Gambaran Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pada Keluarga dengan Post Op Close Metatarsal di Balai Kesehatan Marinir Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung Tahun 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fraktur adalah patah tulang, yang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan disekitar tulang akan menentukan
apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tadak lengkap. (Prince &
Wilson, 2006 dalam Helmi, 2012). Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat tahun 2019 lebih dari 8,7
juta jiwa meninggal dunia karena fraktur akibat kecelakaan lalu lintas (WHO
2019).WHO menyebutkan bahwa 1,24 juta korban meninggal tiap tahunnya di seluruh
dunia akibat kecelakaan lalu lintas. Kejadian fraktur di dunia mengalami peningkatan dari 1,7 juta
menjadi 6,3 juta.
Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat jumlah kecelakaan lalu
lintas pada 2019 mencapai107.500 kasus dan 87.774 orang menderita fraktur akibat kecelakaan lalu
lintas. Fraktur
merupakan
suatu kondisi dimanaterjadi diintegritas tulang. Penyebab
terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu kecelakaan kerja,
kecelakaan
lalu lintas
dan sebagainya. Tetapi fraktur juga bisa terjadi akibat faktor lain seperti
proses
degenerative dan patologi (Depkes
RI,
2005 dalam Fadliyah, 2019).
Fraktur metatarsal atau patah
tulang pada ekstremitas bawah adalah
rusaknya kontinuitas tulang paling panjang
daerah ekstermitas bawah yang disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang atau osteoporosis. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan bermotor, jatuh dari ketinggian ataupun tergelincir. (Muttaqin, 2008).
Saat terjadi fraktur atau patah tulang, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh dimana akan terjadi edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi
sendi, rupture tendon, kerusakan saraf dan kerusakan pembuluh darah. Dampak
dari fraktur ini dapat menyebabkan nyeri, terganggunya mobilitas fisik, selain
itu dalam waktu panjang dapat mengakibatkan ansietas, karena fraktur yang tidak
kunjung sembuh, sehingga dapat terjadi dilakukannya amputasi bagian tubuh
tertentu. Selain itu memungkinkan
terkontaminasi oleh mikroorganisme yang
dapat menyebabkan infeksi. (Muttaqin, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Yuanita
et
al
“Efektifitas Relaksasi Nafas
Dalam Dan Distraksi Baca Menurunkan Nyeri Pasca Operasi Pasien Fraktur metatrsal” (2014), ini menggunakan desain Pra Eksperimental (satu kelompok pre-posttes). Pengambilan
sampel dengan purposive sampling didapatkan
20 pasien pasca operasi fraktur metatarsal tertutup, dimana
10 pasien dilakukan
teknik relaksasi nafas dalam dan 10 pasien distraksi membaca. Data diambil dengan kuesioner dan observasi, kemudian data
dianalisis menggunakan Wilcoxon Test dengan tingkat signifikansi
≤0,05. Hasil penelitian menunjukkan ada beda efektifitas antara
teknik relaksasi nafas dalam dengan nilaip=0,005dandistraksimembacanilaip = 0,025. Hal ini menunjukkan relaksasi
nafas
dalam lebih efektif daripada
distraksi membaca.
Teknik
relaksasi nafas dalam
lebih efektif
dibanding distraksi membaca dalam hal kemudahan untuk digunakan
dan tanpa memerlukan
alat bantu. Relaksasi
melibatkan sistem otot dan respirasi
tidak
membutuhkan alat lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau
sewaktu- waktu dan dapat digunakan dalam jangka waktu relatif lebih
lama. Teknik relaksasi nafas dalam digunakan
untuk menurunkan kecemasan dan ketegangan
otot sehingga
didapatkan penurunan
denyut jantung, penurunan respirasi serta penurunan ketegangan otot sehingga nyeri akan berkurang,teori
lain menyebut kan dengan merelaksasikan otot-otot yang mengalami spasme
yang disebabkan peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh
darah dan akan meningkatkan
aliran
darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik (Prasetyo, 2010).
Data dari rekam medis Balai Kesehatan Marinir
Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung di dapatkan kasus fraktur close metatarsal dari tahun 2019 mengalami peningkatan setiap tahunnya, dimana data yang di dapatkan pada tahun 2019 terdapat 35 kasus.
Peran
lain seorang perawat yaitu perawat juga membantu seseorang yang dalam keadaan
fraktur itu tetap termotivasi dan tetap berupaya dalam pemulihan kembali bagian yang fraktur, selain itu perawat juga diharapkan bisa mengurangi
kecemasan jika pasien akan dilakukan tindakan tertentudan oleh karena itu perawatan yang baik dapat mencegah terjadinya komplikasi (Smeltzer &
Bare, 2010).
Kebutuhan
kenyamanan atau rasa nyaman adalah suatu keadaan yang membuat seseorang merasa
nyaman, terlindung dari ancaman psikologis, terbebas dari rasa sakit terutama
nyeri. Perubahan rasa nyaman akan menimbulkan rasa yang tidak enak tidak nyaman
dalam berespon terhadap stimulus yang berbahaya (Purwanto, 2008). Menurut
Potter & Perry (2006) kenyamanan adalah suatu keadaan telah tercapainya
kebuthan dasar manusia yaitu kebutuhan bahkan ketrentaman (suaru kepuasan yang
menigkatkan penampilan sehari-hari), (kebutuhan yang terpenuhi), dan (keadaan
tentang suatu yang melebihi masalah dan nyeri).
Gangguan
rasa nyaman adalah suatu pertanyaan pada individu yang memiliki karakteristik
fisioliogis, sosial, spiritual, psiologis, dan kebudayaan,
yang mempengaruhi cara
mereka menginterpresikan dan merasa nyeri. Menurut Tamsuri, (2007) nyeri adalah
suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang, dan kehadirannya diketahui bila
seseorang pernah mengalami nyeri.
Oleh karena itu
berdasarkan latar belakang
di atas penulis
tertarik untuk melakukan studi kasus dengan judul “Gambaran Asuhan
Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pada
Keluarga dengan Post Op Close Metatarsal di
Balai Kesehatan Marinir Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung Tahun 2020”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah studi kasus ini adalah
“Bagaimana Pelaksanaan Keperawatan
Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pada Keluarga dengan
Post Op Close Metatarsal di Balai Kesehatan Marinir
Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung Tahun
2020?
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan Umum
Gambaran Asuhan Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri Pada Keluarga dengan Post Op
Close Metatarsal di Balai Kesehatan Marinir Piabung
Kabupaten Pesawaran Lampung Tahun 2020
2. Tujuan Khusus
a.
Menggambarkan pengkajian asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri pada keluarga dengan post op
close metatarsal di Balai Kesehatan Marinir Piabung
Kabupaten Pesawaran Lampung Tahun 2020
b.
Menggambarkan diagnosa keperawatan pada pasien
fraktur close metatarsal dalam
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman (nyeri) di Balai Kesehatan Marinir Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung tahun 2020.
c.
Menggambarkan perencanaan keperawatan asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman
nyeri pada keluarga dengan post op close metatarsal di
Balai Kesehatan Marinir Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung Tahun 2020
d.
Menggambarkan implementasikan tindakan keperawatan asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri pada keluarga dengan post op
close metatarsal di Balai Kesehatan Marinir Piabung
Kabupaten Pesawaran Lampung Tahun 2020
e.
Menggambarkan evaluasi asuhan keperawatan gangguan rasa nyaman nyeri pada keluarga dengan post op
close metatarsal di Balai Kesehatan Marinir Piabung
Kabupaten Pesawaran Lampung Tahun 2020
D. Manfaat Studi Kasus
Studi kasus ini, diharapkan
memberikan manfaat bagi:
1.
Bagi Pengembangan Ilmu Dan
Teknologi Keperawatan:
Menambah keluasan ilmu
dan teknologi terapan
bidang keperawatan dalam
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman pada pasien dengan fraktur close metatarsal.
2.
Bagi institusi pendidikan (Poltekkes
Tanjung karang Khususnya Jurusan Keperawatan), dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan mengenai pemenuhan kebutuhan rasa nyaman (nyeri) pada pasien dengan fraktur close metatarsal yang relevan dimasa-masa mendatang.
3.
Penulis
Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset keperawatan,
khususnya studi kasus tentang pelaksanaan pemenuhan kebutuhan rasa nyaman
(nyeri) pada pasien fraktur close metatarsal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Kebuthan Dasar
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Manusia memiliki kebutuhan dasar (kebutuhan pokok) untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya. Walaupun setiap individu mempunyai karakteristik yang
unik, kebutuhan dasarnya sama. Perbedaannya pada pemenuhan kebutuhan dasar
tersebut. Kebutuhan dasar manusia memiliki banyak kategori atau jenis. Salah
satunya adalah kebutuhan fisiologis (seperti oksigen, cairan, nutrisi,
eliminasi dan lain-lain) sebagai kebutuhan yang paling mendasar dalam jasmaniah
(Walyani, 2015).
Kegagalan pemenuhan kebutuhan dasar menimbulkan kondisi yang
tidak seimbang, sehingga diperlukan bantuan terhadap pemenuhannya kebutuhan
dasar tersebut. Disinilah pentingnya peranan perawat sebagai profesi kesehatan
dimana salah satu tujuan pelayananan keperawatan adalah membantu klien dalam
memenuhi kebutuhan dasarnya. Jenis-jenis kebutuhan dasar manusia yang menjadi
lingkup pelayanan keperawatan bersifat holistik yang mencakup kebutuhan
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual (Asmadi, 2008).
Unsur Kebutuhan Dasar Manusia Teori Hierarki kebutuhan yang
dikemukakan oleh Abraham Maslow menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima
kebutuhan dasar, yaitu (Asmadi, 2008):
1)
Kebutuhan fisiologis, yang merupakan kebutuhan
paling dasar pada manusia. Antara lain ; pemenuhan kebutuhan oksigen dan
pertukaran gas, cairan (minuman), nutrisi (makanan), eliminasi BAB/BAK,
istirahat dan tidur, aktivitas, keseimbangan suhu tubuh, serta seksual.
2)
Kebutuhan rasa aman dan perlindungan, dibagi
menjadi perlindungan fisik dan perlindungan psikologis. Perlindungan fisik,
meliputi perlindungan dari ancaman terhadap tubuh dan kehidupan seperti
kecelakaan, penyakit, bahaya lingkungan, dll. Perlindungan psikologis,
perlindungan dari ancaman peristiwa atau pengalaman baru atau asing yang dapat
mempengaruhi kondisi kejiwaan seseorang.
3)
Kebutuhan rasa cinta, yaitu kebutuhan untuk
memiliki dan dimiliki, memberi dan menerima kasih sayang, kehangatan,
persahabatan, dan kekeluargaan.
4)
Kebutuhan akan harga diri dan perasaan dihargai
oleh orang lain serta pengakuan dari orang lain.
5)
Kebutuhan aktualisasi diri, ini merupakan
kebutuhan tertinggi dalam hierarki Maslow, yang berupa kebutuhan untuk
berkontribusi pada orang lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri
sepenuhnya.
- Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pemenuhan kebutuhan dasar pada manusia
adalah sebagai berikut (Walyani, 2015):
1)
Penyakit
Adanya
penyakit yang terdapat dalam tubuh seseorang dapat menyebabkan perubahan
pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis, hal ini
disebabkan beberapa organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan yang lebih besar
dari biasanya.
2)
Hubungan yang berarti
Keluarga
merupakan sistem pendukung dalam diri seseorang. Hubungan kekeluargaan yang
baik dapat meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya rasa saling
percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak ada rasa curiga antara yang satu
dengan yang lain, dll.
3)
Konsep diri
Konsep
diri manusia juga memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Konsep diri
yang positif memberikan makna dan keutuhan (wholeness) bagi seseorang. Konsep
diri yang sehat dapat menghasilkan perasaan dan kekuatan positif dalam diri
seseorang. Orang yang beranggapan positif terhadap dirinya sendiri akan mudah
berubah, mudah mengenali kebutuhannya, dan mengembangkan cara hidup yang sehat
sehinggga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
4)
Tahap perkembangan
Sejalan
dengan meningkatnua usia, manusia akan mengalami perkembangan. Berbagai fungsi
organ tubuh akan mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda pada
setiap tahap perkembangan. Setiap tahap perkembangan tersebut memiliki
pemenuhan kebutuhan yang berbeda pula, baik kebutuhan biologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual.
5)
Struktur keluarga
Strukutr
keluarga dapat mempengaruhi cara seseorang memuaskan kebutuhannya. Sebagai
contoh seorang ibu mungkin akan mendahulukan kebutuhan bayinya dibandingkan
kebutuhannya sendiri.
B.
Konsep Dasar Kenyamanan
1.
Pengertian Kenyamanan.
Kolcaba (1992, dalam
Potter & Perry, 2005) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia
yaitu kebutuhan akanketentraman (suatukepuasan yang meningkatkan penampilan
sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan
tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang
secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
b.
Fisik, berhubungan dengan
sensasi tubuh.
c.
Sosial, berhubungan dengan
hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
d.
Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi
harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
e.
Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah
memberikan kekuatan, harapan,
hiburan, dukungan, dorongan,
dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah
kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia.Hal ini
disebabkan karena kondisi
nyeri dan
hipo/hipertermia merupakan kondisi
yang mempengaruhi perasaan
tidak nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda
pada pasien.
2.
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Rasa nyaman
a.
Mengurangi factor yang dapat menambah nyeri,
misalnya ketidak percayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan, dan
kebosanan.
1.
Ketidak percayaan: engakuan perawat akan
rasa nyeri yang diderita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan perhatian mengenai keluhan
nyeri pasien, dan mengatakan kepada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri
pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
2.
Kesalah pahaman: mengurangi kesalah pahaman pasien tentang nyerinya akan
mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan meberitahu pasien bahwa nyeri yang
dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang
nyerinya.
3.
Ketakutan: memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien
dengan mengajarkan pasien
untuk mengekpresikan bagaimana mereka menangani nyeri.
4.
Kelelahan: kelelahan dapat memperberat
nyeri. Untuk mengatasinya,
kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.
5.
Kebosanan: kebosanan dapat meningkatkan
rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat digunakan pengalih perhatian yang
bersifat terapeutik. Beberapa teknik pengalih perhatian adalah bernapas pelan dan berirama, memijat
secara perlahan, menyanyi berirama, aktif mendengarkan music, membayangkan
hal-hal yang menyenangkan, dan sebagianya.
b.
Memodifikasi stimulus nyeri
dengan menggunakan teknik-teknik seperti :
1) Teknik latihan pengalihan
a)
Menonton televise
b)
Berbincang-bincang dengan
orang lain
c)
Mendengarkan musik.
2)
Teknik relaksasi nafas dalam
Menganjurkan
pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara,
menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan
punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga
didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.
3)
Stimulasi kulit
-
Menggosok dengan halus pada
daerah nyeri.
-
Menggosok punggung.
-
Menggunakan air hangat dan
dingin.
-
Memijat dengan air mengalir.
-
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat analgetik, yang dilakukan guna
mengganggu atau memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri.
-
Pemberian stimulator listrik, yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri
dengan stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus
listrik meliputi:
1.
Transcutaneous electrical
stimulator (TENS), digunakan untuk mengendalikan stimulus manual daerah nyeri
tertentu dengan menempatkan beberapa electrode di luar.
2.
Pencutaneu simplanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat stimulator
sumsum tulang belakang
dan epidural yang diimplan dibawah kulit dengan transistortimah penerima yang dimasukan kedalam kulit
pada daerah epidural dan columna
vertebrae.
3.
Stimulator columna
vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alatenerima transistor
dicangkok melalui kantong
kulit intraclavikula atau
abdomen, yaitu elektroda ditanam melalui pembedahan pada dorsum sumsum tulang
belakang.
3.
Pengertian Nyeri
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang
yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Hidayat,2012). Secara umum, nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat (Priharjo, 1992 dalam Hidayat 2012). Berikut adalah pendapart beberapa
ahli rnengenai pengertian nyeri:
a.
Mc. Coffery
(1979), mendefinisikan nyeri
sebagai suatu keadaan yang memengaruhi seseorang yang keberadaanya diketahuihanya jika orang
tersebut pernah mengalaminya.
b.
Wolf Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita
secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
c.
Artur Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh,
timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut
bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
d.
Secara umum mengartikan nyeri
sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan
fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan
diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional.
4.
Fisiologi Nyeri
Munculnya nyeri
sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri
dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau
rangsangan. Stimulasi tersebut
dapat berupa kimiawi, termal, listrik,
atau mekanis. Stimulasi
oleh zat kimiawi
diantaranya seperti histamine, bradikmin, prostaglandin, dan macam-macam asam seperti adanya asam lambung yang meningkt pada gastritis atau stimulasi yang dilepaskan apabila
terdapat kerusakan pada jaringan. (Hidayat,2012), Selanjutnya, stimulus yang
diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri ke
sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) yang
bermielin rapat dan serabut ramban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A, mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan keserabut C. (Hidayat,
2012).
5. Jenis dan Bentuk Nyeri
a.
Jenis Nyeri
Ada tiga klasifikasi nyeri
1) Nyeri perifer. Nyeri ini ada tiga
macam:
a) Nyeri superfisial, yakni rasa
nyeri yang muncul
akibat rangsangan pada kulit dan mukosa;
b) Nyeri visceral, yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor
nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks;
c) nyerialih, yakni nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan
penyebab nyeri.
2) Nyeri sentral. Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang
otak, dan thalamus.
3) Nyeri psikogenik. Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya.
Dengan kata lain, nyeri ini timbul
akibat pemikiran si penderita itu sendiri. Seringkali, nyeri ini muncul karena
factor psikologi, bukan fisiologis
b.
Bentuk nyeri
Secara umum, bentuk nyeri terbagi atas
nyeri akut dan nyeri kronis.
1) Nyeri akut. Nyeri
ini biasanya berlangsung tidak lebih dari enam bulan.Awitan gejalanya mendadak,
dan biasa penyebab dan lokasi nyeri sudah diketahui.Nyeri akut ditandai dengan
peningkatan tegangan otot dan kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi
nyeri.
2) Nyeri kronis. Nyeri ini
berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bias diketahui atau tidak.
Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak dapat disembuhkan.Selain itu, pengindraan
nyeri menjadi lebih dalam sehingga penderita sukar untuk menunjukan lokasi.
6. Teori Nyeri
Ada 4 teori yang berusaha menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan terasa, yaitu :
1.
Teori spesifik ( Teori
Pemisahan)
Teori yang
mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima suatu stimulus yang
spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta dan serabut C di
perifer dan traktus spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri
di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan komponen psikologis..Menurut teori
ini rangsangan sakit masuk kemedula spinalis (spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps didaerah posterior. Kemudian naik ketractuslissur dan menyilang digaris median kesisi lainnya an berakhirdi korteks sensoris tempat rangsangan nyeri tersebut diteruskan.
2.
Teori pola (pattern)
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola informasi sensoris. Polaaksi potensial yang
timbul oleh adanya suatu stimulus timbul pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu
menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Rangsangan nyeri masuk
melalui akar ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel.
Hal ini mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih
tinggi, yaitu korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot
berkontraksi sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi oleh modalitas respons dari reaksisel. Pola aksi potensial untuk
nyeri berbeda dengan pola untuk rasa sentuhan.
3.
Teori kontrol gerbang (gate
control)
Pada teori ini bahwa
impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang
sistem saraf pusat.Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya
menutup pertahanan tersebut
merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori
dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron
delta-A dan C melepaskan
substansi C melepaskan
substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme
pertahanan.Selain itu, terdapat mekano reseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neuro transmiter penghambat.
Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup
mekanisme pertahanan.
Diyakini mekanisme
penutupan ini dapat
terlihat saat seorang perawat
menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekan oreseptor, apabila masukan
yang dominan berasal dari
serabut delta A dan serabut
C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien
mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan keotak, terdapat pusat kortek yang lebih
tinggi di otak yang memodifikasi nyeri.Alur saraf desenden melepaskan opiat
endogen, seperti endorfin
dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari
tubuh. Neuro medulator ini menutup
mekanisme pertahanan dengan
menghambat pelepasan
substansi P.tehnik distraksi, konseling
dan pemberian plasebo merupakan upaya untuk melepaskan
endorphin.
4. Teori Transmisi dan Inhibisi.
Adanya stimulus pada
nociceptor memulai transmisi impuls- impuls saraf, sehingga transmisi impuls
nyeri menjadi efektif oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian, inhibisi
impuls nyeri menjadi efektif oleh impuls-impuls pada scrabut-serabut besar yang
memblok impuls-impuls pada serabut lamban dan endogcn opiate sistem supresif.
7.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri.
Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, di antaranya
adalah :
a.
Arti nyeri, arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian arti
nyeri merupakan arti yang negative, seperti membahayakan, merusak, dan
lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti usia, jenis
kelamin, latar belakang sosail budaya, lingkungan dan pengalaman.
b.
Persepsi nyeri, persepsi
nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada korteks (pada
fungsi evaluative kognitif). Persepsi ini dipengaruhi olehfactor yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
c.
Toleransi nyeri. Toleransi ini erat hubungannya dengan intensitas nyeri yang dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Factor yang dapat mempengaruhi
peningkatan toleransi nyeri antara lain: alcohol, obat-obatan, hipnotis,
gesekan atau garukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat, dan
sebagainya. Sedangkan factor yang menurunkan toleransi antara lain kelelahan,
rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit dan lain-lain.
d.
Reaksi terhadap nyeri. Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respon seseorang terhadap nyeri, seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis,
dan menjerit. Semua ini merupakan bentuk respon nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masalalu, nilai budaya, harapan social, kesehatan fisik dan mental,
rasa takut, cemas, usia, dan lain-lain.
8.
Cara Mengukur Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri
adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologi ketubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat
memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Pengukuran skala nyeri dengan metode
sebagai berikut :
1.
Skala intensitas nyeri
deskritif
Gambar 2.1
Skala Intensitas Nyeri Deskritif
2.
Skala identitas nyeri numeric
Gambar 2.2
Skala Identitas Nyeri Numerik
3.
Skala analog visual
Gambar 2.3
Skala Analog Visual
4.
Skala nyeri menurut
bourbanis
Gambar 2.4
Skala Nyeri Menurut Bourbani
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang :
Secara obyektif klien
mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan
alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 : Nyeri sangat berat: Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul ( Smeltzer, S.C bare B.G, 2002) .
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien sering kali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang
atau parah.Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu
informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan
alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang
lebih obyektif. Skala
pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima
Kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama disepanjang garis.
Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat
menunjukkan klien skalatersebut dan meminta klien untuk memilih
intensitas nyeritrbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh
nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numeric (numerical
rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata.
Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10.Skala paling
efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi
terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (Potter, 2005).
Skala analog
visual (visual analog
scale, VAS)
tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini member klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.VAS dapat
merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu
kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakandan
tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat
membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja kondisi klien. Perawat dapat
menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai
apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).dalam upaya
mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan.
C. Konsep Tinjauan Asuhan Keperawatan Keluarga
1.
Pengertian
asuhan keperawatan keluarga
Asuhan
keperawatan keluarga adalah suatu rangkaian kegiatan yang diberikan melalui
paraktek keperawatan kepada keluarga, untuk membantu masalah tentang kesehatan
dalam sebuah keluarga, dengan pendekatan proses keperawatan yang meliputi
pengkajian terhadap keluarga yang terjadi masalah kesehatan, kemudian diagnosa
keperawatan keluarga, perencanaan tindakan, implementasi keperawatan dan yang
terakhir evalusi tindakan keperawatan (Muhlisin, 2012).
Asuhan
keperawatan keluarga merupakan proses yang komplek dengan menggunakan
pendekatan yang sistematis untuk bekerjasama dengan keluarga dan individu
ebagai anggota keluarga (Harmoko, 2012).
2.
Pengkajian
Metode yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah berupa wawancara, observasi, pemeriksaan fisik
keluarga, serta data sekunder yang mendukung lainnya. Pengkajian asuhan
keperawatan keluarga menurut teori/model Family
Center Nursing Friedman, meliputi 7 komponen pengkajian yaitu:
a.
Data umum
1)
Identitas kepala keluarga
Berisi tentang nama kepala keluarga, umur (KK),
pekerjaan kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, dan alamat (KK).
2)
Komposisi anggota keluarga
Berisi tentang nama anggota keluarga,
umur, jenis kelamin, hubungan dengan KK, pendidikan, pekerjaan dan keterangan
(Achjar, 2010).
3)
Genogram
Genogram harus menyangkut minimal 3 generasi, harus
tertera nama, umur, kondisi kesehatan tiap keterangan gambar, terdapat
keterangan gambar dengan simbol berbeda (Friedman, 2011).
4)
Tipe keluarga
Menurut Allender & Spradley tahun 2001 (dikutip
dalam Achjar, 2010) tipe keluarga terdiri dari keluarga tradisional dan non
tradisional, yang mana masing-masing tipe tersebut dibagi lagi menjadi beberapa
jenis.
5)
Suku bangsa
Berisi tentang suku bangsa yang meliputi: asal suku
bangsa keluarga, bahasa yang dipakai keluarga dan kebiasaan keluarga yang
dipengaruhi suku yang dapat mempengaruhi kesehatan
6)
Agama
Meliputi agama yang dianut keluarga
dan kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
7)
Status sosial ekonomi keluarga
Meliputi rata-rata penghasilan seluruh anggota keluarga,
jenis pengeluaran keluarga tiap bulan, tabungan khusus kesehatan dan barang
(harta benda) yang dimiliki keluarga (parabot, transportasi).
8)
Aktivitas rekreasi keluarga
Menggambarkan tentang kebiasaan rekreasi yang
dilakukan oleh keluarga.
b.
Tahap perkembangan dan riwayat keluarga
1) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
Meliputi tahap perkembangan keluarga
inti (ditentukan
Dengan anak tertua), tahap
perkembangan keluarga yang
belum terpenuhi dan riwayat keluarga inti yang berisi:
riwayat terbentuknya keluarga inti, penyakit yang diderita
keluarga orang tua (adanya penyakit menular atau penyakit
menular dikeluarga).
2) Riwayat keluarga
sebelumnya
Riwayat penyakit keturunan dan
penyakit menular di
keluarga. riwayat kebiasaan/gaya
hidup yang mempengaruhi
kesehatan.
c.
Data lingkungan
1)
Karakteristik rumah
Ukuran rumah (luas rumah), kondisi dalam dan luar
rumah, kebersihan rumah, ventilasi rumah, saluran pembuangan air limbah, air
bersih, pengelolaan sampah, kepemilikan rumah, kamar mandi/ WC dan denah rumah.
2)
Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal
Mengkaji apakah ingin tinggal dengan satu suku saja,
aturan dan kesepakatan penduduk setempat dan budaya setempat yang mempengaruhi
kesehatan.
3)
Mobilitas geografis keluarga
Mengkaji tentang apakah keluarga sering pindah rumah
dan dampak pindah rumah terhadap kondisi keluarga (apakah menyebabkan stress).
4)
Perkumpulan keluarga dan interaksi keluarga dengan masyarakat
Mengkaji tentang perkumpulan/ organisasi sosial yang
diikuti oleh anggota keluarga.
5)
Sistem pendukung keluarga
Termasuk siapa saja yang terlibat
bila keluarga mengalami masalah (Achjar, 2010).
a.
Struktur keluarga
Menurut Setiadi (2008), struktur keluarga adalah
sebagai berikut:
1)
Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar anggota
keluarga, bahasa apa yang digunakan dalam keluarga, bagaimana frekuensi dan
kualitas komunikasi yang berlangsung dalam keluarga, dan apakah hal-hal/masalah
dalam keluarga didiskusikan.
2)
Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku diantaranya adalah: siapa yang
membuat keputusan dalam keluarga, bagaimana cara keluarga dalam mengambil
keputusan (otoriter, musyawarah/kesepakatan, dierahkan pada masing-masing
individu), siapakah pengambilan keputusan tersebut.
3)
Struktur peran (formal dan informal)
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga
baik secara formal maupun informal dan siapa yang menjadi model peran dalam
keluarga dan apakah ada konflik dalam pengaturan peran yang selama ini
dijalankan.
4)
Nilai dan norma keluarga
Berisi nilai dan norma yang dianut keluarga yang
berhubungan dengan kesehatan.
b.
Fungsi keluarga
Menurut Achjar (2010), fungsi keluarga adalah sebagai berikut:
1)
Fungsi afektif
Bagaimana cara keluarga mengekspresikan perasaan kasih
sayang, perasaan saling memiliki, dukungan terhadap anggota keluarga dan saling
menghargai, kehangatan.
2)
Fungsi sosialisasi
Bagaimana memperkenalkan anggota keluarga dengan dunia
luar, bagaimana interaksi dan hubungan dalam keluarga.
3)
Fungsi perawatan kesehatan
Kondisi perawatan kesehatan seluruh anggota keluarga
(preventif/promosi). Bila ditemukan data maladaptif lakukan penjajakan tahap II
(berdasarkan 5 tugas keluarga/5 keluarga mengenal masalah kesehatan), yaitu keluarga mengenal masalah, keluarga mengambil keputusan, keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, keluarga memelihara
kesehatan/memodifikasi lingkungan, keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.
4)
Fungsi ekonomi
Menurut (Friedman E, 2014) fungsi ekonomi melibatkan
penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup-finansial, ruang, dan
material-serta alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.
Fungsi ekonomi berupa data yang relevan mengenai sumber ekonomi keluarga
seperti alokasi sumber yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan keluarga: sandang,
pangan, papan, dan perawatan kesehatan yang adekuat.
5)
Fungsi psikososial
Teori Erikson Erik bahwa psikososial adalah
penggambaran hubungan antara hubungan sosial dengan kesehatan mental/emosional
yang melibatkan aspek sosial dan psikologis. Perkembangan kepribadian seseorang berasal dari pengalaman sosial
sepanjang hidupnya sehingga disebut sebagai perkembangan psikososial.
c.
Stress dan koping keluarga
Menurut Setiadi (2008), stres dan koping keluarga
adalah sebagai berikut: stresor jangka panjang (memerlukan penyelesaian lebih dari 6
bulan) dan stresor jangka pendek (memerlukan penyelesaian dalam waktu sekitar 6
bulan) serta kekuatan keluarga, respon keluarga terhadap stress, strategi
koping yang digunakan, dan strategi adaptasi yang disfungsional: adalah cara
keluarga mengatasi masalah secara maladaptif.
d.
Pemeriksaan fisik
Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan, pemeriksaan
kesehatan dilakukan pada seluruh anggota keluarga. Aspek pemeriksaan fisik mulai
kesadaran, vital sign, kulit, rambut kepala, mata, mulut, telinga, dada (IPPA),
kardiovaskuler (IPPA), abdomen (IPPA), ekstremitas, sistem genetalia serta
kesimpulan pada hasil pemeriksaan fisik (Smeltzer & Bare, 2002).
e.
Harapan keluarga
Harapan terhadap masalah kesehatan keluarga dan
terhadap petugas kesehatan yang ada.
3.
Analisa data
Setelah dilakukan pengkajian, selanjutnya data dianalisa untuk dapat
dilakukan perumusan diagnosis keperawatan. Analisis data dibuat dalam bentuk
matriks. Setelah data dianalisa dan ditetapkan masalah keperawatan keluarga,
selanjutnya masalah kesehatan keluarga yang ada, perlu diprioritaskan bersama
keluarga dengan memperhatikan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki
keluarga.
4.
Prioritas masalah
Prioritas masalah dilakukan dengan memperhatikan sumber daya dan sumber
dana yang dimiliki keluarga. Skala untuk menentukan prioritas asuhan
keperawatan keluarga (Bailon dan Maglaya), scoring dilakukan untuk menentukan
skor pada setiap kriteria. Cara melakukan scoring adalah skor yang dipilih
dibagi dengan nilai tertinggi dan dikalikan dengan bobot. Kriteria dibagi
menjadi: sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensi masalah untuk
dapat dicegah, dan menonjolnya masalah dengan masing-masing skala yang telah
ditetapkan. Cara perhitungan dapat ditunjukkan dengan rumus sebagai berikut.
Nilai yang dipilih x Bobot
Nilai tertinggi |
Kriteria yang
mempengaruhi prioritas masalah yaitu:
a) Sifat masalah
Bobot yang lebih berat diberikan pada tidak/kurang sehat
karena memerlukan tindakan segera dan biasanya disadari dan dirasakan oleh
keluarga.
b) Kemungkinan masalah dapat
diubah
Pengetahuan yang ada sekarang, teknologi dan tindakan untuk
menangani masalah. Sumber daya keluarga: dalam bentuk fisik, keuangan dan
tenaga. Sumber daya perawat: dalam bentuk pengetahuan, keterampilan, dan waktu.
Sumber daya masyarakat: dalam bentuk fasilitas, organisasi dalam masyarakat,
dan sokongan masyarakat.
c) Potensial masalah dapat
dicegah
Kepelikan dari masalah (yang
berhubungan dengan penyakit atau masalah), Lamanya masalah (yang berhubungan
dengan jangka waktu masalah itu ada), Tindakan yang dijalankan
(tindakan-tindakan yang tepat dalam memperbaiki masalah), Adanya kelompok “high risk” (kelompok yang sangat peka menambah
potensi untuk mencegah masalah).
d) Menonjolnya masalah
Perawat perlu menilai persepsi atau
bagaimana keluarga melihat masalah kesehatan tersebut. Nilai skore yang tinggi
yang terlebih dahulu dilakukan intervensi keperawatan keluarga.
Tabel 2.1
Prioritas Masalah Asuhan
Keperawatan Keluarga
Kriteria |
Score |
Sifat masalah |
Aktual = 3 Risiko = 2 Potensial = 1 |
Kemungkinan masalah untuk diubah |
Mudah = 2 Sebagian = 1 Sedang = 0 |
Potensi masalah untuk dicegah |
Tinggi =
3 Cukup = 2 Rendah = 1 |
Menonjolnya masalah |
Segera diatasi = 2 Tidak segera diatasi =
1 Tidak dirasakan adanya masalah = 0 |
5. Diagnosa keperawatan
Diagnosa
keperawatan disusun berdasarkan jenis diagnosis seperti
b.
Diagnosis sehat/wellness
Digunakan bila keluarga mempunyai potensi untuk ditingkatkan,
belum ada data maladaptif.
b.
Diagnosis ancaman (resiko)
Digunakan bila belum terdapat paparan masalah kesehatan, namun
sudah ditemukan beberapa data maladaptif yang memungkinkan timbulnya masalah.
c.
Diagnosis nyata/gangguan
Digunakan jika sudah timbul gangguan/masalah kesehatan di
keluarga, didukung dengan adanya beberapa data maladaptif. Perumusan diagnosa
keperawatan keluarga nyata/gangguan terdiri dari Problem (P), Etiologi (E), dan
Symptom (S). Perumusan problem merupakan respon terhadap gangguan kebutuhan
dasar. Sedangkan etiologi mengacu pada 5 tugas keluarga, yaitu:
1)
Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
Meliputi
persepsi terhadap keparahan penyakit, pengertian, tanda dan gejala, faktor
penyebab, persepsi keluarga terhadap masalah.
2)
Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan
Meliputi sejauh manakeluarga mengerti mengenai
sifat dan luasnya masalah, masalah dirasakan keluarga, keluarga menyerah
terhadap masalah yang dialami, sikap negatif terhadap masalah kesehatan, kurang
percaya terhadap tenaga kesehatan, informasi yang salah.
3)
Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
Meliputi bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakit, sifat dan
perkembangan perawatan yang dibutuhkan, sumber-sumber yang ada dalam keluarga,
sikap keluarga terhadap yang sakit.
4)
Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan
Meliputi keuntungan/manfaat pemeliharan,
pentingnya hygiene sanitasi, upaya pencegahan penyakit.
5)
Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan
Meliputi keberadaan fasilitas kesehatan, keuntungan yang
didapat, kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan, pengalaman keluarga
yang kurang baik, pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh keluarga (Achjar
Henny Ayu,2012).
Diagnosa
keperawatan menurut SDKI 2016 yang muncul pada maslaah kasus fraktur close
metatarsal adalah:
a)
Nyeri akut berhubungan dengan agen injurifisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
b)
Hambatan mobilitasfisik
berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuscular, nyeri, terapi restriktif
(imobilisasi).
c)
Resiko infeksiberhubungan
dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive (pemasangan traksi).
d)
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional, status ekonomi, dan perubahan fungsi peran.
6. Perencanaan keperawatan
Perencanaan diawali dengan merumuskan
tujuan yang ingin dicapai serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang
ada. Tujuan dirumuskannya untuk mengatasi stresor dan intervensi dirancang
berdasarkan tiga tingkat pencegahan yaitu: primer untuk memperkuat garis
pertahanan fleksibel, sekunder untuk memperkuat pertahanan sekunder, dan
tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten (Aderson & Mc Farlane,2014).
Tujuan jangka panjang mengacu pada
bagaimana mengatasi masalah dan tujuan jangka pendek harus SMART (S= spesifik, M= measurable/ dapat diukur, A= achievable/
dapat dicapai, R= reality, T= time limited/ punya limit waktu)
(Achjar, 2010).
7.
Implementasi
Merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan program. Program
dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari keluarga, memandirikan
keluarga, seringkali perencanaan program yang sudah baik tidak diikuti dengan
waktu yang cukup untuk merencanakan implementasi (Achjar, Henny, Ayu, 2012). Menurut
Zaidin Ali tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup hal-hal di bawah ini
(Zaidin Ali, 2010):
a. Menstimulasi kesadaran
atau penerimaan keluarga mengenai masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara:
1) Memberikan informasi
2) Mengidentifikasi kebutuhan
dan harapan tentang kesehatan
3) Mendorong sikap emosi yang
sehat terhadap masalah
b. Menstimulasi keluarga
untuk memutuskan cara perawatan yang tepat, dengan cara:
1) Mengidentifikasi
konsekuensi tidak melakukan tindakan
2) Mengidentifikasi
sumber-sumber yang dimiliki keluarga
3) Mendiskusikan tentang
konsekuensi tiap tindakan
c. Memberikan kepercayaan
diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit, dengan cara:
1)
Mendemonstrasikan cara perawatan
2)
Menggunakan alat dan fasilitas yang ada dirumah
3)
Mengawasi keluarga melakukan perawatan
d. Membantu keluarga untuk
menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat, dengan cara:
1)
Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
2)
Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin
e. Memotivasi keluarga untuk
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada, dengan cara:
1)
Mengenakan fasilitas kesehatan yang ada
2)
Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
8.
Evaluasi
Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan. Sekumpulan
informasi yang sistematik berkenaan dengan program kerja dan efektifitas dari
serangkaian program yang digunakan terkait karakteristik dan hasil yang telah dicapai
(Patton, 1998). Evaluasi digunakan untuk mengetahui seberapa tujuan yang
ditetapkan telah tercapai dan apakah intervensi yang dilakukan efektif untuk
keluarga sesuai dengan kondisi dan situasi keluarga, apakah sesuai dengan
rencana dan dapat mengatasi masalah keluarga.
Menurut Nikmatur (2012) evaluasi adalah penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan
kriteria hasil yang dibuat pada saat perencanaan. Tujuan evaluasi adalah
mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi tindakan keperawatan, dan
meneruskan tindakan keperawatan. Menurut Zaidin Ali evaluasi disusn dengan
menggunakan SOAP secara operasional:
S: adalah hal-hal yang
dikemukakan oleh keluarga secara subjektif setelah dilakukan intervensi
keperawatan, berupa keluhan langsung dari klien, misalnya: klien mengatakan
nyeri mulai berkurang.
O: adalah hal-hal yang ditemui oleh perawat secara objektif
setelah dilakukan intervensi keperawatan, hasil dari pengukuran terhadap
pasien, misalnya: nyeri klien derajat 4.
A: adalah analisis dari hasil yang telah dicapai dengan
mengacu pada tujuan yang terkait dengan diagnosis.
P: adalah perencanaan tindakan keperawatan yang akan
dilanjutkan, dimodifikasi, dihentikan atau ditambahkan dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan sebelumya.
Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi formatif
menghasilkan informasi untuk umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi
tentang efektifitas pengambilan keputusan (Achjar Henny Ayu, 2012)
Tabel 2.2
Intervensi
Keperawatan
No |
Diagnosa |
Tujuan |
Intervensi |
1. |
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : post op fraktur close metatarsal -
Pasien mengatakan nyeri pada telapak kaki kiri P: pasien mengatakan nyeri pada bagian telapak kaki bawah sebelah kanan Q: pasien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk benda
tajam R: menyebar keseluruh kaki S: skala nyeri 6 T: bertambah berat saat bergerak dan saat jalan kaki DO : -
Pasien tampak meringis -
Pasien tampak gelisah -
Pasien tampak selalu
menghindari posisi nyeri. -
Pada ekstermitas
bawah Telapak kaki kiri terpasang verban -
Hasil rontgen
terdapat fraktur femur 1/3
proksimal dekstra. -
TTV TD: 110/70 mmHg N
: 80 x/menit P : 20x/menit |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyri akut berkurang sampai dnegan hilang dengan kriteria hasil: - Skala nyeri normal - Pasien nampak lebih rileks |
MANAJEMEN
NYERI (I. 08238) 1.
Observasi § identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri §
Identifikasi skala nyeri §
Identifikasi respon nyeri non
verbal §
Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan nyeri §
Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri §
Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri §
Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup §
Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan §
Monitor efek samping penggunaan
analgetik §
Identifikasi riwayat alergi
obat §
Monitor efektifitas analgesik 2.
Terapeutik §
Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain) §
Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) §
Fasilitasi istirahat dan tidur §
Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri §
Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk mengoptimalkan respn pasien §
Dokumentasikan respon terhadap
efek analgesik dan efek yang diinginkan 3.
Edukasi §
Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri §
Jelaskan strategi meredakan
nyeri §
Anjurkan memonitor nyri secara
mandiri §
Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat §
Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri §
Jelaskan terapi efek samping
obat 4.
Kolaborasi §
Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu §
kolaborasi
pemberian dosis dan jenis analgesik sesuai indikasi |
2. |
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang DS : -
Pasien mengeluh sulit menggerakkan
ekstermitas -
Pasien mengatakan nyeri saat
bergerak DO : -
Kekuatan otot menurun -
Pasien tampak membatasi
gerakan -
Pasien tampak cemas saat
bergerak |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan mobilita dapat teratasi dengan kriteria hasil: -
Pasien
mampu melakukan aktivitas mandiri tanpa bantuan keluarga -
Pasien
mampu berjalan meskipun menggunkan alat bantu |
DUKUNGAN AMBULASI (1.06171) 1.
Observasi §
Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya §
Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi §
Monitor frekuensi jantung dan
tekanan darah sebelum memulai ambulasi §
Monitor kondisi umum selama
melakukan ambulasi 2.
Terapeutik §
Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk) §
Fasilitasi melakukan mobilisasi
fisik, jika perlu §
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi 3.
Edukasi §
Jelaskan tujuan dan prosedur
ambulasi §
Anjurkan melakukan ambulasi
dini § Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi,
berjalan sesuai toleransi) |
D.
Konsep Dasar Fraktur Close Metatarsal
1.
Pengertian
a)
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik (Sylvia A.P., 2005 : 1365).
b)
Fraktur adalah patah tulang dan terputusnya kontinuitas
jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa
(Arief Mansjoer, 2008 : 346).
c)
Fraktur adalah rusak atau terputusnya kontinuitas tulang dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth, 2002 : 2357).
d) Fraktur Metatarsal adalah
fraktur yang terjadi pada tulang Metatarsal akibat jatuh ataupun trauma.
(Brunner & Suddarth, 2002 : 2372).
2. Etiologi
Menurut (Padila
2012), etiologi fraktur adalah sebagai berikut :
a.
Trauma langsung/ direct
trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat
ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
b.
Trauma yang tak langsung/
indirect trauma, yaitu apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh
dari daerah fraktur. misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan
ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
c.
Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ada
“underlying disesase” dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
3. Patofisologi
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2359), trauma dan
kondisi patologis yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan
fraktur, fraktur menyebabkan diskontuinitas jaringan tulang yang dapat
membuat penderitanya mengalami kerusakan mobilitas fisiknya. Apabila kulit sampai robek
hal ini akan menjadikan luka terbuka dan akan menyebabkan
potensial infeksi.
Diskontuinitas jaringan tulang dapat mengenai/terjadi di 3 bagian yaitu
jaringan lunak, pembuluh darah dan saraf serta tulang itu sendiri. Apabila mengenai jaringan
lunak maka akan terjadi spasme otot yang menekan ujung-ujung saraf dan pembuluh
darah mengakibatkan nyeri, deformitas serta syndrome compartemen. Jika diskontuinitas terjadi di
pembuluh darah dan saraf maka perdarahan akan bertambah banyak mengakibatkan
hipovolemi dan jika tidak segera ditangani akan terjadi syok, jaringan akan
kekurangan oksigen dan bisa berakibat fatal yaitu kematian.
Jika terjadi ditulang maka akan mengalami 2 hal yaitu tindakan
imobilisasi fiksasi dan perubahan bentuk tulang, jika tulang sudah terjadi
perubahan baik dalam komposisi atau pun kemampuannya maka akan terjadi
kerusakan periostenum dan sumsum tulang, terjadinya kerusakan akan membuat
serpihan lemak masuk kedalam pembuluh darah yang terbuka dan hanyut bersama
aliran darah terjadilah emboli lemak dan jika terjadi diparu terjadi emboli
paru dengan tanda-tanda pasien akan mengalami sesak, apabila sudah sesak maka
terjadi hipoksia jaringan bisa sistemik dan lokal, jika terjadi secara lokal
maka terjadi kematian saraf dan pembuluh darah karena tidak mendapatkan suplai
oksigen yang adekuat lama kelamaan akan terjadi kematian jaringan dan pasien
harus segera diamputasi. Dan jika terjadi secara sistemik maka akan terjadi
kematian.
Fraktur tulang metatarsal (tulang pertengahan kaki) sering terjadi.
Penyebab yang paling sering adalah terlalu banyak berjalan atau
penggunaan berlebihan yang menyebabkan tekanan yang tidak langsung. Penyebab
lain adalah benturan yang terjadi secara mendadak. Selain dilakukan pembedahan
untuk meluruskan pecahan-pecahan tulang yang patah, perlu dilakukan imobilisasi
dengan gips. Masa penyembuhan biasanya memerlukan waktu 3 – 12 minggu, tetapi
pada usia lanjut atau status kesehatan yang buruk, mungkin diperlukan waktu
yang lebih lama.
5. Proses Penyembuhan
Tulang
Menurut Brunner dan Suddarth, (2002 : 2266), kebanyakan patah tulang
sembuh melalui osifikasi endokondial ketika tulang mengalami
cedera, fragmen tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut, namun tulang
mengalami regenerasi sendiri. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang.
a.
Inflamasi
Dengan adanya
patah tulang, tulang mengalami respon yang sama dengan bila ada cedera di lain
tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi
pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami
devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan
diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah
tersebut. Terjadi inflamsi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung
selama 24 – 48 jam dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
b.
Proliferasi sel
Dalam sekitar
5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin
dalam jendelan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi
fibroblast dan osteoblast. Fibroblas dan osteoblast (berkembang
dari osteosit, sel endotel dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang.
c.
Pembentukan Kalus
Pertumbuhuan
jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan menjadi sisi lain sampai celah
sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan vibrus,
tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan
untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan
dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3 sampai 4 minggu agar fragmen tulang
bergabung daam tulang rawan atau jaringan fibrus.
d.
Osifikasi
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah
tulang melalui proses penulangan endokondrial.
e.
Remodeling
Tahap akhir
perbaikan tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang
baru kesusunan tulang struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang
dibutuhkan, fungsi tulang dan pada kasus yang melibatkan tulang kompakta dan
kanselus – stress fungsional pada tulang.
6 Tanda Dan Gejala
Menurut
Brunner dan Suddarth, (2002 : 2358), tanda dan gejala fraktur
antara lain :
a.
Sakit (nyeri), karena kerusakan jaringan dan perubahan
struktur yang meningkat menyebabkan penekanan sisi fraktur dan pergerakan
bagian fraktur.
b.
Inspeksi : bengkak atau penumpukan cairan yang disebabkan
oleh kerusakan pembuluh darah deformitas (perubahan struktur dan bentuk tulang).
c.
Palpasi : nyeri tekan, nyeri sumbu, krepitasi (dapat
dirasakan atau didengarkan bila digerakkan).
d.
Gerakan : aktif (tidak bisa : function laesa), pasif (gerakan
abnormal).
e.
Perubahan warna kulit : pucat, ruam cyanosis.
f.
Parastesia (kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena
adanya gangguan saraf, dimana saraf ini dapat terjepit dan terputus oleh
fragmen tulang).
7 Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang pada kasus
fraktur femur yaitu:
a.
Pemeriksaan rontgen :
menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b.
Scantulang, tomogram, scanCT/MRI: memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c.
Arteriogram : dilakukan bila
kerusakan vaskuler dicurigai.
d.
Hitung daerah lengkap: HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah
trauma).
e.
Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
f.
Profil koagulasi, perubahan
dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau cedera. (Bararah, T.&
Jauhar, M 2013)
8
Penatalaksanaan Pada Fraktur
Menurut Arif
Manjoer, (2009 : 348), pengobatan bisa dilakukan secara konservatif/operatif.
a.
Terapi konservatif
-
Proteksi, immobilisasi tanpa reposisi
-
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips, traksi
b.
Terapi operatif
-
Reposisi tertutup, fiksasi interna.
-
Reposisi tertutup dengan control radiology diikuti fiksasi
interna.
-
Reposisi terbuka dan fiksasi
-
Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis.
Ada beberapa
prinsip dasar yang harus diertimbangkan pada saat menangani fraktur :
a.
Rekognisi
Pengenanlan riwayat kecelakan, patah atau tidak, menentukan perkiraan
yang patah, kebutuhan pemeriksaan yang spesifik, kelainan bentuk tulang dan
ketidak stabilan, tindakan apa yang cepat dilakukan misalnya pemasangan bidai.
b.
Reduksi
Usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin kembali seperti letak asalnya. Cara penanganan secara reduksi :
-
Pemasangan gips : untuk memepertahankan posisi fragmen
tulang yang fraktur.
-
Reduksi tertutup (closed reduction external fixation)
Menggunakan
gips sebagai fiksasi ekternal untuk mempertahankan posisi tulang dengan
alat-alat : sekrup, plate, pen, kawat, paku yang dipasang disisi maupun didalam
tulang. Alat ini diangkat kembali setelah 1 - 12 bulan dengan pembedahan.
-
Reduksi terbuka (open reduction internel fixation)
Dengan pembedahan (fiksasi internal) : skrup, plate, pen, kawat, paku
yang dipasang disisi maupun didalam tulang untuk membantu mempertahankan
kesegarisan / keselurusan tulang. Alat ini diangkat kembali setelah 1 – 2 bulan
dengan pembedahan.
c.
Retensi
Menyatakan metode yang dilaksanakan untuk menahan fragmen tulang tersebut
selama penyembuhan. Adapun jenis-jenis traksi yaitu : Buck Extension
Tracton yang digunakan untuk fraktur panggul, kontraktur, spasme otot.
d.
Debridemen
Untuk mempertahankan / memperbaiki keadaan jaringan lunak sekitar fraktur
pada keadaan luka sangat parah dan tidak beraturan.
e.
Rehabilitasi
Memulihkan kembali fragmen-fragmen tulang yang patah untuk mengembalikan
fungsi normal.
f.
Perlu dilakukan mobilisasi : Kemandirian bertahap.
BAB III
METODE
STUDI KASUS
A.
Fokus Asuhan Keperawatan
Pada
studi kasus ini penulis menggunakan studi kasus deskriptif dengan pendekatan
proses keperawatan yang komperhensif meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.
B.
Subjek Studi Kasus
Subyek yang digunakan dalam strudi kasus ini adalah pasien
dengan fraktur close metatarsal yang memenuhi kriteria.
Kriteri inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang diambil sampel, sedangkan kriteria eksklusi adalah
ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambel sebagai sampel
(Notoatmodjo, 2018).
Berikut dibawah ini adalah kriteria pasien dalam penulisan
laporan tugas akhir sebagai subyek asuhan keperawatan:
1.
Pasien memiliki riwayat fraktur
close metatarsal
2.
Memiliki rekam medik lengkap dalam register
klinik
3.
Pasien sedang menjalani perawatan
4.
Pasien bersedia dijadikan sampel, dan menrima
asuhan keperawatan oleh penulis, yang dituangkan dalam surat persetujaun (informed consent)
C.
Lokasi dan
Waktu Penelitian
1. Lokasi
Penelitian
Penelitian
ini dilakukan di Balai Kesehatan Marinir Piabung
Kabupaten Pesawaran Lampung tahun 2020
2. Waktu
Penelitian
Penelitian
ini dilakukan pada bulan Juni tahun 2020.
D.
Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam studi kasus ini adalah :
1.
Wawancara
Wawancara merupakan alatre-cheking atau
pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh
sebelumnya (Nursalam, 2003).
Wawancara
dilakukan untuk mendapatkan data subjektif
dengan menggunakan pertanyaan terbuka atau tertutup, penulis bertanya langsung kepada
klien dengan fraktur femur. Dengan demikian akan memudahkan penulis untuk mengetahui masalah keperawatan klien.
2.
PemeriksaanFisik
Pemeriksaan fisik adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan
pemeriksaan
mulai dari inspeksi,
perkusi,
palpasi dan auskultasi
untuk mendapatkan data fisik klien secara keseluruhan. Penulis melakukan pemeriksaan
fisik secara langsung pada klien dengan fraktur close metatarsal.
3.
Observasi Partisipatif
Observasi partisipatif adalah suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan
dengan mengadakan pengamatan dan melaksanakan
asuhan keperawatan pada klien selama dirawat dirumah sakit
dan lebih bersifat
obyektif, yaitu dengan melihat
respon klien setelah dilakukan tindakan. Penulis melakukan observasi partisipatif
dengan cara melihat respon klien setelah penulis melakukan
tindakan
keperawatan.
4. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi
adalah suatu teknik yang
diperolehdengan mempelajari
buku laporan, catatan medis serta hasil pemeriksaan yang ada. Penulis mempelajari
buku laporan, catatan
yang mengenai data-data klien dengan fraktur close metatarsal.
BAB
IV
HASIL
ASUHAN DAN PEMBAHASAN
Pada BAB ini penulis akan menguraikan tentang hasil pengumpulan
data pada pasien dengan
gangguan kenyamanan
nyeri: fraktur close metatarsal di Balai Kesehatan Marinir
Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung berdasarkan
data yang diperoleh pada tanggal 07 Juni
2020 sampai 11 Juni 2020
didapat 1 subjek yang akan mendapatkan asuhan keperawatan pada pasien fraktur close metatarsal dengan resiko gangguan kenyamanan
(nyeri) berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga merawat anggota keluarga
yang sakit.
Asuhan keperawatan ini dilakukan selama 4 hari berturut-turut
dengan pelaksanaan sesuai dengan proses keperawatan mulai dari pengkajian
sampai dengan evaluasi. Hasil pengumpulan data dapat diuraikan sebagai berikut
:
A.
HASIL
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian Klien
a. Data
Umum
Nama KK : Tn. B
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur
: 55
Tahun
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Wiraswata
Alamat :
Jalan
Raya Way Ratai Pesawaran Lampung
Status Kesehatan : Sehat
Tabel 4.1
Data Umum Keluarga Tn.
B
No |
Nama |
Sex |
Hub |
Umur |
Pend |
Pek |
Ket |
1. |
Ny. J |
P |
Istri |
53 |
Sarjana |
IRT |
Sehat |
2. |
Ny. P |
P |
Anak |
25 |
Sarjana |
IRT |
Sehat |
4. |
Tn. H |
L |
Anak |
20 |
Prada |
Marinir |
Sakit |
Genogram
Riwayat kesehatan keluarga (genogram dan keterangan tiga generasi dari klien)
+ +
+
Keterangan :
Laki-laki dan Perempuan Meninggal
Klien
Perempuan
Laki-laki
Tinggal
satu rumah -----------------
Menikah
1.
Tipe Keluarga
Tipe keluarga Tn. B adalah Keluarga
Inti (Nuclear Family) , adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak yang terakhir.
2.
Suku
Keluarga Tn. B berasal dari Suku
Jawa. Dalam kehidupan sehari-hari cenderung mengikuti kebiasaan adat Jawa. Bahasa sehari-hari yang
digunakan campur antara bahasa Jawa dan bahasa Indonesia.
3.
Agama
Seluruh keluarga Tn. B menganut agama Islam
dan taat menjalankan sholat 5 waktu, Tn. B melakukan sholat 5 waktu dan selalu
mengikuti kegiatan pengajian yang ada di sekitar tempat tinggalnya.
4.
Status Ekonomi Keluarga
Sumber pendapatan keluarga diperoleh dari kepala
keluarga sebagai pedagang kurang lebihnya Rp. 3.00.000-Rp. 3.500.000 per bulan. Ny J masih bisa
sedikit-sedikit menabung.
5.
Aktivitas Rekreasi Keluarga
Rekreasi digunakan untuk mengisi kekosongan waktu
dengan menonton TV bersama atau terkadang melakukan rekreasi atau berkunjung
kerumah kerabat.
2.
Riwayat dan Tahap
Perkembangan Keluarga
1.
Tahap Perkembangan Keluarga Saat ini
Pada saat ini keluarga Tn. B sedang berada pada
tahap perkembangan keluarga dengan anak dewasa (launching center families) yang tugas
perkembangannya adalah :
-
Membantu anak untuk mandiri
Sebagai orang tua Tn. B dan Ny. J selalu mengajarkan
anak-anaknya untuk selalu mandiri apalagi anak Tn. B yang pertama sudah
menikah.
-
Menata peran
Tn. S selaku orang tua dengan anak sudah
menikah selalu menjaga hubungan baik dengan keluarga menantu serta mengingatkan
anak untuk menata peran denan anggota keluargayang sudah ada.
-
Mempertahankan hubungan perkawaninan yang bahagia
Tn. B dan Ny. J selaku orang tua selalu berusaha untuk
bersikap terbuka, saling menguatkan dan bersama-sama dalam menghadapi segala
persoalan yang ada dan menjadikan anak-anak mereka sebagai kunci kebahagiaan
dalam perkawinannya.
-
Memenuhi kebutuhan dan biaya hidup yang semakin meningkat
termasuk biaya kesehatan
Sebagai kepala keluarga Tn. B selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya.
2.
Tahap Perkembangan Keluarga Yang Belum Terpenuhi
Keluarga mengatakan sudah melaksanakan tugas-tugas
perkembangan keluarga anak usia dewasa dengan melepaskan anak pertama untuk
menikah dan keluar dari rumah untuk membina keluarga baru. Yang perlu diperhatikan lagi adalah
meningkatkan peran keluarga untuk menjaga hubungan baik dengan anggota keluarga yang
baru dan menjaga peran anggota keluarga yang sudah ada.
3.
Riwayat Keluarga Inti
-Tn. B
Tn. B mengatakan saat ini tidak
memiliki penyakit yang serius hanya saja terkadang mersa sakit pada tulang dan
kelelahan.
-
Ny J
Ny J sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit kronis
ataupun penyakit menular.
-
Tn. H
Mengatakan tidak pernah menderita
penyakit kronis sebelum nya.
4.
Riwayat Keluarga Sebelumnya
Tn. B sebelumnya tidak pernah mengalami fraktur
close metatarsal.
3.
Lingkungan
1.
Karakteristik Rumah
Rumah yang dihuni Tn. B adalah markas komando militer.
Dapur WC
Denah Rumah
Kamar Tomkes Kamar
2.
Karakteristik Tetangga dan Komunitas RW
Tn. H tinggal dilingkungan batalion
infantri 9 dengan
jumlah penduduk cukup banyak. Umumnya anggota adalah
bersuku dari Sabang sampai Mauroke.
3.
Mobilitas Geografi Keluarga
Tn. B mengatakan tinggal bersama anggota
Marinir dan bahasa keseharian menggunakan bahasa Indonesia.
4.
Perkumpulan Keluarga dan Interaksi dengan masyarakat
Tn. B cukup aktif berinteraksi dengan
masyarakat, gotong royong juga kegiatan lainya. Akan tetapi keluarga jarang
berkumpul dengan anggota keluarga yang lain di karena nya tempat tinggal yang
saling berjauhan, tidak ada kesulitan dalam kehidupan sehari-hari hubungan dengan tetangga baik, keluarga
selalu menjaga silaturahmi antara tetangga dan kerabat.
5.
Sistem Pendukung Keluarga
Keharmonisan keluarga menjadi pendukung utama
keluarga. Dukungan keluarga besar jika ada masalah keuangan juga sering
dibantu oleh keluarga yang lain
4.
Struktur Keluarga
1.
Pola Komunikasi Keluarga
Tn. H berkomunikasi
selalu menggunakan bahasa Indonesia, karena mayoritas tempat tinggal selalu menggunakan
bahasa Indonesia.
2.
Struktur Kekuatan Keluarga
Dalam keluarga Tn. S yang berperan mengambil keputusan tetapi
selalu
melakukan musyawarah terlebih dahulu untuk mencari kesepakatan dengan Ny J serta dengan
anak-anaknya.
3.
Struktur Peran
Masing-masing anggota keluarga melaksanakan perannya, Tn. B mencari nafkah tetapi
tetap membantu menjaga anak-anaknyaa. Ny J mengurus rumah tangga, mendidik anak,
menyiapkan keperluan suami,memelihara rumah dan terkadang Ny. J ikut suami
untuk berjualan dipasar.
4.
Nilai dan Norma Keluarga
Nilai yang dianut dalam keluarga adalah keterbukaan ,
keluarga cukup taat dalam melaksanakan ibadah dan juga menaati norma yang ada
di masyarakat.
5.
Fungsi Keluarga
1.
Fungsi Afektif
Keluarga menjalankan fungsi kasih sayang dengan baik,
kebutuhan anak-anak yang lebih diutamakan.
2.
Fungsi Sosialisasi
Keluarga cukup aktif bersosialisasi dengan tetangga, bahkan Ny. J
selalu bercengkraman dengan tetangga saat sore begitu juga dengan anak-anaknya.
3.
Fungsi Reproduksi
Keluarga Tn. B sudah mempunyai 2 orang anak, saat ini Ny J sudah tidak
memakai alat kontrasepsi karena sudah memasuki masa menaupose.
4.
Fungsi Ekonomi
Kepala Keluarga bekerja sebagai pedagang dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
5.
Fungsi Perawatan Keluarga
a.
Kemampuan mengenal masalah kesehatan
Keluarga mengatakan belum memahami tentang rheumatoid arthritis paru baik pengertian,
penyebab,tanda gejalanya.
b.
Kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan yang tepat
Ketika ada anggota keluarga yang
sakit, keluarga membawa ke rumah sakit dan puskesmas terdekat
c.
Keluarga merawat anggota keluarga yang sakit
Keluarga mengatakan belum mampu cara merawat anggota
keluarga yang sakit dengan benar terutama Tn. H masalah gangguan rasa nyaman nyeri. Keluarga hanya memberikan obat
yang sudah disediakan dari puskesmas jika sakit, dan selanjutnya dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat untuk
mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
d.
Kemampuan keluarga memodifikasi lingkungan yang sehat
Keluarga tidak cukup rajin membersihkan rumah dan lantai masih
licin ketika habis hujan, penataan yang kurang rapih.
e.
Pemeriksaan fisik (head to toe)
No |
Pemeriksaan Fisik |
Anggota Keluarga |
|
Ny. J |
Tn. H |
||
1 |
Keadaan Umum |
Baik |
Baik
|
|
TTV |
|
|
|
Berat badan |
65 kg |
55 kg |
|
Tinggi badan |
142 cm |
168 cm |
|
Tekanan darah |
130/90mmHg |
130/80 mmHg |
|
Suhu |
37.0oC |
37.0oC |
|
Nadi |
80 x/menit |
93
x/ menit |
|
Respirasi |
22 x/menit |
22 x/
menit |
2 |
Rambut |
|
|
|
Kekuatan |
Rontok sedikit |
Rontok
sedikit |
|
Kebersihan/ warna |
Bersih/ hitam |
Bersih/
putih |
|
Tekstur |
Lurus |
Lurus
|
3 |
Kepala dan Wajah |
|
|
|
Hematom |
Tidak ada |
Tidak
ada |
|
Bentuk kepala |
Normal |
Normal |
4 |
Kulit |
|
|
|
Keelastisan |
Elastis |
Elastis |
|
Warna kulit |
Sawo matang |
Kecoklatan |
5 |
Mata |
|
|
|
Konjungtiva |
An Anemis |
An
Anemis |
|
Sclera |
An ikterik |
An
ikterik |
|
Pupil |
Isokor |
Isokor |
|
Posisi mata |
Simetris |
Simetris |
|
Fungsi |
Baik |
Baik
|
6 |
Hidung |
|
|
|
Kebersihan |
Bersih |
Bersih |
|
Polip |
Tidak ada |
Tidak
ada |
|
Fungsi penciuman |
Baik |
Baik
|
7 |
Mulut |
|
|
|
Kebersihan |
Bersih |
Bersih |
|
Karies |
Tidak ada |
Tidak
ada |
|
Stomatis |
Tidak ada |
Tidak
ada |
|
Tonsillitis |
Tidak ada |
Tidak
ada |
|
Eflek menelan |
Baik |
Baik
|
|
Lidah |
Bersih |
Bersih |
|
Bau nafas keton |
Tidak ada |
Tidak
ada |
8 |
Telinga |
|
|
|
Kebersihan |
Bersih |
Bersih
|
|
Bentuk |
Simetris |
Simetris
|
|
Serumen |
Ada |
Ada
|
|
Fungsi pendengaran |
Baik |
Baik
|
9 |
Leher |
|
|
|
Pembesaran tiroid |
Tidak ada |
Tidak
ada |
|
Distensi vena jugularis |
Tidak ada |
Tidak
ada |
10 |
Dada |
|
|
|
Penggunaan alat bantu |
Tidak ada |
Tidak
ada |
|
Bentuk dada |
Normal |
Normal
|
|
Bunyi nafas |
Normal |
Normal |
|
Pernafasan |
22 x/ menit |
24
x/ menit |
11 |
Abdomen |
|
|
|
Nyeri tekan epigastrium |
Tidak ada |
Tidak
ada |
|
Acites |
Tidak ada |
Tidak
ada |
f.
Pengkajian kebutuhan dasar manusia
Tabel 4.3
Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia Pada Ny. J
Pengkajian |
Hasil |
Identitas Klien |
Nama : Tn. H Umur : 20 tahun Jenis Kelamin : Laki-Laki Agama : Islam Pendidikan : SMA Tgl berobat : 06 juni 2020 Dx Medis : fraktur
close metatarsal TB/BB : 168 cm/55 IMT : 19,2 |
Keluhan Utama |
Klien masuk Balai Kesehatan Marinir
Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung melalui UGD, klien mengalami kecelakaan tergelincir dari bukit. Saat di UGD
klien mengeluh nyeri pada ekstermitas bagian telapak kaki kanan. |
Riwayat penyakit sekarang |
Tn. H mengatakan kaki
terasa sakit, sakit yang dirasas seperti ditusuk-tusuk dan menyebar sampai ke
lutut, pasien mengatakan sakit bertambah hebat saat kaki digerak kan atau
saat berjalan. |
Riwayat penyakit sebelumnya |
klien mengatakan
belum pernah mengalami fraktur close metatarsal sebelumnya |
Riwayat penyakit keluarga |
Klien mengatakan
didalam keluarga tidak ada yang mengalami sakit Rheumatoid
arthritis |
Riwayat Psikososial |
1. Respon pasien terhadap penyakitnya : Tn. H menganggap penyakit nya ini adalah cobaan dari tuhan. 2. Pengaruh penyakit terhadap perannya
di keluarga : Tn. H hanya bisa berbaring di tempat tidur, tidak dapat melakukan pekerjaan terlalu berat karena untuk berjalan
kaki terasa sakit. |
Pola Manajemen kesehatan |
Pola Manajemen kesehatan |
Pola nutrisi |
Ketika sehat Tn. H makan 3x/hari
dengan jumlah yang banyak. Klien juga minum air 8x/ hari jenis air putih 8
gelas/hari. Ketika sakit Tn. H makan 3x/hari jenis
diit makanan tinggi purin dengan jumlah seperempat porsi, 4-5 sendok makan. |
Pola Eliminasi Urine |
Saat sehat BAK 4x/hari warna kuning jernih badan berbau khas Saat sakit BAK 3x/hari konsistensi sedang warna kuning keruh berbau khas. |
Pola istirahat – tidur |
Ketika Tn. H masih
sehat, klien mengatakan waktu istrahat dan tidur kurang lebih 8 jam dan tidak pernah tidur siang. Saat sakit Tn. H hanya tidur 7 jam sehari |
Pola aktivitas |
Saat sehat Tn. H selalu melakukan aktivitas sesuai dengan kegiatanya keseharian seperti beberes rumah dan
terkadang membantu suami berjualan dipasar. Saat sakit semua kegiatan dibantu oleh keluarganya, aktivitas lebih banyak dilakukan diatas tempat
tidur, kesulitan dalam melakukan
aktivitas. Kelainan pada sendi dan otot, malaise, keterbatasan rentan gerak. |
Pola kebersihan diri |
Saat sehat Tn. H mandi dan gosok gigi
2x/hari diwaktu pagi dan sore. |
Pemeriksaan Fisik |
Kepala
: Bentuk kepala normal, rambut beruban, ubun-ubun tidak cekung, tidak ada
benjolan dan lesi pada kepala, wajah simetris, tidak ada massa pada leher,
tidak ada benjolan kelenjar tiroid dan tidak ada bendungan vena jugularis. Mata
: Mata tidak strabismus (juling), alis mata simetris, tidak ada edema,
ektropin, kalazion dan xantelesma, konjungtiva anemis, pupil isokor dan
reflek cahaya kanan kiri positif. Hidung
: Hidung simetris, tidak terdapat perforasi, tidak ada situnisis, tidak ada
nyeri tekan. Mulut
Dan Faring : Mukosa bibir kering, tidak sianosis, tidak ada lesi, terdapat
karies
gigi, gigi sudah tidak lengkap, tidak ada gangguan pengecapan, tidak ada
faringitis. Thoraks
dan paru : Bentuk dada simetris, tidak
ada keluhan sesak, irama nafas teratur, adanya
tambahan suara nafas tidak ada
suara tambahan dan tidak nampak adanya otot bantu pernafsan. Ginjal
: Tidak ada perubahan dalam berkemih, tidak ada pembesaran dan tidak ada
nyeri tekan pada kandung kencing, BAK kurang lebih 3-4 x/hari dengan warna
kuning kerung dan bau khas. Ekstermitas : kekuatan otot ekstermitas atas
5/5, ekstermitas bawah 5/3, tidak nampak adanya oedema dan lesi, nampak
verban pada bagian telapak kaki sebelah kanan, post fraktur metatarsal Neurosensori: adanya luka post op frakur
metatarsal. |
Pemeriksaan Penunjang |
Tangal 06 Juni
2020-08-04 Pemeriksaan rongsen
tulang Pemeriksaan LED |
Daftar Terapi |
Mulai tanggal 20 Mei 2020 -
Ibuprofen 3x400mg -
Dexa 3x0,5mg -
Vit B1
1x25mg |
Pemeriksaan Khusus |
Ronsen ekstremitas
bawah, fraktur close metatarsal |
6.
Pengkajian Tugas
Kesehatan Keluarga
a.
Kemampuan Mengenal Masalah Kesehatan
Keluarga mengatakan belum memahami tentang fraktur close
metatarsal baik pengertian, penyebab, tanda gejalanya, dan bagaimana
cara merawat anggota keluarga yang sakit.
b.
Kemampuan Keluarga
Mengambil Keputusan Mengenai Tindakan yang Tepat
Ketika ada anggota keluarga yang sakit, keluarga
membawa ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit Marinir. Keluarga membawa membawa Tn. H
keklinik Marinir pada tanggal 06 Juni 2020.
c.
Kemampuan Keluarga Merawat anggota Keluarga yang Sakit
Keluarga mengatakan belum mengetahui cara merawat
anggota keluarga yang sakit dengan benar terutama pada Tn. H. Keluarga hanya memberikan obat
yang diresepkan dari fasilitas kesehatan jika Tn. H mengeluh sakit pada kaki
sebelah kanan, dan selanjutnya dibawa ke fasilitas
kesehatan terdekat untuk mendapatkan pengobatan lebih lanjut.
d.
Kemampuan Keluarga Memodifikasi Lingkungan yang Sehat
Keadaan lingkungan rumah Tn. H nampak
bersih dan rapih.
e.
Kemampuan Keluarga Menggunakan fasilitas Kesehatan
Keluarga telah menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di sekitar
lingkungan tempat tinggal, seperti Puskesmas
ataupun Pustu, tetapi keluarga masih enggan pergi ke fasilitas kesehatan jika
dirasa sakitnya tidak terlalu berat.
7.
Stress Keluarga
a.
Stressor jangka pendek
Keluarga
mengatakan khawatir
karena Tn. H sering
mengalami gangguan rasa nyaman nyeri pada bagian telapak kaki sebelah kanan
nyeri saat bergerak.
b.
Stressor jangka Panjang
Keluarga
khawatir jika
penyakit Tn. H tidak
kunjung sembuh bisa mengakibatkan nyeri yang dirasakan lebih parah dan akan
mengakibatkan kesulitan untuk berjalan.
c.
Kemampuan keluarga berespon terhadap masalah
Keluarga
mengatakan apabila
penyakit Tn. H kambuh
sesegera mungkin untuk memberikan obat yang sudah di resepkan dari klinik dan
mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam.
d.
Strategi koping yang digunakan
Keluarga
mengatakan hanya berpasrah diri kepada Allah SWT,
berdoa agar klien cepat
diberi kesembuhan.
e.
Strategi adaptasi disfungsional
Bila mendapatkan masalah keluarga Tn. H tidak ada anggota keluarga yang mempunyai kebiasaan marah-marah, mengamuk,
dan sebagainya dalam menghadapi masalah selalu menyelesaikan dengan musyawarah segera agar masalah tidak bertumpuk.
8.
Harapan Keluarga
Keluarga
berharap
bisa mengendalikan masalah yang sedang
dialami saat ini terutama pada Tn. H yang
sedang sakit dan berharap dapat meningkatkan derajat kesehatan
keluarga pada umumnya.
9.
Analisa
Data
Tabel 4.4
Analisa Data Tn. H Balai Kesehatan Marinir Piabung Kabupaten Pesawaran
Lampung tahun 2020
No. |
Data |
Etiologi |
Problem |
1. |
DS: -
Pasien mengatakan nyeri pada telapak kaki kiri P: pasien mengatakan nyeri pada bagian telapak kaki bawah sebelah kiri Q: pasien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk benda
tajam R: menyebar keseluruh kaki S: skala nyeri 6 T: bertambah berat saat bergerak dan saat jalan kaki DO : -
Pasien tampak meringis -
Pasien tampak gelisah -
Pasien tampak selalu
menghindari posisi nyeri. -
Pada ekstermitas
bawah Telapak kaki kiri terpasang verban -
Hasil rontgen
terdapat fraktur femur 1/3
proksimal dekstra. -
TTV TD: 110/70 mmHg N
: 80 x/menit P
: 20x/menit |
Gangguan rasa nyaman nyeri |
Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota
keluaga yang sakit |
2. |
DS : -
Pasien mengeluh sulit
menggerakkan ekstermitas -
Pasien mengatakan nyeri saat
bergerak DO : -
Kekuatan otot menurun -
Pasien tampak membatasi
gerakan -
Pasien tampak cemas saat
bergerak |
Gangguan mobilitas |
Ketidak mampuan keluarga dalam mengambil
keputusan |
10. Masalah keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
sakit
2. Gangguan mobilitas berhubungan dnegan
ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan
11. Prioritas Masalah
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan ketidak mampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang
sakit
Tabel 4.5
Prioritas
Masalah Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
No |
Kriteria |
Perhitungan |
Skala |
Pembenaran |
1. |
Sifat Masalah : Aktual Kemungkinan masalah
untuk dirubah: Mudah Potensi pencegahan masalah: Segera ditangani Menonjolnya masalah:
Masalah Dirasakan berat,harus
segera ditangani |
3/3 x1=2 2/2×1=1 2/3 x 1=2/3 2/2x1=1 |
1 1 2 1 |
Tn. H yang mengalami fraktur metatarsal bone Masalah gangguan rasa nyaman nyeri dapat diatasi dengan melakukan latihan
relaksasi nafas dalam, Masalah dapat dicegah
dengan mengajarkan Tn. H cara latihan
relaksasi nafas dalam Keluarga sadar bahwa masalah yang ada
harus segera diatasi agar tidak
menyabakan komplikasi lebih lanjut |
|
Total Skor |
42/3 |
|
|
12. Perencanaan Keperawatan
Tabel 4.7
Perencanaan
Keperawatan Tn. H
No |
Diagnosa |
Tujuan |
Intervensi |
1. |
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik : post op fraktur close metatarsal -
Pasien mengatakan nyeri pada telapak kaki kiri P: pasien mengatakan nyeri pada bagian telapak kaki bawah sebelah kanan Q: pasien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk benda
tajam R: menyebar keseluruh kaki S: skala nyeri 6 T: bertambah berat saat bergerak dan saat jalan kaki DO : -
Pasien tampak meringis -
Pasien tampak gelisah -
Pasien tampak selalu
menghindari posisi nyeri. -
Pada ekstermitas
bawah Telapak kaki kiri terpasang verban -
Hasil rontgen
terdapat fraktur femur 1/3
proksimal dekstra. -
TTV TD: 110/70 mmHg N
: 80 x/menit P : 20x/menit |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyri akut berkurang sampai dnegan hilang dengan kriteria hasil: - Skala nyeri normal - Pasien nampak lebih rileks |
- Kaji
pengetahuan keluarga tentang pengertian fraktur metatarsal - Kaji pengetahuan keluarga faktor penyebab fraktur
metatarsal - Diskusikan dengan keluarga tentang perawatan
mandiri dirumah untuk menjaga fraktur metatarsal - Anjurkan kepada keluarga untuk latihan relaksasi
nafas dalam - Anjarkan keluarga untuk memberikan kompres
hangat - berikan kesempatan
keluarga untuk bertanya - berikan reinforcement
positif terhadap usaha keluarga - Diskusikan bersama keluarga bagaimana cara
merawat anggota keluarga yang sakit - Ajarkan kepada keluarga cara latihan relaksasi nafas dalam - Efaluasi kembali kemapuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang sakit - berikan kesempatan
keluarga untuk bertanya Beri
pujian atas tindakan yang tepat berikan reinforcement positif terhadap usaha keluarga |
2. |
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang DS : -
Pasien mengeluh sulit
menggerakkan ekstermitas -
Pasien mengatakan nyeri saat
bergerak DO : -
Kekuatan otot menurun -
Pasien tampak membatasi
gerakan -
Pasien tampak cemas saat
bergerak |
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan gangguan mobilita dapat teratasi dengan kriteria hasil: -
Pasien
mampu melakukan aktivitas mandiri tanpa bantuan keluarga -
Pasien
mampu berjalan meskipun menggunkan alat bantu |
DUKUNGAN AMBULASI (1.06171) - Kaji pengetahuan keluarga tentang pengertian
fraktur metatarsal - Kaji pengetahuan keluarga faktor penyebab fraktur
metatarsal - Diskusikan dengan keluarga tentang perawatan
mandiri dirumah untuk menjaga fraktur metatarsal - Anjurkan kepada keluarga untuk latihan relaksasi
nafas dalam - Anjarkan keluarga untuk memberikan kompres
hangat - berikan kesempatan
keluarga untuk bertanya - berikan reinforcement
positif terhadap usaha keluarga - Diskusikan bersama keluarga bagaimana cara
merawat anggota keluarga yang sakit - Ajarkan kepada keluarga cara latihan relaksasi nafas dalam - Efaluasi kembali kemapuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang sakit - berikan kesempatan
keluarga untuk bertanya Beri pujian atas
tindakan yang tepat berikan reinforcement positif terhadap usaha keluarga |
13. Intervensi keperawatan
Tabel
4.8
Intervensi
keperawatan pada Tn. H
No |
Diagnosa Keperawatan |
Tujuan |
Evaluasi |
Rencana Tindakan |
||
Umum |
Khusus |
Kreteria |
Standar |
|||
1 |
Gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit |
setelah dilakukan
kunjungan keluarga 1x30 menit keluarga mampu: |
TUK III: Setelah dilakukan asuhan
keperawatan 1x30 menit diharapkan keluarga mampu merawat anggota keluarga
yang sakit 1.menyebutkan cara
perawatan fraktur metatarsal 2. keluarga dapat
melakukan perawatan fraktur metatarsal |
Respon
Verbal |
- dapat menyebutkan pengertian dari fraktur metatarsal - dapat menyebutkan faktor penyebab fraktur
metatarsal -
dapat
menyebutkan cara perawatan fraktur metatarsal secara mandiri dirumah - keluarga mampu melakukan perawatan secara
mandiri kepada anggota keluarga yang sakit dengan cara teknik relaksai nafas
dalam |
- Kaji pengetahuan keluarga tentang pengertian
fraktur metatarsal - Kaji pengetahuan keluarga faktor penyebab fraktur
metatarsal - Diskusikan dengan keluarga tentang perawatan
mandiri dirumah untuk menjaga fraktur metatarsal - Anjurkan kepada keluarga untuk latihan relaksasi
nafas dalam - Anjarkan keluarga untuk memberikan kompres
hangat - berikan kesempatan
keluarga untuk bertanya - berikan reinforcement
positif terhadap usaha keluarga - Diskusikan bersama keluarga bagaimana cara
merawat anggota keluarga yang sakit - Ajarkan kepada keluarga cara latihan relaksasi nafas dalam - Efaluasi kembali kemapuan keluarga dalam merawat
anggota keluarga yang sakit - berikan kesempatan
keluarga untuk bertanya - Beri pujian atas tindakan yang tepat berikan reinforcement
positif terhadap usaha keluarga |
|
|
|
TUK IV Setelah
dilakukan kunjungan rumah 1x30 menit keluarga mampu memodifikasi lingkungan - keluarga dapat
memodifikasi lingkungan tempat tinggal dalam perawatan fraktur metatarsal |
Respon motorik |
Keluarga dapat
menyebutkan dan menjelaskan tentang lingkungan rumah yang sehat dan aman bagi anggota
yang sakit - pencahayaan
yang cukup - ventilasi yang
cukup - lantai tidak
licin dan berdebu - rumah selalu
dalam keadaan bersih - udara bersih
dari debu dan polusi |
- beri penjelasan
kepada keluarga tentang kesehatan menjaga lingkungan - kaji pengalama keluarga
tentang lingkungan/suasana yang aman dan sehat - diskusikan dengan
keluarga tentang tata cara modifikasi lingkungan agar menghindari terjadinya
kelembapan suhu dan udara yang memicu terjadinya pemicu terjadinya sesak - beri kesempatan
keluarga untuk bertanya - evaluasi
kembali pengetahuan keluarga tentang modifikasi lingkungan sehat - Berikan reinforcement
positif atas usaha nya |
|
|
|
TUK V Setelah dilakukan kunjungan rumah 1x30 menit keluarga mampu: - menyebut kan fasilitas
pelayanan kesehatan yang dapat digunakan - memanfaatkan
fasilitas kesehatan yang ada di sekitar lingkungan tempat tinggal -
melakukan pemeriksaan rutin pada fasilitas kesehatan |
Respon verbal Respon verbal Respon motorik |
Keluarga
mengerti kegunaan
fasilitas pelayanan kesehatan bagi keluarga: -mendapatkan
pemeriksaan -mendapatkan
perawatan -mendapatkan
penyuluhan / pendidikan kesehatan -
keluarga mampu menyebutkan jenis fasilitas kesehatan
yang ada dan manfaat kunjungan kefasilitas kesehatan -
keluarga bersedia memeriksakan kesehatannya minimal 1
bulan sekali kefasilitas kesehatan yang ada disekitar lingkungan atau
puskesmas |
- beri penjelasan
kepada keluarga pentingnya memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada untuk anggota
keluarga yang sakit - beri motifasi
dan dorongan kepada anggota keluarga yang sakit untuk selalu memeriksakan
kesehatannya ke puskesmas - beri motifasi
kepada anggota keluarga untuk selalu menjaga kesahatan anggota keluarganya
yang sakit - motivasi keluarga untuk
membawa klien kepelayanan kesehatan - beri kesempatan
keluarga untuk bertanya - evaluasi
kembali pengetahuan keluarga tentang memanfaatkan fasilitas kesehatan - Berikan reinforcement
positif atas usaha nya - Monitor TTV - Monitor
kebutuhan nutrisi - Monitor skala
nyeri - Monitor
kemampuan relaksasi nafas dalam - Monitor usaha
nafas |
14. Evaluasai keperawatan
Evaluasi
keperawatan Tn. H
Diagnosis keperawatan |
Tanggal/jam |
Implementasi |
Evaluasi (SOAP) |
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit |
8 Juni 2020 pukul 10.00 WIB s/d
10.30.00 WIB |
TUK III -
Mengkaji pengetahuan
keluarga tentang pengertian fraktur metatarsal -
Mengaji
pengetahuan keluarga faktor penyebab fraktur metatarsal -
Mendiskusikan
dengan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dirumah untuk menjaga fraktur
metatarsal -
Memberikan kesempatan keluarga untuk bertanya -
Mendiskusikan
bersama keluarga bagaimana cara merawat anggota keluarga yang sakit -
Menganjurkan
keluarga untuk selalu melakukan kompres hangat -
Mengajarkan
kepada keluarga cara latihan relaksasi
nafas dalam -
Mengevaluasi
kembali kemapuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit -
meberikan kesempatan
keluarga untuk bertanya -
meberikan
pujian atas tindakan yang tepat berikan reinforcement positif terhadap usaha keluarga |
S
: -
Pasien mengatakan nyeri pada telapak kaki kiri P: pasien mengatakan nyeri pada bagian telapak kaki bawah sebelah kanan Q: pasien mengatakan nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-tusuk benda
tajam R: menyebar keseluruh kaki S: skala nyeri 6 T: bertambah berat saat bergerak dan saat jalan
kaki O : - Keluarga mampu menyebutkan
cara merawat anggota keluarga yang sakit dengan teknik relaksassi nafas dalam - Keluarga mampu melakukan kompres hangat pada
daerah yang sakit A
: Gangguan rasa nyaman
nyeri P
: TUK 3 tercapai lanjutkan dengan TUK IV -
memberi penjelasan kepada keluarga tentang kesehatan menjaga
lingkungan -
mengkaji pengalama keluarga tentang lingkungan / suasana
yang dapat meningkatkan selera makan -
mendiskusikan dengan keluarga tentang tata cara modifikasi
lingkungan agar menghindari terjadinya kelembapan suhu dan udara yang memicu terjadinya
pemicu terjadinya kesulitan bernafas
pada tuberculosis -
memberi kesempatan keluarga untuk bertanya -
mengevaluasi kembali pengetahuan keluarga tentang
modifikasi lingkungan sehat -
memberikan reinforcement positif atas usaha nya TUK V -
memberi penjelasan kepada keluarga pentingnya
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada untuk anggota keluarga yang sakit -
memberi motifasi dan dorongan kepada anggota keluarga
yang sakit untuk selalu memeriksakan kesehatannya ke puskesmas -
memberi motifasi kepada anggota keluarga untuk selalu
menjaga kesahatan anggota keluarganya yang sakit -
memotivasi keluarga untuk membawa klien kepelayanan kesehatan -
memberi kesempatan keluarga untuk bertanya -
mengevaluasi kembali pengetahuan keluarga tentang
memanfaatkan fasilitas kesehatan -
memerikan reinforcement positif atas usaha nya -
memonitor TTV monitor skala nyeri
|
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit |
9 Juni pukul 9.30 WIB – 10.00 WIB |
TUK IV -
memberi penjelasan kepada keluarga tentang kesehatan
menjaga lingkungan -
mengkaji pengalama keluarga tentang lingkungan / suasana
yang dapat meningkatkan selera makan -
mendiskusikan dengan keluarga tentang tata cara modifikasi
lingkungan agar menghindari terjadinya kelembapan suhu dan udara yang memicu
terjadinya pemicu terjadinya kesulitan
bernafas pada tuberculosis -
memberi kesempatan keluarga untuk bertanya -
mengevaluasi kembali pengetahuan keluarga tentang
modifikasi lingkungan sehat -
memberikan reinforcement positif atas usaha nya TUK V -
memberi penjelasan kepada keluarga pentingnya
memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada untuk anggota keluarga yang sakit -
memberi motifasi dan dorongan kepada anggota keluarga
yang sakit untuk selalu memeriksakan kesehatannya ke puskesmas -
memberi motifasi kepada anggota keluarga untuk selalu
menjaga kesahatan anggota keluarganya yang sakit -
memotivasi keluarga untuk membawa klien kepelayanan kesehatan -
memberi kesempatan keluarga untuk bertanya -
mengevaluasi kembali pengetahuan keluarga tentang
memanfaatkan fasilitas kesehatan -
memerikan reinforcement positif atas usaha nya -
memonitor TTV -
monitor skala nyeri |
S : - keluarga mengatakan mengerti tentang lingkungan yang sehat
dan terhindar daru bau yang
menyengat - Keluarga mengatakan akan memodifikasi lingkungan supaya sehat dan dan bersih agar anggota keluarga yang sakit
dapat dan beristirahat dengan baik - Keluarga mengatakan mengerti jenis fasilitas pelayanan kesehatan
yang ada dapat manfaatkannya O : - keluarga dapat menyebutkan lingkungan yang sehat dan aman
bagi anggota keluarga yang sakityaitu pencahayaan yang cukup (tidak terlalu terang atau gelap),
ventilasi yang cukup dengan membuka jendela setiap hari, lantai yang bersih
dan tidak licin, dapur yang bersih, perabotan yang tertata, lingkungan rumah
bersih, tempat tidur tidak terlalu tinggi, tempat tidur yang bersih dengan
alas tidur yang tidak panas, kamar mandi dan wc yang bersih dan tidak licin - Keluarga dapat menyebutkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada
yaitu posyandu, poskesdes, puskesmas pembantu, dan puskesmas induk - Keluarga dapat menyebutkan manfaat dari fasilitas pelayanan
kesehatan adalah untuk tempat memeriksakan kesehatan,pengobatan maupun
penyuluhan kesehatan A: gangguan rasa nyaman nyeri berkurang P: Anjurkan kepada keluarga untuk selalu
memeriksakan kesehatan Tn. S setiap bulan di puskesmas pembantu yang
terdekat dari rumah. |
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit |
10 Juni 2020 10.00 WIB – 11.00 WIB |
1.
TUK 1 a.
Mengevaluasi pemahaman
keluarga tentang masalah gangguan
rasa nyaman nyeri pada fraktur metatarsal 2.
TUK 2 Mengevaluasi keputusan
yang diambil keluarga jika mengalami angguan rasa nyaman nyeri pada fraktur metatarsal 3.
TUK 3 Mengevaluasi kembali cara keluarga merawat masalah angguan rasa nyaman nyeri pada fraktur
metatarsald 4.
TUK 4 a.
Mengevaluasi kemampuan
keluarga dalam memodifikasi lingkungan yang sehat dan aman bagi pasien fraktur metatarsal 5.
TUK 5 a.
Mengevaluasi keluarga tentang
pemanfaatan fasilitas pelayanan yang ada b.
Memonitor TTV c.
Memonitor
kemampuan latihan relaksasi nafs dalam d.
Monitor
skala nyeri e.
Memberitahukan kepada
keluarga bahwa perawatan yang dilakukan telah selesai f.
Mengucapkan terimakasih dan
memberikan penghargaan kepada keluarga atas kesediaan program perawatan |
S : - Keluarga mengatakan
mampu merawat anggota keluarga yang sakit -
Keluarga mengatakan
psien mampumelakukan latihan relaksasi nafas dalam -
Keluarga
mengatakan psien istirahat dengan posisi semi fowler -
Keluargamengatakan
pasien mengurangi aktivitas yang melelahkan -
Keluarga
mengatakan melakukan kompres hangat air hangat -
Keluarga mengatakan akan
menjaga kebersihan rumah -
Keluarga mengatakan akan
membawa Tn. S ke fasilitas kesehatan terdekat secara rutin
untuk kontrol ulang O: -
Keluarga
mampu mengajarkan kepada anggoga
keluarga yang sakit cara relaksasi nafas dalam -
keluarga
yang sakit ke pelayanan kesehatan
minimal 1 bulan sekali A : masalah teratasi P : hentikan intervensi |
A.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil Laporan Tugas Akhir asuhan keperawatan padaTn. H dengan post op fraktur close metatarsal 1/3 proksimal dekstra
dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman (Nyeri) di ruang Balai Kesehatan Marinir
Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung yang dilakukan pada tanggal 08-10 Juni
2020. Asuhan keperawatan meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi serta berfokus pada kebutuhan dasar
manusia.
1.
Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan
data secara sistematis yang bertujuan untuk menentukan status kesehatan dan
menentukan pola respon klien saat ini dan waktu sebelumnya (Potter dan Perry
2009). Menurut American Nurses
Association (ANA), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pengkajian keperawatan yaitu,
pengkajian harus relevan dengan
kebutuhan klien, dikumpulkan dari berbagai macam sumber, dikumpulkan dengan teknikyang baik, disusun secara sistematis, dan
didokumentasikan dalam format yang baik (Debora, 2011).
Fraktur merupakan hilangnya kontuinitas
tulang rawan, baik bersifat total maupun
sebagian yang disebebkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut
tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak
disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur
yang terjadi lengkap atau tidak lengkap (Helmie, 2012).
Prosedur pembedahan yang sering
dilakukan pada pasien fraktur meliputi reduksi terbuka dan fiksasi interna (open redaction and internal fixation).
Pembedahan dilakukan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan,
mengurangi nyeri dan disatibilitas (Prawani dkk,2011).
Riwayat penyakit sekarang klien
mengeluh nyeri pada ekstermitas bagian paha kaki kanan setelah mengalami kecelajaan
tergelincir. Kemudian klien masuk
melalui UGD Balai Kesehatan Marinir Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung, saat
di UGD klien mengeluh nyeri pada ekstremitas bawah bagian telapak kaki kirinya. Klien mendapatkan terapi
infus RL 20 tetes per menit, pemasangan pembidaian. Hasil rontgen
pada ekstremitas bawah
sebelah kanan terdapat
fraktur femur 1/3 proksimal dekstra. Nyeri ialah suatu sensori subjektif
dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau potensial, yang dirasakan dalam kejadian dimana terjadi
kecelakaan (Judha, Sudarti, Fauziah, 2012).
Pemeriksaan penunjang Foto Rontgen
penting untuk mengetahui dan mengevaluasi klien dengan gangguan
musculoskeletal.Sinar X tulang menggambarkan
kepadatan tulang, tekstur,
erosi, dan perubahan hubungkan tulang. Sinar X multiple diperlukan untuk mengkaji secara paripurna struktur yang
sedang diperiksa. Sinar X paripurna menujukan adanya pelebaran, penyempitan dan tanda iregularitas
(Mutaqqin,2008). Pada pemeriksaan rontgen pada tanggal 06 Juni 2020,
ekstermitas bawah sebelah kanan terdapat fraktur femur 1/3 proksimal dekstra.
Nyeri akibat pembedahan dapat
muncul, setelah proses pembedahan terjadi respon inflamasi pada daerah sekitar operasi, dimana terjadi
pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin,
lekotrein) oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi.
Penulis melakukan pengukuran skala nyeri pada Tn. H dengan menggunakan skala
nyeri deskriptif. Tidak nyeri = 0, nyeri ringan = 1-3, nyeri sedang
= 4-6, nyeri
berat = 7-9,
nyeri tak tertahankan
= 10. Kemudian perawat
membantu pasien untuk
memilih secara subjektif tingkat skala nyeri yang dirasakan pasien (Judha,Sudarti,danFauziah,2012).
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada Tn. H Tekanan darah: 110/70mmHg, nadi: 80 kali permenit irama teratur dan kuat, pernafasan: 20 kali per menit irama
teratur, suhu: 36,5oC. peningkatan tekanan darah dan nadi dapat terjadi sebagai respon terhadap
nyeriyang dirasakan akibat penyakit klien. Pada pengkajian terhadap klien tidakmengalami
peningkatan tekanan darah dan nadi. Peningkatan frekuensi respirasi dapat
terjadi sebagai kompensasi terhadap nyeri dalam upaya peningkatan
penggunaan oksigen, sehingga
tubuh berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi pernafasan
untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Namun keadaan sebenarnya, klien tidak mengalami peningkatan respirasi karena setiap orang memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri sebab nyeri merupakan
suatu hal yang bersifat subjektif (Potter & Perry, 2005).
Pemeriksaan laboratorium untuk
menegakan diagnosa dalam gangguan sistem musculoskeletal. Validasi dari pemeriksaan laboratorium sangat ditentukan oleh bahan pemeriksaan,
persiapan klien, dan alat yang digunakan, serta bahannya sendiri (Handayani dan
Haribowo, 2008).Hasil pemeriksaan laboratorium yang lakukan pada tanggal 06
Juni 2020 bahwa semua pemeriksaan dalam batas normal.
Dari hasil
asuhan keperawatan didaptkan pengkajian bahwa keadaan Tn. H yang merngalami
fraktur close metatarsal dalam keadaan sadar, dan sudah mampu melakukan
aktivitas fisik secara mandiri meskipun masih merasa nyeri pada daerah telapak
kaki sebelah kanan.
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses
menganalisis data subjektif dan objektif yang telah diperoleh dari tahap
pengkajian untuk menegakan diagnose keperawatan. Diagnosa keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks
tentang data yang di kumpulkan dari klien, keluarga, rekam medik, dan pemberi
pelayanan kesehatan yang lain (Deswani, 2009).
Diagnosa keperawatan utama yang diangkat penulis yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik post fraktue close
metatarsal.
Nyeri akut adalah nyeri yang kurang dari 6 bulan yang ditandai
dengan sadanya perubahan tekanan darah, nadi, suhu, perilaku atau ekspresi yang
menunjukan nyeri, gangguan istrahat tidur dan melaporkan nyeri secara verbal
(NANDA, 2015).
Saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif: klien
mengatakan nyeri setelah operasi, dengan kualitas nyeri seperti tertusuk- tusuk
jarum pada ekstermitas bawah kaki telapak bagian kanan dengan skala nyeri 4,
klien tampak gelisah, meringis kesakitan, nyeri timbul saat digerakan. Hasil
rontgen pada ekstremitas bawah sebelah kiri terdapat fraktur close
metatarsal 1/3proksimal dekstra, klien
mengatakan mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas.
Nyeri yang dialami oleh Tn. H merupakan nyeri akut sedang karena skala nyeri yang dirasakan adalah berada pada skala 6. Hal ini sesuai dengan teori
yang mengatakan bahwa nyeri akut timbul dengan awitan yang tiba-tiba atau
lambatdari intensitas ringan hingga berat, dengan akhir yang dapat diantisipasi
atau diprediksi dan berlangsung kurang dari enam bulan (NANDA, 2015).
Penulis mengangkat diagnosa nyeri
akut karena merupakan diagnosa prioritas dan aktual, hal ini didasarkan pada
teori hirarki maslow. Menurut maslow terbebas dari nyeri merupakan kebutuhan
dasar secara fisiologis, kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan dasar yang
harus di penuhi dari pada kebutuhan dasar yang lain (Hidayat, 2012).
Nyeri yang dirasakan Tn. H dapat berpengaruh terhadap aktivitas sehari-hari, seperti tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan, aktivitas dirumah,
serta status emosional (Mubarak dan Chayatin, 2007)
3.
Intervensi keperawatan
Klasifikasi intervensi keperawatan SIKI (standar intervensi keperawatan indonesia) mengategorisasikan
aktivitas keperawatan dengan menggunakan
Bahasa baku. Prioritas
intervensi merupakan intervensi yang berdasarkan
penelitian yang dikembangkan oleh
the lowa intervention projek sebagai pilihan
perawatan untuk suatu keperawatan tertentu (Wilkinson, 2012).
Intervensi adalah paduan untuk
perilaku spesifik yang diharapkan dari klien.Tindakan intervensi dilakukan
untuk membantu klien mencapai hasil
yang diharapkan. Tahap perencanaan
berfokus pada prioritas masalah, merumuskan tujuan, dan
kriteria hasil (Deswani, 2009).
Intervensi keperawatan disesuaikan dengan kondisi klien dan
fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat diselesaikan dengan spesifik,mearsure, archievable,rasional,
time (SMART) selanjutnyaakan diuraikan rencana keperawatan dari diagnose yang ditegakkan (Nursalam,2011).
Tujuan yang dibuat penulis adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri akut
dapat teratasi dengan kriteria hasil berdasarkan berdasarkan SLKI (Standar Luaran Keperawatan Indonesia)
TTV dalambatas normal( tekanandarah: 110/70-120/80 mmHg, nadi: 60-100 kali permenit, pernafasan:16-24 kali permenit, suhu: 36-37oC), nyerib erkurang, skala nyeri0-2, ekspresi wajah rileks dan perilaku tidak
menunjukan respon nyeri, klien mampu mengontrol nyeri dan tahu penyebab nyeri
(Wilkinson, 2012).
Berdasarkandiagnosa yang telah dirumuskan maka penulis
menyusun intervensi keperawatan berdasarkan SIKI (Standar Intervensi Keperawatan Indonesia):
a.
Kaji nyeri
b.
Monitor tanda-tanda vital pasien
c.
Berikan posisi yang nyaman (posisi semi fowler)
d.
Ajarkan dan anjurkan melakukakn teknik relaksasi nafas dalam
e.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
analgetik
b.
(dexketoprofan 1 amp )
4.
Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan komponen dari
proses keperawatan, yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan
yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil
yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan yang dilakukan
dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan (Potter
& Perry, 2005).
Dalam melakukan tindakan keperawatan selama tiga hari penulis tidak mempunyai
hambatan, semua rencana yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan. Pada tindakan
keperawatan dengan diagnosa nyeri akut berhubungandengan agencedera fisik: Post Op ORIF, tindakan yang dilakukan pada
tanggal 08-10 Juni 2020 yaitu kaji nyeri untuk mengidentifikasi nyeri dan
ketidaknyamanan. Pengkajian pada masalah nyeri yang dilakukan adalah adanya
riwayat nyeri.Pengkajian dapat dilakukan dengan metode PQRST (Provocate,Quality,Region,Severity
Time).Provocate yaitu apakah
ada peristiwa yang menjadi
faktor penyebab nyeri, bagian
tubuh yang mengalami
cidera akan menghubungkan nyeri
yang dirasakan dengan faktor psikologi. Quality yaitu seperti apa nyeri yang
dirasakan atau digambarkan pasien, misalnya: apakah nyeri bersifat seperti
tertusuk, terbakar, nyeri dalam (superficial), dan nyeri seperti digencet.
Region yaitu lokasi nyeri yang
dirasakan.Severity yaitu tingkat keperahan nyeri yang dirasakan.Time yaitu
awitan nyeri berlangsung, kapan, apakah ada waktu-waktu tertentu yang menambah
rasa nyeri (Muttaqin, 2008).
Memonitor tanda-tanda vital dilakukan
untuk mengetahui status kesehatan klien dan untuk mengetahui respon klien
terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sebelumnya (Deswani, 2009).
Memberikan posisi yang nyaman (posisi
semi fowler) pada pasien. Posisi semi fowler yaitu kepala dan tubuh ditinggikan45-60o .posisiini diberikan kepada klien
untuk meningkatkan rasa nyaman Dan mengurangi nyeri (Kozier, 2009).
Terapi nyeri nonfarmakologi
diantaranya adalahteknik relaksasi nafas dalam dan teknik kognitif
distraksi.Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam untukmelepaskan
keteganganemosional dan otot. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan tindakan
keperawatan untukmengurangi nyeri dengan cara merelaksasikan ketegangan otot
dan dapat menurunkan nyeri. Teknik relaksasi sederhanaterdiri atasnafas abdomen
dengan frekuensi lambat, berirama(Tamsuri, dalamZees 2012). Kliendapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman.Irama yang konstan dapat dipertahankan dalam
menghitung dalam hati dan lambat bersama
setiap inhalasi “hirup, dua, tiga” dan ekshalasi “hembuskan, dua, tiga”
Tindakan nonfarmakologi yang
dilakukan penulis kepada klien dengan menggunakan teknik relaksasi nafas
dalam.memberikan terapi injeksi analgetik Dexketoprofan 1 amp untuk mengurangi nyeri. Analgetik menghambat cyclooxygenase 1 dan 2 (COX-1danCOK2). Inhibisi COX-1 mengakibatkan proteksi membrane mukosa pencernaan
berkurang dan mencegah pembekuan darah, sedangkan COK 2 mengurangi nyeri dan
mensupresi inflamasi sehingga berperan untuk mengurangi bengkak (Kee &
Hayes dalam Ropyanto, 2011)
5.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses keperawatan
untuk mengukur respon klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien
kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2005).
Penulis mengevaluasi apakah perilaku
atau respon klien mencerminkan suatu kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa
keperawatan. Pada evaluasi, penulis sudah sesuai teori yang ada yaitu sesuai
SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment,
Planning)
Tabel 4.6
Manajemen Kebutuhan Rasa Nyaman
No. |
Hari terapi |
Manajemen Kebutuhan Rasa Nyaman |
||
Skala Nyeri |
Kriteria |
Kriteria rasa nyaman |
||
1. |
Hari pertama |
4 |
NS |
TN |
2. |
Hari
kedua |
3 |
NR |
TN |
3. |
Hari
ketiga |
2 |
NR |
N |
Evaluasi
yang dilakukan berdasarkan diagnosis yang ditegakkan yaitu nyeri akut dan evaluasi dilakukan
pada hari rabu, 08 Juni 2020. Masalah keperawatan teratasi.
Didukung dengan data klien mengatakan nyeri pada kaki bagian paha sebelah kanan
berkurang, , skala nyeri 2, dan nyeri timbul saat digerakan. Data objektif ekspresi wajah rileks, klien tampak tenang,
ekstremitas sebelah bawah kanan terpasang penampung (draine), dan terpasang verban. Sehingga rencana
keperawatan yang sudah penulis buat dihentikan.
BAB V
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil laporan tugas akhir dan pembahasan diatas maka dapat di tarik kesimpulan
sebagai berikut :
1.
Pengkajian
Hasil pengkajian pada Tn. H: klien mengatakan nyeri
setelah operasi dengan kualitas nyeri seperti tertusuk-tusuk, dengan skala
nyeri 4 pada bagian ekstremitas kaki kanan bawah. Nyeri timbul setiap saat dan saat
digerakkan. Klien tampak gelisah, meringis kesakitan dan pada bagian
ekstremitas sebelah bawah kanan terpasang penampung (draine) dan terpasang verban. Hasil rontgen pada
ekstremitas bawah sebelah kanan terdapat fraktur close metatarsal 1/3 proksimal dekstra.
2.
Diagnosa keperawatan
Dalam
menegakkan diagnosa keperawatan
penulis menggumpulkan data melalui observasi langsung, pemeriksaan fisik
serta menelaahcatatan medik maupuperawat,sehingga penulis menegakkan diagnosa
keperawatan Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik: Post Op ORIF
3.
Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan yang sudah
penulis buat untuk mengatasi nyeri yaitu: kaji nyeri, monitor tanda-tanda
vital, berikan posisi yang nyaman (posisisemi fowler),ajarkanteknik
relaksasinafasdalam, berikan analgetik sesuai advis dokter (ketorolax 1 amp/12
jam) melalui intravena
4.
Implementasi keperawatan
Implementasi keperawatan yang
dilakukan yaitu memantau karakteristik nyeri PQRST
(Provoking incident, Quality of pain, Region, Severity of pain, Time),
memonitor tanda-tanda vital, memberikan posisi yang nyaman (posisi semi
fowler), mengajarkan dan menganjurkan melakukan teknik relaksasi nafas dalam
bila nyeri timbul, memberikan terapi injeksi analgetik dexketoprofen 1 amp
melalui intravena.
5.
Evaluasi keperawatan
Evaluasi keprawatan
yang telah dilaksanakan menggunakan metode SOAP (Subjektif,
Objektif, Assesment, Planning). Hasil evaluasi subjektif: klien mengatakan
nyeri pada kaki bagian paha sebelah kanan berkurang, skala nyeri 2, dan nyeri
timbul saat digerakan. Hasil evaluasi objektif: ekspresi wajah rileks, klien
tampak tenang, ekstremitas sebelah bawah kanan terpasang verban. Hasil evaluasi
masalah nyeri akut teratasi
B.
Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis
memberi saran yang diharapkan bermanfaat antara lain:
1.
Bagi masyarakat
Diharapkan
agar masyarakat meningkatkan pengetahuan tentang pencegahan dan penanganan pada
fraktur close metatarsal dalam pemenuhan kebutuhan gangguan
rasa nyaman nyeri.
2.
Bagi tenaga kesehatan
Bagi
seluruh tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada di Balai Kesehatan Marinir Piabung Kabupaten Pesawaran Lampung tahun 2020 untuk selalu meningkatkan kualitas perawatan dengan meningkatkan pengetahuan dan
wawasan melalui pelatihan-pelatihan atau mengikuti pendidikan berkelanjutan.
3.
Bagi institusi pendidikan
Diharapkan
penelitian ini di jadikan tambahan informasi dan pembelajaran khususnya tentang
asuhan keperawatan ganguan rasa nyaman nyeri pada post op
fraktur close metatarsal.
Komentar
Posting Komentar