MAKALAH RUPTUR PERINEUM

MAKALAH RUPTUR PERINEUM

 

Description: Description: 14166479581054279818.jpg
 

 

 

 

 

 


DOSEN :

 

 

 

DISUSUN OLEH :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNG KARANG

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt, karena rahmat dan ridho-nya   makalah tentang harkaat dan martabat manusia dalam islam ini dapat penulis selesaikan.

Makalah ini dibuat untuk mencapai tingkat ke dalam memadai sebagai sumber belajar walaupun dalam wujudnya yang belum sempurna, makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber belajar bagi yang memerlukan.

Kesempurnaan hanyalah milik Allah, oleh karena itu kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.

Akhirnya, semoga makalah ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua dan Allah Swt. berkenan menerima amal bakti yang diabadikan pada kita semua. Amin.

 

                                                                   Bandar Lampung,  Agustus 2020

 

 

                                                                 penyusun

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i

KATA PENGANTAR................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................. 1

B. Tujuan............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Ruptur Perineum.......................................................... 2

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga terjadi robekan........ 2

C. Klasifikasi Ruptur Perineum.......................................................... 7

D.Tanda dan Gejala Ruptur Perineum............................................... 8

E. Penanganan Ruptur Perineum........................................................ 8

F. Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum..................................... 10

G. Bahaya dan Komplikasi Ruptur Perineum.................................. 10

H. Perawatan Ruptur Perineum........................................................ 10

G.Proses Manajemen Asuhan Kebidanan........................................ 12

BAB IV PENUTUP

A.Kesimpulan................................................................................... 15

B.Saran............................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Perineum merupakan bagian yang sangat  penting dalam fisiologi. Keutuhan perineum tidak hanya berperan atau menjadi bagian penting dari proses persalinan, tetapi juga diperlukan untuk mengontrol proses buang air besar dan buang air kecil, menjaga aktifitas peristaltik normal (dengan menjaga tekanan intra abdomen) dan fungsi seksual yang sehat. Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga tidak sampai dasar panggul dilalui kepala janin dengan cepat.  Sebaliknya kepala janin yang akan lahir tidak ditahan terlampau kuat dan lama karena menyebabkan asfiksia perdarahan dalam tengkorak janin dan melemahkan otot-otot dan pada dasar panggul karena direnggangkan terlalu lama.

Pesalinan seringkali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang biasa terjadi biasanya ringan tetapi sering kali juga terjadi luka yang luas dan berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaan vulva dan perineum. Pemeriksaan vagina dan serviks dengan spekulum perlu dilakukan setelah pembedahan pervaginam.

 

B.       Tujuan

Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu inpartu dengan kasus robekan perineum tingkat 3 dan tingkat 4 pada persalinan.

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A.          Pengertian Ruptur Perineum

1.      Ruptur Perineum adalah robekan yang terjadi pada saat bayi lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan. Robekan perineum umumnya terjadi pada garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin terlalu cepat. Robekan perineum terjadi pada hampir semua primipara (Winkjosastro,2005).

2.      Ruptur perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum yang biasanya disebabkan oleh trauma saat persalinan (Maemunah, 2005).

3.      Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya (Prawirohardjo,2007).

 

B.    Faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga terjadi robekan

1.    Faktor Predisposisi

Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor persalinan pervaginam. Diantara faktor-faktor tersebut dapat diuraikan sebagai beriut :

1)        Faktor Ibu

a)        Paritas

Menurut panduan Pusdiknakes 2003, paritas adalah jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim (lebih dari 28 minggu). Paritas menunjukkan jumlah kehamilan terdahulu yang telah mencapai batas viabilitas dan telah dilahirkan, tanpa mengingat jumlah anaknya (Oxorn, 2003). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia paritas adalah keadaan kelahiran atau partus. Pada primipara robekan perineum hampir selalu terjadi dan tidak jarang berulang pada persalinan berikutnya (Sarwono, 2005).

 

 

b)        Meneran

Secara fisiologis ibu akan merasakan dorongan untuk meneran bila pembukaan sudah lengkap dan reflek ferguson telah terjadi. Ibu harus di dukung untuk meneran dengan benar pada saat ia merasakan dorongan dan memang ingin mengejang (Jhonson, 2004). Ibu mungkin merasa dapat meneran secara lebih efektif pada posisi tertentu (JHPIEGO, 2005). Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam memimpin ibu bersalin melakukan meneran untuk mencegah terjadinya ruptur perineum, diantaranya :

Ø  Menganjurkan ibu untuk meneran sesuai dengan dorongan alamiahnya selama kontraksi.

Ø  Tidak menganjurkan ibu untuk menahan nafas pada saat meneran.

Ø  Mungkin ibu akan merasa lebih mudah untuk meneran jika ibu berbaring miring atau setengah duduk, menarik lutut ke arah ibu, dan menempelkan dagu ke dada.

Ø  Menganjurkan ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran.

Ø  Tidak melakukan dorongan pada fundus untuk membantu kelahiran bayi. Dorongan ini dapat meningkatkan resiko distosia bahu dan ruptur uteri.

Ø  Pencegahan ruptur perineum dapat dilakukan saat bayi dilahirkan terutama saat kelahiran kepala dan bahu.

2)        Faktor Janin

a)      Berat Badan Bayi Baru lahir

Makrosomia adalah berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000 gram (Rayburn, 2001). Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma persalinan melalui vagina seperti distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah tulang klavikula, dan kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada perineum (Rayburn, 2001).

b)      Presentasi

Menurut kamus kedokteran, presentasi adalah letak hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang panggul ibu (Dorland,1998). Presentasi digunakan untuk menentukan bagian yang ada di bagian bawah rahim yang dijumpai pada palpasi atau pada pemeriksaan dalam.

Macam-macam presentasi dapat dibedakan menjadi presentasi muka, presentasi dahi, dan presentasi bokong.

-          Presentasi Muka

Presentasi muka atau presentasi dahi letak janin memanjang, sikap extensi sempurna dengan diameter pada waktu masuk panggul atau diameter submento bregmatika sebesar 9,5 cm. Bagian terendahnya adalah bagian antara glabella dan dagu, sedang pada presentasi dahi bagian terendahnya antara glabella dan bregma (Oxorn, 2003). Sekitar 70% presentasi muka adalah dengan dagu di depan dan 30% posisi dagu di belakang.

Keadaan yang menghambat masuknya kepala dalam sikap flexi dapat menjadi penyebab pesentasi muka. Sikap ekstensi memiliki hubungan dengan diproporsi kepala panggul dan merupakan kombinasi yang serius, maka harus diperhitungkan kemungkinan panggul yang kecil atau kepala yang besar. Presentasi muka menyebabkan persalinan lebih lama dibanding presentasi kepala dengan UUK (Ubun-ubun Kecil) di depan, karena muka merupakan pembuka servik yang jelek dan sikap ekstensi kurang menguntungkan.

Penundaan terjadi di pintu atas panggul, tetapi setelah persalinan lebih maju semuanya akan berjalan lancar. Ibu harus bekerja lebih keras, lebih merasakan nyeri, dan menderita lebih banyak laserasi dari pada kedudukan normal. Karena persalinan lebih lama dan rotasi yang sukar akan menyebabkan traumatik pada ibu maupun anaknya.

-          Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini berlawanan dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna. Bagian terendahnya adalah daerah diantara margo orbitalis dengan bregma dengan penunjukknya adalah dahi. Diameter bagian terendah adalah diameter verticomentalis sebesar 13,5 cm, merupakan diameter antero posterior kepala janin yang terpanjang (Oxorn, 2003).

Presentasi dahi primer yang terjadi sebelum persalinan mulai jarang dijumpai, kebanyakan adalah skunder yakni terjadi setelah persalinan dimulai. Bersifat sementara dan kemudian kepala fleksi menjadi presentasi belakang kepala atau ekstensi menjadi presentasi muka. Proses lewatnya dahi melalui panggul lebih lambat, lebih berat, dan lebih traumatik pada ibu dibanding dengan presentasi lain. Robekan perineum tidak dapat dihindari dan dapat meluas atas sampai fornices vagina atau rektum, karena besarnya diameter yang harus melewati PBP (Pintu Bawah Panggul).

-          Presentasi Bokong

Presentasi bokong memiliki letak memanjang dengan kelainan dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah dengan penunjuknya adalah sacrum. Berdasarkan posisi janin, presentasi bokong dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu presentasi bokong sempurna, presentasi bokong murni, presentasi bokong kaki, dan presentasi bokong lutut (Oxorn, 2003). Kesulitan pada persalinan bokong adalah terdapat peningkatan resiko maternal.

Manipulasi secara manual pada jalan lahir akan meningkatkan resiko infeksi pada ibu. Berbagai perasat intra uteri, khususnya dengan segmen bawah uterus yang sudah tipis, atau persalinan setelah coming head lewat servik yang belum berdilatasi lengkap, dapat mengakibatkan ruptur uteri, laserasi serviks, ataupun keduanya. Tindakan manipulasi tersebut dapat pula menyebabkan robekan perineum yang lebih dalam (Cunningham, 2005).

3)        Faktor Persalinan Pervaginam

a)      Vakum ekstrasi

Vakum ekstrasi adalah suatu tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan dengan ekstrasi menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya (Mansjoer, 2002). Waktu yang diperlukan untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatif lebih lama daripada forsep (lebih dari 10 menit). Cara ini tidak dapat dipakai untuk melahirkan anak dengan fetal distress (gawat janin). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah robekan pada serviks uteri dan robekan pada vagina dan ruptur perineum. (Oxorn, 2003).

b)      Ekstrasi Cunam/Forsep

Ekstrasi Cunam/Forsep adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan cunam yang dipasang di kepala janin (Mansjoer, 2002). Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu karena tindakan ekstrasi forsep antara lain ruptur uteri, robekan portio, vagina, ruptur perineum, syok, perdarahan post partum, pecahnya varices vagina (Oxorn, 2003).

c)      Embriotomi

Embriotomi adalah prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan melakukan pengurangan volume atau merubah struktur organ tertentu pada bayi dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar untuk melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut (Syaifudin, 2002). Komplikasi yang mungkin terjadi atara lain perlukaan vagina, perlukaan vulva, ruptur perineum yang luas bila perforator meleset karena tidak ditekan tegak lurus pada kepala janin atau karena tulang yang terlepas saat sendok tidak dipasang pada muka janin, serta cedera saluran kemih/cerna, atonia uteri dan infeksi ( Mansjoer, 2002).

d)     Persalinan Presipitatus

Persalinan presipitatus adalah persalinan yang berlangsung sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim yang terlau kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat (Cunningham, 2005). Sehingga sering petugas belum siap untuk menolong persalinan dan ibu mengejan kuat tidak terkontrol, kepala janin terjadi defleksi terlalu cepat. Keadaan ini akan memperbesar kemungkinan ruptur perineum (Mochtar, 1998). Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali.

4)        Faktor Penolong Persalinan

Penolong persalinan adalah seseorang yang mampu dan berwenang dalam memberikan asuhan persalinan. Pimpinan persalinan yang salah merupakan salah satu penyebab terjadinya ruptur perineum, sehingga sangat diperlukan kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi.

 

C.    Klasifikasi Ruptur Perineum

Menurut buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008), derajat ruptur perineum dapat dibagi menjadi empat derajat, yaitu :

1.      Ruptur perineum derajat satu, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :

a)      Mukosa Vagina

b)      Komisura posterior

c)      Kulit perineum

2.      Ruptur perineum derajat dua, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :

a)      Mukosa Vagina

b)      Komisura posterior

c)      Kulit perineum

d)     Otot perineum

3.      Ruptur perineum derajat tiga, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :

a)      Sebagaimana ruptur derajat dua

b)      Otot sfingter ani

4.      Ruptur perineum derajat empat, dengan jaringan yang mengalami robekan adalah :

a)      Sebagaimana ruptur derajat tiga

b)      Dinding depan rectum

 

D.      Tanda dan Gejala Ruptur Perineum

Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir (Depkes RI, 2004). Tanda-tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :

1.      Kulit perineum mulai melebar dan tegang.

2.      Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.

3.      Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan pada mukosa vagina.

4.      Bila kulit perineum pada garis tengah mulai robek, di antara fourchette dan sfingter ani.

 

E.       Penanganan Ruptur Perineum

Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup (Moctar, 1998). Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum adalah :

1.      Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir tidak lengkap.

2.      Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya dilakukan penjahitan. Prinsip melakukan jahitan pada robekan perineum :

a)      Reparasi mula-mula dari titik pangkal robekan sebelah dalam/proksimal ke arah luar/distal. Jahitan dilakukan lapis demi lapis, dari lapis dalam kemudian lapis luar.

b)      Robekan perineum tingkat I : tidak perlu dijahit jika tidak ada perdarahan dan aposisi luka baik, namun jika terjadi perdarahan segera dijahit dengan menggunakan benang catgut secara jelujur atau dengan cara angka delapan.

c)      Robekan perineum tingkat II : untuk laserasi derajat I atau II jika ditemukan robekan tidak rata atau bergerigi harus diratakan terlebih dahulu sebelum dilakukan penjahitan. Pertama otot dijahit dengan catgut kemudian selaput lendir. Vagina dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan mukosa vagina dimulai dari puncak robekan. Kulit perineum dijahit dengan benang catgut secara jelujur.

d)     Robekan perineum tingkat III : penjahitan yang pertama pada dinding depan rektum yang robek, kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik sehingga bertemu kembali.

e)      Robekan perineum tingkat IV : ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah karena robekan diklem dengan klem pean lurus, kemudian dijahit antara 2-3 jahitan catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum tingkat I.

F.       Meminimalkan Derajat Ruptur Perineum

Menurut Mochtar (1998) persalinan yang salah merupakan salah satu sebab terjadinya ruptur perineum. Menurut Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal (2008) kerjasama dengan ibu dan penggunaan perasat manual yang tepat dapat mengatur ekspulsi kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi untuk mencegah laserasi atau meminimalkan robekan pada perineum. Cara-cara yang dianjurkan untuk meminimalkan terjadinya ruptur perineum diantaranya adalah Saat kepala membuka vulva (5-6 cm), penolong meletakkan kain yang bersih dan  kering yang dilipat sepertiganya di bawah bokong ibu dan menyiapkan   kain atau handuk bersih di atas perut ibu, untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir.

Melindungi perineum dengan satu tangan dengan kain bersih dan kering, ibu jari pada salah satu sisi perineum dan empat jari tangan pada sisi yang lain pada belakang kepala bayi.

Menahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum.

Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala, bahu, dan seluruh tubuh bayi secara bertahap dengan hati-hati dapat mengurangi regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum.

 

G.      Bahaya dan Komplikasi Ruptur Perineum

1.      Perdarahan pada ruptur perineum dapat menjadi hebat khususnya pada ruptur derajat dua dan tiga atau jika ruptur meluas ke samping atau naik ke vulva mengenai clitoris.

2.      Laserasi perineum dapat dengan mudah terkontaminasi feses karena dekat dengan anus. Infeksi juga dapat menjadi sebab luka tidak segera menyatu sehingga timbul jaringan parut.

 

H.      Perawatan Ruptur Perineum

Perawatan khususnya perineum bagi wanita setelah melahirkan mengurangi rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi dan meningkatkan penyembuhan. Prinsip-prinsip dasarnya adalah sebagai berikut :

1.      Mencegah kontaminasi dari rektum

2.      Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena trauma.

3.      Membersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan bau.

Dengan menerapkan prinsip ini, prosedur yang di sarankan pada ibu adalah :

1.      Mencuci tangan.

2.      Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarah ke rektum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam kantong plastik.

3.      Berkemih dan BAB ke toilet

4.      Cuci tangan.

a.       Persiapan alat dan bahan

1)      Satu pasang handscoen

2)      Gaas Steril

3)      Kom berisi bethadine

4)      Kapas Savlon

5)      Nerbeken

b.      Cara Kerja

1)      Vulva Hygiene

a)      Membantu ibu untuk mengambil posisi litotomi

b)      Cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang bersih yang mengalir.

c)      Pakai sarung tangan disenfeksi tinggi atau steril.

d)     Dengan menggunakan 1 kapas savlon, oleskan dari atas ke bawah pada labia minora (dimulai dari bagian yang terjauh dari petugas). Terakhir oleskan 1 kapas savlon dari bagian sampai ke bawah vulva 1 kali.

2)      Vagina toilet

a)      Gulungkan gaas bethadin pada jari telunjuk dan jari tengah, kemudian oleskan ke dalam vagina dengan memutar 360 derajat.

b)      Kompres bethadine

 

G.  Proses Manajemen Asuhan Kebidanan

1.      Pengertian Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang di gunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

a.       Tahapan dalam Manajemen Kebidanan

Menurut Varney (2008) proses manajemen kebidanan dalam tujuh langkah yang pada waktu tertentu dapat diperluas dan diperbaharui. Hal ini mulai dengan pengumpulan data dasar dan di akhiri dengan evaluasi. Tujuh langkah itu adalah :

a)        Langkah I : Identifikasi dan analisa Data

Identifikasi dan analisa data (pengkajian) pengumpulan data untuk menialai kondisi klien. Yang termasuk data dasar adalah riwayat kesehatan klien, pemeriksaan panggul, pemeriksaan fisik, serta catatan tentang kesehatan yang lalu dan sekarang serta hasil pemeriksaan laboratorium.

b)        Langkah II : Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual

Mengidentifikasi data secara spesifik ke dalam suatu rumusan diagnosa kebidanan dan masalah. Kata diagnosa dan masalah digunakan kedua-duanya dan mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Problem klien menguraikan keadaan yang ia rasakan, sedangkan diagnosa lebih sering di definisikan oleh bidan yang di fokuskan pada apa yang di alami oleh klien.

c)        Langkah III : Identifikasi Diagnosa/ Masalah potensial

Dari kumpulan masalah dan diagnosa, identifikasi faktor-faktor potensial yang memerlukan antisipasi segera tindakan pencegahan jika memungkinkan atau waspada sambil menunggu dan mempersiapkan pelayanan untuk segala sesuatu yang mungkin terjadi..

d)       Langkah IV : Perlunya Tindakan Segera/ Kolaborasi

Proses manajemen kebidanan dilakukan secara terus menerus selama klien dalam perawatan bidan. Proses terus menerus ini menghasilkan data baru segera di nilai. Data yang muncul dapat menggambarkan suatu keadaan darurat di mana bidan harus segera bertindak untuk menyelamatkan klien.

e)        Langkah V : Rencana Asuhan Kebidanan

Dikembangkan berdasarkan intervensi saat sekarang dan antisipasi diagnosa dan problem serta meliputi data-data tambahan setelah data dasar. Rencana tindakan komprehensif bukan hanya meliputi kondisi klien serta konseling, bila perlu mengenai ekonomi, agama, budya, ataupun masalah psikologis.

f)         Langkah IV: Implementasi Asuhan Kebidanan

Implementasi dapat dikerjakan keseluruhan oleh bidan ataupun bekerja sama dengan tim kesehatan lain. Bidan harus melakukan implementasi yang efisien dan akan mengurabgi waktu perawatn dan biaya perwatan serta akan meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan klien.

g)        Langkah VII: mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan asuhan yang diberikan kepada klien. Pada tahap evaluasi ini bidan harus melakukan pengamatan dan obsevasi terhadap masalah di atasi seluruhnya, sebagian telahdipecahkan atau mungkin timbul masalah baru.Pada prinsipnya tahapan evaluasi adalah pengkajian kembali terhadap klien untuk menjawabpertanyaan seberapa jauh tercapainya rencana yang dilakukan.

b.      Pendokumentasian Asuhan Kebidanan

Menurut Simatupang E.J (2006), metode empat pendokumentasian yang di sebut soap ini dijadikan proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan. Dipakai untuk mendokumentasikan hasil klien dalam rekaman medis klien sebagai catatan perkembangan kemajuan yaitu:

a)        Subjektif (S)

Apa yang dikatakan, disampaikan, dikeluhkan oleh bidan

b)    Objektif (O)

Apa yang dilihat dan di raba, dirasakan oleh bidan saat melakukan pemeriksaan, serta pemeriksaan laboratorium.

c)    Assesment (A)

Kesimpulan apa yang di buat berdasarkan data subjektif dan objektif sebagai hasil pengambilan keputusan klinis terhadap klien tersebut.

d)    Planning (P)

Apa yang dilakukan berdasarkan hasil kesimpulan dan evaluasi terhadap keputusan klinis yang diambil dalam rangka mengatasi masalah klinis klien atau memenuhi kebutuhan klien.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III
PENUTUP

 

A.          Kesimpulan

Kami dapat menyimpulkan bahwa perlukaan pada jalan lahir, sebagai akibat persalinan, terutama pada seorang primipara. Baik itu berupa robekan perinium, robekan serviks atau rupture uteri. Hal ini dapat diatasi apabila seorang tenaga kesehatan dapat mengelolanya dengan baik.

 

B.           Saran

1.        Bagi Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan agar dapat mengerti tentang robekan jalan lahir sampai dengan bagaimana manifestasi klinik dan penatalaksanaan medisnya, menerapkan konsep asuhan kebidanan kepada klien dengan perlukaan jalan lahir.

2.        Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapakan mampu mengerti tentang robekan jalan lahir dan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien serta mampu memberikan asuhan secara komprehensif

                                    

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://aznhysoppenk.blogspot.com/2012/05/askeb-luka-perineum-derajat-iii-akbid.html

http://repository.unimus.ac.id/274/3/BAB%20II.pdf

alodokter.com/seperti-ini-penanganan-ruptur-perineum-tingkat-1-2

http://warungbidan.blogspot.com/2016/03/rupture-perineum-robekan-jalan-lahir.html

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/material/manajemenrupturaperineumterkini.pdf


Komentar

Postingan Populer