MAKALAH MASALAH KALA II, III, IV PERSALINAN
MAKALAH
MASALAH
KALA II, III, IV PERSALINAN

Oleh
:
1.
ARIYANTI
DESKA SAPUTRI
2.
MEI
SAROH
3.
MELASARI
FOURIES
4.
NI
KOMANG HINDY TRIANA
5.
NOVI
JAYANTI
6.
SELVIA
ARZIA MAHARANI
7.
SELVIANI
SOBRI
POLITEKNIK
KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN
DIV KEBIDANAN
TAHUN
2015
![]() |
KATA PENGANTAR
Puji Syukur
kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan
rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul “Masalah
Kala II, III, IV Persalinan ”.
Adapun maksud dari penyusunan tugas
makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Asuhan Persalinan.
Tidak ada
manusia yang sempurna, dalam makalah ini masih banyak kekurangan yang perlu
diperbaiki sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima.
Akhir kata
kami berharap semoga makalah ini dapat menambah khasanah keilmuan dalam bidang
pendidikan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang
serupa khususnya dalam kebidanan.
Bandar Lampung, November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................ ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.............................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Pengertian fetal distress............................................................... 3
2.3 Retensio
plasenta ....................................................................... 27
2.4 Persalinan dengan atonia uteri ................................................... 33
BAB IV PENUTUP
3.1 Simpulan.................................................................................... 35
3.2 Saran.......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada kehamilan
postterm telah terjadi perubahan produk kehamilan. Terkadang hal tersebut
kurang disadari sehingga menghasilkan keluaran janin dengan resiko mortalitas
dan morbiditas tinggi.
Pada kehamilan
postterm terjadi perubahan plasenta, cairan amnion dan janin. Hal ini
meningkatkan resiko terjadi oligrohidramnion, aspirasi mekonium, asfiksia janin
dan distosia bahu. Induksi persalinan dilakukan bila tidak ditemukan adanya
kontra indikasi. Selama persalinan pola denyut jantung janin di monitor untuk
mendeteksi terjadinya fetal distress. Pengelolaan yang tepat selama kehamilan
dan persalinan dapat menurunkan resiko mortalitas dan morbiditas janin.
Kehamilan postterm menurut American College of Obstetrian dan Gynaecologyst
adalah usia kehamilan genap atau lebih dari 42 minggu ( 294 hari ) dari hari
pertama menstruasi terakhir. Istilah lain yang sering digunakan selain postterm
adalah postdates.
Angka kejadian
postterm sekitar 8% dari 4 juta kelahiran di United States selama 1977. Analisa
dari 27.677 kelahiran wanita Norwegia terjadi peningkatan dari 10% ke 27%. Jika
kelahiran pertama postterm dan menjadi 39% jika dua kali kelahiran postterm 1.
Pada kehamilan
postterm terjadi perubahan keadaan plasenta, cairan amnion dan janin. Perubahan
tersebut meningkatkan resiko luaran perinatal yang buruk. Beberapa keadaan yang
penting untuk di waspadai adalah oligohidramnion aspirasi mekonium, asfiksia
janin dan distoksia bahu 1-3. Untuk mengantisipasi keadaan tersebut, maka perlu
memahami faktor resiko dan mempersiapkan secara seksama pengelolaan sebelum dan
selama persalinan.
1.2 Tujuan
1.
Tujuan Instuksional Umum
Mahasiswa
mampu memahami asuhan keperawatan saat kehamilan terutama saat terjadi Fetal
Distress.
2.
Tujuan Instuksional Khusus
1. Mengetahui
gawat janin dalam persalinan
2. Mengetahui
perubahan pada kehamilan postterm
3. Mengetahui etiologi dan
patofisiologi dalam persalinan
4.
Mengetahui faktor risiko terjadi fetal disstres pada persalinan postterm
5. Mengetahui
pengelolaan antepartum
dan intrapartum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian
A.
Pengertian Fetal Distress
Fetal Distress (Gawat janin) adalah
gangguan pada janin dapat terjadi pada masa antepartum atau intrapartum.
Kegawatan janin antepartum menjadi nyata dalam bentuk etardasi pertumbuhan
intrauterin. Hipoksia janin peningkatan tahanan vaskular pada pembuluh darah janin.
(Nelson, Ilmu Kesehatan Anak)
Fetal Distress (Gawat janin) terjadi bila janin tidak
menerima Oksigen cukup, sehingga mengalami hipoksia. (Abdul Bari Saifuddin
dkk.2002 )
Fetal Distress
(gawat janin) adalah kondisi hipoksia yang bila tidak di lakukan penyelamatan akan berakibat buruk. Hipoksia ialah keadaan jaringan yang kurang
oksigen, sedangkan hipoksemia ialah kadar oksigen darah yang kurang. Asidemia
adalah keadaan lanjut dari hipoksemia yang dapat disebabkan menurunnya fungsi
respirasi atau akumulasi asam.
Asfiksia atau
hipoksia dapat di tentukan dengan beberapa indikator yaitu :
a. PH darah tali pusat <7,14 intra partum <7,20 dalam kehamilan
b. BD = 12 mmol
c. Scor APGAR < 3
d. Kegagalan multi organ
Keasaman darah ditentukan oleh keseimbangan kadar hidrogen
dan bikarbonat. Score apgar memang agak sukar dikaitkan dengan hipoksia karena yang
tumpang tindih dan telah dibuktikan tidak berhubungan dengan kelangsungan hidup
perinatal oleh karena itu pada setiap diagnosa gawat janin atau asfiksia,
sebaiknya di buktikan kelumpuhan otak ( cerebral palsy ) berkaitan dengan
kejadian akut intrapartum, harus memenuhi kriteria :
a. asidosis
metabolik-PH arteri umbilikal < 7.0 defisit asam = 12 mmol-L
b. ensefalopati
sedang/berat, pada bayi usia > 34 minggu
c. kelumpuhan otak
jenis qaudriplegik spastik
d. tidak ditemukan
penyebab: trauma,kelainan pembekuan darah, infeksi, genetik.
Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia
(kurang oksigen) pada janin. Tanpa oksigen yang adekuat, denyut jantung janin
kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi (perlambatan)
lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis (pemecahan
glukosa) anaerob menghasilkan asam laktat dengan pH janin yang menurun. ( Dr.
Sutrisno dan Dr. I. Edward Kurnia S.L )
Fetal Distress adalah
bradikardia janin persisten yang bila tidak diperbaiki akan menimbulkan
dekompresi respon fisiologis dan menyebabkan kerusakan permanen SSP dan organ
lain serta kematian.
Fetal
distress
merupakan asfiksia janin yang progresif yang dapat menimbulkan berbagai dampak
seperti dekompresi dan gangguan sistem saraf pusat serta kematian.
B.
ETIOLOGI
1. Etiologi fetal distress- Ibu :
a) Penurunan kemampuan membawa oksigen
ibu
b) Anemia yang signifikan
c) Penurunan aliran darah uterin
d) Posisi supine atau hipotensi lain,
preeklampsia
e) Kondisi ibu yang kronis
f) Hipertensi
2. Etiologi – Faktor
Uteroplasental :
a) Kontraksi uterus seperti
hiperstimulas dan solusio plasenta
b) Disfungsi uteroplasental
·
Infark
plasental
·
Korioamnionitis
·
Disfungsi
plasental ditandai oleh IUGR, oligohidramnion
3. Etiologi – Faktor Janin :
a)
Kompresi
tali pusat
· Oligohidramnion
· Prolaps tali pusat
· Puntiran tali pusat
b)
Penurunan
kemampuan janin membawa oksigen
·
anemia
berat, misal : isoimunisasi, perdarahan feto-maternal
4. Kesejahteraan Janin dalam Persalinan
:
Asfiksia intrapartum dan komplikasi :
·
Skor
apgar 0-3 selama >/= 5 menit
·
Sekuele
neurologis neonatal
·
Disfungsi
multiorgan neonatal
·
Ph
arteri tali pusat 7,0
·
Defisit
basa arteri tali pusat >/= 16 mmol/L
C.
PATOFISIOLOGI
Ada beberapa proses atau tahapan terjadinya peristiwa Fetal
Distress, antara lain :
1.
Perubahan pada kehamilan Postterm
Terjadi beberapa perubahan cairan amnion, plasenta dan janin
pada kehamilan postterm. Dengan mengetahui perubahan tersebut sebagai dasar
untuk mengelola persalinan postterm.
2.
Perubahan cairan amnion
Terjadi
perubahan kualitas dan kuantitas cairan amnion. Jumlah cairan amnion mencapai
puncak pada usia kehamilan 38 minggu sekitar 1000 ml dan menurun sekitar 800 ml
pada 40 minggu. Penurunan jumlah cairan amnion berlangsung terus menjadi
sekitar 480 ml , 250 ml, 160 ml pada usia kehamilan 42 dan 43 minggu.
Penurunan
tersebut berhubungan dengan produksi urin janin yang berkurang. Dilaporkan
bahwa aliran darah janin menurun pada kehamilan postterm dan menyebabkan
oligohidramnion.
Selain
perubahan volume terjadi pula perubahan komposisi cairan amnion menjadi kental
dan keruh. Hal ini terjadi karena lepasnya vernik kaseosa dan komposisi
phosphilipid. Dengan lepasnya sejumlah lamellar bodies dari paru-paru janin dan
perbandingan Lechitin terhadap Spingomielin menjadi 4 : 1 atau lebih besar.
Dengan adanya pengeluaran mekonium maka cairan amnion menjadi hijau atau
kuning.
Evaluasi
volume cairan amnion sangat penting. Dilaporkan kematian perinatal meningkat
dengan adanya oligohidramnion yang menyebabkan kompresi tali pusat. Keadaan ini
menyebabkan fetal distress intra partum pada persalinan postterm.
Untuk
memperkirakan jumlah cairan amnion dapat di ukur dengan pemeriksaan
ultrasonografi. Metode empat kuadran sangat popular. Dengan mengukur diameter
vertikal dari kantung paling besar pada setiap kuadran. Hasil penjumlahan 4
kuadran disebut Amniotic Fluid Index ( AFI ). Bila AFI kurang dari 5 cm
indikasi oligrohidramnion. AFI 5 – 10 cm indikasi penurunan volume cairan
amnion. AFI 10 – 15 cm adalah normal. AFI 15 – 20 cm terjadi peningkatan volume
cairan amnion. AFI lebih dari 25 cm indikasi polihidramnion.
3.
Perubahan pada plasenta
Plasenta sebagai perantara untuk
suplai makanan dan tempat pertukaran gas antara maternal dan fetal. Dengan
bertambahnya umur kehamilan, maka terjadi pula perubahan struktur plasenta.
Plasenta pada kehamilan postterm
memperlihatkan pengurangan diameter dan panjang villi chorialis. Perubahan ini
secara bersamaan atau di dahului dengan titik-titik penumpukan kalsium dan
membentuk infark putih. Pada kehamilan atterm terjadi infark 10 % - 25 %
sedangkan pada postterm terjadi 60% - 80 %. Timbunan kalsium pada kehamilan postterm meningkat sampai 10
g / 100 g jaringan plasenta kering, sedangkan kehamilan atterm hanya 2 – 3 g /
100 g jaringan plasenta kering.
Secara histology plasenta pada kehamilan
postterm meningkatkan infark plasenta, kalsifikasi, thrombosis intervilosus,
deposit fibrin perivillosus, thrombosis arterial dan endarteritis arterial.
Keadaan ini menurunkan fungsi plasenta sebagai suplai makanan dan pertukaran
gas. Hal ini menyebabkan malnutrisi dan asfiksia.
Dengan pemeriksaan ultrasonografi
dapat diketahui tingkat kematangan plasenta. Pada kehamilan postterm terjadi
perubahan sebagai berikut :
1.
Piring
korion : lekukan garis batas piring korion mencapai daerah basal.
2.
Jaringan
plasenta : berbentuk sirkuler, bebas gema di tengah, berasal dari satu
kotiledon ( ada darah dengan densitas gema tinggi dari proses kalsifikasi,
mungkin memberikan bayangan akustik ) .
3.
Lapisan
basal : daerah basal dengan gema kuat dan memberikan gambaran bayangan akustik.
Keadaan plasenta ini di kategorikan tingkat 3.
4.
Perubahan pada janin
Sekitar 45 % janin yang tidak di
lahirkan setelah hari perkiraan lahir, terus berlanjut tumbuh dalam uterus. Ini
terjadi bila plasenta belum mengalami insufisiensi. Dengan penambahan berat
badan setiap minggu dapat terjadi berat lebih dari 4000 g. keadaan ini sering
disebut janin besar. Pada umur kehamilan 38 – 40 minggu insiden janin besar
sekitar 10 % dan 43 minggu sekitar 43 %. Dengan keadaan janin tersebut
meningkatkan resiko persalinan traumatik.
Janin
postmatur mengalami penurunan jumlah lemak subkutaneus, kulit menjadi keriput
dan vernik kaseosa hilang. Hal ini menyebabkan kulit janin berhubungan langsung
dengan cairan amnion. Perubahan lain yaitu : rambut panjang, kuku panjang,
warna kulit kehijauan atau kekuningan karena terpapar mekonium.
D. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul jika janin
mengalami gawat janin yaitu :
1.
Asfiksia
2.
Menyebabkan kematian janin jika tidak
segera ditangani dengan baik.
E. Penatalaksanaan
Prinsip Umum :
a. Bebaskan setiap
kompresi tali pusat
b. Perbaiki aliran
darah uteroplasenter
c. Menilai apakah
persalinan dapat berlangsung normal atau kelahiran segera merupakan indikasi.
Rencana kelahiran (pervaginam atau perabdominam) didasarkan pada faktor-faktor
etiologi, kondisi janin, riwayat obstetric pasien dan jalannya persalinan.
Penatalaksanaan Khusus:
a.
Posisikan ibu dalam keadaan miring
sebagai usaha untuk membebaskan kompresi aortokaval dan memperbaiki aliran
darah balik, curah jantung dan aliran darah uteroplasenter. Perubahan dalam
posisi juga dapat membebaskan kompresi tali pusat.
b. Oksigen
diberikan melalui masker muka 6 liter permenit sebagai usaha untuk meningkatkan
pergantian oksigen fetomaternal.
c.
Oksigen dihentikan, karena kontraksi
uterus akan mengganggu curahan darah ke ruang intervilli.
d. Hipotensi
dikoreksi dengan infus intravena dekstrose 5 % dalam larutan laktat. Transfusi
darah dapat di indikasikan pada syok hemoragik.
e.
Pemeriksaan pervaginam menyingkirkan
prolaps tali pusat dan menentukan perjalanan persalinan.
f.
Pengisapan mekonium dari jalan napas
bayi baru lahir mengurangi risiko aspirasi mekoneum. Segera setelah kepala bayi
lahir, hidung dan mulut dibersihkan dari mekoneum dengan kateter pengisap.
Segera setelah kelahiran, pita suara harus dilihat dengan laringoskopi langsung
sebagai usaha untuk menyingkirkan mekoneum dengan pipa endotrakeal.
(Abdul Bari
Saifuddin dkk.2002 )
F.
Pengelolaan
Antepartum
Dalam pengelolan antepartum
diperhatikan tentang umur kehamilan. Menentukan umur kehamilan dapat dengan
menghitung dari tanggal menstruasi terakhir, atau dari hasil pemeriksaan
ultrasonografi pada kehamilan 12-20 minggu. Pemeriksaan ultrasonografi pada
kehamilan postterm tidak akurat untuk menentukan umur kehamilan. Tetapi untuk
menentukan volume cairan amnion (AFI), ukuran janin, malformasi janin dan
tingkat kematangan plasenta.
Untuk menilai kesejahteraan janin dimulai dari umur
kehamilan 40 minggu dengan pemeriksaan Non Stess Test (NST). Pemeriksaan ini
untuk menditeksi terjadinya insufisiensi plasenta tetapi tidak adekuat untuk
mendiagnosis oligohidramnion, atau memprediksi trauma janin.
Secara teori pemeriksaan profil
biofisik janin lebih baik. Selain NST juga menilai volume cairan amnion, gerakan
nafas janin, tonus janin dan gerakan janin. Pemeriksaan lain yaituOxytocin
Challenge Test (OCT) menilai kesejahteraan janin dengan serangkaian kejadian
asidosis, hipoksia janin dan deselerasi lambat. Penilaian ini
Dikerjakan pada umur kehamilan 40
dan 41 minggu. Setelah umur kehamilan 41 minggu pemeriksaan dikerjakan 2 kali
seminggu. Pemeriksaan tersebut juga untuk menentukan
Penulis lain melaporkan bahwa
kematian janin secara bermakna meningkat mulai umur kehamilan 41 minggu. Oleh
karena itu pemeriksaan kesejahteraan janin dimulai dari umur kehamilan 41
minggu.
TABEL-2: Skoring biofisik menurut
Manning
Dikutip dari: Hidayat W, Pemantauan
biofisik Janin, jilid 1, Unpad, Bandung, 1997
Variabel biofisik
Nilai 2
Nilai 0
Gerak nafas
Dalam 30 menit ada gerak nafas
minimal selama 30 detik
Tidak ada gerak nafas lebih
dari 30 detik
Gerak janin
Dalam 30 menit minimal ada 3
gerak janin yang terpisah
Gerak kurang dari 3 kali
Tonus
Ada gerak ekstensi dan fleksi
sempurna, atau gerak membuka
dan menutup tangan
Tidak ada gerak/ekstensi
lambat disusul fleksi parsial
NST reaktif
Dalam 30 menit minimal 2
akselerasi selama 15 detik dengan
amplitudo 15 kali/menit
Kurang dari 2 akselerasi,
kurang dari 15 kali/menit
Cairan amnion
Minimal ada satu kantung amnion
dengan ukuran vertikal >1 cm
Kantung amnion < >
Penatalaksanaan:
Nilai
10 : janin normal, dengan risiko rendah terjadi asfiksia kronik. Pada postterm
pemeriksaan diulang 2 kali seminggu
Nilai
8 : Janin normal, dengan risiko
rendah terjadi asfiksia kronik. Bila ada
ologohidramnion dilakukan terminasi kehamilan.
Nilai < >
Pemeriksaan amniosintesis dapat
dikerjakan untuk menentukan adanya mekonium di dalam cairan amnion. Bila kental
maka indikasi janin segera dilahirkan dan memerlukan amnioinfusion untuk
mengencerkan mekonium.
Dilaporkan 92% wanita hamil 42
minggu mempunyai serviks tidak matang dengan Bishop score kurang dari 7.
Ditemukan 40% dari 3047 wanita dengan kehamilan 41 minggu mempunyai serviks
tidak dilatasi. Sebanyak 800 wanita hamil postterm diinduksi dan dievaluasi di
Rumah Sakit Parkland. Pada wanita dengan serviks tidak dilatasi, dua kali
meningkatkan seksio cesarea karena distosia.
G.
Pengelolaan
Intrapartum
Persalinan pada kehamilan postterm
mempunyai risiko terjadi bahaya pada janin. Sebelum menentukan jenis
pengelolaan harus dipastikan adakah disporposi kepala panggul, profil biofisik
janin baik. Induksi kehamilan 42 minggu menjadi satu putusan bila serviks belum
matang denganmonitoring janin secara serial. Pilihan persalinan tergantung dari
tanda adanya fetal compromise. Bila tidak ada kelainan kehamilan 41 minggu atau
lebih dilakukan dua pengelolaan. Pengelolaan tersebut adalah induksi persalinan
dan monitoring janin. Dilakukan pemeriksaan pola denyut jantung janin.
Selama persalinan dapat terjadi fetal
distress yang disebabkan kompresi tali pusat oleh karena oligohidramnion. Fetal
distress dimonitor dengan memeriksa pola denyut jantung janin. Bila ditemukan
variabel deselerasi, satu atau lebih deselerasi yang panjang maka seksio
cesarea segera dilakukan karena janin dalam bahaya.
Bila cairan amnion kental dan
terdapat mekonium maka kemungkinan terjadi aspirasi sangat besar. Aspirasi
mekonium dapat menyebabkan disfungsi paru berat dan kematian janin. Keadaan ini
dapat dikurangi tetapi tidak dapat menghilangkan dengan penghisapan yang
efektif pada faring setelah kepala lahir dan sebelum dada lahir. Jika
didapatkan mekonium, trakea harus diaspirasi segera mungkin setelah lahir.
Selanjutnya janin memerlukan ventilasi.
The American College of
Obstetricians and Gynecologist
mempertimbangkan bahwa kehamilan
postterm (42 minggu) adalah indikasi induksi persalinan. Penelitian menyarankan
induksi persalinan antara umur kehamilan 41-42 minggu menurunkan angka kematian
janin dan biaya monitoring janin lebih rendah.
Ringkasan :
Pada kehamilan postterm terjadi
perubahan plasenta, cairan amnion dan janin. Keadaan tersebut meningkatkan
risiko terjadi luaran janin yang buruk. Untuk menurunkan risiko tersebut perlu
pemeriksaan dan monitoring janin yang tepat selama kehamilan dan persalinan.
Putusan pengelolaan persalinan
pervaginam atau perabdominal berdasarkan pemeriksaan pematangan serviks dan
memprediksi kesulitan persalinan dan menilai risiko bahaya janin. Selama
persalinan dilakukan pengawasan ketat terhadap pola denyut jantung janin dan
keadaan ibu.
1. Data Subyektif
a.
Identitas
pasien
Teori menurut Varney(1997)
pekerjaan yang berat menyebabkan uterus berkontraksi , karena dengan kontraksi
menimbulkan hipermortilitas rahim. Dalam kasus Ny. K pekerjaan ibu tergolong
ringan karena pekerjaan ibusebagai ibu rumah tangga . Sehingga pada kasus ini
terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus, karena pada
kasus Ny. K terjadinya KPD mungkin disebabkan karena factor lain diantaranya
yaitu riwayat intercourse.
b.
Keluhan
Utama
Teori menurut Mochtar (1998) keluhan
utama pada ibu bersalin dengan KPD adalah adanya pengeluaraan cairan pervaginam
berisi mukonium, vernik kaseosa, rambut lanugo, atau bila terinfeksi berbau. Dalam kasus Ny.
K ibu mengeluh mengeluarkan cairan dari alat kelamin, sehingga pada kasus inoi
terdapat kesamaan antara teori dan tinjauan kasus.
c.
Riwayat
Kesehatan
Teori menurut Varney (1997) riwayat
penyakit injeksi genital merupakan kulit
ketuban menjadi tipis dan terjadinya nekrosis pada jaringan ikat local. Dalam
kasus ini pasien tidak pernah mengalami gangguan infeksi genital sehingga
terdapat kesenjangan antara tinjauan teori dan tinjauan kasus karena pada kasus
ini mungkin disebabkan karena factor lain yaitu adanya riwayat intercourse.
d.
Riwayat
Obsetrik
1)
Riwayat
Menstruasi
Teori menurut Saifudin (2001) riwayat
menstruasi dikaji untuk menuntukan umur kehamilan apakah preterm atau aterm yang
sebelumnya dapat mendukung penatalaksanaan pada KPD, umur kehamilan dikatakan
preterm < 37 mggu dan dikatakan aterm >37 mggu. Pada kasus Ny.
K umur kehanilan 39 mggu sehingga terdapat kesamaan antara tinjauan teori dan
tinjauan kasus
2.
Data
Obyektif
a)
Pemeriksaan
Umum
Teori menurut Hacker (2001) suhu badan
dan nadi dikaji karena ada pasien yang terkena infeksi ditandai dengan
meningkatnya suhu badan > 38 dan nadi > 100 x/mnitpada kasus ini Ny. K
suhu badan 38 dan nadi 90x/mnit,
sehingga pada kasus ini menunjukan adanya gejala infeksi dan hal ini menunjukan
hubungan dengan kasus dan teori.
b)
Status
Obstretikus
1)
Inspeksi
Teori menurut Saifudin (2002) pada
pemeriksaan genetilia untuk kasus KPD yaitu adanya pengeluaran air ketuban dari
vagina. Dalam tinjauan kasus Ny. K pemeriksaan secara infeksi pada genetalia
terdapat pengeluaran cairan air ketuban dari vagina. Sehingga terdapat kesamaan
antara tinjauan teori dan tinjauan kasus.
2)
Palpasi
Teori menurut Mochtar
(1998) palapasi untuk menentukan letak janin karena mal posisi pada
janin merupakan predisposisi dari KPD
Leopold I : Menentukan tinggi fundus uteri dan bagian janin dalam
Leopold II : Menentukan ke atas rahim kanan dan
kiri,menentukan letak punggung janin.
Leopold III : Menentukan bagian terbawah janin, apakah
bagian bawah janin sudah masuk atau masih goyang
Leopold IV : Menentukan bagian terbawah janin apa dan berapa jauh sudah
masuk panggul
Sedangkan pada kasus Ny. K
Leopold I : TFU 3 jari dibawah px, teraba satu bagian yang keras dan
melenting
Leopold II : pada bagian kanan teraba memanjang , ada
tahanan, pada bagian kiri teraba janin bagian yang kecil janin
Leopold III : teraba satu bagian yang lunak
Leopold IV : bagian bawah janin sudah masuk di H.II
B. INTERPRESTASI DATA
Teori menurut Erney (1997) langkah ini dilakukan
identifikasi terhadap diagnosa atau masih berdasarkan interprestasi yang akurat
atas data-data yang telah dikumpulkan pada kasus Ny.K umur 24 tahun G1P0A0
hamil 39 mggu, janin hidup intra uteri, presentasi bokong, punggung kanan,
dalam fase aktif kala 1 dengan ketuban pecah dini.
C. DIAGNOSA POTENSIAL
Teori
menurut Varney (1997) identifikasi masalah berdasarkan rangkaian
masalah dan identifikasi diagnosa potensial yang mungkin terjadi. Teori menurut
mochtar (1997) diagnosa yang muncul pada KPD berkaitan dengan adanya
kemungkinan komplikasi terjadinya IUFD, Asfiksia dan prematuritas dan infeksi
pada anak. Sedangkan pada ibu terjadi partus lam dan infeksi
.pada kasus ini diagnosa potensial yang terjadi ada hubungannya dengan teori
ini.
D. MAL PRESENTASI KEPALA
Pada
kasus Ny. K pada pemeriksaan Leopold I ternyata terdapat mal presentasi,yaitu
presentasi bokong, dengan adanya KPD yang terlalu lama akan menyebabkan bayi
kurang baik bila dilakukan partus pada pervaginam, maka sebaiknya dianjurkan
untuk operatif.
Persalinan perabdominam (Sectio
Cesaria / SC).
Persalinan presentasi bokong dengan Sectio Cesaria
merupakan cara yang terbaik ditinjau dari janin. Banyak ahli melaporkan bahwa
persalinan presentasi bokong secara pervaginam, memberi trauma yang sangat
berarti bagi janin, yang gejala-gejalanya akan tampak pada waktu persalinan
maupun dikemudian hari.6
Namun hal ini tidak berarti bahwa semua presentasi bokong
harus harus dilahirkan secara perabdominam. Beberapa kriteria yang dapat
dipakai pegangan bawa presentasi bokong harus dilahirkan secara perabdominam,
antara lain ;
1.
Primigravida tua,
2.
Nilai sosial janin tinggi,
3.
Riwayat persalinan yang buruk,
4.
Taksiran berat janin besar ³ 3500 kg,
5.
Dicurigai terdapat kesempitan panggul
6.
Prematuritas.
Sebelum melakukan pertolongan persalinan sebaiknya
dilakukan penilaian persalinan sungsang. Metode penilaian yang lazim dipakai
adalah dari Zatuchni-Andros.
Nilai
|
|||
0
|
1
|
2
|
|
Paritas
|
Primigravida
|
Multipara
|
-
|
Umur
kehamilan
|
³ 39 mg
|
38 mgg
|
£ 37 mgg
|
Taksiran
Berat Janin
|
> 3690 gr
|
3692-31769 gr
|
< 3175 gr
|
Persalinan
sungsang sebelumnya (> 2500 gr)
|
0
|
1
|
³ 2
|
Pembukaan
|
2 cm
|
3 cm
|
³ 4 cm
|
Penurunan
|
-3/lebih
tinggi
|
-2
|
-1/lebih
rendah
|
Keterangan:
Bila skor
£ 3 = Persalinan dianjurkan dengan bedah caesar
4 = Dilakukan reevaluasi. Pengawasan persalinan
yang ketat.
Dapat
lahir pervaginam tetapi masih mungkin tindakan operatif.
³ 5 = Persalinan diharapkan dapat pervaginam.
A. Pengertian
Persalinan
kala II memanjang (prolonged expulsive phase) atau disebut juga partus tak maju
adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat namun tidak menunjukkan
kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala dan putaran paksi selama 2 jam
terakhir. Biasanya persalinan pada primitua dapat terjadi lebih
lama. Menurut Harjono, persalinan kala II memanjang merupakan fase
terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga
timbul gejala – gejala seperti dehidrasi, infeksi, kelelahan ibu serta asfiksia
dan kematian janin dalam kandungan (IUFD).
B.
Etiologi
Sebab –
sebab terjadinya yaitu multikomplek atau bergantung pada pengawasan selagi
hamil, pertolongan persalinan yang baik dan penatalaksanaannya.
Faktor –
faktor penyebabnya adalah :
1.
Kelainan letak janin.
2.
Kelainan – kelainan panggul.
3.
Kelainan his dan mengejan.
4.
Pimpinan partus yang salah.
5.
Janin besar atau ada kelainan kongenital.
6.
Primi tua.
7.
Perut gantung atau grandemulti.
8.
Ketuban pecah dini.
C.
Gejala Klinik
a. Pada ibu
Gelisah, letih,
suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernafasan cepat. Di daerah
lokal sering dijumpai : Ring v/d Bandl, edema vulva, edema serviks, cairan
ketuban berbau dan terdapat mekonium.
b. Pada janin
·
Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan
negatif
·
Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan
dan berbau
·
Caput Succedeneum yang besar
·
Moulage kepala yang hebat
·
IUFD (Intra Uterin Fetal Death)
D.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
yang dilakukan pada ibu dengan kala II memanjang yaitu dapat dilakukan partus
spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forceps, sectio caesaria, dan lain-lain.
Penatalaksanaannya yaitu sebagai berikut :
a. Tetap
melakukan Asuhan Sayang Ibu, yaitu :
-
Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya
selama proses persalinan dan kelahiran bayinya. Dukungan dari suami, orang tua
dan kerabat yang disukai ibu sangat diperlukan dalam menjalani proses
persalinan.
Alasan :
Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari
keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).
- Anjurkan
keluarga ikut terlibat dalam asuhan, diantaranya membantu ibu untuk berganti
posisi, melakukan rangsangan taktil, memberikan makanan dan minuman, teman
bicara dan memberikan dukungan dan semangat selama persalinan dan melahirkan
bayinya.
- Penolong
persalinan dapat memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan anggota
keluarganya dengan menjelaskan tahapan dan kemajuan proses persalinan atau
kelahiran bayi kepada mereka.
- Tentramkan
hati ibu dalam menghadapi dan menjalani kala II persalinan. Lakukan bimbingan
dan tawarkan bantuan jika diperlukan.
- Bantu ibu
memilih posisi yang nyaman saat meneran.
- Setelah
pembukaan lengkap, anjurkan ibu hanya meneran apabila ada dorongan kuat dan
spontan untuk meneran. Jangan menganjurkan untuk meneran berkepanjangan dan
menahan nafas
- Anjurkan ibu
untuk beristirahat diantara kontraksi
Alasan : Meneran secara berlebihan
menyebabkan ibu sulit bernafas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan
meningkatkan resiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen
melalui plasenta (Enkin, et al, 2000)
- Anjurkan ibu
untuk minum selama kala II persalinan
Alasan : Ibu
bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan
kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal
tersebut (Enkin, et al, 2000).
-
Adakalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala II
persalinan. Berikan rasa aman dan semangat serta tentramkan hatinya selama
proses persalinan berlangsung. Dukungan dan perhatian akan mengurangi perasaan
tegang, membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayinya. Beri
penjelasan tentang cara dan tujuan dari setiap tindakan setiap kali penolong
akan melakukannya, jawab aetiap pertanyaan yang diajukan ibu, jelaskan apa yang
dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil pemeriksaan yang dilakukan (misalnya TD,
DJJ, periksa dalam).
b.
Mendiagnosa kala II persalinan dan memulai meneran :
-
Cuci tangan (Gunakan sabun dan air bersih yang
mengalir)
-
Pakai sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam
-
Beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan periksa dalam
-
Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan
pembukaan sudah lengkap (10cm) lalu lepaskan sarung tangan sesuai prosedur PI
-
Jika pembukaan belum lengkap, tentramkan ibu dan bantu
ibu mencari posisi nyaman (bila ingin berbaring) atau berjalan-jalan disekitar
ruang bersalin. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi berlangsung. Pantau
kondisi ibu dan bayinya dan catatkan semua temuan dalam partograf
-
Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum
lengkap, beritahukan belum saatnya untuk meneran, beri semangat dan ajarkan
cara bernafas cepat selama kontraksi berlangsung. Bantu ibu untuk memperoleh
posisi yang nyaman dan beritahukan untuk menehan diri untuk meneran hingga
penolong memberitahukan saat yang tepat untuk itu
-
Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin
meneran, bantu ibu mengambil posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran
secara efektif dan benar dan mengikuti dorongan alamiah yang terjadi. Anjurkan
keluarga ibu untuk membantu dan mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan
dalam partograf. Beri cukup minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan
ibu dapat beristirahat disetiap kontraksi
-
Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada
dorongan untuk meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila
masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat membantu
penurunan bayi yang berlanjut dengan dorongan untuk meneran. Ajarkan cara
bernafas selama kontraksi berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayi dan catatkan
semua temuan dalam partograf
-
Berikan cukup cairan dan anjurkan / perbolehkan ibu
untuk berkemih sesuai kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit, stimulasi puting
susu mungkin dapat meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi.
-
Jika ibu tidak ada dorongan untuk meneran setelah 60
menit pembukaan lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran disetiap puncak
kontraksi. Anjurkan ibu mengubah posisinya secara teratur, tawarkan untuk minum
dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Lakukan stimulasi puting susu untuk
memperkuat kontraksi.
-
Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit upaya tersebut
diatas atau jika kelahiran bayi tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera
karena tidak turunnya kepala bayi mungkin disebabkan oleh disproporsi
kepala-panggul (CPD).
-
Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena
mengurangi jumlah oksigen ke plasenta. Dianjurkan mengedan secara spontan
(mengedan dan menahan nafas terlalu lama, tidak dianjurkan)
a.
Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa
disingkirkan, berikan infus oksitosin.
b.
Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala :
1)
Jika kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis
pubis atau bagian tulang kepala di stasion (O), lakukan ekstraksi vakum atau
cunam.
2)
Jika kepala diantara 1/5-3/5 di atas simfisis pubis,
atau bagian tulang kepala di antara stasion (O)-(-2), lakukan ekstraksi vakum.
3)
Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis atau
bagian tulang kepala di atas stasion (-2) lakukan seksio caesarea.
2.3 Retensio Plasenta
Pengertian Plasenta
-
Retensio Plasenta adalah plasenta yang
belum lepas setelah bayi lahir, melebihi waktu setengah jam (Manuaba, 2001: 432).
-
Retensio Plasenta ialah tertahannya atau
belum lahirnya plasenta hingga 30 menit atau lebih setelah bayi (Syaifudin
AB, 2001).
-
Retensio plasenta adalah keadaan dimana
plasenta belum lahir daam waktu 1 jam setelah
bayi lahir (Rsustam Mochtar, 1998 : 299).
Etiologi
Menurut
Wiknjosastro (2007) sebab retensio plasenta dibagi menjadi 2 golongan
ialah sebab fungsional dan sebab patologi anatomik.
1.
Sebab fungsional
a)
His yang kurang kuat (sebab utama)
b)
Tempat melekatnya yang kurang
menguntungkan (contoh : di sudut tuba)
c)
Ukuran plasenta terlalu kecil
d) Lingkaran
kontriksi pada bagian bawah perut
2.
Sebab patologi anatomik (perlekatan
plasenta yang abnormal)
- Plasenta akreta : vili korialis menanamkan diri lebih dalam ke dalam dinding rahim daripada biasa ialah sampai ke batas antara endometrium dan miometrium
- Plasenta inkreta : vili korialis masuk ke dalam lapisan otot rahim
- Plasenta perkreta : vili korialis menembus lapisan otot dan mencapai serosa atau menembusnya
Pencegahan
Untuk
mencagah retensio plasenta dapat disuntikkan 10 iu pitosin i.m segera setelah
bayi lahir.
Akibat
Dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena
sebagai benda mati, dapat terjadi placenta inkarserata, dapat terjadi polip
placenta dan terjadi degenarasi ganas koriokarsinoma.
Penanganan
a. Sikap
umum Bidan
1)
Memperhatikan k/u penderita
·
Apakah anemis
·
Bagaimana jumlah perdarahannya
·
TTV : TD, nadi dan suhu
·
Keadaan
fundus uteri : kontraksi dan fundus uteri
2) Mengetahui
keadaan placenta
·
Apakah placenta ikarserata
·
Melakukan
tes pelepasan placenta : metode kusnert, metode klein, metode strassman, metode
manuaba
·
Memasang
infus dan memberikan cairan pengganti
b. Sikap khusus bidan
1) Retensio placenta dengan perdarahan
Langsung
melakukan placenta manual
2) Retensio placenta tanpa perdarahan
·
Setelah
dapat memastikan k/u penderita segera memasang infus dan
memberikan cairan.
·
Merujuk
penderita ke pusat dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan
lebih baik.
·
Memberikan tranfusi.
·
Proteksi dengan antibiotika.
·
Mempersiapkan
placenta manual dengan legeartis dalam keadaan pengaruh narkosa.
·
Upaya preventif retensio placenta oleh
bidan
·
Meningkatkan penerimaan keluarga
berencana sehingga, memperkecil terjadi retensio placenta.
·
Meningkatkan penerimaan pertolongan
persalinan oleh nakes yang terlatih.
·
Pada
waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untu melakukan
massase dengan tujuan mempercepat proses persalinan placenta.
Massase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan
kontraksi otot rahim dan mengganggu pelepasan placenta.
PLACENTA
MANUAL
Placenta manual merupakan tindakan operasi kebidanan
untuk melahirkan retensio placenta. Kejadian retensio
placenta berkaitan dengan :
·
Grandemulti
para dengan implantasi dalam bentuk placenta adhesiva, placenta akreta,
placenta perkreta.
·
Mengganggu kontraksi otot rahim dan
menimbulkan perdarahan.
1. Retensio placenta tanpa perdarahan dapat
diperkirakan :
·
Darah penderita terlalu banyak hilang
·
Keseimbangan
baru terbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
·
Kemungkinan implantasi placenta terlalu
dalam.
2. Placenta manual dengan segera dilakukan :
·
Terdapat riwayat perdarahan post partum
berulang
·
Terjadi
perdarahan post partum melebihi 500 cc.
·
Pada
pertolongan persalinan dengan narkosa.
·
Placenta
belum lahir setelah menunggu selama setengah jam.
PERSIAPAN
PLACENTA MANUAL
·
Handscoon steril panjang
·
Desinfektan untuk genitalia eksterna
TEKHNIK
1.
Sebaiknya
dengan narkosa, untuk mengurangi sakit dan menghindari syok.
2. Tangan
kiri melebarkan genetalia eksterna, tangan kanan dimasukkan secara obstetric sampai
mencapai tepi placenta dengan menelusuri tali pusat.
3.
Tepi
placenta dilepaskan dengan ulnar tangan kanan sedangkan tangan kiri menahan fundus
uteri sehingga tidak terdorong ke atas.
4.
Setelah
seluruh placenta dapat dilepaskan, maka tangan dikeluarkan bersama dengan placenta.
5. Dilakukan
eksplorasi untuk mencari sisa placenta atau membrannya.
6.
Kontraksi
uterus ditimbulkan dengan memberikan uterotonika.
7. Perdarahan
di observasi.
KOMPLIKASI
TINDAKAN PLACENTA MANUAL
Tindakan placenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai
berikut :
·
Terjadi perforasi uterus
·
Terjadi
infeksi akibat terdapat sisa placenta atau membran dan bakteria terdorong
ke dalam rongga rahim
·
Terjadi
perdarahan karena atonia uteri.
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan
profilaksis dengan :
·
Memberikan uterotonika intravena atau
intramuskular
·
Memasang tamponade utero vaginal
·
Memberikan antibiotika
·
Memasang
infus dan persiapan tranfusi darah.
ASUHAN KEBIDANAN PADA POST PLACENTA MANUAL
1.
Observasi kontraksi uterus setiap 15
menit pada 1 jam pertama. Pada jam kedua
setiap 30 menit.
2.
Observasi TD dan nadi setiap 15 menit
pada 1 jam pertama. Pada jam kedua setiap 30 menit.
3.
Observasi suhu setiap 1 jam.
4.
Observasi
TFU, UC dan kandung kemih setiap 15 menit pada 1 jam pertama. Pada
jam kedua setiap 30 menit.
5.
Observasi perdarahan.
6.
Pemenuhan
kebutuhan cairan dengan RL
7.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi
8.
Pemberian
terapi obat terutama antibiotik , analgesik
9.
Pemberian tablet Fe
10. Pemberian
vit A
2.4 Persalinan Dengan Atonia Uteri
Atonia
uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang
menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat
implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. Perdarahan oleh karena
atonia uteri dapat dicegah karena : melakukan secara rutin manajemen aktif kala
III pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunkan insidena
perdarahan pascapersalinan akibat atonia uteri. Pemberian misoprostol
peroral 2-3 tablet (400-600 µg) segera setelah bayi lahir.
Faktor
predisposisinya adalah : regangan rahim berlebihan karena kehamilan gemeli,
polihidramniopn, atau anak yang terlalu besar. Kelelahan karena persalinan lama
atau persalinan kasep. Kehamilan grande-multipara. Ibu dengan keadaan umum yang
jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun. Mioma uteri yang menggangu
kontraksi rahim. Infeksi intrauterine. Ada riwayat pernah atonia uteri
sebelumnya.
Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi
dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan
pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan
kontraksi yang lembek. Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri
didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang
sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan
harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
Banyaknya
darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih
dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik.
Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya. Pada
umumnya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebaga berikut :
sikap trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
Sekaligus merangsang uteri dengan cara : massage fundus uteri dan merangsang
putting susu, pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan secara
i.m.,i.v., atau s.c., memberikan derivate prostaglandin F2α yang kadang
memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual, muntah, febris, dan
takikardi. Pemberian misoprostol 800-1000 µg per-rektal, kompresi bimanual
eksterna dan atau internal, kompresi aorta abdominalis, pemasangan “tampon
kondom” dalam kavum uteri disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet
gelang dan diisi cairan infuse 200 ml yang akan mengurangi perdarahan dan
menghindari tindakan operatif. Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan
untuk dilakukan tindakan operatif laparatomi dengan pilihan bedah konservatif
(mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi. Alternatifnya yaitu berupa
: ligasi ateria uterine atau arteria ovarika, operasi ransel B Lynch,
histerektomi supravaginal, histerektomi total abdominal.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Simpulan
- Gawat Janin merupakan hal yang serius dan perlu dikenal&tindakan
- Sebaiknya ada bukti Asidemia (pH darah)
- Pemantauan denyut jantung penting : tiap 30 menit dalam kala 1 dan tiap 5-10 menit dalam kala 2.
3.2 Saran
Sebaiknya ibu hamil menjaga kondisi badannya saat kehamilan. Dengan
cara mengkonsumsi makanan yang bergizi
untuk ibu hamil agar janinnya tidak
terjadi sesuatu yang di inginkan. Sebaiknya kehamilan itu diperiksakan ke
dokter kandungan setiap beberapa bulan sekali. Agar janin tetap terjaga dan
dalam keadaan sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari Saifuddin dkk. Fetal
distress, Jakarta, 2002
Arias F, Prolonged Pregnancy in Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery,2nded,
Mosby Year book, Inc,1993; 150-160
Dr. Sutrisno
dan Dr. I. Edward Kurnia S.L, gawat janin, Bandung, 1998
F. Gary C, et.al, Postterm Pregnancy in Williams Obstetrics,
21st ed, USA, 2001;729-741
Gordon C.S, Life table analysis of
the risk of perinatal death atterm and postterm in singelton pregnancies, Am J
Obstet Gynecol 2001;184;489-96
Hidayat W, Firman F, Pemantauan Biofisik Janin; Bandung, 1997
Michael Y, et al, Fetal and neonatal
mortality in postterm pregnancy: The impact of gestational age and fetal growth
restriction, Am J Obstet Gynecol 1998;178:726-31
Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta,1998
P. Barbara, et al, Temporal changes
in rates and reasons for medical induction of term labor, 1980-1996, Am J
Obstet Gynecol 2001;184;611-9
![]() |
Komentar
Posting Komentar