GAMBARAN INDEKS ERITROSIT PADA PENDERITA MALARIA DI RSUD dr. H. BOB BAZAR, SKM KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2018-2019

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 KARYA TULIS ILMIAH

 

GAMBARAN INDEKS ERITROSIT PADA PENDERITA MALARIA DI RSUD dr. H. BOB BAZAR, SKM KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2018-2019

 

 

 

Oleh

 

RAGIL AYU WANDIRA

NIM 1713453080

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

PROGRAM DIPLOMA TIGA

 TAHUN 2020


 

 

 

 

 

 

 

 

 

GAMBARAN INDEKS ERITROSIT PADA PENDERITA MALARIA DI RSUD dr. H. BOB BAZAR, SKM KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2018-2019

 

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Teknologi Laboratorium Medis

 Program Diploma Tiga Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

 

 

Oleh

 

RAGIL AYU WANDIRA

NIM 1713453080

 

 

 

 

 

 

 

 

 

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

PROGRAM DIPLOMA TIGA

 TAHUN 2020

 

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

PRODI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS

PROGRAM DIPLOMA TIGA

Karya Tulis Ilmiah, Juni 2020

 

Ragil Ayu Wandira

 

Gambaran Indeks Eritrosit Pada Penderita Malaria Di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019

 

xiii + 28 halaman, 7 tabel, 1 gambar, 9 lampiran

 

ABSTRAK

 

Indeks eritrosit adalah suatu nilai rata-rata yang dapat memberi keterangan mengenai rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin per-eritrosit. Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Anemia pada malaria terjadi akibat pecahnya eritrosit yang berulang kali selama terjadinya proses segmentasi parasite didalam eritrosit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran indeks eritrosit pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019. Analisa data adalah univariat. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel diambil dari data laboratorium penderita malaria yang melakukan pemeriksaan darah lengkap. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah penderita malaria sebanyak 27 penderita dengan 8 penderita (29,63%)  yang mengalami anemia dan sebanyak 19 penderita (70,37%) yang tidak mengalami anemia, adapun nilai indeks eritrosit yang didapatkan yaitu MCV sebanyak 5 penderita (62,5%) nilainya normal, 2 penderita (25%) nilainya rendah dan 1 penderita (12,5%) nilainya tinggi. Pada pemeriksaan MCH, sebanyak 4 penderita (50%) nilainya normal, 0 penderita (0%) rendah  dan 4 penderita (50%) nilainya tinggi. Dan pada pemeriksaan MCHC sebanyak 7 penderita (87,5%) nilainya normal, 0 penderita (0%) nilainya rendah dan 1 penderita (12,5%) nilainya tinggi. Jenis anemia yang terjadi berdasarkan nilai indeks eritrosit pada penderita malaria sebanyak 5 penderita (62,5%) mengalami anemia normokrom normositik, 2 penderita (25%) mengalami anemia hipokrom mikrositik, 1 penderita (12,5%) mengalami anemia normokrom makrositik.

 

Kata kunci       : Malaria, Indeks Eritrosit

Daftar bacaan  : 28 (1997-2017)

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Gambaran Indeks Eritrosit Pada Penderita Malaria RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019”.

Karya Tulis Ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan pendidikan pada Progrma Studi Teknologi Laboratorium Medis Program Studi Diploma Tiga Politeknik Kesehatan Tanjungkarang. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1.    Warjidin Aliyanto, SKM., M. Kes. selaku Direktur Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.

2.    Dra. Eka Sulistianingsih, M. Kes. selaku Ketua Jurusan Analis Keshatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.

3.    Misbahul Huda, S.Si., M. Kes. selaku Ketua Program Studi Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma Tiga Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.

4.    Hj. Maria Tuntun Siregar, S.Pd., M. Biomed. selaku Pembimbing Utama yang telah memberi kritik, saran, dan meluangkan waktunya dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

5.    Sri Ujiani, S.Pd,. M. Biomed. selaku Pembimbing Pendamping yang telah memberi kritik, saran, dan meluangkan waktunya dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

6.    Sri Nurani, S.Pd., M. Kes. selaku Penguji Utama.

Dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini mungkin masih jauh dari sempurna dan masih banyak sekali kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini nantinya dapat bermanfaat bagi pembaca dan mahasiswa/i Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.

Bandar Lampung,   Juni 2020

 

        Penulis

BIODATA PENULIS

Nama                                       : Ragil Ayu Wandira

NIM                                        : 1713453080

Tempat, Tanggal Lahir            : Bandar Agung, 30 Agustus 1999

Agama                                     : Kristen

Jenis Kelamin                          : Perempuan

Alamat                                    : Perum Kopkar Dwi Karya BTN C-10 No. 30 Kel. Lempuyang Bandar Kec. Way Pengubuan Lampung Tengah.

 

RIWAYAT PENDIDIKAN

TK                                           : TK Xaverius Terbanggi Besar

SD                                           : SDN 1 Bandar Agung

SMP                                        : SMP Xaverius Terbanggi Besar

SMA                                       : SMAN 1 Terusan Nunyai

D.III                                       : Program Studi Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma Tiga, Jurusan Analis Kesehatan, Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.

 

 

 

 

 

 

 

     LEMBAR PERSETUJUAN

 

Karya Tulis Ilmiah

 

Gambaran Indeks Eritrosit Pada Penderita Malaria Di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019

 

Penulis

Ragil Ayu Wandira / NIM : 1713453080

Telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Pembimbing Karya Tulis Ilmiah

Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jurusan Analis Kesehatan

Program Studi Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma Tiga

 

Bandar Lampung,     Juni 2019

 

 

Pembimbing Utama

 

 

 

 

 

 

Hj. Maria Tuntun Siregar, S.Pd, M. Biomed.

 

Pembimbing Pendamping

 

 

 

 

 

 

Sri Ujiani, S. Pd, M. Biomed.

 

 

 

 

 

 

 

 

LEMBAR PENGESAHAN

 

Gambaran Indeks Eritrosit Pada Penderita Malaria Di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019

 

Penulis

Ragil Ayu Wandira / NIM : 1713453080

Diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Ujian Akhir

Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jurusan Analis Kesehatan

Program Studi Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma Tiga

 

Tim Penguji

 

 

Sri Nuraini, S.Pd, M. Kes.

Ketua

 

 

Hj. Maria Tuntun Siregar, S.Pd, M. Biomed.

Anggota

 

 

 

Sri Ujiani, S.Pd, M. Biomed.

 

 

 

Mengetahui

Ketua Jurusan Analis Kesehatan

Ketua Program Studi TLM

Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

Program Diploma Tiga

 

 

 

 

 

 

 

 

Dra. Eka Sulistianingsih, M. Kes.

Misbahul Huda, S. Si, M. Kes.

NIP. 196604031993032002

NIP. 196912221997032001

 

LEMBAR PERNYATAAN

 

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :

Nama                                       : Ragil Ayu Wandira

NIM                                        : 1713453080

Program Studi/Jurusan            : Program Studi Teknologi Laboratorium Medis       Program Diploma Tiga/Analis Kesehatan

Menyatakan bahwa, saya tidak melakukan plagiat dalam penulisan karya tulis ilmiah yang berjudul :

 

“GAMBARAN INDEKS ERITROSIT PADA PENDERITA MALARIA DI RSUD dr. H. BOB BAZAR, SKM KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2018-2019”

 

Apabila suatu saat nanti saya melakukan kegiatan plagiat, maka saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.

Demikian lembar pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

 

Bandar Lampung, Juni 2020

 

 

Ragil Ayu Wandira

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

MOTTO

 

“Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah dalam doa.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PERSEMBAHAN

 

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan kesehatan dan kekuatan sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan. Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan lembaran-lembaran sederhana ini kepada : mendiang Ibu dan ayah ku tercinta, kasih dan pengorbanan yang kalian berikan kepada ku akan selalu ku ingat selamanya walaupun terkadang anakmu ini sering sekali menyusahkanmu. Tapi percaya lah bahwa anakmu ini sungguh sayang kepada mu. Terimakasih untuk kakak kandung saya “Asih Puji Lestari” dan “Rika Dwi Setiana” yang selalu menjadi penyemangat, penghibur di kala penat dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dan terimakasih atas dukungan yang telah diberikan kepada ku. Saya hanya bisa berdoa semoga kakak-kakakku semua diberi kesehatan dan dilancarkan dalam pekerjaannya. Dan terimakasih kepada seluruh kerabat dan rekan-rekan yang telah membantu yang tak bisa saya sebutkan satu persatu dan almamaterku tercinta. Akhir kata tak ada gading yang tak retak, begitu pula tak ada suatu karya yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

                                                                  

                                                                                                                                                                                                Halaman

HALAMAN JUDUL                                                                                                i          

ABSTRAK                                                                                                    ii

KATA PENGANTAR                                                                                 iii

BIODATA PENULIS                                                                                  iv

LEMBAR PERSETUJUAN                                                                                   v

LEMBAR PENGESAHAN                                                                                     vi

LEMBAR PERNYATAAN                                                                                    vii

MOTTO                                                                                                         viii

PERSEMBAHAN                                                                                        ix

DAFTAR ISI                                                                                                 x

DAFTAR TABEL                                                                                        xi

DAFTAR GAMBAR                                                                                               xii

DAFTAR LAMPIRAN                                                                               xiii

BAB I PENDAHULUAN                                                                            1

A.    Latar Belakang                                                                              1

B.     Rumusan Masalah                                                                         3

C.     Tujuan Penelitian                                                                          3

D.    Manfaat Penelitian                                                                        4

E.     Ruang Lingkup Penelitian                                                                        4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA                                                                 5

A.    Tinjauan Teori                                                                               5

1.      Malaria                                                                                    5

2.      Anemia                                                                                    13

3.      Pemeriksaan Laboraorium Indeks Eritrosit                             15

4.      Hubungan Anemia dengan Malaria                                        17

B.     Kerangka Konsep                                                                         18

BAB III METODE PENELITIAN                                                             19

A.    Jenis dan Rancangan Penilitian                                                     19

B.     Lokasi dan Waktu Penelitian                                                        19

C.     Subjek Penelitian                                                                          19

D.    Variabel dan Definisi Operasionl                                                  19

E.     Pengumpulan Data                                                                        20

F.      Pengolahan dan Analisis Data                                                      21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN                                                     22

A.    Hasil                                                                                              22       

B.     Pembahasan                                                                                   24

BAB V SIMPULAN DAN SARAN                                                                        28

A.    Kesimpulan                                                                                   28

B.     Saran                                                                                             28

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

 

 

DAFTAR TABEL

 

Nomor Tabel

 

Halaman

 Tabel  2.1.

Nilai rujukan dan nilai kritis hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah .

 

15

 Tabel  2.2.

Rumus Mean Corpuscular Volume.

16

 Tabel  2.3.

Rumus Mean Corpuscular Hemoglobin.

16

 Tabel  2.4.

Rumus Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration.

 

17

 Tabel 4.1.

Persentase penderita malaria yang mengalami anemia di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019.

 

22

 Tabel 4.2.

Persentase nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) penderita malaria yang mengalami anemia di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019.

 

23

 Tabel 4.3.

Persentase jenis anemia yang terjadi berdasarkan nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) penderita malaria yang mengalami anemia di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019.

24

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR GAMBAR

 

Nomor Gambar

 

Halaman

  Gambar 2.1.

Siklus hidup Plasmodium

6

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR LAMPIRAN

 

 

Nomor Lampiran

 

Lampiran 1

Data hasil pemeriksaan penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

 

Lampiran 2

Nilai normal yang digunakan.

Lampiran 3

Surat izin penelitian dari Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.

Lampiran 4

Surat izin penelitian dari RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan.

 

Lampiran 5

Log book kegiatan penelitian.

Lampiran 6

Prosedur pemeriksaan hematologi.

Lampiran 7

Prosedur pemeriksaan malaria.

Lampiran 8

Prosedur pemeriksaan alat hematologi analyzer mindray BC-3000 plus.

 

Lampiran 9

Kartu bimbingan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

       Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan kepada orang-orang melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Kasus malaria di seluruh dunia pada tahun 2017 ada 219 juta kasus, naik dari 217 juta kasus pada 2016. Diperkirakan ada 435.000 kematian akibat malaria secara global pada tahun 2017. Sebagaian besar kasus malaria pada tahun 2017 berada di wilayah Afika, diikuti oleh wilayah Asia Tenggara, dan wilayah Mediterania Timur (WHO, 2018).

Angka kesakitan malaria di Indonesia pada tahun 2018 yaitu 0.84 per 1000 penduduk. Papua merupakan provinsi dengan API (Annual Paracite Incidence) tertinggi yaitu 52,99 per 1000 penduduk, angka ini sangat tinggi jika dibanding dengan provinsi lainnya. Tiga provinsi dengan API per 1000 penduduk tertinggi lainnya, yaitu Papua Barat (8,49), NTT (3,42), dan Maluku (1,16). Provinsi Lampung merupakan urutan ke 13 dengan API 0,19 per 1000 penduduk (Kemenkes RI, 2018).

Situasi malaria di Kabupaten Lampung Selatan per kabupaten sejak 10 tahun terakhir mengalami penurunan secara signifikasi, dari 0,9 ‰ pada tahun 2008 menjadi 0.19 ‰ pada tahun 2017, disebutkan bahwa Puskesmas yang masih tinggi angka kejadian malaria nya yaitu Puskesmas Rajabasa dengan angka 89 positif malaria (DinKes Kab. LamSel, 2017).

Pada malaria terjadi anemia, derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkannya. Anemia tampak jelas pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat yaitu pada malaria akut yang berat. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara mendadak (Sutanto, 2010).

Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan packed red blood cells  (hematokrit) per 100 ml darah. Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dengan melihat hapusan darah tepi dan indeks eritrosit. Dalam klarifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan yaitu anemia normokromik normositik, anemia hipokromik mikrositik dan anemia normokromik makrositik (Price; Wilson, 2005). Teori ini didukung dengan adanya hasil penelitian Firdaus (2019) tentang jenis anemia berdasarkan indeks eritrosit pada penderita malaria dilakukan di Rumah Sakit Tk.IV 02.07.04 Bandar Lampung pada tahun 2017 sampai 2018, didapatkan hasil sebanyak 36 pasien (49,32%) mengalami anemia normokrom normositik, 27 penderita (36,98%) mengalami hipokrom mikrositik, dan tidak ada penderita yang mengalami anemia normokrom makrositik (Firdaus, 2019).

       Patogenesis malaria jelas akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Proses patologi  pada manusia adalah akibat dari siklus eritrositik, merozoit menyerang eritrosit di mana mereka berkembang melalui bentuk cincin ke tropozoit dan akhirnya skizon. Perkembangan parasit di dalam eritrosit menyebabkan perubahan-perubahan pada eritrosit meliputi 3 hal utama, yaitu pembesaran, perubahan warna menjadi lebih pucat (decolorization) dan stippling (timbulnya bintik-bintik pada pewarnaan tertentu, misal titik-titik Schuffner, Maurier cleft, titik-titik Zieman) (Harijanto, 2000).

Perubahan bentuk eritrosit ini akan mempengaruhi nilai mean corpuscular volume (MCV), nilai mean corpuscular hemoglobin (MCH) serta nilai mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC). Invasi parasit mengganggu fungsi kerja sel eritrosit dan membuat sel lebih mudah lisis karena parasit-parasit memakan hemoglobin, sehingga hemoglobin berkurang. Teori ini didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Fatonah (2015) tentang indeks eritrosit pada penderita malaria dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, didapatkan nilai MCV rendah 7 penderita (20,59), MCH rendah 12 penderita (64,71%), dan MCHC rendah 7 penderita (20,59%) dan normal 27 penderita (79,41%) (Fatonah, 2015). Dan pada tahun 2019 dilakukan penelitian oleh Khairunnisa (2019) tentang jenis anemia berdasarkan indeks eritrosit pada penderita malaria dilakukan di RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung pada tahun 2017 dan 2018, didapatkan nilai MCV yang normal 114 penderita (75,55%), MCH normal 106 penderita (68,39%) dan MCHC normal 123 penderita (79,35%) (Khairunnisa,  2019).

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM. Rumah sakit ini terletak di desa Kedaton, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan terdapat 24 kasus positif malaria pada bulan Januari-November 2019. Hal ini disebabkan karena RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM yang berada di wilayah endemis malaria, karena Kabupaten Lampung Selatan merupakan wilayah kerja yang sangat mendukung kehidupan vektor malaria, yaitu daerah pinggir pantai, kondisi lingkungan ditemukan rawa-rawa, genangan air payau di tepi laut dan tambak-tambak ikan yang tidak terurus. Hasil penelitian Widiastuti (2009) tentang Penentuan Wilayah Endemik Malaria di Provinsi Lampung dan Analisis Pengaruh Unsur Iklim terhadap Tingkat Kejadian Malaria, didapatkan hasil bahwa Kabupaten Lampung Selatan merupakan Kabupaten yang berada di urutan kedua sebagai Kabupaten dengan tingkat kerawanan paling tinggi di Provinsi Lampung dengan Kalianda sebagai kecamatan yang paling endemis di Kabupaten Lampung Selatan (Widiastuti, 2009).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti melakukan penelitian tentang gambaran indeks eritrosit pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019.

B.       Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran indeks erirosit pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019?

C.      Tujuan Penelitian

1.        Tujuan Umum

 Mengetahui gambaran indeks eritrosit pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

2.        Tujuan Khusus

a.         Mengetahui persentase penderita malaria yang mengalami anemia di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun  2018-2019.

b.         Mengetahui nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) penderita malaria yang mengalami anemia di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

c.         Mengetahui persentase jenis anemia yang terjadi berdasarkan nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

D.      Manfaat Penelitian

1.    Manfaat Teoritis

             Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengetahuan tentang indeks eritrosit pada penderita malaria di RSUD dr. H.Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

2.    Manfaat Aplikatif

a.       Bagi masyarakat

       Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada masyarakat mengenai gambaran indeks eritrosit yang dapat terjadi pada penderita malaria.

b.      Bagi Institusi Pendidikan

Memberikan informasi tentang gambaran indeks eritrosit pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019 untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai referensi dan evaluasi dalam kegiatan belajar mengajar.

E.       Ruang Lingkup Penelitian

  Bidang kajian yang diteliti adalah Hematologi dan Parasitologi. Penelitian ini bersifat deskriptif, dengan pengambilan data sekunder dari data rekam medik pasien. Analisa data adalah univariat. Variabel dalam penelitian adalah indeks eritrosit pada penderita malaria. Penelitian ini dibatasi pada pengambilan data nilai hemoglobin, hematokrit, hitung eritrosit dan indeks eritrosit pada pasien malaria yang didapat dari instalansi laboratorium klinik di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai April 2020 di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

A.    Tinjauan Teori

1.    Malaria

Malaria berasal dari bahasa Italia yaitu mal yang artinya buruk dan area yang artinya udara. Secara harfiah malaria berarti penyakit yang sering terjadi pada daerah dengan udara buruk akibat lingkungan buruk. Malaria adalah suatu penyakit infeksi dengan demam berkala yang disebabkan oleh parasit Plasmodium (termasuk genus Protozoa) dan ditularkan oleh nyamuk Anopheles betina (Zulkoni, 2010). Malaria dapat ditemukan di daerah-daerah dengan ketinggian 2.666 meter sampai dengan daerah yang letaknya 433 meter di bawah permukaan laut. Sifat malaria dapat berbeda dari satu daerah ke daerah  lain, tergantung pada beberapa faktor yaitu faktor parasit yang terdapat pada nyamuk, faktor manusia yang rentan dan faktor lingkungan yang dapat menunjang kelangsungan hidup nyamuk vektor malaria (Gandahusada, 2006).

Penyakit malaria telah diketahui sejak zaman Yunani. Gejala klinis penyakit malaria khas dan mudah dikenal, karena demam yang naik turun dan teratur disertai menggigil. Pada waktu itu sudah dikenal febris tersiana dan febris kuartana. Selain itu ditemukan kelainan limpa, yaitu splenomegali (limpa membesar dan menjadi keras) sehingga dahulu penyakit malaria disebut juga sebagai demam kura. Malaria diduga disebabkan oleh hukuman dewa, karena pada waktu itu ada wabah di sekitar kota Roma (Sutanto, 2010).

Malaria pada manusia dapat disebabkan oleh P. malariae, P. vivas, P. falciparum dan P. ovale. Dari sekitar 400 spesies nyamuk  Anopheles telah ditemukan 67 spesies yang dapat menularkan malaria 24 diantaranya ditemukan di Indonesia. Selain oleh gigitan nyamuk, malaria dapat ditularkan secara langsung melalui tranfusi darah atau jarum suntik yang tercemar darah serta dari ibu hamil kepada bayinya (Harijanto, 2000).

 

 

a.         Klasifikasi

Phylum                 : Apikomplexa

Kelas                    : Sporozoa

Subkelas               : Coccidiida

Ordo                     : Eucoccidides

Sub-ordo              : Haemosporidiida

Family                  : Plasmodiidae

Genus                   : Plasmodium

Spesies                 : Plasmodium vivax

                               Plasmodium ovale

                               Plasmodium falciparum

                               Plasmodium malariae

(Harijanto, 2000).

b.        Siklus Hidup

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sumber : http://www.malwet.gr/

 

Gambar 2.1. Siklus Hidup Plasmodium

 

       Siklus hidup dari keempat Plasmodium ini berlangsung secara seksual (sporogoni) di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina dan secara aseksual (schizogoni eritrosit) dan di dalam parenkim hati (schizogoni eksoeritrosit primer) setelah sporozoit masuk dalam sel hati dan schizogoni eksoeritrosit sekunder yang berlangsung dalam hati (Safar, 2010).

       Ada dua macam sporozoit, yaitu yang langsung mengalami pertumbuhan dan ada sporozoit yang menetap dalam periode tertentu, tetap tidur (dormant) yang disebut hipnozoit, sampai menjadi aktif kembali dan mengalami pembelahan schizogoni. Pada infeksi P. falciparum dan P. malariae hanya terjadi satu periode aseksual yaitu sebelum siklus dalam darah. Pada infeksi P. vivax dan P. ovale siklus eksoeritrosit dapat berlangsung, terus sejalan dengan perjalanan penyakit bila tidak mendapat pengobatan (Safar, 2010).

       Bila nyamuk Anopheles betina yang mengandung stadium sporozoit pada air liurnya menggigit dan menghisap darah manusia, maka sporozoit akan masuk melalui probosisnya ke dalam kulit lalu masuk ke dalam peredaran darah. Sebagian sporozoit dihancurkan oleh sel fagosit. Setelah ½ sampai 1 jam, yang tidak difagosit akan masuk ke dalam sel hati, lalu berkembangbiak (schizogoni praeritrosit). Inti parasit akan membelah berulang-ulang hingga terbentuk skizon hati (skizon jaringan) berbentuk bulat atau lonjong dan menjadi besar sampai 45 mikron. Pembelahan inti disertai pembelahan sitoplasma yang mengelilingi setiap inti hingga membentuk beribu-ribu merozoit berinti dua dengan ukuran 1,0-1,8 mikron. Fase ini berlangsung beberapa waktu yang berbeda-beda antara bermacam-macam Plasmodium (Safar, 2010).

Pada akhir stadium praeritrosit, skizon pecah, maka merozoit masuk ke peredaran darah. Pada sinusoid hati merozoit akan menyerang eritrosit dan sebagian akan difagositosis. Pada P. vivax dan P. ovale sebagian dari merozoit menjadi hipnozoit setelah beberapa waktu (beberapa bulan sampai 5 tahun) akan aktif kembali dan akan memulai schizogoni eksoeritrosit sekunder (Safar, 2010).

       Merozoit yang dilepas oleh skizon jaringan akan menyerang eritrosit, maka akan terjadi siklus eritrosit yang dimulai dengan stadium trofozoit muda yaitu parasit dalam eritrosit akan membentuk vakuola dan sitoplasmanya membentuk lingkaran (bentuk cincin). Dalam masa pertumbuhan selanjutnya, bentuk cincin menjadi tidak teratur (trofozoit tua). Parasit ini mencernakan hemoglobin dalam eritrosit dan sisa metabolismenya berupa pigmen yang mengandung zat besi dapat dilihat dalam parasit sebagai butir-butir berwarna kuning tenguli, hingga tenguli hitam yang jelas terlihat pada stadium lanjut. Setelah masa pertumbuhan, parasit berkembangbiak secara aseksual (schizogoni). Inti parasit membelah diikuti oleh sitoplasma lalu membentuk skizon. Skizon matang mengandung bentuk-bentuk bulat kecil yang terdiri dari inti dan sitoplasma (merozoit). Setalah proses schizogoni selesai, eritrosit pecah dan merozoit akan masuk aliran darah (sporulasi). Kemudian merozoit akan memasuki eritrosit baru, maka siklus akan berulang. Proses schizogoni berbeda-beda waktunya menurut spesiesnya.

Pada P. vivax dan P. ovale siklus schizogoni (fase eritrosit) berlangsung 48 jam, sedang P. malariae 2 jam dan P. falciparum kurang dari 48 jam (Safar, 2010).

       Setelah terjadi siklus eritrositer 2 atau 3 generasi (3-15 hari), merozoit yang keluar setelah skizon pecah, akan tumbuh menjadi bentuk seksual (proses gametogoni atau gametositogenesis). Bentuk seksual tumbuh, tapi intinya tidak membelah. Umumnya makrogametosit dalam plasma sitoplasmanya berwarna biru dengan inti yang kecil dan padat, mikrogametosit sitoplasmanya berwarna biru pucat atau merah muda dengan inti besar dan difusi (Safar, 2010).

       Bila nyamuk Anopheles betina menghisap darah penderita malaria, di dalam lambung nyamuk eritrosit akan dicerna bersamaan dengan parasit stadium aseksual, sedang parasit stadium seksual akan tumbuh. Mikrogametosit akan mengalami proses eksflagelasi, yaitu intinya membelah menjadi 4 sampai 8 lalu tumbuh menjadi bentuk flagel dengan ukuran 20-25 mikron, lalu melepaskan diri dan bergerak menuju gamet betina (mikrogamet). Makrogametosit mengalami pematangan menjadi makrogamet (Safar, 2010).

Di dalam lambung nyamuk akan terjadi pembuahan dengan cara sporogoni menghasilkan zigot yang berbentuk bulat dan tidak bergerak. Dalam waktu 18-24 jam memanjang dengan ukuran 8-24 mikron (ookinet) yang akan menembus dinding lambung membentuk ookista. Ookista ini akan tumbuh menjadi besar sampai besarnya mencapai 500 mikron dengan inti yang membelah dan dikelilingi oleh protoplasma yang membentuk sporozoit dengan jumlah ribuan masuk rongga badan nyamuk, lalu pecah mencapai kelenjar liur nyamuk, pada saat ini nyamuk menjadi bentuk infektif (Safar, 2010).

c.    Cara Infeksi

       Infeksi dapat terjadi dengan 2 cara yaitu : secara alami melalui vektor, bila sporozoit dimasukkan ke dalam badan manusia dengan tusukan nyamuk. Secara induksi (induced), bila stadium aseksual dalam eritrosit tidak sengaja masuk dalam badan manusia melalui darah, misalnya melalui transfusi, suntikan atau kongenital (bayi baru lahir mendapat infeksi dari ibu yang menderita malaria melalui darah plasenta) (Sutanto, 2010).

d.   Patologi dan Gejala Klinis

       Masa sejak terjadinya infeksi parasit malaria sampai ditemukannya parasit dalam darah di saat jumlah parasit telah melewati ambang mikroskopik (microscopic threshold), disebut masa prepaten (prepaten periode). Masa antara masuknya sporozoit ke dalam tubuh hospes sampai timbulnya gejala demam, disebut masa tunas intrinsik. Masa ini berbeda-beda, yaitu 12 hari untuk P. falciparum, 13-17 hari untuk P. vivax dan P. ovale, dan 28-30 hari untuk P. malariae (Safar, 2010).

Perjalanan penyakit malaria terdiri dari demam yang disertai gejala klinis yang diselingi periode bebas demam. Gejala klinik terpenting pada malaria terdiri dari demam, splenomegali dan anemia (Safar, 2010).

Demam pada infeksi malaria terjadi sehubungan dengan pecahnya sejumlah skizon matang secara periodik dan merozoit masuk ke dalam aliran darah (sporulasi). Demam biasanya bersifat intermiten (febris intermitens), dapat juga bersifat remiten (febris remitens) atau bersifat terus-menerus (febris kontinua). Serangan malaria biasanya dimulai dengan gejala prodromal, yaitu lesu, sakit kepala, hilangnya nafsu makan, kadang-kadang disertai gejala mual dan mintah. Serangan demam yang khas terdiri dari 3 stadium, yaitu :

Stadium menggigil, dimulai dengan perasaan dingin yang amat sangat. Nadi lemah tapi cepat, bibir dan jari tangan menjadi biru, kulit kering dan pucat, kadang-kadang disertai muntah. Pada anak-anak sering disertai kejang-kejang. Stadium ini berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam (Safar, 2010).

Stadium acme (stadium puncak demam), dari perasaan dingin berubah menjadi panas sekali, muka merah, kulit kering dan panas serasa terbakar, sakit kepala hebat, ada rasa mual dan muntah, nadi penuh dan berdenyut. Suhu naik sampai 41˚C, penderita merasa sangat kehausan. Stadium ini berlangsung 2 smpai 6 jam (Safar, 2010).

Stadium sudoris (stadium berkeringat), dimulai dengan penderita berkeringat banyak, suhu badan turun dengan cepat hingga kadang-kadang sampai di bawah ambang normal. Stadium ini berlangsung 2 sampai 4 jam (Safar, 2010).

Pada malaria juga ditemukan splenomegali yaitu pembesaran limpa yang merupakan gejala khas malaria menahun. Perubahan pada limpa biasanya disebabkan oleh kongesti, kemudian limpa berubah warna menjadi hitam karena pigmen yang ditimbulkan dalam eritrosit yang mengandung parasit dalam kapiler dan sinusoid. Pembesaran limpa merupakan tanda fisik yang penting pada malaria. Pada kasus-kasus primer, pembesaran limpa masih kecil, hingga sulit teraba pada palpasi. Setelah beberapa kali paraksismal biasanya pada minggu kedua, limpa tampak membesar dan dapat diraba padaa palpasi (Safar, 2010).

Anemia juga terjadi pada penderita malaria dengan serangan akut kadar hemoglobin menurun secara mendadak. Anemia terutama tampak pada malaria falciparum karena penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat, juga pada malaria menahun (Safar, 2010).

Anemia disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini :

a)      Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan tidak yang terjadi   didalam limfa.

b)      Lysis dari eritrosit akibat siklus hidup dari parasit.

c)      Raduced survival time, yaitu eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama.

d)     Diseritropoesis, gangguan pembentukan eritosit.

e)      Berkurangnya pembentukan hemoglobin.

f)       Meningkatnya fragilitas sel eritrosit (Safar, 2009).

 

e.    Diagnosis

Diagnosis pada infeksi malaria dilakukan dengan menemukan parasit dalam darah yang diperiksa dengan mikroskop. Diagnosis laboratorium dilakukan dengan berbagai cara, yaitu diagnosis dengan mikroskop cahaya (pemeriksaan sediaan darah tebal dan darah tipis dengan pulasan Giemsa), metode lain tanpa menggunakan mikroskop, Rapid antigen detection test (RDT) dan metode yang berdasarkan deteksi asam nukleat (hibridisasi DNA atau RNA berlabel yang senstivitasnya dapat ditingkatkan dengan PCR) (Sutanto, 2010).

f.     Faktor yang mempengaruhi malaria

1.    Parasit

Dari 4 Plasmodium, strain Plasmodium dapat berbeda dengan strain Plasmodium lainnya. Pola relaps dari strain P. vivax dapat berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lainnya, begitu pula lamanya inkubasi strain P. vivax pada suatu wilayah berbeda dari satu daerah lainnya. Sifat parasit dapat berbeda dari satu daerah ke daerah lain, terutama senstivitas terhadap berbagai obat anti malaria (Sutanto, 2010).

2.    Manusia

Keadaan manusia dapat sebagai pengandung gamet yang dapat meneruskan daur hidup dalam nyamuk, adalah penting sekali. Manusia ada yang rentan, yang dapat ditulari dengan malaria, tapi ada pula yang lebih kebal dan tidak mudah ditulari dengan malaria. Berbagai bangsa (ras) mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (faktor rasial). Pada umumnya pendatang baru ke suatu daerah endemi, lebih suseptibel terhadap malaria daripada penduduk aslinya (Sutanto, 2010). Penyakit malaria dapat menginfeksi setiap manusia, ada beberapa faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi manusia sebagai penjamu penyakit malaria antara lain :

a.         Umur

Secara umum penyakit malaria tidak mengenal tingkatan umur. Hanya saja anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Menurut Gunawan (2000), perbedaan prevalensi malaria menurut umur dan jenis kelamin berkaitan dengan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan nyamuk. Orang dewasa dengan berbagai aktivitasnya di luar rumah terutama di tempat-tempat perindukan nyamuk pada waktu gelap atau malam hari, akan sangat memungkinkan untuk kontak dengan nyamuk (Safar, 2010).

b.         Jenis kelamin

Penelitian menunjukan bahwa penelitian Dwi dkk (2013) pria lebih banyak menderita malaria daripada wanita. Pria 135 orang (54,4%) dan wanita 113 orang (45,6%), hak ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti kekebalan tubuh, kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari, lingkungan tempat tinggal dan hal lainnya yang mendukung (Safar, 2010).

3.    Vektor

Nyamuk Anopheles di dunia meliputi 2000 spesies, sedangkan yang menularkan malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia menurut pengamatan terakhir ditemukan kembali 80 spesies Anopheles, yang berperan sebagai vektor malaria 16 spesies dengan perindukan yang berbeda-beda (Safar, 2010).

4.    Lingkungan

Keadaan lingkungan mempunyai pengaruh yang besar terhadap keadaan malaria di suatu daerah. Pengaruh iklim penting sekali terhadap ada atau tidaknya malaria. Di daerah yang beriklim dingin, transmisi malaria hanya mungkin terjadi pada musim panas. Suhu udara, kelembaban dan curah hujan merupakan faktor penting untuk transmisi penyakit malaria (Gandahusada, 2006).

Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi infeksi malaria :

a.    Lingkungan Fisik

Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 dan 30˚C. Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya nyamuk Anopheles. Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah. Pada ketinggian di atas 2000 M jarang ada transmisi malaria. Kecepatan dan arah angin dapat mempegaruhi jarak terbang nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. Pengaruh arus air berbeda-beda untuk setiap spesiesnya, ada yang menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir lambat, ada yang menyukai aliran air yang deras dan ada juga yang menyukai air tergenang. Salah satu nyamuk Anopheles dapat tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya 12-18% dan tidak berkembang pada garam 40% ke atas (Harijanto, 2000).

b.    Lingkungan Biologik

Tumbuhan bakau, lumut ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau melindungi dari serangan makhluk hidup lainnya (Harijanto, 2000).

c.    Lingkungan Sosial Budaya

Kebiasaan untuk di luar rumah sampai larut malam, dimana vektornya bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan obat nyamuk (Harijanto, 2000).

2.    Anemia

Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan. Anemia secara laboratorik yaitu keadaan apabila terjadi penurunan dibawah normal kadar hemoglobin, hitung eirtrosit dan hematokrit (packed red cell). Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya Hemoglobin < 10 g/dl, Hematokrit < 30% dan Eritrosit < 2,8 juta/mm3 (Tarwoto; Wartonah, 2008).

Anemia dapat diklasifikasikan menurut faktor-faktor morfologik sel darah merah dan indeks-indeksnya atau menurut etiologi.

a.         Berdasarkan klasifikasi morfologik anemia, mikro- atau makro- menunjukakan sel darah merah dan kromik menunjukkan warnanya.

Anemia normokrom normositik, terjadi ketika sel-sel darah merah  normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal mean corpuscular volume (MCV) dan mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC) normal atau normal rendah. Penyebab-penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit-penyakit yang meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal dan kegagalan sumsum tulang.

Anemia normokrom makrositik, makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal, tetapi normokrom terjadi karena konsentrasi hemoglobin normal (MCV meningkat, MCHC normal). Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam folat atau keduanya. Anemia normokromik dapat juga terjadi pada kemotrapi kanker karena agen-agen menganggu sintesis DNA.

Anemia hipokrom mikrositik, mikrositik berarti sel kecil dan hipokromik berarti pewarnaan yang berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV dan MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan influsiensi keadaan sideroblastik, kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis hemoglobin seperti pada thalasemia (Muttaqin, 2009).

b.         Berdasarkan etiologi

       Anemia berdasarkan etiologi terjadi karena meningkatnya kehilangan sel darah merah, dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat diakibatkan dari trauma atau ulkus atau akibat perdarahan kronis karena polip di kolon, keganasan, hemoroid atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah di dalam sirkulasi dikenal sebagai hemolisis, terjadi jika gangguan pada sel darah merah itu sendiri memperpendek siklus hidupnya (kelainan intrinsik) atau perubahan lingkungan yang menyebabkan penghancuran sel darah merah (kelainan ekstrinsik).

Anemia ini terjadi juga dikarenakan berkurangnya atau terganggunya produksi sel darah merah (diseritropoiesis). Contohnya, keganasan jaringan padat metastatik, leukimia, limfoma dan mieloma multipel, serta radiasi dapat mengurangi produksi efektif sel darah merah (Price; Wilson, 2005).

3.    Pemeriksaan Laboratorium Indeks Eritrosit

Jenis pemeriksaan laboratorium bidang hematologi yang dapat dilakukan oleh alat Hematology Analyzer antara lain :

a)         Kadar Hemoglobin

Hemoglobin  adalah protein berpigmen merah yang terdapat dalam sel darah merah. Rata-rata konsentrasi hemoglobin pada sel darah adalah 32 g/dl (Tarwoto, 2008).

       Fungsi hemoglobin adalah mengangkut oksigen dari paru-paru dan dalam peredaran darah untuk dibawa ke jaringan. Di samping oksigen, hemoglobin juga membawa Karbondioksida dan dengan Karbonmonoksida, juga berperan dalam menjaga keseimbangan pH darah (Tarwoto, 2008).

b)        Hematokrit

Hematokrit (Ht) adalah volume sel-sel darah merah dalam 100 ml (1 dl) darah, dihitung dalam persen. Pengukuran hematokrit atau volume sel padat, menunjukkan presentasi sel darah merah dalam darah, dinyatakan dalam mm3/100 ml (Tarwoto, 2008).

c)    Hitung jumlah sel darah merah

Sel darah merah berbentuk cakram bikonkraf dengan diameter sekitar 7.5 mikron, tebal bagian tepi 2 mikron dan bagian tengahnya 1 mikron atau kurang. Hitung sel darah adalah menghitung jumlah sebenarnya dari unsur darah (sel darah merah) dalam volume darah tertentu, dinyatakan sebagai jumlah sel per milimeter kubik (mm3) (Nugraha, 2017).

Tabel 2.1.Nilai rujukan dan nilai kritis hemoglobin, hematokrit, dan jumlah sel darah merah.

Usia

Nilai Normal

Hb (g/dl)

Ht (%)

∑ eritrosit (juta sel/mm3)

Bayi baru lahir

14-24 g/dl

44-46 %

4,8-7,2 juta sel/mm3

Bayi

10-17 g/dl

(-)

(-)

Anak-anak

11-16 g/dl

(-)

3,8-5,5 juta sel/mm3

Anak 1-3 tahun

(-)

29-40 %

(-)

4-10 tahun

(-)

31-43 %

(-)

Dewasa

Pria : 13,5-17 g/dl

Pria : 40-54 %

Pria : 4,6-6,0  juta sel/mm3

Wanita : 12-15 g/dl

Wanita : 36-46 %

Wanita : 4,0-5,0  juta sel/mm3

                                

Sumber : Nugraha, 2017.

d)   Indeks Eritrosit

       Indeks eritrosit atau indeks korpuskular adalah batasan untuk ukuran dan isi hemoglobin eritrosit. Indeks eritrosit terdiri atas rerata volume sel Mean Corpuscular Volume (MCV), rerata kadar hemoglobin sel Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) dan konsentrasi kadar hemoglobin sel Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC). Indeks eritrosit dihitung dari hematokrit/PCV, hemoglobin dan hitung eritrosit (Nugraha, 2017).

1)   Mean Corpuscular Volume (MCV)

     Mean Corpuscular Volume mencerminkan volume atau ukuran rata-rata eritrosit, mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran normal) dan makrositik (ukuran besar). Gangguan tertentu berkaitan dengan ukuran eritrosit bervariasi, tetapi ukuran rata-rata tidak berubah. Hasil perhitungannya dinyatakan dalam femoliter (fL). 1 fL = 10-15 liter. Nilai normalnya adalah 80 sampai 94 fL (Nugraha, 2017).

Tabel 2.2 Rumus Mean Corpuscular Volume.

MCV (fL) =  × 10

                                                                                                  

 

2)   Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH)

   Mean Corpuscular Hemoglobin mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya. Dengan mengukur MCH dapat digambarkan normokromik (eritrosit memiliki hemoglobin rerata normal) dan hipokromik (eritrosit memiliki hemoglobin rerata kurang dari normal). Hasil perhitungannya dinyatakan dalam pikogram (pg). 1 pg = 10-12 gram. Nilai normalnya adalah 27 sampai 31 pg (Nugraha, 2017).

Tabel 2.3 Rumus Mean Corpuscular Hemoglobin.

MCH (pg) =  × 10

 


3)   Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC)

Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration menggambarkan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit atau ratio kadar hemoglobin terhadap volume eritosit. Nilai normalnya adalah 32 sampai 36 %. MCHC menunjukan normokromik atau hipokromik. Bila nilainya < 32% menunjukan hipokromik, dan bila nilainya 32 sampai 36% menunjukkan normokromik. Penurunan nilai MCHC dijumpai pada anemia hipokromik, defisiensi zat besi serta thalasemia (Nugraha, 2017).

MCHC (%) =  × 100%

Tabel 2.4 Rumus Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration.

MCHC (%) =  × 100 %

 

 

 

 


4.    Hubungan Anemia dengan Malaria

       Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Anemia lebih sering dijumpai pada penderita di daerah endemik. Beberapa mekanisme terjadinya anemia karena perusakan eritrosit oleh parasit, hambatan eritropoeiesis yang sementara, hemolisis karena proses complement mediated immune complex, eritrofagositosis, dan penghambatan pengeluaran retikulosit (Harijanto, 2009).

       Anemia pada malaria terjadi akibat pecahnya eritrosit yang berulang kali selama terjadinya proses segmentasi parasit didalam eritrosit, penderita mengalami anemia hipokrom mikrositik, normokromik makrositer, atau anemia hipokrom normositik (Soedarto, 2009).

       Anemia pada malaria mengakibatkan anemia hemolitik berat ketika sel drah merah diinfeksi oleh parasit Plasmodium, yang menyebabkan kelainan sehingga permukaan sel darah merah menjadi tidak teratur. Kemudian sel darah merah yang mengalami kelainan segera dikeluarkan dari sirkulasi oleh limpa (Price; Wilson, 2005). Anemia berat pada malaria sering ditemukan pada anak-anak, terutama usia sampai 3 tahun, tetapi juga dapat ditemukan pada 10 sampai 30% pasien dewasa. Penyebab bersifat multifaktoral dan kompleks, meliputi 2 hal utama, yaitu penghancuran eritrosit baik yang terinfeksi ataupun tidak terinfeksi parasit (hemolisis), dan gangguan produksi eritrosit dalam sumsum tulang (diseritropoiesis) (Harijanto, 2009).

       Pada saat proses skizogoni,eritrosit yang terinfeksi parasit akan pecah mengeluarkan berbagai toksin seperti  hemozosim atau mungkin antigen parasit lain. Toksin tersebut akan merangsang makrofag dan limfosit T helper menghasilkan berbagai sitokin proinflamasi dalam jumlah banyak yang akan mengganggu metabolisme sel, sitokin tersebut juga dapat memicu enzim inducible nitric oxyde synthase (iNOS) pada sel endotel vaskuler untuk menghasilkan nitric oxid (NO). Diduga sitokin dan NO dalam jumlah banyak akan dapat mengganggu fungsi sel serta fungsi organ tertentu (Harijanto, 2009).

       Anemia pada malaria juga dapat disebabkan karena hemolisis yang terjadi akibat rusaknya eritrosit sewaktu pelepasan merozoit, penghancuran eritrosit terinfeksi maupun tidak terinfeksi oleh sistem retikuloendotelial di limpa karena deformitas eritrosit yang menjadi kaku sehingga tidak dapat melalui sinusoid limpa, atau dapat juga disebabkan oleh mekanisme imun (hemolitik imun). Pada mekanisme imun tersebut baik eritrosit yang terinfeksi maupun tidak terinfeksi akan diselubungi oleh antigen igG yang kemudian dihancurkan dalam limpa. Mekanisme hemolisis lain juga dapat disebabkan oleh produksi ROS yang berlebihan yang dapat merusak membran eritrosit dan menimbulkan anemia, karena eritrosit tidak berhasil lolos dari sinusoid di pulpa merah limpa dan akan difagositosis oleh makrofag. Berkurangnya kemampuan deformabilitas ini disebabkan oleh kegagalan pompa Na+ / K+ dengan akibat akumulasi Na+ intraseluler. Kegagalan pompa Na+ / K+ diduga disebabkan oleh kadar NO yang dipicu oleh sitokin (Harijanto, 2009).

B.  Kerangka Konsep

Penderita malaria yang mengalami anemia

Indeks eritrosit

-          MCV (Mean Corpuscular Volume)

-          MCH (Mean Corpucular Hemoglobin)

-          MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)

 

 

 

 

 



BAB III

METODE PENELITIAN

 

A.    Jenis dan Rancangan Penelitian

       Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, dengan desain cross sectional. Variabel penelitian ini adalah indeks eritrosit pada penderita malaria.

B.     Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Laboratorium Patologi Klinik RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Januari sampai April tahun 2020.

C.    Populasi dan Sampel Penelitian

1.      Populasi

       Populasi dari penelitian ini adalah 567 seluruh pasien yang melakukan pemeriksaan malaria dan tercatat dalam rekam medik di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2018-2019.

2.      Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu 27 dari populasi dengan kriteria melakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit dan indeks eritrosit.

D.      Variabel dan Definisi Operasional Penelitian

No.

Variabel

Penelitian

Definisi

Cara  ukur

Alat ukur

Hasil ukur

Skala

1.

Penderita malaria

Orang yang melakukan pemeriksaan malaria dan dinyatakan positif menderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun    2018-2019

Observasi data rekam medik

Data rekam medik

-          Malaria falciparum

-          Malaria vivax

-          Malaria Ovale

-          Malaria malariae

-          Malaria mix (falciparum dan vivax)

Nominal

 

No.

Variabel

Penelitian

Definisi

Cara  ukur

Alat ukur

Hasil ukur

Skala

2.

Indeks eritrosit

Indeks eritrosit adalah suatu nilai rata-rata yang dapat memberi keterangan mengenai rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin per-eritrosit.

Mencatat data rekam medik

Hematology analyzer dan data rekam medik

- MCV

- MCH

- MCHC

 

Nominal

 

E.     Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa data sekunder, yaitu hasil pemeriksaan malaria di Laboratorium Patologi Klinik RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan dan data rekam medik pasien yang terdiri dari :

1.    Langkah pertama yang dilakukan peneliti adalah melakukan penelusuran pustaka.

2.    Melakukan pra survey yaitu observasi pada lokasi yaitu di Laboratorium Patologi Klinik RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan berkaitan tentang data kejadian malaria dan data hasil pemeriksaan indeks eritrosit.

3.    Mengurus surat perizinan penelitian untuk diajukan RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan.

4.    Setelah mendapatkan surat perizinan dari pihak rumah sakit, kemudian peneliti melakukan penelusuran ke bagian rekam medik untuk mendapatkan data pasien penderita Malaria di  RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan.

5.    Kemudian peneliti melakukan penelusuran rekam medik untuk mendapatkan data kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah eritrosit dalam menjaring kejadian anemia pada penderita malaria.

6.    Selanjutnya sampel yang positif mengalami anemia ditelusuri lebih lanjut untuk menentukan nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC).

7.    Data yang di dapat dimasukan dalam tabel pengumpulan data.

F.     Pengolahan dan Analisis Data

Data diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis univariat, untuk mengetahui distribusi frekuensi masing-masing variabel dalam penelitian, dan data disajikan dalam bentuk persentase.

Pententuan jenis anemia berdasarkan indeks eritrosit :

a.       Mean Corpuscular Volume mencerminkan volume atau ukuran rata-rata eritrosit, mikrositik (ukuran kecil), normositik (ukuran normal) dan makrositik (ukuran besar). Gangguan tertentu berkaitan dengan ukuran eritrosit bervariasi, tetapi ukuran rata-rata tidak berubah.

MCV (fL) =  × 10

 

Rumus Mean Corpuscular Volume.

 

 

b.       Mean Corpuscular Hemoglobin mengindikasikan bobot hemoglobin di dalam eritrosit tanpa memperhatikan ukurannya. Dengan mengukur MCH dapat digambarkan normokromik (eritrosit memiliki hemoglobin rerata normal) dan hipokromik (eritrosit memiliki hemoglobin rerata kurang dari normal).

Rumus Mean Corpucular Hemoglobin.

MCH (pg) =  × 10

 

 

 

 


c.       Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration menggambarkan konsentrasi hemoglobin per unit volume eritrosit atau ratio kadar hemoglobin terhadap volume eritosit.

Rumus Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration.

MCHC (%) =  × 100 %

 

 

MCHC (%) =  × 100%

 

 

 

 

 



BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

A.    Hasil

Berdasarkan hasil penelitian pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2018-2019 sebanyak 27 pasien diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 4.1. Persentase penderita malaria yang mengalami anemia di RSUD dr. H. Bob Bazar,          SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

 

 

Jumlah Penderita Malaria

Persentase (%)

Anemia

8

29,63

Tidak Anemia

19

70,37

Jumlah

27

100

 

Gambar 4.1. Grafik penderita malaria yang mengalami anemia di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

 

 Berdasarkan table 4.1. diketahui sebanyak 8 penderita malaria (29,63%)   mengalami anemia, dan sebanyak 19 penderita malaria (70,37%) tidak mengalami anemia.

 

 

 

 

 

Tabel 4.2. Persentase nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) penderita malaria yang mengalami anemia di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

 

Penderita yang mengalami anemia

Indeks Eritrosit

MCV

MCH

MCHC

Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

Normal

5

62,5

4

50

7

87,5

Tinggi

1

12,5

4

50

1

12,5

Rendah

2

25

0

0

0

0

Jumlah

8

100

8

100

8

100

               

Gambar 4.2. Grafik nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) penderita malaria yang mengalamianemia di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

 

Berdasarkan table 4.2. diketahui MCV sebanyak 5 penderita (62,5%) nilainya normal, 2 penderita (25%) nilainya rendah dan 1 penderita (12,5%) nilainya tinggi. Pada pemeriksaan MCH, sebanyak 4 penderita (50%) nilainya normal, 0 penderita (0%) rendah  dan 4 penderita (50%) nilainya tinggi. Dan pada pemeriksaan MCHC sebanyak 7 penderita (87,5%) nilainya normal, 0 penderita (0%) nilainya rendah dan 1 penderita (12,5%) nilainya tinggi.

 

 

 

 

Tabel 4.3. Persentase jenis anemia yang terjadi berdasarkan nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

 

Jenis Anemia

Jumlah Penderita Malaria

Persentase (%)

Normokrom normositik

5

62,5

Hipokrom mikrositik

2

25

Normokrom makrositik

1

12,5

Jumlah

8

100

 

Gambar 4.3. Grafik jenis anemia yang terjadi berdasarkan nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

 

Berdasarkan table 4.3. diperoleh sebanyak 5 penderita malaria (62,5%) mengalami anemia normokrom normositik, 2 penderita malaria (25%) mengalami anemia hipokrom mikrositik, 1 penderita malaria (12,5%) mengalami anemia normokrom makrositik.

Pembahasan

      Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan, dengan jumlah sampel 27 penderita didapatkan jumlah penderita malaria yang mengalami anemia sebanyak 8 penderita (29,63%). Anemia pada malaria terjadi akibat pecahnya eritrosit yang berulang kali selama terjadinya proses segmentasi parasit didalam eritrosit (Soedarto, 2009). Anemia pada malaria juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan tidak yang di dalam limfa, lysis dari eritrosit akibat siklus hidup dari parasit, eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama, gangguan pembentukan eritrosit, dan meningkatnya fragilitas eritroisit (Safar, 2009).

      Adapun data penderita yang tidak mengalami anemia sebanyak 19 penderita (70,37%). Anemia pada malaria dapat terjadi pada keadaan akut ataupun kronis (Harijanto, 2009). Sehingga ditemukan penderita yang tidak mengalami anemia, karena tidak semua anemia pada malaria terjadi pada kondisi akut, melainkan dapat terjadi pada kondisi kronis. Pada serangan pertama infeksi akibat Plasmodium vivax anemia biasanya belum jelas atau tidak berat, karena akan menjadi lebih jelas pada malaria menahun (Gandahusuda, 2006). Pada penderita malaria terdapat kekebalan bawaan (alam) dan kekebalan yang didapat. Kekebalan didapat (acquired immunity) terjadi secara aktif atau pasif. Kekebalan bawaan pada malaria merupakan suatu sifat genetik yang sudah ada pada hospes, tidak berhubungan dengan infeksi sebelumnya sehingga sebagian parasitnya mudah difagositosis oleh tubuh dan dapat melindungi organ terhadap infeksi berat akibat Plasmodium yang menyebabkan penderitanya mengalami anemia (Gandahusada, 2006).

Adapun data penderita malaria yang mengalami anemia normokrom normositik sebanyak 5 penderita (62,5%). Anemia normokrom normositik, terjadi ketika sel-sel darah merah  normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit-penyakit yang meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal dan kegagalan sumsum tulang (Muttaqin, 2009). Pada malaria dapat terjadi penghancuran eritrosit baik terinfeksi ataupun tidak terinfeksi parasit (hemolysis) dan gangguan produksi eritrosit dalam sumsum tulang (diseritropoiesis) (Harijanto, 2009).

Penderita malaria yang mengalami anemia hipokrom mikrositik sebanyak 2 penderita (25%). Anemia hipokrom mikrositik, mikrositik berarti sel kecil dan hipokromik berarti pewarnaan yang berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Keadaan ini umumnya mencerminkan influsiensi keadaan sideroblastik, kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis hemoglobin seperti pada thalasemia (Muttaqin, 2009). Berkurangnya pembentukan hemoglobin merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi akibat infeksi malaria (Zulkoni, 2010). Sehingga anemia jenis ini dapat ditemukan pada penderita malaria.

Hasil penelitian juga menunjukkan penderita malaria yang mengalami anemia normokrom makrositik sebanyak 1 penderita (12,5%). Anemia normokrom makrositik, makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal, tetapi normokrom terjadi karena konsentrasi hemoglobin normal. Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam folat atau keduanya. Anemia normokromik dapat juga terjadi pada kemotrapi kanker karena agen-agen menganggu sintesis DNA (Muttaqin,2009). Sifat-sifat anemia makrositik pada darah perifer,sel darah tidak bulat seragam (poikilositosis), dan ukurannya berlainan (anisositosis). Sebagaian besar sel berukuran normal atau terlalu besar. Sel-sel ini khas pada defisiensi vitamin B12 dan folat (Price,Wilson,2006).

      Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria (Harijanto, 2009). Anemia pada malaria terjadi akibat pecahnya eritrosit yang berulang kali selama terjadinya proses segmentasi parasit didalam eritrosit, penderita mengalami anemia hipokrom mikrositik, normokromik makrositer, atau anemia hipokrom normositik (Soedarto, 2009). Berdasarkan data tahun 2018-2019 diperoleh dari RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan bahwa penderita malaria yang mengalami anemia normokrom normositik lebih banyak dibandingkan yang mengalami anemia hipokrom mikrositik. Demam pada penderita malaria terjadi disebabkan oleh pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit ke dalam aliran darah. Sel eritrosit yang terinfeksi parasit ataupun yang tidak terinfeksi parasit akan dihancurkan tubuh di dalam limpa (Harijanto, 2009), sehingga menyebabkan terjadinya anemia normokrom normositik lebih sering terjadi dari pada anemia hipokromik mikrositik. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai indeks eritrosit penderita malaria lebih banyak didominasi dengan hasil nilai indeks eritrosit yang normal sehingga lebih banyak ditemukan jenis anemia normokrom normositik dibanding jenis anemia yang lain. Perbedaan jenis anemia yang terjadi pada beberapa penderita malaria dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti dapat dipengaruhi oleh tingginya infeksi malaria, jenis Plasmodium yang menginfeksi, keadaan kesehatan dan nutrisi serta pengobatan sebelumnya (Harijanto, 2009).

      Anemia terutama disebabkan karena hemolisis yang terjadi akibat rusaknya eritrosit sewaktu pelepasan merozoit, penghancuran eritrosit terinfeksi maupun tidak terinfeksi oleh sistem retikuloendotelial di limpa karena deformitas eritrosit yang menjadi kaku sehingga tidak dapat melalui sinusoid limpa, atau dapat juga disebabkan oleh mekanisme imun (hemolitik imun). Hebatnya hemolysis bergantung pada jenis plasmodium dan status imunias penjamu (Harijanto, 2009). Anemia tampak jelas pada malaria falciparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat (Sutanto, 2013). Untuk jenis malaria lainnya belum diketahui seberapa cepat dan hebat mengakibatkan anemia sehingga perlu diteliti. Adapun cara pencegahan terjadinya malaria yaitu menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah, memasang tirai di pintu dan jendela, memasang kawat nyamuk, mengoleskan obat anti nyamuk di kulit, menggunakan pakaian yang menutupi tubuh sehingga mengurangi daerah tubuh yang digigit nyamuk dan obat-obatan bisa diminum untuk mencegah malaria selama melakukan perjalanan ke daerah malaria. Obat ini mulai diminum 1 minggu sebelum perjalanan dilakukan, dilanjutkan selama tingggal di daerah malaria dan 1 bulan setelah meninggalkan daerah malaria. Obat yang paling sering digunakan adalah klorokuin. Tetapi banyak daerah yang memiliki spesies Plasmodium falciparum yang sudah resisten terhadap obat ini. Obat lainnya yang bisa digunakan adalah meflokuin dan doksisklin. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dibawah usia 8 tahun dan wanita hamil (Zulkoni, 2010).

        

 


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

 

A.    Simpulan

Berdasarkan data hasil pemeriksaan penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2018-2019 diperoleh hasil sebagai berikut :

1.         Persentase penderita malaria yang mengalami anemia sebanyak 8 penderita (29,63%) dan tidak mengalami anemia sebanyak 19 penderita (70,37%).

2.         Persentase nilai indeks eritrosit pada penderita malaria yang mengalami anemia MCV sebanyak 5 penderita (62,5%) nilainya normal, 2 penderita (25%) nilainya rendah dan 1 penderita (12,5%) nilainya tinggi. Pada pemeriksaan MCH, sebanyak 4 penderita (50%) nilainya normal, 0 penderita (0%) rendah  dan 4 penderita (50%) nilainya tinggi. Dan pada pemeriksaan MCHC sebanyak 7 penderita (87,5%) nilainya normal, 0 penderita (0%) nilainya rendah dan 1 penderita (12,5%) nilainya tinggi.

3.         Persentase jenis anemia yang terjadi berdasarkan nilai indeks eritrosit pada penderita malaria sebanyak 5 penderita malaria (62,5%) mengalami anemia normokrom normositik, 2 penderita malaria (25%) mengalami anemia hipokrom mikrositik, 1 penderita malaria (12,5%) mengalami anemia normokrom makrositik

B.     Saran

1.         Pada penelitian lebih lanjut disarankan untuk memasukkan jenis plasmodium yang menginfeksi penderita malaria agar diketahui jenis plasmodium yang paling banyak menyebabkan anemia berdasarkan indeks eritrosit pada penderita malaria.

2.         Penderita malaria yang mengalami anemia sebaiknya mengkonsumsi suplementasi besi untuk meningkatkan hemoglobin dan cadangan besi.

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2016. Data Malaria Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

 

Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan, 2017. Profil Kesehatan Kabupaten   Lampung Selatan 2017.

 

Fatonah, DE, 2015, Gambaran Indeks Eritrosit (MCV, MCH dan    MCHC) Pada Penderita Malaria di RSUD Dr. H. Abdul  Moeloek Provinsi Lampung, Karya Tulis Ilmiah, Jurusan            Analis Kesehatan, Bandar Lampung.

 

Gandahusada, Srisasi; Herry D. Ilahude; wita Pribadi, 2006. Parasitologi  Kedokteran  Edisi ke Tiga. Jakarta : Balai           Penerbit FK UI.

 

Harijanto, PN. 2000. Malaria : epidemiologi patogenesis, manifestasi klinis, dan penanganan. Jakarta : EGC, 293 halaman.

 

Harijanto, PN; Agung Nugroho; Carta A. Gunawan (Ed), 2009.      Malaria dari Molekul Ke Klinis Edisi 2. Jakarta : EGC. 365 halaman.

 

Kementerian Kesehatan RI, 2016, 10 April-Hari Malaria Sedunia. Jakarta: Pusdatin.

 

Kementerian Kesehatan RI, 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016, Jakarta : Ditjen P2P.

 

Kementerian Kesehatan RI, 2018, “Hari Malaria Sedunia,,   Pemerintah Perluas Wilayah Bebas Malaria”, Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Pandeglang.         Dipublikasikan pada : Sabtu, 28 April 2018.

 

Khairunnisa, Ovi, 2019, Gambaran Anemia Pada Penderita Malaria di RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2017 dan 2018. Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Analis Kesehatan, Bandar Lampung.

 

M, Firdaus, 2019, Gambaran Anemia Pada Penderita Malaria Di   Rumah Sakit TK IV.02.07.04 Bandar Lampung Tahun 2017 s.d. 2018. Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Analis Kesehatan, Bandar Lampung.

 

Muslim A, Siregar MT, Lestari E, 2005. Buku Petunjuk Praktikum Hematologi (Pemeriksaan Darah Lengkap), Bandar Lampung: Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.

 

Muttaqin, A, 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan   Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta:          Salemba medik, 590 halaman.

Nugraha, G, 2017. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar, Jakarta: Cv. Trans Info Media, 227 halaman.

 

Price, SA; Wilson, LM, 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume I. Jakarta. EGC.

 

Safar, R. Protozoologi Hematologi Entomologi. Bandung : Yrama   Eidya, 343 halaman.

 

Soedarto, 2009, Pengobatan Penyakit Parasit. Surabaya : Sagung   Seto.

 

Sutanto, Inge dkk., 2010, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi ke Empat. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 383 halaman.

 

Tarwoto; Wartonah, 2009, Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Trans Info Media, 135 halaman.

 

Widiastuti, Tanjung Putri, 2009. Penentuan Wilayah Endemik Malaria Di Provinsi Lampung dan Analisis Pengaruh Unsur Iklim terhadap Tingkat Kejadian Penyakit. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

 

World Health Organization,  2018. World Malaria Report 2018.

 

Zulkoni, H Akhsin, 2010. Parasitologi, Yogyakarta : Nuha Medik.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 


Lampiran 1

 

                          Data hasil pemeriksaan pederita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019

No.

Nama Pasien

JK

Pemeriksaan Hematologi

Indeks Eritrosit

Jenis Anemia

Keterangan

Hb (g/dl)

Ket.

Ht (%)

Ket.

Erit

(juta/mm3)

Ket.

MCV (fL)

Ket.

MCH (pg)

Ket.

MCHC (%)

Ket.

NN

NM

HM

Anemia

Tidak Anemia

1

NH

P

9

R

25

R

2,7

R

92,5

N

33

T

36

N

 

 

 

2

AK

L

8,5

R

24

R

2,7

R

88,8

N

31

N

35,4

N

 

 

 

3

AL

L

8,4

R

24

R

2,6

R

92,3

N

32,3

T

35

N

 

 

 

4

DS

L

14,5

N

45

N

4,1

R

109,7

T

35,3

T

32,2

N

 

 

 

5

TN

P

12,7

N

30

R

4,5

N

66,6

R

28,2

N

42,3

T

 

 

 

6

ND

P

11

R

31

R

3,9

R

79,4

R

28,2

N

35,4

N

 

 

 

7

PI

L

8

R

23

R

2,5

R

92

N

32

T

34,7

N

 

 

 

8

DY

L

7,6

R

21

R

2,6

R

80,7

N

29,2

N

36

N

 

 

 

9

SB

L

16,5

N

74

T

5,0

N

148

T

33

T

22,2

R

 

 

 

 

10

SBN

L

14

N

41

N

4,5

R

91,1

N

31

N

34,1

N

 

 

 

 

11

KMNG

P

10,4

R

32

R

3,9

R

82

N

26,6

R

32,5

N

 

 

 

 

12

IM

L

11,5

R

34

R

4,0

R

85

N

28,7

N

33,8

N

 

 

 

 

13

KS

L

11,2

R

33

R

3,6

R

91,6

N

31

N

33,9

N

 

 

 

 

14

AW

L

14

N

41

N

4,5

R

91,1

N

31,1

T

34,1

N

 

 

 

 

15

BO

L

14,5

N

41

N

4,7

R

87,2

N

30,8

N

35,3

N

 

 

 

 

16

SH

L

13,9

N

42

N

4,5

R

93,3

N

30,8

N

33

N

 

 

 

 

17

ST

P

12

N

36

N

4,0

N

90

N

30

N

33,3

N

 

 

 

 

18

SD

L

14,1

N

42

N

4,5

R

93,3

N

31,3

T

33,5

N

 

 

 

 

19

AM

L

11,2

R

33

R

4,0

R

82,5

N

28

N

33,9

N

 

 

 

 

No.

Nama Pasien

JK

Pemeriksaan Hematologi

Indeks Eritrosit

Jenis Anemia

Keterangan

Hb (g/dl)

Ket.

Ht (%)

Ket.

Erit

(juta/mm3)

Ket.

MCV (fL)

Ket.

MCH (pg)

Ket.

MCHC (%)

Ket

NN

NM

HM

Anemia

Tidak Anemia

20

AA

L

15

N

45

N

5,0

N

90

N

30

N

33,3

N

 

 

 

 

21

PT

P

10,8

R

32

R

4,0

N

80

N

27

N

33,75

N

 

 

 

 

22

NY

P

12,6

N

40

N

4,6

N

86,9

N

27,3

N

31,5

R

 

 

 

 

23

FA

P

11,6

R

35

R

4,0

N

87,5

N

29

N

33,1

N

 

 

 

 

24

VJ

P

13

N

37

N

4,7

N

78,7

R

27,6

N

53,1

T

 

 

 

 

25

MS

P

9,2

R

31

R

3,4

R

91,1

N

27

N

29,6

R

 

 

 

 

26

DR

L

13,5

N

42

N

4,5

R

93,3

N

30

N

32,1

N

 

 

 

 

27

MM

L

14

N

42

N

4,6

N

91,3

N

30,4

N

33,3

N

 

 

 

 

 

Keterangan   :

Hb                   : Hemoglobin

Ht                    : Hematokrit

Erit                  : Eritrosit

N                     : Normal

T                      : Tinggi

R                     : Rendah

NN                  : Normokrom normositik

NM                  : Normokrom makrositik

HM                  : Hipokrom mikrositik

 

 

Lampiran 2

 

                  Nilai normal kadar hemoglobin, hematokrit, dan eritrosit

Usia

Nilai Normal

Hb (g/dl)

Ht (%)

∑ eritrosit (mm3)

MCV (fL)

MCH (pg)

MCHC (%)

Bayi baru lahir

14-24 g/dl

44-46 %

4,8-7,2 mm3

80-94 fL

27-31 pg

32-36 %

Bayi

10-17 g/dl

(-)

(-)

 

Anak-anak

11-16 g/dl

(-)

3,8-5,5 mm3

Keterangan :

Anak 1-3 tahun

(-)

29-40 %

(-)

NN : Normokrom normositik

4-10 tahun

(-)

31-43 %

(-)

NM : Normokrom makrositik

Dewasa

Pria : 13,5-17 g/dl

Pria : 40-54 %

Pria : 4,6-6,0 mm3

HM : Hipokrom mikrositik

Wanita : 12-15 g/dl

Wanita : 36-46 %

Wanita : 4,0-5,0 mm3

 

 

 

 


 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Lampiran 5

 

Log Book Kegiatan Penelitian

No

Hari/tanggal

Jenis kegiatan

Paraf

1.

Selasa, 26 Nov 2019

Survey lokasi penelitian.

 

2.

Senin, 06 Apr 2020

Surat izin Poltekkes.

 

3.

Minggu, 26 Apr 2020

Membuat surat izin RSUD dr. H. Bob Bazar Kabupaten Lampung Selatan.

 

4.

Selasa, 06 Mei 2020

Surat izin RS dikirim melalui email.

 

5.

Jumat, 08 Mei 2020

Menghubungi petugas lab dan menyerahkan surat izin Poltekkes dan RS.

 

6.

Sabtu, 09 Mei 2020

Data malaria dikirim melalui email.

 

 

Mengetahui,

Pembimbing Utama

 

 

 

 

Hj. Maria Tuntun Siregar, S.Pd., M. Biomed.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 6

 

PROSEDUR PEMERIKSAAN HEMATOLOGI

 

1.        Pemeriksaan Kadar Hemoglobin

a.      Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Metode Sianmethemglobin

Prinsip

:Hemoglobin dalam darah dengan penambahan   K3Fe(CN)6 diubah menjadi methemoglobin. Hemoglobin dengan KCN bereaksi menjadi hemoglobin sianida (HiCN). Waktu perubahan hemoglobin menjadi HiCN adalah 3 menit. 

Tujuan

:Untuk mengukur kadar hemoglobin dalam darah.

Peralatan

:  - Pipet volumetric 5,0 mL

   - Pipet Sahli 20 mL

   - Spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm

   - Tabung reaksi

Reagensia

:Larutan sianida menurut VKZ (larutan drabkin)

Bahan

 

Pemeriksaan

: -Darah kapiler

  -Darah vena + antikoagulan EDTA

Prosedur

:    1.    Lima mL larutan sianida dimasukkan dalam tabung  reaksi.

2.      Darah 20 µL dicampurkan ke dalam larutan sianida.

3.      Kocok sampai homogeny, biarkan selama 3 menit.

4.      Baca serapan/absorbance (A) pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm.

5.      Kadar hemoglobin dibaca pada kurva standar atau dihitung dengan menggunkan faktor (F).

6.      Rumus kadar hemoglobin = A x F

Dimana A = Absorbance ; F = faktor

Nilai Normal

: - Laki-laki : 13-18 g/dl

   -Perempuan : 11,5-16,5 g/dl

 

 

 

 

 

 

 

b.      Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Metode Sahli

Prinsip

:Hemoglobin oleh asam klorida (HCl 0,1 N) diubah menjadi hematin asam yang berwarna coklat tua. Penambahan aquadest sampai warnanya sama dengan standar warna. Kadar hemoglobin dibaca dalam satuan gram/deciliter (g/dL).

Tujuan

:Untuk mengukur kadar hemoglobin dalam darah.

 

 

Peralatan

:Hemometer lengkap, terdiri dari :

-          Standar warna

-          Pipet sahli

-          Pipet tetes

-          Batang pengaduk

-          Tabung hemoglobin

-          Sikat

Reagensia

:     -     HCl 0,1 N

-          Aquadest

Bahan

 

Pemeriksaan

: - Darah kapiler atau darah vena

Prosedur

1.       Masukkan Hcl 0,1 N ke dalam tabung Hb sampai skala 2    (5 tetes).

2.      Isap/pipet darah sebanyak 20 µL, bersihkan ujung luar pipet, kemudian masukkan tabung darah terseut ke dalam tabung Hb yang telah berisi larutan HCl.

3.      Campurlah, bilas pipet sampai bersih. Hindari terjadinya gelembung udara.

4.      Kocok isi tabung sampai homogeny agar terjadi hematin asam yang berwarna coklat tua.

5.      Tambahkan aquadest tetes demi tetes sampai warnanya sama dengan standar warna. Setiap kali penambahan aquadest harus dikocok sampai homogen.

6.      Baca kadar Hb dalam satuan (g/dL).

Nilai Normal

:     -     Laki-laki : 13-18 g/dL

-          Perempuan 11,5-16,5 g/dL

 

 

 

 

2.      Penetapan Nilai Hematokrit

         a.  Metode Makro

Prinsip

:Darah dengan antikoagulan isotonic dalam tabung disentrifuge sehingga eritrosit dipadatkan dan membentuk kolom pada bagian bawah tabung. Tinggi kolom eritrosit mencerminkan nilai hematokrit.

Tujuan

: Untuk mengetahui nilai hematokrit darah.

Peralatan

:     -    Tabung wintrobe

-          Sentrifuge

-          Pipet tetes

Reagensia

: Antikoagulan EDTA

Bahan

 

Pemeriksaan

: Darah vena + antikoagulan EDTA

 

Prosedur

1.      Disiapkan darah + antikoagulan sebanyak 2 ml.

2.      Diisi tabung wintrobe secara hati-hati dengan darah hingga tanda garis 10, hindari terjadinya gelembung udara.

3.      Tabung disentrifuge selama 30 menit pada kecepatan 3000 rpm.

4.      Dibaca volume sel darah merah dan tebalnya buffy coat (leukosit dan trombosit, 1 mm-10.000 leukosit).

5.      Selain itu diperhatikan juga plasma, dibandingkan dengan larutan kalium bikromat (K2Cr2O7) yang sudah ditera sebagai standar untuk penentuan indeks ikterus.

Pembacaan

: X = tinggi kolom + dasar kolom : 2

Nilai Hematrokrit = X : 10 x 100%

Nilai Normal

:     -     Laki-laki    : 40-54%

-          Perempuan : 37-47%

b. Metode Mikro

Prinsip

:Darah dengan antikoagulan isotonic dalam tabung disentrifuge sehingga eritrosit dipadatkan dan membentuk kolom pada bagian bawah tabung. Tinggi kolom eritrosit mencerminkan nilai hematokrit.

Tujuan

: Untuk mengetahui nilai hematokrit darah.

Peralatan

:     -    Tabung kapiler heparinized atau non heparinized

-          Sentrifuge mikrohematokrit

-          Grafik/reading device

Reagensia

: Antikoagulan EDTA

Bahan

 

Pemeriksaan

: Darah kapiler atau darah vena + antikoagulan EDTA

Prosedur

1.      Disiapkan darah kapiler atau darah vena + antikoagulan.

2.      Diisi tabung mikrokapiler dengan darah (untuk tabung kapiler yang telah mengandung heparin diisi dengan darah kapiler sedangkan untuk tabung kapiler non heparinized diisi dengan darah yang telah diberi antikoagulan) hingga ¾ tabung kapiler.

3.      Ditutup salah satu ujung tabung dengan dempul/clay.

4.      Tabung kapiler dimasukkan ke dalam sentrifuge mikrohematokrit. Disentrifuge dengan kecepatan 16.000 rpm selama 5 menit. Nilai hematocrit dibaca dengan menggunakan reading device.

Nilai Normal

:     -    Laki-laki     : 40-54%

-          Perempuan : 37-47%

 

 

3.        Pemeriksaan Hitung Jumlah Eritrosit

a.      Metode Hayem

Prinsip

:Pengencaran darah dengan larutan hayern menyebahkan lisisnya sel leukosit dan trombosit, sehingga penghitungan jumlah sel etrtosit lebih mudah. Darah diencerkan 200 x dan sel eritrosit lebih mudah.darah diencerkan 200 x dan sel eritrosit diihitung pada 5 bidang sedang ditengah pada kamar hitung improved Neubauer.

Tujuan

: Untuk mengetahui jumlah eritrosit dalam darah.

Peralatan

: - Hemasitometer lengkap, terdiri dari :

-          Pipet eritrosit

-          Kamar hitung + deck glass

-          Mikroskop

Reagensia

: Hayem

Bahan

 

Pemeriksaan

: Darah kapiler atau darah vena + antikoagulan EDTA

Prosedur

A.    Mengisi pipet eritrosit

1.      Isap darah sampai tanda 0,5, bersihkan bagian luar pipet.

2.      Dengan pipet yang sama isaplah larutan hayem sampai tanda 101. Hati-hati jangan sampai terjadi gelembung udara.

3.      Lepaskan karet penghisap, lalu tutup kedua ujung pipet dengan ujung jari.

4.      Kocoklah selama 15-30 detik (±80x). Jika tidak segera dihitung letakkan dalam posisi horizontal.

B.     Mengisi Kamar Hitung

1.      Kamar hitung dengan deck glass dalam keadaan bersih.

2.      Letakkan kamar hitung dalam keadaan horizontal, lalu basahi dengan kedua tanggulnya dengan air. Letakkan deck glass diatasnya sampai menempel.

3.      Kocoklah pipet tadi, jagalah jangan sampai ada cairan yang tumpah.

4.      Buang 3-4 tetes pertama, lalu tete berikutnya dimasukkan dalam kamar hitung dengan cara menyentuhkan ujung pipet dengan sudut 30º pada permukaan kamar hitung. Maka dengan sendirinya kamar hitung akan terisi cairan itu.

\

Prosedur

5.      Biarkan kamar hitung selama 2-3 menit, jika tidak segera dihitung, simpan kamar hitung dalam cawan petri yang diberi kapas basah.

C.    Menghitung jumlah eritrosit

1.      Letakkan kamar hitung pada meja mikroskop.

2.      Pakailah lensa objektif kecil 10 x, amati penyebaran selnya lalu ganti dengan lensa objektif 40 x, amati penyebaran sel yang merata, lalu hitung jumlah eritrosit pda 5 bidang sedang yang ditengah.

Perhitungan

:     -     Faktor pengenceran darah dengan Hayem = 200 x

-          Volume satu bidang ditengah = 1/5 x 1/5 x 1/10 = 1/250

-          Misalkan didapatkan N sel eritrosit pada bidang sedang di tengah.

Maka :

Jumlah sel eritrosit/µL darah

= N x 5 x1/250 x     1/200

= N x 5/50.000

= N x 1/10.000

= N x 10.000

Nilai Normal

:     -     Laki-laki    : 4,5-6,5 (juta sel/µL)

-          Perempuan : 4,0-5,0 (juta sel/µL)

b.      Metode Formal Sitrat

Prinsip

:Pengencaran darah dengan larutan formal sitrat menyebahkan lisisnya sel leukosit dan trombosit, sehingga penghitungan jumlah sel etrtosit lebih mudah. Darah diencerkan 200 x dan sel eritrosit lebih mudah.darah diencerkan 200 x dan sel eritrosit diihitung pada 5 bidang sedang ditengah pada kamar hitung improved Neubauer.

Tujuan

: Untuk mengetahui jumlah sel eritrosit dalam darah.

Peralatan

:     -    Pipet sahli 20 µL

-          Pipet volumentrik 4 ml

-          Pipet tetes

-          Tabung reaksi

-          Kamar hitung Improved Neubauer dan deck glass

-          Mikroskop

Reagensia

: Formal sitrat

Bahan

 

 

 

Pemeriksaan

: Darah kapiler atau darah vena + antikoagulan EDTA.

Prosedur

1.      Dipipet 4 ml larutan formal sitrat, masukkan tabung reaksi.

2.      Dipipet 20 µL darah, campurkan dengan larutan tadi.

3.      Kocok sampai homogen, pengenceran ini 200 kali.

4.      Ambil satu tetes lalu masukkan kamar hitung.

5.       Biarkan kamar hitung selama 2 menit.

6.      Hitung jumlah sel seperti pada metode Hayem.

Perhitungan

-          Faktor pengenceran darah dengan larutan Formal Sitrat   = 200 x

-          Volume satu bidang ditengah = 1/5 x 1/5 x 1/10 = 1/250

-          Misalkan didapatkan N sel eritrosit pada bidang sedang di tengah.

Maka :

Jumlah sel eritrosit/µL darah

= N x 5 x1/250 x     1/200

= N x 5/50.000

= N x 1/10.000

            = N x 10.000

Nilai Normal

:     -     Laki-laki    : 4,5-6,5 (juta sel/µL)

-          Perempuan : 4,0-5,0 (juta sel/µL)

            Sumber : Muslim (2005).                                  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 7

 

PROSEDUR PEMERIKSAAN MALARIA

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Lampiran 7

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Lampiran 7

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Lampiran 8

 

Cara kerja pemeriksaan indeks eritrosit menggunakan alat Hematology Analyzer Mindray BC-3000 Plus

·         Persiapan sebelum menyalakan alat

Periksa apakah ada cukup reagent, dan yakinkan reagent tidak terkontaminasi.

Periksalah apakah selang-selang tersumbat atau terlipat.

Jangan lupa untuk mengosongkan tempat pembuangan reagent.

·         Menyalakan alat

Nyalakan UPS (bila ada), lalu tekan tombol power yang ada di bagian belakang alat. Beberapa menit kemudian pada layar akan muncul COUNT SCREEN (background).

·         Perhitungan background

tekan tombol STARTUP, system akan menjalankan perhitungan background. Hasil perhitungan background harus berada dalam range berikut ini :

WBC ≤ 0,3      RBC ≤ 0,03     HGB ≤ 1         PLT ≤ 10

·         Perhitungan whole (darah + EDTA)

Tekan tombol MENU → SAMPLE MODE pilih WHOLE BLOOD

Gunakan K3EDTA sebagai antikoagulant. Jumlah K3EDTA yang dianjurkan sebaiknya 1,5 sampai 2,2 mg/ml darah.

Lakukan mixing sample hingga homogen, letakkan sample tadi di bawah sample probe.

Pada COUNT SCREEN, tekan tombol START untuk memulai menghitung sample.

·         Perhitungan prediluted (darah kapiler)

Tekan tombol MENU→SAMPLE MODE pilih PREDILUTED

Pada COUNT SCREEN, letakan sejumlah sample cup sesuai jumlah sample yang akan diukur di bawah probe sample, lalu tekan tombol DILUENT dan kemudian tombol START. Diluent sebanyak 0,7 ml akan dialirkan oleh probe sample ke dalam sample cup. Setelah selesai mengisi semua sample cup, tekan tombol ENTER untuk kembali ke COUNT SCREEN.

Kemudian masukkan 20 µl darah kapiler (bukan darah EDTA) yang sudah diambil dengan menggunakan pipet kapiler kedalam sample cup. Lakukan mixing sample darah tadi, kocok secara perlahan. Biarkan minimal 5 menit, kemudian lakukan mixing lagi. Letakkan sample tadi di bawah probe sample, tekan tombol START untuk mulai menghitung sample.

·         Mematikan alat

Tekan tombol MENU→SHUTDOWN. Gunakan E-Z Cleanser setiap hari sebelum mematikan alat. Tunggulah sekitar 1 menit sampai layar display muncul tulisan “YOU CAN TURN OFF THE ANALYZER NOW” baru mematikan alat dengan menggunakan tombol power yang berada di belakang alat.

·         Pemeliharaan rutin

Bersihkan semua tutup botol reagent sebulan sekali. Hati-hati afar reagent tidak terkontaminasi. Gunakan mode PROBE CLEANSER untuk melakukan pembersihan sample probe (MENU → SERVICE → MAINTENANCE → PROBE CLEANSER CLEANING) sebanyak seminggu sekali.

Jika alat digunakan terus menerus selama 24 jam, sebaiknya lakukan E-Z Cleanser Cleaning setiap hari.

·         Harga normal Indeks Eritrosit

a)        MCV        : 80-94 fL

b)        MCH        : 27-31 pg

c)        MCHC     : 32-36 %

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KARTU BIMBINGAN

Nama Mahasiswa        : Ragil Ayu Wandira

NIM                            : 1713453080

Judul                           : Gambaran Indeks Eritrosit Pada Penderita Malaria di RSUD    

                                       dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun

                                       2018 dan 2019

Pembimbing Utama    : Hj. Maria Tuntun Siregar, S.Pd., M. Biomed.

No.

Hari/Tanggal

Materi Bimbingan

Keterangan

Paraf

1.

06/12/2019

Penjelasan penulisan KTI

Perbaikan

 

2.

09/12/2019

Bab I, II, III, daftar pustaka, dan lampiran

Perbaikan

 

3.

13/12/2019

Bab I, II, III, daftar pustaka, dan lampiran

Perbaikan

 

4.

18/12/2019

Bab I, II, III, daftar pustaka, dan lampiran

Perbaikan

 

5.

20/12/2019

Bab I, II, III, daftar pustaka, dan lampiran

Perbaikan

 

6.

26/12/2019

ACC Seminar Proposal KTI

ACC Sempro

 

7.

10/01/2020

Sempro

 

8.

16/01/2020

Penulisan Bab I, II, III

Perbaikan

 

9.

17/01/2020

ACC jilid Proposal

 

10.

26/05/2020

Bab I-V dan lampiran

Perbaikan

 

11.

01/06/2020

Cover, abstrak, bab I-V dan lampiran

Perbaikan

 

12.

08/06/2020

Bab I-V dan lampiran

Perbaikan

 

13.

14/06/2020

Cover, abstrak, bab I-V dan lampiran

ACC SemHas

 

14.

29/06/2020

Semhas

 

15.

09/07/2020

Cover, abstrak, bab I-V dan lampiran

Perbaikan

 

16.

14/07/2020

ACC Hard Cover

ACC

 

 

 

                   Mengetahui,

           Kaprodi TLM Program Diploma Tiga

                            Misbahul Huda, S. Si., M. Kes

                            NIP. 196912221997032001

KARTU BIMBINGAN

Nama Mahasiswa                             : Ragil Ayu Wandira

NIM                                                 : 1713453080

Judul                                                : Gambaran Indeks Eritrosit Pada Penderita  

                                                            Malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM

                                                           Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018

                                                          dan 2019

Pembimbing Pendamping Kedua : Sri Ujiani, S.Pd., M. Biomed.

No.

Hari/Tanggal

Materi Bimbingan

Keterangan

Paraf

1.

09/12/2019

Bab I

Perbaikan

 

2.

30/12/2019

Bab I, II, III

Perbaikan

 

3.

02/01/2020

Bab I, II, III

ACC jilid dan Sempro

 

4.

10/01/2020

Sempro

 

5.

16/01/2020

Penulisan Bab I, II, III

Perbaikan

 

6.

16/01/2020

Penulisan Bab I, II, III

ACC

 

7.

18/05/2020

Bab I-V dan lampiran

Perbaikan

 

8.

02/06/2020

Bab I-V dan lampiran

Perbaikan

 

9.

19/06/2020

Bab I-V dan lampiran

ACC SemHas

 

10.

29/06/2020

SemHas

 

11.

08/07/2020

Bab I-V dan lampiran

ACC Cetak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

      

 

                  Mengetahui,

           Kaprodi TLM Program Diploma Tiga

 

 

                            Misbahul Huda, S. Si., M. Kes

                            NIP. 196912221997032001

 

 

 

Gambaran Indeks Eritrosit Pada Penderita Malaria Di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019

 

Ragil Ayu Wandira, Maria Tuntun Siregar, Sri Ujiani

Program Studi Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma Tiga

Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

 

ABSTRAK

Indeks eritrosit adalah suatu nilai rata-rata yang dapat memberi keterangan mengenai rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin per-eritrosit. Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria. Anemia pada malaria terjadi akibat pecahnya eritrosit yang berulang kali selama terjadinya proses segmentasi parasite didalam eritrosit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran indeks eritrosit pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019. Analisa data adalah univariat. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif. Sampel diambil dari data laboratorium penderita malaria yang melakukan pemeriksaan darah lengkap. Hasil penelitian ini menunjukkan jumlah penderita malaria sebanyak 27 penderita dengan 8 penderita (29,63%)  yang mengalami anemia dan sebanyak 19 penderita (70,37%) yang tidak mengalami anemia, adapun nilai indeks eritrosit yang didapatkan yaitu MCV sebanyak 5 penderita (62,5%) nilainya normal, 2 penderita (25%) nilainya rendah dan 1 penderita (12,5%) nilainya tinggi. Pada pemeriksaan MCH, sebanyak 4 penderita (50%) nilainya normal, 0 penderita (0%) rendah  dan 4 penderita (50%) nilainya tinggi. Dan pada pemeriksaan MCHC sebanyak 7 penderita (87,5%) nilainya normal, 0 penderita (0%) nilainya rendah dan 1 penderita (12,5%) nilainya tinggi. Jenis anemia yang terjadi berdasarkan nilai indeks eritrosit pada penderita malaria sebanyak 5 penderita (62,5%) mengalami anemia normokrom normositik, 2 penderita (25%) mengalami anemia hipokrom mikrositik, 1 penderita (12,5%) mengalami anemia normokrom makrositik.

 

Kata kunci       : Malaria, Indeks Eritrosit

 

Description of Erythrocyte Index in Malaria Patients in RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM of South Lampung Regency 2018-2019

 

ABSTRACT

Erythrocyte index is an average value that can give information about the average erythrocytes and about the amount of hemoglobin per erythrocyte. Anemia is a symptom that is often found in malaria infections. Anemia in malaria occurs due to repeated outbreaks of erythrocytes during the process of parasite segmentation in erythrocytes. This study aims to determine the description of the erythrocyte index in malaria patients in RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM of South Lampung Regency in 2018-2019. Data analysis is univariate. This type of research is descriptive. Samples were taken from laboratory data of malaria sufferers who performed a complete blood test. The results of this study indicate the number of malaria sufferers as many as 27 patients with 8 patients (29.63%) who have anemia and as many as 19 patients (70.37%) who do not have anemia, while the erythrocyte index value obtained is MCV of 5 patients (62 , 5%) the value was normal, 2 patients (25%) had low scores and 1 patient (12.5%) had high scores. On MCH examination, 4 patients (50%) had normal values, 0 patients (0%) were low and 4 patients (50%) had high values. And on the MCHC examination as many as 7 patients (87.5%) the value is normal, 0 patients (0%) the value is low and 1 patient (12.5%) the value is high. Type of anemia that occurs based on the erythrocyte index value in malaria patients as many as 5 patients (62.5%) had normocytic normochromic anemia, 2 patients (25%) had microchytic hypochromic anemia, 1 patient (12.5%) had macrocytic normochromic anemia.

 

Keywords : Malaria, Erythrocyte Index
 

Pendahuluan 

Malaria adalah penyakit yang mengancam jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan kepada orang-orang melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Kasus malaria di seluruh dunia pada tahun 2017 ada 219 juta kasus, naik dari 217 juta kasus pada 2016. Diperkirakan ada 435.000 kematian akibat malaria secara global pada tahun 2017. Sebagaian besar kasus malaria pada tahun 2017 berada di wilayah Afika, diikuti oleh wilayah Asia Tenggara, dan wilayah Mediterania Timur (WHO, 2018).

Angka kesakitan malaria di Indonesia pada tahun 2018 yaitu 0.84 per 1000 penduduk. Papua merupakan provinsi dengan API (Annual Paracite Incidence) tertinggi yaitu 52,99 per 1000 penduduk, angka ini sangat tinggi jika dibanding dengan provinsi lainnya. Tiga provinsi dengan API per 1000 penduduk tertinggi lainnya, yaitu Papua Barat (8,49), NTT (3,42), dan Maluku (1,16). Provinsi Lampung merupakan urutan ke 13 dengan API 0,19 per 1000 penduduk (Kemenkes RI, 2018).

Situasi malaria di Kabupaten Lampung Selatan per kabupaten sejak 10 tahun terakhir mengalami penurunan secara signifikasi, dari 0,9 ‰ pada tahun 2008 menjadi 0.19 ‰ pada tahun 2017, disebutkan bahwa Puskesmas yang masih tinggi angka kejadian malaria nya yaitu Puskesmas Rajabasa dengan angka 89 positif malaria (DinKes Kab. LamSel, 2017).

Pada malaria terjadi anemia, derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang menyebabkannya. Anemia tampak jelas pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat yaitu pada malaria akut yang berat. Pada serangan akut kadar hemoglobin turun secara mendadak (Sutanto, 2010).

  Anemia adalah berkurangnya hingga di bawah normal jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin dan packed red blood cells  (hematokrit) per 100 ml darah. Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dengan melihat hapusan darah tepi dan indeks eritrosit. Dalam klarifikasi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan yaitu anemia normokromik normositik, anemia hipokromik mikrositik dan anemia normokromik makrositik (Price; Wilson, 2005). Teori ini didukung dengan adanya hasil penelitian Firdaus (2019) tentang jenis anemia berdasarkan indeks eritrosit pada penderita malaria dilakukan di Rumah Sakit Tk.IV 02.07.04 Bandar Lampung pada tahun 2017 sampai 2018, didapatkan hasil sebanyak 36 pasien (49,32%) mengalami anemia normokrom normositik, 27 penderita (36,98%) mengalami hipokrom mikrositik, dan tidak ada penderita yang mengalami anemia normokrom makrositik (Firdaus, 2019).

 Patogenesis malaria jelas akibat dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Proses patologi  pada manusia adalah akibat dari siklus eritrositik, merozoit menyerang eritrosit di mana mereka berkembang melalui bentuk cincin ke tropozoit dan akhirnya skizon. Perkembangan parasit di dalam eritrosit menyebabkan perubahan-perubahan pada eritrosit meliputi 3 hal utama, yaitu pembesaran, perubahan warna menjadi lebih pucat (decolorization) dan stippling (timbulnya bintik-bintik pada pewarnaan tertentu, misal titik-titik Schuffner, Maurier cleft, titik-titik Zieman) (Harijanto, 2000).

Perubahan bentuk eritrosit ini akan mempengaruhi nilai mean corpuscular volume (MCV), nilai mean corpuscular hemoglobin (MCH) serta nilai mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC). Invasi parasit mengganggu fungsi kerja sel eritrosit dan membuat sel lebih mudah lisis karena parasit-parasit memakan hemoglobin, sehingga hemoglobin berkurang. Teori ini didukung dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Fatonah (2015) tentang indeks eritrosit pada penderita malaria dilakukan di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, didapatkan nilai MCV rendah 7 penderita (20,59), MCH rendah 12 penderita (64,71%), dan MCHC rendah 7 penderita (20,59%) dan normal 27 penderita (79,41%) (Fatonah, 2015). Dan pada tahun 2019 dilakukan penelitian oleh Khairunnisa (2019) tentang jenis anemia berdasarkan indeks eritrosit pada penderita malaria dilakukan di RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung pada tahun 2017 dan 2018, didapatkan nilai MCV yang normal 114 penderita (75,55%), MCH normal 106 penderita (68,39%) dan MCHC normal 123 penderita (79,35%) (Khairunnisa,  2019).

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM. Rumah sakit ini terletak di desa Kedaton, Kecamatan Kalianda, Kabupaten Lampung Selatan terdapat 24 kasus positif malaria pada bulan Januari-November 2019. Hal ini disebabkan karena RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM yang berada di wilayah endemis malaria, karena Kabupaten Lampung Selatan merupakan wilayah kerja yang sangat mendukung kehidupan vektor malaria, yaitu daerah pinggir pantai, kondisi lingkungan ditemukan rawa-rawa, genangan air payau di tepi laut dan tambak-tambak ikan yang tidak terurus. Hasil penelitian Widiastuti (2009) tentang Penentuan Wilayah Endemik Malaria di Provinsi Lampung dan Analisis Pengaruh Unsur Iklim terhadap Tingkat Kejadian Malaria, didapatkan hasil bahwa Kabupaten Lampung Selatan merupakan Kabupaten yang berada di urutan kedua sebagai Kabupaten dengan tingkat kerawanan paling tinggi di Provinsi Lampung dengan Kalianda sebagai kecamatan yang paling endemis di Kabupaten Lampung Selatan (Widiastuti, 2009).

Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti melakukan penelitian tentang gambaran indeks eritrosit pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2018-2019.

 

Hasil

Berdasarkan hasil penelitian pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2018-2019 sebanyak 27 pasien diperoleh hasil sebagai berikut :


Tabel 4.1. Persentase penderita malaria yang mengalami anemia di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

 

 

Jumlah Penderita Malaria

Persentase (%)

Anemia

8

29,63

Tidak Anemia

19

70,37

Jumlah

27

100

 

Tabel 4.2. Persentase nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) penderita malaria yang mengalami anemia di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

 

Penderita yang mengalami anemia

Indeks Eritrosit

MCV

MCH

MCHC

Jumlah

%

Jumlah

%

Jumlah

%

Normal

5

62,5

4

50

7

87,5

Tinggi

1

12,5

4

50

1

12,5

Rendah

2

25

0

0

0

0

Jumlah

8

100

8

100

8

100

 

Tabel 4.3. Persentase jenis anemia yang terjadi berdasarkan nilai indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) pada penderita malaria di RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan tahun 2018-2019.

 

Jenis Anemia

Jumlah Penderita Malaria

Persentase (%)

Normokrom normositik

5

62,5

Hipokrom mikrositik

2

25

Normokrom makrositik

1

12,5

Jumlah

8

100

 


Pembahasan

       Hasil penelitian yang dilakukan di RSUD dr. H. Bob Bazar


, SKM Kabupaten Lampung Selatan, dengan jumlah sampel 27 penderita didapatkan jumlah penderita malaria yang mengalami anemia sebanyak 8 penderita (29,63%). Anemia pada malaria terjadi akibat pecahnya eritrosit yang berulang kali selama terjadinya proses segmentasi parasit didalam eritrosit (Soedarto, 2009). Anemia pada malaria juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan tidak yang di dalam limfa, lysis dari eritrosit akibat siklus hidup dari parasit, eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak dapat hidup lama, gangguan pembentukan eritrosit, dan meningkatnya fragilitas eritroisit (Safar, 2009).

       Adapun data penderita yang tidak mengalami anemia sebanyak 19 penderita (70,37%). Anemia pada malaria dapat terjadi pada keadaan akut ataupun kronis (Harijanto, 2009). Sehingga ditemukan penderita yang tidak mengalami anemia, karena tidak semua anemia pada malaria terjadi pada kondisi akut, melainkan dapat terjadi pada kondisi kronis. Pada serangan pertama infeksi akibat Plasmodium vivax anemia biasanya belum jelas atau tidak berat, karena akan menjadi lebih jelas pada malaria menahun (Gandahusuda, 2006). Pada penderita malaria terdapat kekebalan bawaan (alam) dan kekebalan yang didapat. Kekebalan didapat (acquired immunity) terjadi secara aktif atau pasif. Kekebalan bawaan pada malaria merupakan suatu sifat genetik yang sudah ada pada hospes, tidak berhubungan dengan infeksi sebelumnya sehingga sebagian parasitnya mudah difagositosis oleh tubuh dan dapat melindungi organ terhadap infeksi berat akibat Plasmodium yang menyebabkan penderitanya mengalami anemia (Gandahusada, 2006).

Adapun data penderita malaria yang mengalami anemia normokrom normositik sebanyak 5 penderita (62,5%). Anemia normokrom normositik, terjadi ketika sel-sel darah merah  normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit-penyakit yang meliputi infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal dan kegagalan sumsum tulang (Muttaqin, 2009). Pada malaria dapat terjadi penghancuran eritrosit baik terinfeksi ataupun tidak terinfeksi parasit (hemolysis) dan gangguan produksi eritrosit dalam sumsum tulang (diseritropoiesis) (Harijanto, 2009).

Penderita malaria yang mengalami anemia hipokrom mikrositik sebanyak 2 penderita (25%). Anemia hipokrom mikrositik, mikrositik berarti sel kecil dan hipokromik berarti pewarnaan yang berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel-sel ini mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Keadaan ini umumnya mencerminkan influsiensi keadaan sideroblastik, kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis hemoglobin seperti pada thalasemia (Muttaqin, 2009). Berkurangnya pembentukan hemoglobin merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi akibat infeksi malaria (Zulkoni, 2010). Sehingga anemia jenis ini dapat ditemukan pada penderita malaria.

Hasil penelitian juga menunjukkan penderita malaria yang mengalami anemia normokrom makrositik sebanyak 1 penderita (12,5%). Anemia normokrom makrositik, makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal, tetapi normokrom terjadi karena konsentrasi hemoglobin normal. Keadaan ini disebabkan oleh terganggunya atau terhentinya sintesis asam deoksiribonukleat (DNA) atau asam folat atau keduanya. Anemia normokromik dapat juga terjadi pada kemotrapi kanker karena agen-agen menganggu sintesis DNA (Muttaqin,2009). Sifat-sifat anemia makrositik pada darah perifer,sel darah tidak bulat seragam (poikilositosis), dan ukurannya berlainan (anisositosis). Sebagaian besar sel berukuran normal atau terlalu besar. Sel-sel ini khas pada defisiensi vitamin B12 dan folat (Price,Wilson,2006).

       Keadaan anemia merupakan gejala yang sering dijumpai pada infeksi malaria (Harijanto, 2009). Anemia pada malaria terjadi akibat pecahnya eritrosit yang berulang kali selama terjadinya proses segmentasi parasit didalam eritrosit, penderita mengalami anemia hipokrom mikrositik, normokromik makrositer, atau anemia hipokrom normositik (Soedarto, 2009). Berdasarkan data tahun 2018-2019 diperoleh dari RSUD dr. H. Bob Bazar, SKM Kabupaten Lampung Selatan menunjukkan bahwa penderita malaria yang mengalami anemia normokrom normositik lebih banyak dibandingkan yang mengalami anemia hipokrom mikrositik. Demam pada penderita malaria terjadi disebabkan oleh pecahnya skizon dalam sel darah merah yang telah matang dan masuknya merozoit ke dalam aliran darah. Sel eritrosit yang terinfeksi parasit ataupun yang tidak terinfeksi parasit akan dihancurkan tubuh di dalam limpa (Harijanto, 2009), sehingga menyebabkan terjadinya anemia normokrom normositik lebih sering terjadi dari pada anemia hipokromik mikrositik. Selain itu, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai indeks eritrosit penderita malaria lebih banyak didominasi dengan hasil nilai indeks eritrosit yang normal sehingga lebih banyak ditemukan jenis anemia normokrom normositik dibanding jenis anemia yang lain. Perbedaan jenis anemia yang terjadi pada beberapa penderita malaria dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti dapat dipengaruhi oleh tingginya infeksi malaria, jenis Plasmodium yang menginfeksi, keadaan kesehatan dan nutrisi serta pengobatan sebelumnya (Harijanto, 2009).

       Anemia terutama disebabkan karena hemolisis yang terjadi akibat rusaknya eritrosit sewaktu pelepasan merozoit, penghancuran eritrosit terinfeksi maupun tidak terinfeksi oleh sistem retikuloendotelial di limpa karena deformitas eritrosit yang menjadi kaku sehingga tidak dapat melalui sinusoid limpa, atau dapat juga disebabkan oleh mekanisme imun (hemolitik imun). Hebatnya hemolysis bergantung pada jenis plasmodium dan status imunias penjamu (Harijanto, 2009). Anemia tampak jelas pada malaria falciparum dengan penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat (Sutanto, 2013). Untuk jenis malaria lainnya belum diketahui seberapa cepat dan hebat mengakibatkan anemia sehingga perlu diteliti. Adapun cara pencegahan terjadinya malaria yaitu menggunakan semprotan pembasmi serangga di dalam dan di luar rumah, memasang tirai di pintu dan jendela, memasang kawat nyamuk, mengoleskan obat anti nyamuk di kulit, menggunakan pakaian yang menutupi tubuh sehingga mengurangi daerah tubuh yang digigit nyamuk dan obat-obatan bisa diminum untuk mencegah malaria selama melakukan perjalanan ke daerah malaria. Obat ini mulai diminum 1 minggu sebelum perjalanan dilakukan, dilanjutkan selama tingggal di daerah malaria dan 1 bulan setelah meninggalkan daerah malaria. Obat yang paling sering

 

digunakan adalah klorokuin. Tetapi banyak daerah yang memiliki spesies Plasmodium falciparum yang sudah resisten terhadap obat ini. Obat lainnya yang bisa digunakan adalah meflokuin dan doksisklin. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada anak-anak dibawah usia 8 tahun dan wanita hamil (Zulkoni,2010).  Daftar Pustaka

Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2016. Data Malaria Provinsi Lampung. Bandar Lampung.

 

Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan, 2017. Profil Kesehatan Kabupaten   Lampung Selatan 2017.

 

Fatonah, DE, 2015, Gambaran Indeks Eritrosit (MCV, MCH dan    MCHC) Pada Penderita Malaria di RSUD Dr. H. Abdul  Moeloek Provinsi Lampung, Karya Tulis Ilmiah, Jurusan            Analis Kesehatan, Bandar Lampung.

 

Gandahusada, Srisasi; Herry D. Ilahude; wita Pribadi, 2006. Parasitologi  Kedokteran  Edisi ke Tiga. Jakarta : Balai           Penerbit FK UI.

 

Harijanto, PN. 2000. Malaria : epidemiologi patogenesis, manifestasi klinis, dan penanganan. Jakarta : EGC, 293 halaman.

 

Harijanto, PN; Agung Nugroho; Carta A. Gunawan (Ed), 2009.      Malaria dari Molekul Ke Klinis Edisi 2. Jakarta : EGC. 365 halaman.

 

Kementerian Kesehatan RI, 2016, 10 April-Hari Malaria Sedunia. Jakarta: Pusdatin.

 

Kementerian Kesehatan RI, 2017. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016, Jakarta : Ditjen P2P.

 

Kementerian Kesehatan RI, 2018, “Hari Malaria Sedunia,,   Pemerintah Perluas Wilayah Bebas Malaria”, Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat, Pandeglang.         Dipublikasikan pada : Sabtu, 28 April 2018.

 

Khairunnisa, Ovi, 2019, Gambaran Anemia Pada Penderita Malaria di RSUD dr. A. Dadi Tjokrodipo Bandar Lampung Tahun 2017 dan 2018. Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Analis Kesehatan, Bandar Lampung.

 

M, Firdaus, 2019, Gambaran Anemia Pada Penderita Malaria Di   Rumah Sakit TK IV.02.07.04 Bandar Lampung Tahun 2017 s.d. 2018. Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Analis Kesehatan, Bandar Lampung.

 


Muslim A, Siregar MT, Lestari E, 2005. Buku Petunjuk Praktikum Hematologi (Pemeriksaan Darah Lengkap), Bandar Lampung: Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.

 

Muttaqin, A, 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan   Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta:          Salemba medik, 590 halaman.

Nugraha, G, 2017. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar, Jakarta: Cv. Trans Info Media, 227 halaman.

 

Price, SA; Wilson, LM, 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume I. Jakarta. EGC.

 

Safar, R. Protozoologi Hematologi Entomologi. Bandung : Yrama   Eidya, 343 halaman.

 

Soedarto, 2009, Pengobatan Penyakit Parasit. Surabaya : Sagung   Seto.

 

Sutanto, Inge dkk., 2010, Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi ke Empat. Jakarta : Balai Penerbit FK UI. 383 halaman.

 

Tarwoto; Wartonah, 2009, Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Trans Info Media, 135 halaman.

 

Widiastuti, Tanjung Putri, 2009. Penentuan Wilayah Endemik Malaria Di Provinsi Lampung dan Analisis Pengaruh Unsur Iklim terhadap Tingkat Kejadian Penyakit. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

 

World Health Organization,  2018. World Malaria Report 2018.

 

Zulkoni, H Akhsin, 2010.

Parasitologi, Yogyakarta : Nuha Medik.

 

Komentar

Postingan Populer