam bentuk gugus amin (-N) atau gugus
amida (-CO-NR2) dan tidak pernah dalam bentuk gugus nitro (NO2)
atau gugus diazo. Sedang substituen oksigen biasanya ditemukan sebagai gugus
fenol (-OH), metoksil (-OCH3) atau gugus metilendioksi (-O-CH2-O).
Substituen-substituen oksigen ini dan gugus N-metil merupakan ciri sebagian
besar alkaloida. Pada alkaloida aromatik terdapat suatu pola oksigenasi
tertentu. Pada senyawa-senyawa ini gugus fungsi oksigen ditemukan dalam posisi
para atau posisi para dan meta dari cincin aromatik.
Sistem
klasifikasi yang paling banyak diterima
adalah menurut Hegnauer, dimana alkaloida dikelompokkan atas :
1.
Alkaloida Sesungguhnya
Alkaloida
ini merupakan racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang
luas, hampir tanpa terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam
cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, biasanya terdapat dalam
tanaman sebagai garam asam organik. Beberapa pengecualian terhadap aturan
tersebut adalah kolkhisin dan asam aristolokhat yang bersifat bukan basa dan
tidak memiliki cincin heterosiklik dan alkaloida quarterner yang bersifat agak
asam daripada bersifat basa.
2.
Protoalkaloida
Protoalkaloida merupakan amin yang relatif
sederhana dimana nitrogen asam amino tidak terdapat dalam cincin heterosiklik.
Protoalkaloida diperoleh berdasarkan biosintesa dari asam amino yang bersifat
basa. Pengertian amin biologis sering digunakan untuk kelompok ini.
3.
Pseudoalkaloida
Pseudoalkaloida tidak diturunkan dari
prekursor asam amino. Senyawa ini biasanya bersifat basa. Ada dua seri
alkaloida yang penting dalam kelompok ini yaitu alkaloida steroidal dan purin.
(Achmad. S.A, 1986)
Metoda klasifikasi alkaloid yang paling banyak
digunakan adalah berdasarkan struktur nitrogen yang dikandungnya yaitu:
1.
Alkaloid
heterosiklis, merupakan alkaloid yang atom nitrogennya berada dalam cincin
heterosiklis. Alkaloid ini dibagi menjadi: alkaloid pirolidin, alkaloid indol,
alkaloid piperidin, alkaloid piridin, alkaloid tropan, alkaloid histamin,
imidazol dan guanidin, alkaloid isokuinolin, alkaloid kuinolin, alkaloid
akridin, alkaloid kuinazolin, alkaloid izidin.
2.
Alkaloid
dengan nitrogen eksosiklis dan amina alifatis, seperti efedrina.
3.
Alkaloid
putressin, spermin dan spermidin, misalnya pausina.
4.
Alkaloid
peptida merupakan alkaloid yang mengandung ikatan peptida.
5.
Alkaloid
terpena dan steroidal, contohnya funtumina.
(Widi et al,
2007)
2.3 Jalur
Sintesis Alkaloid Dalam Tumbuhan
A.
Skema Umum Jalur Biogenetik Pembentukan Alkaloid

Bagan Hubungan Biosintesis Metabolit Primer
Menjadi Metabolit Sekunder
(Robbers et
al, 1996)
B.
Prinsip Dasar Pembentukan Alkaloid
Asam amino merupakan senyawa organik yang sangat penting, senyawa ini terdiri
dari amino (NH2) dan karboksil (COOH). Ada 20 jenis asam amino esensial yang
merulakan standar atau yang dikenal sebagai alfa asam amino alanin, arginin,
asparagin, asam aspartat, sistein, asam glutamat , glutamin, glisin, histidine,
isoleusin, leusin, lysin, metionin, fenilalanine, prolin, serine, treonine, triptopan,
tirosine, dan valin (Hendrix et al, 2008).
Dari 20 jenis asam amino yang disebutkan diatas, selain tirosin yang juga
merupakan pencetus terbentuknya alkaloid adalah histidin, lisin dan triptopan. Berikut
adalah rumus struktur masing-masing asam amino yang dimaksud :


Tirosin Histidin


Lisin Triptopan
Pada reaksi selanjutnya ke empat
asam-asam amino di atas akan membentuk golongan alkaloid yang berbeda, akan
tetapi melalui prinsip dasar reaksi yang sama. Biosintesis alkaloid mula-mula
didasarkan pada hasil analisa terhadap ciri struktur tertentu yeng sama-sama
terdapat dalam berbagai molekul alkaloid. Alkaloid aromatik mempunyai satu unit
struktur yaitu ß-ariletilamina. Alkaloid-alkaloid tertentu dari jenis
1-benzilisokuinolin seperti laudonosin mengandung dua unit ß-ariletilamina yang
saling berkondensasi’ Kondensasi
antara dua unit
ß-ariletilamina tidak lain
adalah reaksi kondensasi Mannich.
Dengan reaksi sebagai berikut :
(CH3)2NH
+ HCHO + CH3COCH3
(CH3)2NCH2CH2COCH3 + H2O


Menurut reaksi ini, suatu aldehid berkondensasi dengan suatu amina menghasilkan
suatu ikatan karbon-nitrogen
dalam bentuk amina atau garam
amonium, diikuti oleh serangan suatu atom karbon
nukleofilik ini dapat berupa suatu enol atau fenol Dari percobaan menunjukkan bahwa ß-ariletilamina
berasal dari asam-asam amino fenil alanin dan tirosin yang dapat mengalami
dekarboksilasi menghasilkan amina. Asam-asam aminom ini, dapat menyingkirkan
gugus-gugus amin (deaminasi oksidatif) diikuti oleh dekarboksilasi menghasilkan
aldehid. Kedua hasil transformasi ini yaitu amina dan aldehid melakukan
kondensasi Mannich.
Disamping reaksi-reaksi dasar ini, biosintesa alkaloida melibatkan
reaksi-reaksi sekunder yang menyebabkab terbentuknya berbagai jenis struktur
alkaloida. Salah satu dari reaksi sekunder ini yang terpenting adalah reaksi
rangkap oksidatif fenol pada posisi orto atau para dari gugus fenol. Reaksi ini
berlangsung dengan mekanisme radikal bebas.
Reaksi-reaksi sekunder lain seperti metilasi dari atom oksigen menghasilkan
gugus metoksil dan metilasi nitrogen menghasilkan gugus N-metil ataupun
oksidasi dari gugus amina. Keragaman struktur alkaloid disebabkan oleh
keterlibatan fragmen-fragmen kecil yang berasal dari jalur mevalonat,
fenilpropanoid dan poliasetat.
Dalam biosintesa higrin, pertama terjadi oksidasi pada gugus amina yang
diikuti oleh reaksi Mannich yang menghasilkan tropinon, selanjutnya terjadi reaksi
reduksi dan esterifikasi menghasilkan hiosiamin.
(Sastrohamidjojo, 1996)
C.
Contoh Pembentukan Senyawa Alkaloid Oleh Tirosin
Tirosin merupakan produk awal dari sebagian besar golongan alkaloid. Produk
pertama yang penting adalah antara dopamin yang merupakan produk awal dari
pembentukan senyawa dari berberine, papaverine dan juga morfin.
1.
Sintesis
Benzylisoquinolin, Dimulai Dengan Dua Molekul Tirosin

2.
Cincin
Tirosin Mengalami Kondensasi dan Membentuk Struktur Dasar Dari Morfin

Codeinon
Codein Morfin
3.
Skema
Lebih Lanjut Pada Pembentukan Alkaloid Dengan Prekursor Tirosin

Skema 1
Ringkasan jalur biosintesis dari L-tirosin ke
morfin menununjukkan alkaloid isoquinolin, (S)-norlaudanosolin,
perubahan konfigurasi dari (S)- ke (R) reticulin dan terbagi atas
dua jalur dari tebain dan morfin.
(Boettcher.C. et al, 2005)


Skema 2
Penggabungan unit feniletil menjadi feniletilamina
menyebabkan terbentuknya kerangka benzilteterahidroisoquinolin dengan
modifikasi selanjutnya yang terjadi secara umum pada tanaman yang mengandung
alkaloid, beberapa diantara senyawa tersebut merupakan bahan baku obat.
Perubahan mendasar pada kerangka utama meningkatkan variasi jenis strukturnya,
sebagaimana yang ditunjukkan pada modifikasi benzilteterahidroisoquinolin. Pada
umumnya ada lima jenis marga tanaman (Papaveraceae, Fumariaceae, Ranunculaceae,
Berberidaceae, and Menispermaceae) lebih dari 2500 jenis alkaloid yang termasuk
golongan ini. Pada saat ini telah bayak data yang menunjukkan adanya hubungan
enzim dan kode genetik yang terakmulasi dalam alkaloid ini. Contoh yang paling
umum adalah alkaloid benzilteterahidroisoquinolin dan modifikasi struktur orto
dioksigenasi pada tiap cincin aromatik, pola ini merupakan hasil potensial dari
turunan dari dua molekul DOPA. Meskipun dua molekul tirosin digunakan dalam
jalur biosintesis, hanya fragmen feniletilamin dari sistem cincin
tetrahidroisoquinolin yang terbentuk dari DOPA, sisa aton karbon berasal dari
tirosin melalui 4-hidroksifenilasetaldehid.
(Dewick.P.M., 2009)

Skema 3
Reaksi subsequen yang melibatkan perubahan tebain
menjadi morfin melalui jalur codein, dimana proses ini melibatkan reaksi
osidasi pada cincin diene,lebih nyata terlihat lepasnya dua gugus O-metil, satu
dalam bentuk enol eter membentuk neopinon, yang mana juga terbentuk codeinon
dan codein melalui bantuan enzim keto-enol tautomerasi dan reduksi NADPH secara
berturut-turut.

Skema 4
Heroin; pada umumnya berupa diasetat morfin dan
merupakan analgesik dan hipnotik yang sangat bersifat adiktif. Peningkatan
sifat lipofilik dari heroin dibandingkan dengan morfin menyebabkan meningkatnya
kelarutan dan laju absorpsi. Komponen aktifnya berupa 6-asetat, 3-asetat yang
merupakan hasil hidrolisa oleh enzin esterase pada otak. Heroin disintesis pada
awalnya sebagai pereda batuk akan tetapi ditemukan adanya efek yang kurang baik
berupa sifat adiksinya, dengan pemakaian pada penyakit yang berhubungan dengan
masalah kejiwaan. Penggunaannya yang lain pada pengobatan pada kanker.
Penyalahgunaan heroin dalam bentuk injeksi sangat banyak digunakan dan telah menjadi
persoalan internasional.
D.
Beberapa
Senyawa Alkaloid Turunan Tirosin

Bebarapa total sintesis dari senyawa turunan
opioid dan morfin dapat dilihat pada gambar di atas. Pemindahan jembatan eter
dan gugus fungsi pada cicin sikloheksana dan pemanjangan pada levomethorphan
and dextromethorphan. Levomethorphan adalah analgesik dangan proses enatiomer
akan membentuk senyawa kodein yang memiliki aktifitas sebagai antitusif. Pada
kenyataannya isomer yang 'unnatural' ini dapat dijadikan sebagai bahan
obat yang bersifat tidak adiktif dan tidak memliki aktifitas analgesik.
Pentazocine adalah salah satu contoh senyawa yang memiliki struktur seperti
morfin dimana jembatan eternya juga telah dihilngkan dan cicin sikloheksan
diganti dengan gugus metil yang sederhana. Pentazocine memiliki dua fungsi
yaitu sebagai agonis dan antagonis dari morfin dan juga memiliki fungsi sebagai
analgeisik yang baik, senyawa ini dapat menginduksi gejala withdrtawal
syndrome. Kendatipun demikian hal yang paling drastis dapat dilihat dari
proses pembentukan petidin (meperidin) dimana struktur morfin berubah menjadi
lebih sederhana, petidin merupakan golongan opiat sinteti yang digunakan secara
luas. Hanya ada cincin arimatis dan piperidin yang menjadi kerangka utamanya.
Petidin memiliki potensi yang lebih rendah dari morfin akan tetapi masih
diisinkan untuk diproduksi, ia memiliki atifitas analgesik yang singkat dan
efek konstipasi yang rendah dibandingkan dengan morfin serta tetap memiliki
efek adiksi. Fentanil memiliki 4-anilin dan lebih baik dibandingkan dengan
struktur 4-fenil-piperidin dan 50-100 kali lebih aktif dari morfin, hal ini
disebabkan karena memilki lipopolisitas dan sifat trasport yang sangat baik hal
ini menyebabkan ia dapat diberikan melalui kulit dalam bentuk sediaan plester.
Alfentanil dan remifentanil adalah turunan
fentanil yang baru, ketiga obat ini memiliki aktifitas yang cepat dan digunakan
selama proses operasi. Sitem cincin piperidinnya mudah berubah dan menjadi
metadone, dimana turunan difenilpropifamin terlebih dahulu terbentuk dan dari
lagkah ini, selanjutnya akan terbentuk konformasi baru pada cicin piperidin.
Metadon sangat efektif digunakan secara oral dan memilik aktifitas seperti
morfin, gejala withdrawalnya lebih kecil dibandingkan dengan obat yang lain
termasuk heroin, sehingga metadon penggunaannya lebih luas untuk mengobati
pasien ketergantungan heroin. Bagaimanapun juga ia hanya menggantikan bahan
obat opiat yang lain, kendatipun memiliki efek yang kurang akan tetapi tetap
berbahaya. Beberapa varian metadon juga digunakan untuk mengurangi sakit dan
terkadang diberikan bersama dengan anti muntah. Difenoksilat digunakan sebagai
antidiare untuk meminimalkan penyalahgunaannya, ia dikombinasikan dengan
atropin sebagai antikolonergik atropin.
(Dewick.P.M., 2009)
2.4 Cara
Identifikasi Senyawa Alkaloid
Secara
umum senyawa alkaloid diekstrak dari tumbuhan menggunakan beberapa pelarut
untuk menghilangkan lemak yang tercampur, kemudian ekstraknya dibasakan dengan
larutan NH3 10% dan Al2O3. Campuran ini selanjutnya dipisahkan secara
kromatografi kolom dan diidentifikasi. Identifikasi senyawa alkaloid dapat
dilakukan dengan metoda fisika, dengan cara penyinaran kromatogram di bawah
sinar ultraviolet 254 nm dan 366 nm. Beberapa alkaloid memberikan warna
fluoresensi biru atau kuning di bawah sinar tersebut, serta metoda kimia dengan
menggunakan pereaksi tertentu, seperti pereaksi dragendorf membentuk endapan
jingga-merah).
R-N=R
+ K[BiI4] à R2N+K[BiI4]
(endapan jingga)
R3N+ +
K[BiI4] à K(R3N)[BiI4] (endapan jingga)
Identifikasi
selanjutnya adalah dengan spektroskopi ultraviolet dan sinar tampak yang
memberikan keterangan tentang tipe struktur molekulnya. Panjang gelombang
maksimum yang diberikan oleh suatu senyawa dapat digunakan sebagai perkiraan
awal terhadap jenis senyawa tersebut. Cara identifikasi lainnya adalah dengan
menggunakan spektroskopi inframerah yang memberikan informasi tentang
gugus-gugus fungsional dalam suatu senyawa. Pada umumnya senyawa alkaloid
memberikan serapan khas pada daerah frekuensi 3480-3205 cm-1(-N-H ), 2100-1980
cm-1 (=N+-H), 1660-1480 cm-1 (-C=N-), 1350-1000 cm-l (- C-N-) dan beberapa
serapan lainnya yang khas untuk masing-masing senyawa.
(Widi et al,
2007)
1.Berdasarkan sifat spesifik.
Alkaloid dalam larutan HCl dengan pereaksi
Mayer dan Bouchardhat membentuk endapan yang larut dalam alkohol
berlebih. Protein juga memberikan endapan, tetapi tidak larut dalam dalam
alkohol berlebih.
2.Berdasarkan bentuk basa dan garam-nya / Pengocokan
Alkaloid sebagai basanya tidak larut dalam air, sebagai garamnya larut baik
dalam air. Sebaiknya pelarut yang digunakan adalah pelarut organik : eter dan
kloroform. Pengocokan dilakukan pada pH : 2, 7, 10 dan 14. Sebelum
pengocokan, larutan harus dibasakan dulu, biasanya menggunakan natrium
hidroksida, amonia pekat, kadang-kadang digunakan natrium karbonat dan kalsium
hidroksida.
3.Reaksi Gugus Fungsionil
a.Gugus Amin Sekunder
Reaksi SIMON : larutan alkaloida
+ 1% asetaldehid + larutan na.
nitroprussida = biru-ungu.
Hasil cepat ditunjukkan oleh
Conilin, Pelletierin dan Cystisin.
Hasil lambat ditunjukkan oleh
Efedrin, Beta eucain, Emetin, Colchisin dan Physostigmin.
b.Gugus Metoksi
Larutan dalam Asam Sulfat +
Kalium Permanganat = terjadi
formaldehid, dinyatakan dengan
reaksi SCHIFF. Kelebihan
Kalium Permanganat dihilangkan
dengan Asam Oksalat.
Hasil positif untuk Brucin,
Narkotin, koden, Chiksin, Kotarnin,
Papaverin, Kinidin, Emetin,
Tebain, dan lain-lain.
c.Gugus Alkohol Sekunder
Reaksi SANCHES : Alkaloida +
Larutan 0,3% Vanilin dalam HCl
pekat, dipanaskan diatas tangas
air = merah-ungu.
Hasil positif untuk Morfin,
Heroin, Veratrin, Kodein, Pronin,
d.Gugus Formilen
Reaksi WEBER & TOLLENS :
Alkaloida + larutan Floroglusin
1% dalam Asam Sulfat (1:1),
panaskan = merah.
Reaksi LABAT :
Alkaloida + Asam Gallat + asam
Sulfat pekat, dipanaskan diatas
tangas air = hijau-biru.
Hasil positif untuk Berberin,
Hidrastin, Kotarnin, Narsein,
Hidrastinin, narkotin, dan
Piperin.
e.Gugus Benzoil
Reaksi bau : Esterifikasi dengan
alcohol + Asam Sulfat pekat = bau ester.
Hasil positif untuk Kokain,
Tropakain, Alipin, Stivakain, Beta eukain, dan lain-lain.
f.Reaksi GUERRT
Alkaloida didiazotasikan lalu +
Beta Naftol = merah-ungu.
Hasil positif untuk kokain,
Atropin, Alipin, Efedrin, tropakain, Stovakain, Beta eukain, dan lain-lain.
g.Reduksi Semu
Alkaloida klorida + kalomel +
sedikit air = hitam
Tereduksi menjadi logam raksa.
Raksa (II) klorida yang terbentuk
terikat dengan alkaloid sebagai kompleks.
Hasil positif untuk kokain,
Tropakain, Pilokarpin, Novokain, Pantokain, alipin, dan lain-lain.
h.Gugus Kromofor
Reaksi KING :
Alkaloida + 4 volume Diazo A + 1
volume Diazo B + natrium
Hidroksida = merah intensif.
Hasil positif untuk Morfin,
Kodein, Tebain dan lain-lain.
Reaksi SANCHEZ :
Alkaloida + p-nitrodiazobenzol
(p-nitroanilin + Natrium Nitrit + Natrium Hidrolsida) = ungu kemudian jingga.
Hasil positif untuk alkaloida
opium kecuali Tebain, Emetin, Kinin, kinidin setelah dimasak dengan Asam Sulfat
75%.
(Anonim,1982)
4.Pereaksi untuk analisa lainnya
a.Iodium-asam hidroklorida
Merupakan pereaksi untuk golongan
Xanthin. Digunakan untuk pereaksi penyemprot pada lempeng KLT (Kromatografi
Lapis Tipis) dimana akan memberikan hasil dengan noda ungu-biru sampai coklat
merah.
b.Iodoplatinat
Pereaksi untuk alkaloid, juga
sebagai pereaksi penyemprot pada lempeng KLT dimana hasilnya alkaloid akan
tampak sebagainoda ungu sampai biru-kelabu.
c.Pereaksi Meyer (Larutan kalium
Tetraiodomerkurat)
Merupakan pereaksi pengendap
untuk alkaloid.
(Egon Stahl, 1985)
2.5 Simplisia
Yang Mengandung Alkaloid
A.
Mahkota
Dewa
Mahkota dewa
merupakan tanaman asli Indonesia yang termasuk kedalam jenis tanaman perdu yang
dapat tumbuh subur di tanah yang gembur dan subur dengan ketinggian 10-1200
meter dpl. Mahkota dewa memiliki nama lain diantaranya Simalakama
(Melayu), makutadewa, makuto mewo, makuto ratu, makuto rojo (Jawa).
Batang dari
tanaman mahkota dewa berbentuk bulat. Permukaan batangnya kasar yang terdiri
dari batang dan kayu. Batang dan kayunya berwarna putih, sedangkan kulit
batangnya berwarna coklat kehijauan. Batang mahkota dewa biasanya memiliki
banyak cabang dan bergetah.
Buah mahkota
dewa berbentuk bulat, berwarna hijau ketika masih muda dan berwarna merah
mengkilat ketika masak. Buahnya terdiri dari 4 bagian, yaitu kulit, daging,
cangkang, dan biji. Biji mahkota dewa berbentuk bulat lonjong dengan diameter 1
cm, bagian dalamnya berwarna putih. Akar mahkota dewa termasuk jenis akar
tunggang. Pertumbuhan akarnya bisa mencapai panjang 100 cm yang menyebar ke
samping sesuai ukuran panjang sekeliling lingkaran tajuk daun. Daun mahkota
dewa berwarna hijau, permukaannya licin dan tidak berbulu. Daun yang sudah tua
berwarna lebih gelap dibandingkan daun yang masih muda. Helaian daunnya
berbentuk lanset atau lonjong. Ujung dan pangkal daun runcing dengan tepi rata.
Pertulangan daunnya menyirip. Daun tanaman mahkota dewa termasuk jenis daun
tunggal. Bunga mahkota dewa termasuk jenis bunga majemuk, berwarna putih dan
berbau harum.
Klasifikasi
dari mahkota dewa adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi :
Magnoliphyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili :
Thymelaeaceae
Genus :
Phaleria
Spesies : Phaleria
macrocarpa (Scheff) Boerl.
(Hutapea, 2000)
Kandungan
kimia : alkaloida, saponin, polifenol, tanin, flavonoida dan minyak atsiri.
Kegunaan :
kanker, kencing manis (diabetes mellitus), hepatitis, asam urat, radang kulit,
ekzema, dan lain-lain (Wijayakusuma, 2005).
B.
Jarong
Jarong atau
dikenal dengan nama latin Achyranthes aspera mempunyai beberapa nama diberbagai
daerah, diantaranya jarongan; pecut kuda; ngadi rengo; jarong lalaki; daun
Sangketan; nyarang (jawa).; Sui in sui, sangko hidung (Sulawesi), Rai rai,
dodinga (Maluku) dan Dao kou cao (China).
Jarong
merupakan tanaman semak, yang tegak, dengan tinggi 20-90 cm. Batang berkayu,
bulat, bercabang, warna hijau keputih-putihan. Daun tunggal, bulat telur, ujung
runcing, tepi beringgit, pangkal meruncing, panjang 4-9 cm, lebar 2,5-5 cm,
pertulangan menyirip, berbulu, warna hijau. Bunga majemuk bentuk bulir, tangkai
pendek, mahkota bentuk tabung, bagian dalam berambut putih, warna ungu. Buah
bentuk bulir, buah muda berwarna hijau setelah tua berwarna hitam. Jarong
tumbuh liar di ladang pada daerah yang teduh di dataran rendah sampai 900 m
dpl.
Klasifikasi
dari jarongan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Caryophyllales
Famili :
Amaranthaceae
Genus :
Achyranthes
Spesies : Achyranthes aspera
(Hutapea, 2000)
Kandungan
zat : Berdasarkan hasil penelitian yang sudah diketahui pada seluruh bagian
tanaman adalah reilosa, galaktosa, glukosa, akirantin, alkaloid. Biji
mengandung sapogenin, hentriakontan. Akar mengandung triterpenoid, saponin,
cedysterone.
Bagian yang
digunakan : seluruh bagian tanaman (akar, batang dan daun). Khasiat : Radang
sendi, radang amandel, sakit menstruasi, mempermudah persalinan, demam, panas,
malaria, batuk, gondok, infeksi ginjal, kencing batu, radang paru
(Soenanto, Hardi et al, 2009)
C.
Terong
Pipit
Terong pipit
adalah tumbuhan semak kecil, yang tingginya dapat mencapai 5 m. Namun biasanya,
kurang dari 2 m. Hampir semua bagian tumbuhan ini berduri, kecuali hanya buah
yang ditutupi rambut. Daunnya bulat telur dengan pangkal seperti jantung atau
membulat, dengan ujung yang tumpul.Panjang daun 7-20 cm dan lebarnya 4-18
cm.Tangkai perbungaannya pendek, sering bercabang-cabang dan banyak bunganya.
Bunganya berbentuk bintang berwarna putih, yang di tengahnya kuning. Buahnya
berjenis buah buni, kecil, dan banyak. Nama lain dari terong pipit ialah terung
pipit, terong tete (Kalimantan), cepokak (Madura),pokak (Jawa), takokak
(Sunda), dan rimbang (Sumatera).
Klasifikasi
dari terong pipit adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Famili :
Solanaceae
Genus :
Solanum
Spesies : Solanum
torvum Swartz.
(Utami, 2003)
Kandungan
zat : Buah mengandung alkaloid, glycoalkaloid (Chooi, 2008)
Kegunaan :
Membantu meningkatkan nafsu makan dan menurunkan tekanan darah tinggi (Zakaria,
2010)
D.
Pepaya
Klasifikasi
Kingdom :
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi :
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas :
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas :
Dilleniidae
Ordo :
Violales
Famili :
Caricaceae
Genus :
Carica
Spesies :
Carica papaya L.
Pepaya
banyak ditanam di kebun atau pekarangan di daerah yang berketinggian 700 m dpl.
Pepaya termasuk tanaman perdu dengan tinggi 10 m, batang tidak berkayu,
silindris, berongga dan bewarna putih kotor. Berdaun tunggal, bulat, ujung
runcing, pangkal bertoreh, tepi bergerigi, bewarna hijau, dan diameter 25-75
cm. Pertulangan daunmenjari dan panjang tangkai 25-100 cm (Raina, 2011).
Kandungan
zat : Daun, akar dan kulit batang mengandung alkaloida, saponin dan flavonoida,
disamping itu daun dan akar juga mengandung polifenol dan bijinya mengandung
polifenol.
Kegunaan :
Daun untuk obat malaria dan menambah nafsu makan. Akar dan biji untuk obat
cacing. Getah buah untuk obat memperbaiki pencernaan.
(Hutapea, 2000)
E.
Daun
Pandan Wangi
Klasifikasi
Kingdom:
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom:
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super
Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi:
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas:
Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas:
Arecidae
Ordo:
Pandanales
Famili:
Pandanaceae
Genus:
Pandanus
Spesies: Pandanus amaryllifolius Roxb.
Habitus :
perdu, tahunan, tinggi 3-7 m
Batang :
Bulat, bercabang, bekas duduk daun tampak jelas, sekitar pangkal batang dan
cabang tumbuh akar tunjang coklat.
Daun :
Tunggal, bentuk pita, ujung runcing, tepi rata, panjang + 2 m, lebar + 10 cm,
berduri tempel pada ibu tulang permukaan bawah, licin, hijau.
Bunga :
Majemuk, bentuk bongkol, berumah dua, bunga betina berdiri sendiri, bakal buah
lima sampai delapan belas, benang sari empat, putik panjang 5-18 cm, putih.
Buah : Batu,
menggantung, bentuk bola, diameter 4-7 ½ cm, dinding buah berambut, jingga.
Akar :
Tunggang, putih, kekuningan
Kandungan
zat : alkaloida, saponin, flavonoida, tanin dan polifenol.
Kegunaan :
obat lemah syaraf, penambah nafsu makan dan bahan baku kosmetika.
F.
Kumis
Kucing
Kumis kucing
memiliki nama diberbagai daerah seperti remujung (Jawa), Java tea (Inggris),
giri-giri marah (Sumatera), se-salasean (Madura). Kumis kucing berupa terna, tumbuh tegak, pada
bagian bawah berakar di bagian buku-bukunya, tinggi 1-2 m, batang segi empat
agak beralur, berbulu pendek atau gundul. Daun tunggal, bundar telur lonjong,
lanset atau belah ketupat, berbulu halus, pinggir bergerigi kasar tak teratur,
kedua permukaan berbintik-bintik karena ada kelenjar minyak atsiri. Bunga
berupa tandan yang keluar di ujung cabang, wama ungu pucat atau putih (ada yang
warna biru dan putih), benang sari lebih panjang dari tabung bunga. Buah geluk
wama coklat gelap.
Klasifikasi
dari kumis kucing adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi :
Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Lamiales
Famili :
Lamiaceae
Genus :
Orthosiphon
Spesies : Orthosiphon aristatus
(Utami, 2003)
Kandungan zat : Daun mengandung
alkaloida, saponin, flavonoida dan polifenol
Khasiat : Daun untuk peluruh air seni,
obat batu ginjal, obat kencing manis, obat tekanan darah tinggi dan obat encok.
(Hutapea, 2000)
G.
Ciplukan
Kingdom :
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi :
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas :
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas :
Asteridae
Ordo :
Solanales
Famili :
Solanaceae (suku terung-terungan)
Genus :
Physalis
Spesies :
Physalis peruviana L.
Tumbuhan ciplukan merupakan tumbuhan
liar, berupa semak/perdu yang rendah (biasanya sampai 1 meter) dan mempunyai
umur kurang lebih 1 tahun. Tumbuhan ini tumbuh subur di dataran rendah sampai
ketinggian 1.550 meter di atas permukaan laut, tersebar di tanah tegalan,
sawah-sawah kering, serta dapat ditemukan dihutan-hutan jati. Bunganya bewarna
kuning, buahnya berbentuk bulat dan bewarna hijau kekuningan bila masih muda,
tetapi bila sudah tua bewarna cokelat dengan rasa asam-asam manis. Buah
ciplukan yang muda dilindungi cangkap (kerudung penutup buah).
Kandungan zat : Buah cipluksn
mengandung asam sitrun, fisalin, asam malat, alkaloid, tanin, kriptoxantin,
vitamin C dan gula.
Khasiat : Diabetes melitus, sakit
paru-paru, ayan, borok.
(Raina, 2011)
H.
Leunca
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta
(Tumbuhan berpembuluh)
Super Division : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Division : Magnoliophyta
(Tumbuhan berbunga)
Class : Magnoliopsida
(berkeping dua/dikotil)
Sub Class : Asteridae
Order : Solanales (suku
terung-terungan)
Family : Solanaceae
Genus : Solanum
Species
: Solanum nigrum L.
Kandungan zat : Gliko-alkaloid yaitu
solanine, solasonine, solamargine, solasodine, diosgenin, tigogenin, atropine,
saponin, zat samak, minyak lemak, kalsium, fosfor, besi serta vitamin A dan C
Khasiat : mengatasi kanker hati,
paru-paru, payudara, leher rahim (cervix), lambung esofagus, hamil “anggur”
(malignant hydatidiform mole) kista, kariokarsinoma, karioadenoma, chorionic
apithelima, leukimia, radang payudara, keputihan, bronkhitis kronis, infeksi
saluran kemih dan demam.
(Wijayakusuma, 2005)
I.
Mengkudu
Kingdom :
Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom :
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi :
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi :
Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas :
Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas :
Asteridae
Ordo :
Rubiales
Famili :
Rubiaceae (suku kopi-kopian)
Genus :
Morinda
Spesies :
Morinda citrifolia L.
Kandungan zat : Buah mengandung
alkaloid (triterpenoid, proxeronine), polysaccaride (damnacanthal), sterol,
coumarin, scopoletin, ursolic acid, linoleic acid, caproic acid, caprylic acid,
alizarin, acubin, iridoid glycoside, L-asperuloside, vitamin (C, A, karoten).
Khasiat : buah bersifat astringen.
Menghilangkan lembab, meningkatkan kekuatan tulang, peluruh kencing (diuretik),
peluruh haid (emenagog), pembersih darah, meningkatkan daya tahan tubuh (immunostimulator),
antikanker, pembasmi cacing (antelmintik), pereda batuk (antitusif), pereda
demam (antipiretik), antiradang, antibakteri, pencahar, antiseptik, dan
pelembut kulit.
(Setiawan, 2000)
J.
Benalu
Teh
Klasifikasi
Kerajaan :
Plantae
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Ordo :
Santalales
Famili :
Loranthaceae
Genus :
Loranthus
Spesies :
Loranthus parasiticus [L.] Merr.
Kandungan zat : alkaloid, glukosida,
flavonoid, saponin, quercetin, b-amyrin, asam oleanolat, lupeol, avicularin.
Khasiat : kista, kanker ovarium, kanker
rektum, kanker nasofaring, amandel, meningkatkan stamina dan daya tahan tubuh.
(Wijayakusuma, 2005)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Alkaloid merupakan suatu basa organik yang mengandung unsur Nitrogen (N)
pada umumnya berasal dari tanaman, yang mempunyai efek fisiologis kuat terhadap
manusia. Kegunaan senyawa alkaloid dalam bidang farmakologi adalah untuk memacu
sistem syaraf, menaikkan tekanan darah, dan melawan infeksi mikrobial.
Klasifikasi alkaloida dapat dilakukan
berdasarkan beberapa cara yaitu jenis cincin heterosiklik nitrogen, jenis tumbuhan darimana alkaloida
ditemukan dan asal-usul
biogenetik.
Jalur sintesis alkaloid menggunakan tirosin, lisin, triptopan
dan histidin yang mana asam-asam amino tersebut akan membentuk golongan
alkaloid yang berbeda, akan tetapi melalui prinsip dasar reaksi yang sama.
Biosintesis alkaloid mula-mula didasarkan pada hasil analisa terhadap ciri
struktur tertentu yeng sama-sama terdapat dalam berbagai molekul alkaloid.
Cara identifikasi alkaloid Identifikasi
senyawa alkaloid dapat dilakukan dengan metoda fisika, dengan cara penyinaran
kromatogram di bawah sinar ultraviolet 254 nm dan 366 nm. Beberapa alkaloid
memberikan warna fluoresensi biru atau kuning di bawah sinar tersebut, serta
metoda kimia dengan menggunakan pereaksi tertentu, seperti pereaksi dragendorf
membentuk endapan jingga-merah.
Simplisia yang mengandung alkaloid
yaitu mahkota dewa, jarong, terong pipit, pepaya, daun pandan wangi, kumis
kucing, ciplukan, leunca, mengkudu dan benalu teh.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad.
S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam.
Universitas Terbuka : Jakarta
Anonim.
1982. Card System dan Reaksi Warna.
ARS-PRAEPARANDI Institut Teknologi Bandung : Bandung.
Anonim.
1982. Card System dan Reaksi Warna.
ARS-PRAEPARANDI Institut Teknologi
Bandung : Bandung.
Boettcher.C.
et all. 2005. How human neuroblastoma
cells make morphine. PNAS : New York
Dewick.P.M. 2009. Medicinal Natural Products : A Biosynthetic Approach 3rd ed. John
Wiley & Sons Ltd. : United Kingdom.
Egon Stahl. 1985. Analisis obat Secara Kromatografi dan
Mikroskopi. Penerbit ITB :
Bandung.
Hendrix, et al. 2008. Amino Acids. Redmond, WA: New York
Hutapea,
Johny Ria. 2000. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia Jilid 1. Badan Penelitian dan Pengembangann Kesehatan. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.
Raina MH.
2011. Ensiklopedia Tanaman Obat Untuk
Kesehatan. Absolut : Yogyakarta
Robbers.J.E.,
et al. 1996. Pharmacognosy and Pharmaco-biotechnology. PNAS : New York
Sastrohamidjojo. H. 1996. Sintesis Bahan Alam. Gajahmada University Press : Jogjakarta.
Utami,
Prapti. 2003. Tanaman Obat Untuk
Mengatasi Diabetes Mellitus. Agromedia: Jakarta.
Widi,
Restu Kartiko et al. , 2007. Penjaringan
dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dalam Batang Kayu Kuning (Arcangelisia Flava
Merr). Jurnal ILMU DASAR, Vol. 8 No. 1
Komentar
Posting Komentar