GAMBARAN PROFIL HEMATOLOGI PADA PENDERITA LEUKEMIA (STUDI PUSTAKA)

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

GAMBARAN PROFIL HEMATOLOGI PADA PENDERITA LEUKEMIA

(STUDI PUSTAKA)

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

 

A.      Latar Belakang

       Kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia setelah penyakit kardiovaskular. Menurut data World Health Organization (WHO), kanker adalah salah satu penyebab kematian paling umum dengan hampir 7 juta kematian setiap tahun di seluruh dunia. Saat ini 24,6 juta orang hidup dengan kanker dan pada tahun 2020 diproyeksikan akan ada 16 juta kasus kanker baru dan 10 juta kematian akibat kanker setiap tahun (WHO, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit kanker masih sering terjadi di dunia dengan angka kejadian yang tinggi bahkan dapat menjadi ancaman bagi kehidupan yang akan datang.

       Prevalensi penderita kanker pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar 1,79‰. Prevalensi kanker tertinggi berada di Provinsi DI Yogyakarta, yaitu sebesar 4,86‰, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional di Indonesia. Sedangkan prevalensi penderita kanker di Provinsi Lampung sebesar 1,40‰. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi penderita kanker terus mengalami peningkatan dimana pada tahun 2013, prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,40‰ dan di Provinsi Lampung sebesar 0,7‰. Dalam hal ini yang termasuk dalam penyakit kaker diantaranya: kanker paru, kanker payudara, kanker hati, kanker serviks, dan kanker darah (leukemia) (Kemenkes RI, 2015).

       Leukemia atau disebut juga kanker darah adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga tipe sel darah, diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oksigen ke dalam tubuh), dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah) (Sostrosudarmo, 2012).

 

       Data GLOBOCAN 2018 dari World Health Organization (WHO) menunjukkan kematian akibat leukemia di Indonesia merenggut 11.314 jiwa.

Angka kematian akibat kanker darah ini merupakan nomor lima terbanyak setelah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker serviks (leher rahim), dan kanker hati. Berdasarkan jumlah kasus, ada 13.498 kasus kanker darah di Indonesia pada tahun 2018 (GLOBOCAN, 2018).

       Pada leukemia (kanker darah), tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya, sumsum tulang memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih mereproduksi ulang saat tubuh memerlukannya dan tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan bereproduksi kembali. Pada kasus leukemia, sel darah putih tidak merespon tanda/signal kapankah sel darah diharapkan bereproduksi kembali secara teratur. Jumlah sel darah putih yang abnormal tersebut apabila berlebihan, dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya. Seseorang dengan kondisi seperti ini (leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala, seperti: mudah terkena infeksi, anemia, dan perdarahan (Sastrosudarmo, 2012). Dengan kejadian ini maka dapat berpengaruh pada jumlah leukosit, jumlah eritrosit, dan jumlah trombosit.

       Untuk mendiagnosis penyakit leukemia, klinisi akan melakukan pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan hati dan limpa, kemuadian melakukan pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan darah (Maharani, 2009). Penyakit leukemia dapat didiagnosa dengan pemeriksaan hematologi yang meliputi pemeriksaan darah lengkap (complete blood count/CBC) dan pemeriksaan sediaan apusan darah. Selain itu, dapat juga dipastikan dengan pemeriksaan lain seperti aspirasi sumsum tulang dan biopsi (Sastrosudarmo, 2012). Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan anemia, kelainan jumlah hitung leukosit, dan trombositopenia. Pada pemeriksaan preparat apusan darah tepi didapatkan sel-sel blas (Permono dkk, 2012).

       Berkurangnya atau terganggunya produksi sel darah  merah (eritropoesis) dapat ditemukan pada leukemia (Price, 2005). Hal ini disebabkan karena digantikannya turunan sel darah lain di sumsum tulang sehingga menyebabkan anemia karena eritropoesis berkurang (Sherwood, 2011). Pada penyakit leukemia juga terjadi proliferasi dini yang berlebihan dari sel darah putih (Handayani, 2008). Berkaitan dengan proliferasi sel darah putih (leukosit) yang berlebihan, maka dapat menyebabkan suatu tingkatan sel darah putih (leukosit) yang sangat tinggi (Maharani, 2009). Kemudian, Berkurangnya jumlah trombosit (trombositopenia) pada penderita leukemia merupakan akibat dari infiltrasi ke sumsum tulang. Akibat hal tersebut, mengakibatkan sumsum tulang dipenuhi oleh sel-sel leukemik sehingga terjadi penurunan jumlah megakariosit yang mengakibatkan menurunnya produksi trombosit (Rofinda, 2012).

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rianti (2019) tentang Gambaran Jumlah Eritrosit pada Penderita Leukemia di RSUD Jend A. Yani Kota Metro Tahun 2017-2018 didapatkan penderita leukemia dengan jumlah eritrosit tinggi sebanyak 1 penderita (1,8%), jumlah eritrosit normal sebanyak 9 penderita (16,1 %), dan jumlah eritrosit rendah sebanyak 46 penderita (82,1 %).

       Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Siregar (2016) tentang Kejadian Anemia pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung menunjukkan bahwa pada penderita leukemia limfoblastik akut (LLA) dengan jumlah leukosit normal 1 orang (2,9%), leukositosis 33 orang (97,1%), dan tidak ada yang mengalami leukopenia. Untuk data jumlah trombosit, didapatkan jumlah trombosit normal sebanyak 3 orang (8,8%), trombositopenia sebanyak 31 orang (91,2%), dan tidak ada yang mengalami trombositosis.

       Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis melakukan penelitian studi literatur dengan judul “Gambaran Profil Hematologi pada Penderita Leukemia”.

B.       Tujuan Penelitian

             Diketahui profil hematologi pada penderita leukemia.

C.      Ruang Lingkup

       Bidang kajian dalam penelitian ini yaitu Hematologi. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yang menggambarkan profil hematologi pada penderita leukemia yang meliputi jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit dengan desain penelitian cross sectional. Data yang digunakan adalah lima artikel/ jurnal ilmiah yang terdapat pada database Google Scholar yang dipublikasikan secara nasional atau internasional dalam sepuluh tahun terakhir, yaitu antara tahun 2010-2020. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Juni 2020.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

 

 

A.      Tinjauan Teoritis

1.        Leukemia

       Leukemia ialah keganasan hematologik akibat proses neoplastik yang disertai gangguan diferensiasi (maturation arrest) pada bagian tingkatan sel induk hemopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif dari kelompok (clone) sel ganas tersebut dalam sumsung tulang, kemudian sel leukemia beredar secara sistemik (Bakta, 2014).

Leukemia merupakan kelompok kelainan yang ditandai dengan akumulasi leukosit ganas di sumsum tulang dan darah tepi. Sel abnormal tersebut menyebabkan gejala: (1) kegagalan sumsum tulang (misalnya anemia, neutropenia, trombositopenia, dan (2) infiltrasi terhadap organ-organ (misalnya hati, limpa, kelenjar limfe, meningen, otak, kulit atau testis (Hoffbrand, 2013).

       Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak masa kecil. Tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya, sumsum tulang memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang pada saat tubuh memerlukannya. Dan tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan bereproduksi kembali. Pada kasus leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi sel darah putih yang tidak terkontrol berlebihan (abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah tepi. Seseorang dengan seperti ini (leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala seperti: mudah terkena infeksi, anemia, dan perdarahan (Sastrosudarmo, 2012).

a.         Tanda dan Gejala Penyakit Leukemia

       Gejala leukemia yang ditimbulkan umumnya berbeda diantara penderita, namun demikian secara umum dapat digambarkan sebagai berikut:

1)        Anemia

       Penderita akan menampakkan cepat lelah, pucat, dan bernapas cepat (sel darah merah di bawah normal menyebabkan oksigen dalam tubuh kurang, akibatnya penderita bernapas cepat sebagai kompensasi pemenuhan kekurangan oksigen dalam tubuh).

2)        Perdarahan

       Ketika platelet (sel pembeku darah) tidak terproduksi dengan wajar karena didominasi oleh sel darah putih, maka penderita akan mengalami perdarahan di jaringan kulit (banyaknya jentik merah lebar/kecil di jaringan kulit).

3)        Terserang Infeksi

       Sel darah putih yang seharusnya berperan sebagai perlindungan daya tahan tubuh untuk melawan penyakit, pada penderita leukemia, sel darah putih yang terbentuk tidak berfungsi semestinya. Akibatnya tubuh penderita rentan terkena inveksi virus/bakteri, bahkan penampakan keluhan adanya demam, keluar cairan putih dari hidung dan batuk.

4)        Nyeri Tulang dan Persendian

       Hal ini disebabkan sebagai akibat dari sumsum tulang (bone marrow) didesak oleh sel darah putih.

5)        Nyeri Perut

       Merupakan salah satu indikasi gejala leukemia, dimana sel leukemia dapat terkumpul pada organ ginjal, hati, dan empedu yang menyebabkan pembesaran pada organ-organ tubuh dan menimbulkan rasa nyeri. Nyeri perut ini dapat menghilangkan nafsu makan pada penderita.

6)        Pembengkakan Kelenjar Limpa

       Kelenjar limpa bertugas menyaring darah. Pada penderita, kemungkinan besar mengalami pembengkakan pada kelenjar limpa, baik  yang di bawah lengan, leher, dada, dan lainnya, akibat sel leukemia yang terkumpul disini.

7)        Kesulitan Bernapas (Dispnea)

       Penderita mungkin menampakkan gejala kesulitan bernapas dan nyeri dada (Sastrosudarmo, 2012).

 

b.        Klasifikasi Leukemia

       Leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal:

1)        Maturasi sel

a)        Akut

       Leukemia akut biasanya merupakan penyakit agresif, yang perubahan keganasan muncul pada sel punca hematopoetik atau pada progenitor awal. Kelainan genetik dipercaya terlibat dalam beberapa kunci perubahan biokimia yang menyebabkan (1) peningkatan kecepatan proliferasi, (2) penurunan apoptosis dan (3) hambatan dalam diferensiasi sel. Keadaan tersebut secara bersama menyebabkan akumulasi sel hemotopoietik awal di sumsum tulang yang dikenal sebagai sel blas (Hoffbrand, 2013).

       Leukemia akut biasanya berkembang dengan cepat dan jika tidak diberikan pengobatan efektif dapat menyebabkan kematian pasien dalam waktu beberapa minggu atau bulan (Bain, 2014).

b)        Kronis

       Leukemia kronik secara umum berkembang lambat dan pasien dapat bertahan selama beberapa bulan atau tahun, meskipun tanpa pengobatan. Pada leukemia kronik, pematangan sel leukemia terjadi dengan adanya ketidak seimbangan peningkatan sel blast. Bentuk akhir sel yang dihasilkan menyerupai sel matang.

2)        Tipe sel asal

a)        Mielositik

       Leukemia mielositik dapat mempengaruhi galur granulosit dan monosit, tetapi sering juga melibatkan galur eritroid dan megakariosit. Galur mana yang terlibat tergantung pada jenis sel punca atau sel progenitor yang mengalami mutasi penyebab.

b)        Limfositik

       Leukemia limfositik dapat berasal dari galur limfosit B, galur limfosit T, atau galur natural killer (Bain, 2014).

 

 

c)        Tipe Sebutan

       Leukemia dibagi menjadi empat tipe sebutan:

(1)     Leukemia Limfoblastik Akut/Acute Lymphoblastic Leukemia (LLA/ALL)

(2)     Leukemia Mieloblastik Akut/Acute Myeloblastic Leukemia (LMA/AML)

(3)     Leukemia Limfositik Kronis/Chronic Limphocytic Leukemia (LLK/CLL)

(4)     Leukemia Mielositik Kronis/Chronic Myelocytic Leukemia (LMK/CML) (Chandrasoma, 2005).

c.         Epidemiologi

       Leukemia merupakan keganasan yang sering dijumpai tetapi hanya merupakan sebagian kecil dari kanker secara keseluruhan. Beberapa epidemiologi yang terkumpul menunjukkan hasil sebagai berikut:

1)        Insidensi

       Insiden leukemia di negara barat adalah 13/100.000 penduduk/tahun. Leukemia merupakan 2,8% dari seluruh kasus kanker, belum ada angka pasti mengenai insiden leukemia di Indonesia.

2)        Frekuensi Relatif

       Frekuensi leukemia di negara barat menurut Gunz:

Leukemia akut       : 60%

CLL                       : 25%

CML                      : 15%

Di Indonesia  frekuensi CLL sangat rendah, CML merupakan leukemia kronik yang paling sering dijumpai (Bakta, 2014).

3)        Usia

       Insiden leukemia menurut usia didapatkan data sebagai berikut:

a)        ALL merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak, juga terdapat pada dewasa yang terutama berumur 65 tahun atau lebih.

b)        AML lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak.

c)        CML sering terjadi pada orang dewasa.

       CLL sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh deawasa muda. Hampir tidak ada pada anak-anak (Sastrosudarmo, 2012).

 

4)        Jenis Kelamin

       Leukemia lebih sering dijumpai pada laki-laki dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2 : 1 (Bakta, 2014).

d.        Gambaran Klinis

       Baik ALL maupun AML dimulai secara mendadak. Lesu dan demam merupakan gejala umum. Gejala lainnya biasanya ada kaitannya dengan anemia, kecenderungan untuk terjadinya perdarahan atau infeksi. Hal ini disebabkan oleh produksi eritrosit yang menurun, trombosit berkurang, dan penekanan granulosit sedemikian rupa sehingga tidak mampu melawan kuman yang masuk ke dalam tubuh (Kiswari, 2014).

e.         Pemeriksaan Diagnostik

       Penyakit leukemia dapat dipastikan dengan beberapa pemeriksaan, diantaranya:

1)        Biopsi.

2)        Pemeriksaan Darah (complete blood count/CBC).

3)        Computerized Tomography (CT) scan.

4)        Magnetic Resonance Imaging (MRI).

5)        X-ray.

6)        Ultrasound.

7)        Spinal tap/lumbar puncture (Satrosudarmo, 2012).

f.         Pengobatan

1)        Induksi

       Dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat tersebut sampai sel blas dalam sumsum tulang kurang dari 5%.

2)        Konsolidasi

       Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

3)        Rumat

       Untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya dengan memberikan sitostatika setengah dosis biasa.

4)        Reinduksi

       Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obatan seperti pada induksi selama 10-14 hari.

5)        Mencegah terjadinya leukemia pada susunan saraf pusat. Diberikan MTX secara intratekal dan radiasi kranial.

6)        Pengobatan imunologik (Ngastiyah, 2005).

g.        Faktor Risiko Leukemia

1)        Tingkatan radiasi yang sangat tinggi

       Orang-orang yang terpapar tingkatan radiasi yang sangat tinggi sangat mungkin untuk menderita leukemia. Selain itu, perawatan medis yang menggunakan radiasi juga dapat menjadi sumber munculnya dari paparan tingkat tinggi.

2)        Bekerja dengan bahan-bahan kimia tertentu

       Paparan pada tingkatan yang tinggi dari benzen dan formaldehid dapat menyebabkan leukemia.

3)        Kemoterapi

       Pasien-pasien kanker yang dirawat menggunakan obat-obatan untuk melawan kanker kadang-kadang justru menderita Leukemia. Misalnya, obat-obatan yang dikenal sebagai alkylating dihubungkan dengan penderita leukemia bertahun-tahun kemudian.

4)        Down Syndrome dan penyakit-penyakit genetis tertentu lainnya

       Beberapa yang disebabkan oleh kromosom-kromosom abnormal bisa menjadi pendorong bagi peningkatan risiko leukemia.

5)        Human T-cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1)

       Virus ini adalah penyebab leukemia limfositis kronis. Karena disebabkan oleh virus, leukemia sering tidak tampak bisa menular.

6)        Myelodysplastic Syndrome

       Orang-orang dengan penyakit darah ini berada pada risiko yang tinggi terhadap kemungkinan menderita leukemia akut myeloid.

7)        Medan elektromagnet (Maharani, 2009).

2.        Leukemia Akut

       Leukemia akut biasanya berkembang dengan cepat dan jika tidak diberikan pengobatan efektif dapat menyebabkan kematian pasien dalam waktu beberapa minggu atau bulan (Bain, 2014).

Leukemia akut menurut klasifikasi FAB (French-American-British) dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Leukemia mieloblastik akut/acute myeloiblastic leukemia (LMA/AML) dan Leukemia limfoblastik akut/acute lymphoblastic leukemia (LLA/ALL).

a.         Leukemia mielositik akut/acute myeloblastic leukemia (LMA/AML).

1).   Pengertian

       Leukemia mieloblastik akut (LMA) merupakan leukemia yang mengenai seistem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel mieloid (Bakta, 2014). Sel leukemia terus berproliferasi, tetapi memperlihatkan gangguan pematangan sehingga mereka tetap berakumulasi sebagai sel imatur yang dikenal sebagai blast di sumsum tulang dan biasanya juga terdapat di darah tepi. Sel ini dapat berupa mieloblast, monoblast, eritroblast, atau megakarioblast (Bain, 2014).

2).   Insidensi

       Leukemia mieloblastik akut (LMA) merupakan jenis leukemia akut tersering pada dewasa dan angka kejadian menjadi semakin meningkat seiring usia dengan usia rata-rata pada 65 tahun (Hoffbrand, 2013).

3).  Klasifikasi

Tabel 2.1 Klasifikasi leukemia mieloblastik akut

M1

Leukemia mieloblastik tanpa maturasi; blast tanpa granula dengan batang Aurer           atau granula azurofil; 3% atau lebih mieloperoksidase positif; tidak ada perubahan maturasi.

M2

Leukemia mieloblastik dengan maturasi; maturasi sampai promielosit; 5% sumsum tulang terdiri atas blast atau promielosit; sel stadium lain mungkin ada, sering berinti dua lobus; Anomaly Pelger-Huet; granulasi kurang.

M3

Leukemia promielositik hipergranular; promielosit penuh granula merupakan sel yang predominan batang Aurer dalam sitoplasma atau bebas.

M4

Leukemia mielomonositik; promonosit dan monosit merupakan 20% sel berinti dalam sumsum tulang dan darah tepi; mieloblast dan promielosit adalah 20% dari sel sumsum tulang; monosit menunjukkan reaksi esterase non-spesifik yang dihambat oleh fluorida; aktivitas esterase dalam sel mielositik menetap setelah inhibisi fluorida.

 

M5

 

Leukemia monositik; sel granulosit kurang dari 10%;sub tipe yang berdiferensisasi baik dan tidak baik tergantung stadium maturasi; reaksi esterase dihambat oleh fluorida.

 

M6

 

Eritroleukemia; sumsum tulang 50% seri eritrosit; sering dengan morfologi abnormal atau megaloblastik; mieloblast dan promielosit 30% atau lebih; sering tampak megakariosit abnormal.

Sumber: Kiswari, 2014

 

Gambar di bawah ini merupakan penjelasan dari tabel 2.1

AML-M1                                                                              AML-M2

 

 

 

 

AML-M3                                                                              AML-M4

                                     

 

 

 

                                      AML-M5                                                         AML-M6

 

 

 

 

           Sumber: Sacher, 2004

Gambar 2.1 Sel-Sel Leukemia Mieloblastik Akut.

4).  Gambaran Klinis

       Gambaran klinis LMA didominasi oleh pola kegagalan sumsum tulang yang disebabkan oleh akumulasi sel ganas dalam sumsum tulang. Infeksi sering terjadi, anemia dan trombositopenia sering berat. Kecenderungan perdarahan disebabkan oleh trombositopenia disseminated intravascular coagulation (DIC) merupakan kekhususan pada jenis promielositik dari LMA. Sel tumor dapat menginfiltrasi sejumlah jaringan. Hipertrofi gusi dan infiltrasi, keterlibatan penyakit SSP merupakan kekhususan dari subtipe mielomonositik dan monositik (Hoffbrand, 2013).

 

5)        Pemeriksaan Laboratorium

       Pemeriksaan hematologi mengungkapkan anemia normositik normokrom dengan trombositopenia pada banyak kasus. Jumlah leukosit biasanya meningkat dan pemeriksaan darah tepi secara khas menunjukkan sejumlah sel blast (Hoffbrand, 2013).

b.        Leukemia limfoblastik akut/acute lymphoblastic leukemia (LLA/ALL)

1).   Pengertian

       Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) disebabkan oleh akumulasi limfoblas di sumsum  tulang dan merupakan keganasan tersering pada anak (Hoffbrand, 2013).

2).   Insidensi

       Insidensi Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) paling tinggi pada usia 3-7 tahun dengan 75% kasus terjadi sebelum usia 6 tahun. Terjadi peningkatan kedua setelah usia 40 tahun.

3)        Klasifikasi

       Secara morfologis, LLA dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

Tabel 2.2 Klasifikasi leukemia limfoblastik akut

L1

LLA dengan sel limfoblastkecil-kecil dan merupakan 84% dari LLA, biasanya ditemukan pada anak-anak.

L2

Sel lebih besar, inti ireguler, kromatin bergumpal, nukleoli prominen dan sitoplasma agak banyak, merupakan 14% dari LLA, biasanya terjadi pada orang dewasa.

L3

LLA mirip dengan limfoma burkit, yaitu sitoplasma basophil dengan banyak vakuola, hanya merupakan 1% dari LLA.

Sumber: Handayani, 2008

       Gambar di bawah ini merupakan penjelasan dari tabel 2.2

ALL-L1                                                          ALL-L2

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

ALL-L3

 

 

                                   

                                   

 

                                             Sumber: Sacher, 2004

4)        Gambaran Klinis

(1)     Anemia

(2)     Neutropenia (demam, malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, perianus, atau bagian lain).

(3)     Trombositopenia (memar spontan, purpura, gusi berdarah, dan menoragia)

5)        Pemeriksaan Diagnostik

a.         Pemeriksaan hematologis memperlihatkan anemia normokromik normositik dengan trombositopenia pada sebagian besar kasus.

b.        Hitung sel darah putih total mungkin menurun, normal, atau meningkat menjadi 200 x 109/L atau lebih.

Apusan darah biasanya memperlihatkan sel-sel blas dalam jumlah bervariasi (Hoffbrand, 2013).

3.        Leukemia Kronis

       Leukemia kronis dibagi menjadi menjadi dua, yaitu: Leukemia mielositik kronis/chronic myelocytic leukemia (LMK/CML) dan Leukemia limfositik kronis/chronic limphocytic leukemia (LLK/CLL).

a.         Leukemia mielositik kronis/chronic myelocytic leukemia (LMK/CML)

1).   Pengertian

       LMK merupakan suatu penyakit mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan seri granulosit yang relatif matang.

LMK merupakan leukemia kronis dengan gejala yang timbul perlahan-lahan dan sel leukemianya berasal dari transformasi sel induk myeloid.

 

 

 

2).  Insidensi

       LMK merupakan 15-20% dari leukemia dan merupakan leukemia kronis yang paling sering dijumpai di Indonesia, sedangkan di negara Barat adalah 1-1,4/100.000/tahun. Umumnya LMK mengenai usia pertengahan dengan puncak pada usia 40-50 tahun. Pada anak-anak dijumpai bentuk juvenile LMK. Abnormalitas genetik yang disebut kromosom Philadelphia ditemukan pada 90%-95% klien dengan LMK.

3).  Klasifikasi

LMK terdiri atas enam jenis leukemia:

a)        Leukemia mielositik kronis, Ph positif (LMK, Ph+).

b)        Leukemia mielositik kronis, Ph negatif (LMK, Ph-).

c)        Juvenile chronic myelocytic leukemia

d)       Chronic neutrophilic leukemia

e)        Eosinophilic leukemia

f)         Chronic myelomonocyte leukemia (CMML)

Sebagian besar (> 95%) LMK tergolong LMK, Ph+(Handayani, 2008).

4).   Gambaran Klinis

a).   Gejala berkaitan dengan hipermetabolisme (mix kehilangan berat badan, lesu,  

       anoreksia, atau keringat malam).

b). Splenomegali hampir selalu terjadi dan seringkali massif. Pada beberapa pasien pembesaran limpa berkaitan dengan rasa tidak nyaman, nyeri, atau gangguan pencernaan.

c).   Gambaran anemia dapat meliputi pucat, sesak, dan takikardia.

d).  Memar, epistaksis, menorrhagia atau perdarahan dari berbagai tempat karena fungsi trombosit abnormal.

e).  Gout atau gangguan ginjal karena hiperurikemia dari kelebihan pemecahan  purin.

f).   Gejala yang jarang adalah gangguan penglihatan dan priapismus.

Pada lebih dari 50% kasus diagnosis ditegakkan kebetulan saat melakukan pemeriksaan darah rutin.

 

 

5).  Pemeriksaan Laboratorium

a).  Leukositosis biasanya > 50 x 109/L dan terkadang > 500 mieloid terlihat pada darah tepi. Jumlah neutrofil dan mielosit melebihi sel blast dan promielosit.

b).  Peningkatan basofil yang bersirkulasi.

c).  Anemia normositik normokrom sering ditemui.

d).  Jumlah trombosit dapat meningkat (paling sering), normal, atau menurun.

e).  Sumsum tulang hiperseluler dengan dominasi granulopoietik.

f).  Terdapat gen gabungan BCR-ABL1 pada pemeriksaan PCR dan pada 98% kasus pada pemeriksaan sitogenik ditemukan kromosom philadelpia.

g).  Asam urat serum biasanya meningkat (Hoffbrand, 2013).

b.        Leukemia Limfositik Kronis/cronic limfocytic leukemia (LLK/CLL)

1).  Pengertian

             LLK merupakan suatu proliferasi ganas limfoblast.

2).  Insidensi

       LLK merupakan 25% dari seluruh leukemia di negara Barat, tetapi amat jarang ditemukan di Jepang, Cina, dan Indonesia. Penderita laki-laki dua kali lebih sering ditemukan daripada wanita. Jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 40 tahun. Kebanyakan mengenai usia lebih dari 50 tahun.

3).  Klasifikasi

       Menurut Raid dan kawan-kawan (1978) LLK dapat dibagi menjadi lima tingkatan penyakit secara klinis sebagai berikut:

Tabel 2.3 Klasifikasi leukemia limfositik kronis

0

Hanya limfositosis dengan infiltrasi sel

1

Limfositosis dan limfadenopati

2

Limfositosis dan splenomegaly/hepatomegaly

3

Limfositosis dan anemia < 11 g% dengan/ tanpa pembesaran hati, limpa, dan kelenjar

4

Limfositosis dan trombositopenia < 100.000/mm3/tanpa pembesaran hati, limpa, dan kelenjar.

        Sumber: Handayani, 2008

 

 

 

 

4).   Gambaran Klinis

      Leukemia Limfoblastik Kronis memberikan gejala klinik sebagai berikut:

a)        Pembesaran secara massif menyebabkan tekanan mekanik pada lambung, sehingga menimbulkan gejala cepat kenyang, rasa tidak enak pada abdomen, dan buang air tidak teratur.

b)        Pembesaran kelenjar getah bening (limfadenopati) superfisial yang sifatnya simetris dan volumenya cukup besar.

c)        Anemia

d)       Splenomegali

e)        Hepatomegali (lebih jarang)

f)         Sering disertai herpes zoster dan pruritus (Handayani, 2008).

5).   Pemeriksaan Laboratorium

a).  Limfositosis jumlah absolut limfosit B klonal adalah > 5 x 109/L atau lebih. Antara 70 dan 99% dari sel darah putih dalam apusan darah tepi ialah limfosit kecil.

b). Anemia normositik normokromik terjadi pada tahap lanjut penyakit akibat infiltrasi sumsum tulang atau hipersplenisme. Pada banyak pasien terjadi trombositopenia.

c).   Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan elemen-elemen normal sumsum  

       tulang digantikan oleh limfosit. Limfosit membentuk 25-29% dari semua sel. d). Terjadi penurunan konsentrasi immunoglobulin serum dan hal ini menjadi semakin nyata pada penyakit tahap lanjut (Hoffbrand, 2013).

4.        Pemeriksaan Hematologi (Profil Hematologi)

a.         Eritrosit

       Eritrosit atau sel darah merah merupakan sel yang berbentuk cakram bikonkaf, tidak berinti, tidak bergerak, berwarna merah karena mengandung hemoglobin. Eritrosit berdiameter 7,5 µm dan tebal 2,0 µm (Nugraha, 2017). Fungsi utama eritrosit adalah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh dan mengangkut CO2 dari jaringan tubuh ke paru-paru oleh Hb. Eritrosit yang berbentuk cakram bikonkaf mempunyai area permukaan yang luas sehingga jumlah oksigen yang terikat dengan Hb dapat lebih banyak. Bentuk bikonkaf juga memungkinkan sel berubah bentuk agar lebih mudah melewati kapiler yang kecil. Jika kadar oksigen menurun hormone eritropoetin akan menstimulasi produksi eritrosit.

       Eritrosit dengan umur 120 hari adalah sel utama yang dilepaskan dalam sirkulasi. Bila kebutuhan eritrosit tinggi, sel yang belum dewasa akan dilepaskan ke dalam sirkulasi. Pada masa akhir hidupnya, eritrosit yang lebih tua keluar dari sirkulasi melalui fagositosis di limfa, hati, dan sumusum tulang (retikuloendotelial).

       Proses eritropoesis pada sumsum tulang melalui beberapa tahap, yaitu 1. Hemocytoblast (prekursor dari seluruh sel darah); 2. Prorubrisit (sintesis Hb); 3. Rubrisit (inti menyusut, sintesa Hb meningkat); 4. Metarubrisit (disintegrasi inti, sintesa  Hb meningkat; 5. Retikulosit (inti diabsorbsi); 6. Eritrosit (sel dewasa tanpa inti).

1).   Implikasi Klinik

a).  Secara umum nilai Hb dan Hct digunakan untuk memantau derajat anemia, serta respon terhadap terapi anemia.

b).   Jumlah sel darah merah menurun pada pasien anemia leukemia, penurunan   

        fungsi ginjal, talasemia, hemolisis, dan lupus eritematosus sistemik. Dapat   

        terjadi karena obat (drug induced anemia), misalnya: sitostatika,          

        entiretrovial.

c). Sel darah merah meningkat pada polisitemia vera, polisitemia skunder, siare/dehidrasi, olahraga berat, luka bakar, orang yang tinggal di dataran tinggi.

 

 

 

 

 

                                     Sumber: Syahrini, 2018

Gambar 2.3 Eritrosit

Nilai Normal:

Pria        : 4,4 – 5,6 x 106 sel/mm3

Wanita   : 3,8 – 5,0 x 106 sel/mm3 (Kemenkes RI, 2011).

       Pada Pasien leukemia biasanya mengalami penurunan satu atau lebih unsur hematopoetik normal, karena sumsum tulang diserang oleh sel-sel leukemik (Chandrasoma, 2005). Salah satu sel hematopoetik yang diserang oleh sel-sel leukemik adalah eritropoesis yang mengakibatkan penurunan jumlah eritrosit. Penurunan jumlah eritrosit dapat dijumpai pada penderita leukemia. Penurunan jumlah eritrosit dapat menyebabkan anemia, yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (Riswanto, 2013).

      Secara umum, adanya anemia pada pasien kanker akan meningkatkan mortalitas sebanyak 65%. Anemia pada pasien dengan karsinoma otak dan leher meningkatkan  mortalitas menjadi 75%, sedangkan pada pasien limfoma meningkatkan mortalitas 67% (Rouly, 2005).

b.        Leukosit

       Leukosit atau sel darah putih adalah sel darah yang memiliki fungsi utama untuk melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagosit organism easing dan memproduksi atau mengangkut/mendistribusikan antibody. Ada dua tipe utama sel darah putih, yaitu granulosit dan agranulosit. Tipe granulosit terdiri dari neutrofil, eosinofi, dan basofi. Sedangkan tipe agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.

       Leukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan dalam jaringan limfatikus (limfa, timus, tonsil), dan diangkut darah ke organ dan jaringan. Umur leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat, dan amino dibutuhkan dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur produksi, penyimpanan, dan pelepasan leukosit).

       Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang belum dewasa di sumsum tulang), metamyelosit dan bands (neutrofil pada tahap awal kedewasaan), dan akhirnya neutrofil. Perkembangan limfosit dimulai dengan limfoblast (belum dewasa) kemudian berkembang menjadi prolimfoblast dan akhirnya menjadi limfosit (sel dewasa). Perkembangan monosit dimulai dengan monoblast (belum dewasa) kemudian berkembang menjadi promonosit dan selanjutnya menjadi monosit (sel dewasa).

 

1).   Implikasi Klinik

a).  Nilai  krisis  leukositosis:  30.000/mm3.  Lekositosis  hingga  50.000/mm3 mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilai leukosit yang sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat disebabkan oleh leukemia. Penderita kanker post-operasi (setelah menjalani operasi) menunjukkan pula peningkatan leukosit walaupun tidak dapat dikatakan infeksi.

b).  Biasanya  terjadi  akibat  peningkatan  1  tipe  saja  (neutrofil).  Bila  tidak ditemukan anemia dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi dengan leukemia

c).   Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat

d). Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis, toksin, leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.

e). Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapat meningkatkan jumlah sel darah putih

f). Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit <4000/mm3. Penyebab leukopenia antara lain:

(1).  Infeksi virus, hiperplenism, leukemia

(2).  Obat (antimetabolite, antibiotic, antikonvulsan, kemoterapi).

(3).  Anemia aplastik/ pernisiosa

(4).  Multiple myeloma

(g).  Prosedur pewarnaan: Reaksi netral untuk netrofil; Pewarnaan asam untuk    

       eosinofil; Pewarnaan basa untuk basophil

(h)   Konsentrasi leukosit mengikuti ritme harian, pada pagi hari jumlahnya  

       sedikit, jumlah tertinggi adalah pada sore hari

(i)   Umur, konsentrasi leukosit normal pada bayi adalah (6 bulan-1 tahun)    

      10.000-20.000/mm3 dan terus meningkat sampai umur 21 tahun

(j).  Manajemen neutropenia disesuaikan dengan penyebab rendahnya nilai 

       Leukosit (Kemenkes RI, 2011).

 

 

 

 

 

 

 


                                   Sumber: Syahrini, 2018

Gambar 2.4 Leukosit

       Salah satu konsekuensi utama leukemia, suatu kanker yang menyebabkan proliferasi tak terkendali sel darah putih (leukosit) adalah berkurangnya kemampuan pertahanan terhadap invasi organisme asing. Pada leukemia, hitung sel darah putih dapat mencapai 500.000/mm3, dibandingkan nilai normal 7.000/mm3. Tetapi, karena sebagian besar dari sel ini abnormal atau imatur, maka mereka tidak dapat melakukan fungsi pertahanan normal (Sherwood, 2011).

c.         Trombosit

        Trombosit adalah elemen terkecil dalam pembuluh darah. Trombosit diaktivasi setelah kontak dengan permukaan dinding endotelia. Trombosit terbentuk dalam sumsum tulang. Masa hidup trombosit sekitar 7.5 hari.

Sebesar 2/3 dari seluruh trombosit terdapat di sirkulasi dan 1/3 nya terdapat di limfa (Kemenkes RI, 2011).    

       Trombosit merupakan komponen penting dalam respon hemostatis yang saling berkaitan erat dengan komponen-komponen hemostatis lainnya. Trombosit berukuran sangat kecil sekitar 2-4 µm dengan bentuk bulat atau lonjong. Dapat bergerak aktif karena mengandung protein rangka sel yang dapat menunjang perpindahan trombosit secara cepat dari keadaan tenang menjadi aktif apabila terjadi kerusakan pembuluh darah (Nugraha, 2017).

Nilai Normal: 170-380 x 103/mm3.

1).   Implikasi Klinik

a).   Trombositosis berhubungan dengan kanker, splenektomi, polisitemia vera,  

              trauma, sirosis, myelogeneus, stres dan arthritis reumatoid.

b). Trombositopenia berhubungan dengan idiopatik trombositopenia purpura (ITP), anemia hemolitik, aplastik, dan pernisiosa. Leukimia, multiple myeloma dan multipledysplasia syndrome.

c).    Obat seperti heparin, kinin, antineoplastik, penisilin, asam valproat dapat 

               menyebabkan trombositopenia

d).   Penurunan  trombosit  di  bawah  20.000  berkaitan  dengan  perdarahan  

        spontan dalam jangka waktu yang lama, peningkatan waktu perdarahan  

        petekia/ekimosis.

e).    Asam valproat menurunkan jumlah platelet tergantung dosis.

f).    Aspirin dan AINS lebih mempengaruhi fungsi platelet daripada jumlah

 platelet (Kemenkes RI, 2011).

 

 

 

 

 

                                              Sumber: Atlas Hematologi Lewandowsky

                                                                    Gambar 2.5 Trombosit       

       Leukemia merupakan kelompok kelainan yang ditandai dengan akumulasi leukosit ganas di sumsum tulang dan darah tepi. Sel abnormal tersebut menyebabkan gejala: (1) kegagalan sumsum tulang (misalnya anemia, neutropenia, trombositopenia, dan (2) infiltrasi terhadap organ-organ (misalnya hati, limpa, kelenjar limfe, meningen, otak, kulit atau testis (Hoffbrand, 2013). Konsekuensi merugikan lain dari leukemia adalah digantikannya turunan sel darah lain di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan anemia karena eritropoesis berkurang dan perdarahan internal karena defisiensi trombosit. Trombosit berperan penting dalam mencegah perdarahan dari kerusakan-kerusakan kecil yang dalam keadaan normal terjadi di dinding pembuluh darah halus. Karena itu, infeksi berat dan perdarahan adalah kausa tersering kematian pada pasien leukemia (Sherwood, 2011).

 

B.       Hipotesis Penelitian

       Didapatkan jumlah eritrosit yang rendah, jumlah leukosit yang tinggi, dan jumlah trombosit yang rendah pada penderita leukemia.

C.      Variabel Penelitian

       Variabel penelitian ini adalah univariat, yaitu profil hematologi pada penderita leukemia.

 

 

 

 

 


BAB III

METODE PENELITIAN

 

 

A.      Jenis Penelitian

       Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang menggambarkan profil hematologi pada penderita leukemia yang meliputi jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan data dari berbagai macam material yang ada di perpustakan seperti dokumen dan buku serta penelusuran pustaka seperti artikel dan jurnal ilmiah yang memiliki keterkaitan dengan profil hematologi pada penderita leukemia yang meliputi jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit. Variabel penelitian ini adalah profil hematologi pada penderita leukemia.

B.       Prosedur Penelitian

       Prosedur penelitian pada karya tulis ilmiah studi pustaka ini adalah sebagai berikut:

1.        Memilih Topik Penelitian

       Dalam memilih topik penelitian, terlebih dahulu menentukan fenomena, peristiwa, atau kejadian yang menjadi suatu masalah dan akan memberikan manfaat apabila dilakukan suatu penelitian. Dalam hal ini topik yang dipilih oleh peneliti yaitu penderita leukemia.

2.        Mengeksplorasi Informasi

       Eksplorasi informasi dilakukan dengan melakukan penelusuran pustaka melalui buku, internet, dokumen resmi pemerintah atau sejenisnya yang memiliki keterkaitan dengan topik penelitian. Informasi yang didapatkan kemudian dikumpulkan dan dipilah-pilah.

3.        Menentukan Fokus Penelitian

       Fokus penelitian ditentukan dari informasi yang telah didapatkan dari topik penelitian. Dalam hal ini fokus penelitian yang ditentukan oleh peneliti adalah profil hematologi pada penderita leukemia yang meliputi jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit.

4.        Mengumpulkan Sumber Data

       Sumber data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang dilakukan melalui penelusuran internet dari database Google Scholar yang memiliki keterkaitan dengan fokus penelitian, yaitu jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit pada penderita leukemia. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan untuk dikelola.

5.        Mempersiapkan Penyajian Data

       Persiapan penyajian data dilakukan dengan menyiapkan instrumen-instrumen berupa artikel/jurnal ilmiah yang berkaitan dengan profil hematologi pada penderita leukemia dari database Google Scholar. Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel.

6.        Menyusun Laporan

       Penyusunan laporan dilakukan secara sistematis sesuai dengan buku pedoman sehingga menjadi suatu karya tulis ilmiah studi pustaka yang baik.

C.      Sumber Data

       Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku, dokumen, dan kepustakaan yang lain seperti artikel dan jurnal ilmiah. Artikel dan jurnal ilmiah ini merupakan artikel dan jurnal ilmiah yang dipublikasikan baik secara nasional maupun internasional dalam 10 tahun terakhir, yaitu antara tahun 2010-2020 yang memuat sumber data mengenai profil hematologi pada penderita leukemia.

D.      Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

       Teknik dan instrumen pengumpulan data penelitian ini yaitu dokumentasi, dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa buku, artikel, dan jurnal ilmiah. Artikel dan jurnal ilmiah didapatkan melalui penelusuran internet dari database Google Scholar yang memiliki keterkaitan dengan profil hematologi pada penderita leukemia.

E.       Instrumen Penelitian

       Instrumen penelitian ini adalah artikel/jurnal ilmiah dan format catatan penelitian. Artikel/Jurnal ilmiah yang digunakan adalah artikel/jurnal ilmiah yang dipublikasikan secara nasional atau internasional dalam sepuluh tahun terakhir yaitu antara tahun 2010-2020. Format catatan penelitian yang digunakan yaitu dalam bentuk tabel yang memuat no, nama penulis, judul, tahun, tujuan, dan hasil artikel/jurnal ilmiah.

F.       Teknik Analisis Data

       Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode analisis isi (Content Analysis). Dalam analisis data dilakukan proses memilih, membandingkan, menggabungkan, dan memilah berbagai pengertian hingga ditemukan yang relevan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

 

 

A.      Hasil

       Karya tulis ilmiah studi pustaka ini menggunakan artikel/jurnal ilmiah yang dipublikasikan secara nasional maupun internasional dalam 10 tahun terakhir yaitu antara tahun 2010-2020 dengan melakukan penelusuran google scholar. Pada hasil penelitian ini didapatkan 5 jurnal yang sesuai dengan tujuan penelitian penulis. Metode/jenis penelitian yang digunakan pada artikel pertama yaitu deskriptif retrospektif, artikel kedua yaitu studi kasus, artikel ketiga yaitu deskriptif dengan rancangan potong lintang, artikel keempat yaitu deskriptif, dan artikel kelima yaitu evaluasi deskriptif secara retrospektif.

        Tabel 4.1 Hasil Penelitian Artikel/Jurnal Ilmiah Studi Pustaka

No

Nama Penulis, Judul Artikel, dan Tahun

 

Tujuan

Hasil

1.

Muthia Rendra, Rismawati Yaswir, Akmal M. Hanif, Gambaran Laboratorium Leukemia Kronik di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang, 2013.

Mengetahui gambaran laboratorium leukemia kronik di bagian penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang

Sampel: 17 orang

 

Jumlah leukosit

LGK

Tinggi: >10.000 mm3 (16 orang)

LLK

Tinggi: >10.000 mm3 (1 orang)

 

Jumlah trombosit:

LGK

Rendah: <150.000 mm3 (4 orang).

Normal:150.000 mm3- 400.000 mm3 (4 orang)

Tinggi: >400.000 mm3 (8 orang)

LLK

Rendah: <150.000 mm3 (1 orang)

 

2.

Hasyimzoem NC, Leukemia Limfoblastik Akut pada Dewasa dengan Multiple Limfadenopati, 2014.

Mengetahui gambaran Leukemia Limfoblastik Akut pada Dewasa dengan Multiple Limfadenopati

Sampel: 1 orang

 

Jumlah eritrosit

Rendah: 1.9 x 106/µl

 

Jumlah leukosit

Tinggi: 276.200/ µl

 

Jumlah trombosit

Rendah: 129.000/ µl

 

 

 

 

3.

Kemas Ya’kub Rahadiyanto, Phey Liana, Baity Indriani, Pola Gambaran Darah Tepi pada Penderita Leukemia di Laboratorium Klinik RSUPDr. Mohammad Hoesin Palembang, 2014.

Mengetahui pola gambaran darah tepi pada penderita leukemia di laboratorium klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Sampel: 98 orang

 

Leukemia akut

Jumlah eritrosit

Rendah: <2.14 x 106/µl

Jumlah leukosit

Tinggi: 77.7 x 103/µl

Jumlah trombosit

Rendah:  23.500/mm3

 

Leukemia kronik

Jumlah eritrosit

Rendah: 2.54 x 106/µl

Jumlah leukosit

Tinggi: 278.9 x 103/µl

Jumlah trombosit

Normal: 233.000/mm3

 

4.

Sri Ari Isnaini, Maria Tuntun, Kejadian Anemia pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, 2016.

Mengetahui kejadian anemia pada penderita leukemia limfoblastik akut di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung

Sampel: 34 orang

 

Jumlah leukosit

Normal: 1 orang (2.9% )

Meningkat: 33 orang (97.16%)

 

Jumlah trombosit

Normal: 3 orang (8.8%).

Menurun: 31 orang (91,2%)

 

5.

Kezia Warokka Putri, Studi Epidemiologi Profil Klinis dan Laboratorium Pasien Leukemia Limfoblastik Akut di RSUD DR. Soetomo, 2018.

Mengetahui gambaran studi epidemiologi profil klinis dan laboratorium pasien leukemia limfoblastik akut di RSUD DR. Soetomo.

Sampel: 50 orang

 

Jumlah leukosit

Normal: 15 orang

Tinngi: 15.000 - >50.000/mm3 (19 orang)

Rendah: <4.000/mm3 (16 orang)

 

Jumlah trombosit

Normal: >150.000/mm3

Rendah: <50.000-150.000/mm3

 

 

 

B.       Pembahasan

       Berdasarkan hasil penelitian terhadap kelima artikel yang telah ditelaah, didapatkan perbedaan hasil penelitian terhadap profil hematologi pada penderita leukemia. Perbedaan hasil penelitian terhadap profil hematologi pada penderita leukemia ini dapat saja terjadi karena adanya riwayat penyakit lain selain penyakit leukemia yang dapat berpengaruh pada profil hematologi pada setiap pasien leukemia. Selain itu, keterbatasan jumlah sampel dimungkinkan dapat mempengaruhi perbedaan hasil pada setiap artikel/jurnal ilmiah yang diteliti.

       Pada kelima artikel yang ditelaah, didapatkan jumlah eritrosit yang rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada pasien leukemia biasanya mengalami penurunan satu atau lebih unsur hematopoetik normal karena sumsum tulang diserang oleh sel-sel leukemik (Chandrasoma, 2005). Salah satu sel hematopoetik yang diserang oleh sel leukemik adalah eritropoesis yang mengakibatkan penurunan jumlah eritrosit. Penurunan jumlah eritrosit dapat dijumpai pada penderita leukemia. Pada keadaan normal, jumlah eritrosit dalam darah berkisar 4,50-6,50 (x106 µl) pada lakilaki dan 3,80-4,80 (x106 µl) pada perempuan. Penurunan jumlah eritrosit dapat menyebabkan anemia, yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (Riswanto, 2013). Secara umum, adanya anemia pada pasien kanker akan meningkatkan mortalitas sebanyak 65% (Rouly, 2005). Pada salah satu penderita leukemia yaitu penderita LLA (leukemia limfoblastik akut) dapat dilakukan terapi suportif dimana terapi ini berfungsi untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh leukemia, salah satu diantaranya adalah anemia (Hasyimzoem, 2014).

       Untuk jumlah leukosit, tiga artikel memberikan gambaran yang tinggi, satu artikel memberikan gambaran yang tinggi dan normal, serta satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, normal, dan rendah. Pada leukemia, jumlah leukosit meningkat sebagai akibat banyaknya jumlah sel blast di darah tepi. Tetapi pada beberapa pasien, sedikit atau tidak adanya sel blast yang beredar di sirkulasi menyebabkan leukosit rendah. Pasien leukemia dengan jumlah leukosit yang sangat tinggi dapat mengalami obstruksi pembuluh darah kecil oleh sel leukemia, dimana hal ini dapat menyebabkan stroke dan gangguan respirasi (Bain, 2014). Menurut Kiswari (2014), pada leukemia akut memiliki gejala umum demam dan lesu. Pada jumlah leukosit sekitar 25% penderita mempunyai leukosit di atas 5000/mm3 , 25% yang lain hitung leukositnya rendah (<5000/mm3), dan 15% menunjukkan hitung leukosit normal (5000-10.000/mm3). Berdasarkan gambaran leukemia akut tersebut, maka terjadinya jumlah leukosit yang rendah, normal, atau tinggi merupakan suatu hal yang mungkin terjadi pada penderita leukemia.

       Untuk jumlah trombosit, satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, tiga artikel memberikan gambaran yang normal dan rendah, serta satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, normal, dan rendah. Hal ini sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa jumlah trombosit pada penderita leukemia dapat meningkat, normal, atau menurun (Hoffbrand, 2013). Menurut Rofinda (2012), berkurangnya jumlah trombosit pada penderita leukemia biasanya merupakan akibat dari infiltrasi sumsum tulang. Proses infiltrasi di sumsum tulang mengakibatkan sumsum tulang dipenuhi oleh sel leukemik sehingga terjadi penurunan jumlah megakariosit yang berakibat menurunnya produksi trombosit. Kemoterapi pada leukemia juga dapat menyebabkan kerusakan langsung sumsum tulang sehingga akan menyebabkan berkurangnya produksi trombosit. Pada salah satu jenis leukemia (leukemia akut) yang sedang dalam pengobatan, sering memerlukan transfusi trombosit berulang kali. Keadaan ini dapat menimbulkan risiko terjadinya aloimunisasi sehingga terbentuk aloantibodi/autoantibodi yang pada akhirnya dapat menyebabkan penghancuran trombosit yang dapat menyebabkan jumlah trombosit rendah atau trombositopenia. Akibat trombositopenia pada penderita leukemia, komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan. Manifestasi perdarahan akibat trombositopenia dapat berupa ptekie atau purpura, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hingga perdarahan otak (Rofinda, 2012). Selain itu, perdarahan merupakan penyebab kematian utama pada pasien leukemia. Pasien leukemia dengan perdarahan akan lebih mudah untuk terinfeksi, oleh sebab itu perawatan mulut yang seksama merupakan tindakan esensisal, karena sering terjadi perdarahan gusi yang menyebabkan mukositis. Pasien dianjurkan menghindari aktivitas yang menyebabkan cedera atau perdarahan. Pada pasien leukemia yang mengalami episode perdarahan dapat dicegah atau dikendalikan dengan pemberian konsentrat trombosit atau plasma kaya trombosit (Hasyimzoem, 2014).

 

 


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

 

 

 

A.      Kesimpulan

       Dari hasil penelitian studi pustaka terhadap lima artikel yang terkait dengan gambaran profil hematologi pada penderita leukemia yang meliputi jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1.        Didapatkan jumlah eritrosit yang rendah.

2.        Pada jumlah leukosit, tiga artikel memberikan gambaran yang tinggi, satu artikel memberikan gambaran yang tinggi dan normal, serta satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, normal, dan rendah.

3.        Pada jumlah trombosit, satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, tiga artikel memberikan gambaran yang normal dan rendah, serta satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, normal, dan rendah.

4.        Diketahui pada penderita leukemia menunjukkan jumlah eritrosit yang rendah serta menunjukkan jumlah leukosit dan jumlah trombosit yang bervariasi.

B.       Saran

      Pada penelitian lebih lanjut, disarankan untuk melakukan penelitian terkait dengan penyakit leukemia selain jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit yaitu pemeriksaan sediaan apusan darah. Mengingat bahwa pemeriksaan jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit belum bisa mendiagnosa secara pasti pada penyakit leukemia. Dengan pemeriksaan apusan darah dapat diketahui adanya sel-sel blast yang biasa ditemukan pada penderita leukemia.

 

 

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

                                                                                              

Atlas Hematologi Krzysztof Lewandowsky, MD, Andrzej Helman, MD, Professor of Haematology Medical University of Gdansk, Poland.

 

Bain, Barbara Jane, 2014, Hematologi Kurikulum Inti, diterjemahkan oleh Iriani Anggraini, Jakarta, EGC, 318 halaman.

 

Bakta, I Made, 2014. Hematologi Klinik Ringkas, Jakarta: EGC, 292 halaman.

 

Chandrasoma, Parakrama; Taylor, Clive R, (Maharani, Dewi Asih), 2005, Ringkasan Patologi Anatomi, Jakarta, EGC.

 

GLOBOCAN, 2018.The Global Cancer Observatory. Tersedia: https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-fact-sheets.pdf[20 September 2019].

 

Handayani, Wiwik; Haribowo, Andi Sulistyo, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Hematologi, Karta: Salemba Medika, 158 halaman.

 

Hasyimzoem, 2014, Leukemia Limfoblastik Akut pada Dewasa dengan Multiple Limfadenopati, Lampung, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, AvailableaT:http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/161/159[Accesed May 04, 2020].

Hoffbrand, A.V; Moss, P.A.H., 2013, Kapita Selekta Hematologi, diterjemahkan oleh Pendit, Brahm U; Setiawan, Liana; Iriani, Anggraini, EGC, Jakarta, 419 halaman.

 

Kementerian Kesehatan RI, 2015, Situasi Penyakit Kanker, Jakarta, Pusat Data dan Informasi.

Kementerian Kesehatan RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Kiswari, Rukman, (Carolina, Sally; Astikawati, Rina), 2014, Hematologi dan Transfusi, Jakarta: Erlangga.

 

Maharani, Sabrina, 2009.Mengenal 13 Jenis Kanker dan Pengobatannya, Jogjakarta: Katahati.

 

Muslim Azhari, 2005, Buku Penuntun Praktikum Hematologi. Bandar Lampung: Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang.

 

Ngastiyah, (Ester, Monica), 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC, 397 halaman.

Nugraha, Gilang; Badrawi, Imaduddin, 2017.Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium Klinik, Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.

 

Permono, H Bambang; et all, 2012, Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, badan Penerbit IDAI.

 

Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M, 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Vol. 1, Edisi 6, diterjemahkan oleh Pendit, Brahm U; et all, EGC, Jakarta, 734 halaman.

Putri, Kezia Waroka, 2018, Studi Epidemiologi Profil Klinis dan Laboratorium Pasien Leukemia Limfoblastik Akut Anak di RSUP DR. Soetomo, Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Available at: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/77955 [Accesed May 04, 2020].

Rahadiyanto, Kemas Ya’kub, et all, 2014, Pola Gambaran Darah Tepi pada Penderita Leukemia di Laboratorium Klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Available at: https://www.neliti.com/publications/181805/pola-gambaran-darah-tepi-pada-penderita-leukimia-di-laboratorium-klinik-rsup-dr [Accessed April 06, 2020].

Rendra Muthia, et all, 2012. Gambaran Laboratorium Leukemia Kronik di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang, Padang, Jurnal KesehatanAndalas,Availableat: jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/153 [Accesed April 10, 2020].

Rianti, Rodiah Asih, 2019. Gambaran Jumlah Eritrosit pada Penderita Leukemia di RSUD Jend A. Yani Kota Metro Tahun 2017-2018, Bandar Lampung: Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang.

Riset Kesehatan Dasar, 2018, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

 

Riswanto, 2013, Pemeriksaan Laboratorium Hematologi, Yogyakarta: Alfamedika.

Rouly, Naban; Amalia, Pustika, 2005.Anemia pada Penyakit Keganasan Anak, Jakarta: Divisi Hematologi-Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.

Rofinda, Zelly Dia, 2012, Kelainan Hemostatis pada Leukemia, Jurnal Kesehatan Andalas, Available at: [Accesed April 27, 2020].

 

Sastrosudarmo, Wh, 2012. Kanker the Silent Killer Edisi 1, Garda Medika.

 

Sherwood, Lauralee, 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.

Syahrini, 2018. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia. Available at:https://dokumen.tips/documents/diagnosis-dan-tatalaksana-anemia.html [Accesed December 13, 2019].

 

Tuntun, Maria; Isnaini, Sri Ari, 2016.Kejadian Anemia pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, Bandar Lampung, Jurnal Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang. Available at: http://www.ejurnal.poltekkestjk.ac.id/index.php/JANALISKES/article/view/456. [Accesed September 26, 2019].

 

WHO, 2017.Cancer Prevention and Control.

Tersedia: https://www.who.int/nmh/a581/en/. [20 September 2019].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 1

 

 

PROSEDUR PEMERIKSAAN JUMLAH ERITROSIT

 

 

A.      Metode Hayem

Tujuan             : Mengetahui jumlah eritrosit dalam darah

Prinsip             : Pengenceran darah dengan larutan Hayem menyebabkan lisisnya 

                          sel leukosit dan trombosit, sehingga penghitungan jumlah sel

                          eritrosit lebih mudah. Darah diencerkan sebanyak 200x dan sel

                          eritrosit dihitung pada 5 bidang sedang di tengah pada kamar

                          hitung Improved Neubauer.

Alat                 : 1. Hemositometer lengkap (Pipet eritrosit, kamar hitung Improved  

                              Neubauer, deck glass)

2. Mikroskop

Bahan              : 1. Reagen hayem

                                      2. Antikoagulan EDTA

                                      3. Darah kapiler atau darah vena

Cara Kerja       :

1.        Mengisi Pipet Eritrosit

a.         Diisap darah sampai tanda 0.5, kemudian bersihkan bagian luar pipet.

b.        Dengan pipet yang sama isaplah larutam hayem sampai tanda 101. Hati-hati jangan sampai terjadi gelembung udara.

c.         Dilepaskan karet penghisap, lalu tutup kedua ujung pipet dengan ujung jari.

d.        Dihomogenkan selama 15-30 detik (± 80x). Jika tidak segera dihitung letakkan dalam posisi horizontal.

2.        Mengisi Kamar Hitung

a.         Dibersihkan kamar hitung dan deck glass.

b.        Dilekkan kamar hitung dalam keadaan horizontal, lalu basahi   kedua tanggulnya dengan air. Letakkan deck glass di atasnya sampai menempel.

c.         Dikocok pipet, dijaga jangan sampai ada cairan yang tumpah.

d.        Dibuang 3 – 4 tetes pertama, lalu tetes berikutnya dimasukkan dalam kamar hitung dengan cara menyentuhkan ujung pipet dengan sudut 300 pada permukaan kamar hitung. Maka dengan sendirinya kamar hitung akan terisi cairan itu.

e.         Dibiarkan kamar hitung selama 2-3 menit.

3.        Menghitung Jumlah Eritrosit

a.         Diltetakkan kamar hitung pada meja mikroskop.

b.        Diamati penyebaran selnya dengan perbesaran 10x, lalu diganti dengan lensa objektif 40x, amati penyebaran sel yang merata. Lalu hitung jumlah eritrosit pada 5 bidang sedang di tengah.

 

B.       Metode Formal Sitrat

Tujuan             : Mengetahui jumlah eritrosit dalam darah

Prinsip             : Pengenceran darah dengan larutan Formal Sitrat menyebabkan             

                          lisisnya  sel leukosit dan trombosit, sehingga penghitungan

                          jumlah sel eritrosit lebih mudah. Darah diencerkan sebanyak 200x  

                          dan sel eritrosit dihitung pada 5 bidang sedang di tengah pada  

                          kamar hitung Improved Neubauer.

Alat                 : 1. Kamar hitung Improved Neubauer

2. Deck glass

3. Pipet sahli 20µl

4. Pipet Volumetrik 4 ml

5. Tabung Reaksi

6. Mikroskop

Bahan              : 1. Reagen Formal Sitrat

                                      2. Antikoagulan EDTA

                                      3. Darah kapiler atau darah vena

Cara Kerja       :

1.        Dipet 4 ml larutan formal sitrat, kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi.

2.        Dipipet 20µl darah, campurkan dengan larutan formal sitrat tadi, dan homogenkan.

3.        Diambil satu tetes campuran larutan formal sitrat dengan darah tadi lalu masukka ke dalam kamar hitung.

4.        Dibiarkan kamr hitung selama 2 menit.

5.        Diltetakkan kamar hitung pada meja mikroskop.

6.        Diamati penyebaran selnya dengan perbesaran 10x, lalu diganti dengan lensa objektif 40x, amati penyebaran sel yang merata. Lalu hitung jumlah eritrosit pada 5 bidang sedang di tengah.

Perhitungan: Jumlah sel eritrosit/µl darah= N x 10.000

 

 


Keterangan:

N = Jumlah sel eritrosit yang diamati di mikroskop

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 2

 

PROSEDUR PEMERIKSAAN JUMLAH LEUKOSIT

 

Tujuan             : Mengetahui sel leukosit dalam darah

Prinsip             : Pengenceran darah dengan larutan Turk akan menyebabkan

                          lisisnya sel eritrosit dan trombosit, sehingga memudahkan

                          penghitungan jumlah sel leukosit. Darah diencerkan 20x, leukosit

                          dihitung pada 4 bidang besar di tepi pada kamar hitung Improved  

                          Neubauer

Alat                             : 1. Hemositometer lengkap (Pipet leukosit, kamar hitung Improved  

                              Neubauer, deck glass)

                                      2. Mikroskop

Bahan              : 1. Larutan Turk

                          2. Antikoagulan EDTA

                          3. Darah kapiler atau darah vena

Cara Kerja       :

A.      Mengisi Pipet Leukosit

1.        Diisap darah sampai tanda 0.5, kemudian bersihkan bagian luar pipet.

2.        Dengan pipet leukosit isaplah larutan turk sampai tanda 11. Hati-hati jangan sampaiterjadi gelembung udara.

3.        Dilepaskan karet penghisap, lalu tutup kedua ujung pipet dengan ujung jari.

4.        Dihomogenkan selama 15-30 detik (± 80x). Jika tidak segera dihitung letakkan dalam posisi horizontal.

B.       Mengisi Kamar Hitung

a.         Dibersihkan kamar hitung dan deck glass.

b.        Dilekkan kamar hitung dalam keadaan horizontal, lalu basahi   kedua tanggulnya dengan air. Letakkan deck glass di atasnya sampai menempel.

c.         Dikocok pipet, dijaga jangan sampai ada cairan yang tumpah.

d.        Dibuang 3 – 4 tetes pertama, lalu tetes berikutnya dimasukkan dalam kamar hitungdengan cara menyentuhkan ujung pipet dengan sudut 300 pada permukaan kamar hitung. Maka dengan sendirinya kamar hitung akan terisi cairan itu.

e.         Dibiarkan kamar hitung selama 2-3 menit.

C.       Menghitung Jumlah Leukosit

a.         Diltetakkan kamar hitung pada meja mikroskop.

b.        Diamati penyebaran selnya dengan perbesaran 10x, lalu diganti dengan lensa objektif 40x, amati penyebaran sel yang merata. Lalu hitung jumlah leukosit pada 4 bidang besar di tepi.

Perhitungan: Jumlah sel leukosit/µl darah = N x 10.000

 

 


Keterangan:

N = Jumlah sel eritrosit yang diamati di mikroskop

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 3

 

 

PROSEDUR PEMERIKSAAN JUMLAH TROMBOSIT

 

 

A.      Metode Langsung

1.        Rees Ecker

Tujuan          : Mengetahui jumlah trombosit dalam darah

Prinsip          : Darah diencerkan 200x dengan larutan rees ecker yang 

                       mengandung BCB yang memberi warna biru muda pada trombosit.

                       Trombosit dihitung pada satu bidang besar di tengah dalam kamar

                       hitung Improved Neubauer

Alat              : 1. Pipet eritrosit

2.   Kamar hitung Improved Neubauer

3.   Deck glass

4.   Mikroskop

Bahan           : 1. Antikoagulan EDTA

                       2. Darah kapiler atau darah vena

                       3. Larutan rees ecker

Cara Kerja    :

a.         Diisap larutan rees ecker dengan pipet eritrosit sampai garis tanda satu, kemudian keluarkan reagensia itu.

b.        Diisap darah sampai tanda 0.5 dan isap juga larutan rees ecker sampai tanda 101. Homogenkan selama 3 menit.

c.         Dibersihkan kamar hitung dan deck glass

d.        Dilekkan kamar hitung dalam keadaan horizontal, lalu basahi   kedua tanggulnya dengan air. Letakkan deck glass di atasnya sampai menempel.

e.         Dikocok pipet, dijaga jangan sampai ada cairan yang tumpah.

f.         Dibuang 3 – 4 tetes pertama, lalu tetes berikutnya dimasukkan dalam kamar hitungdengan cara menyentuhkan ujung pipet dengan sudut 300 pada permukaan kamar hitung. Maka dengan sendirinya kamar hitung akan terisi cairan itu.

g.        Dibiarkan kamar hitung selama 10 menit agar trombosit agar trombosit mengendap.

h.        Dihitung sel trombosit dalam satu bidang besar di tengah pada kamar hitung Improved Neubauer dengan lensa objektif 40x.

 

2.   Amonium Oksalat

Tujuan          : Mengetahui jumlah trombosit dalam darah

Prinsip          : Pengenceran darah 200x dengan larutan ammonium okasalat 1 %

                       menyebabkan lisisnya sel eritrosit dan leukosit, sehingga

                       memudahkan hitung sel trombosit. Trombosit dihitung pada bidang

                       besar di tengah pada kamar hitung Improved Neubauer

Alat                 : 1. Pipet sahli 20µl

                       2. Tabung reaksi

                       3. Pipet volumetrik

                       4. Kamar hitung Improved Neubauer

                       5. Pipet tetes

Bahan           : 1. Antikoagulan EDTA

                       2. Darah kapiler atau darah vena

Cara Kerja    :

1.        Dipipet 4 ml larutan ammonium oksalat 1% ke dalam tabung reaksi.

2.        Dipet darah sebanyak 20 µl, kemudian dicampur dengan larutan ammonium oksalat tadi. Homogenkan selama 10-15 menit.

3.        Diambil satu tetes dari campuran tersebut dan masukkan ke dalam kamar hitung. Dibiarkan agar trombosit mengendap selama 10 menit.

4.        Dihitung jumlah trombosit dengan lensa objektif 40x, pada bidang besar di tengah pada kamar hitung Improved Neubauer.

Jumlah sel trombosit/µl= N x 2000

 

 


Keterangan:

N = Jumlah sel eritrosit yang diamati di mikroskop

 

 

B.       Metode Tidak Langsung (Fonio)

Tujuan          : Mengetahui jumlah sel trombosit dalam darah

Prinsip          : Pengecatan giemsa/wright pada sediaan apus trombosit yang diberi

                       MgSO4 menyebabkan trombosit berwarna ungu muda, sehingga

                       mudah untuk menghitungnya. Trombosit dihitung dalam 1000 sel

                       eritrosit.

Alat              : 1.  Lacet

                       2. Objek glass

                       3. Pipet tetes

                       4. Mikroskop

Bahan           : 1. Larutan MgSO4

                        2. Antikoagulan EDTA

                       3. Darah kapiler atau drah vena

Cara Kerja    :

1.        Dibersihkan ujung jari dengan kapas alkohol 70% dan biarkan kering

2.        Ditaruh di atas ujung jari setetes MgSO4 lalu tusuk ujung jari tersebut dengan lancet.

3.        Setelah jumlah darah yang dikeluarkan menjadi ¼ dari jumlah MgSO4, maka campurlah.

4.        Dibuat sediaan hapus dan warna dengan giemsa atau wright.

Dihitung jumlah trombosit per 1000 eritrosit (Muslim Azhari, 2005).

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 4

 

Artikel 1

Abstrak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel 1

Hasil dan Pembahasan           

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel 2

Abstrak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                                                                   

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel 2

Hasil dan Pebahasan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel 3

Abstrak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel 3

Hasil dan pembahasan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                              

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                            

Artikel 4

Abstrak

 

 

Artikel 4

Hasil dan Pembahasan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel 5

Abstrak

 

 

 

 

Artikel 5

Hasil

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Artikel 5

Pembahasan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambaran Profil Hematologi Pada Penderita Leukemia

 

Ary Widyastuti, Sri Wantini, Eva Lestari

Program Studi Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma Tiga

Politeknik Kesehatan Tanjung Karang

 

Leukemia atau kanker darah adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang. WHO melaporkan bahwa kanker adalah salah satu penyebab kematian paling umum dengan hampir 7 juta kematian setiap tahun di seluruh dunia. Data GLOBOCAN 2018 menunjukkan kematian akibat leukemia di Indonesia merenggut 11.314 jiwa. Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis leukemia. Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan anemia, kelainan jumlah hitung leukosit, dan trombositopenia Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil hematologi pada penderita leukemia yang meliputi jumlah eritrosit, leukosit, dan trombosit. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Analisis data yang digunakan yaitu metode analisis isi (Content Analysis). Berdasarkan lima artikel yang ditelaah didapatkan jumlah eritrosit yang rendah. Pada jumlah leukosit, tiga artikel memberikan gambaran yang tinggi, satu artikel memberikan gambaran yang tinggi dan normal, serta satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, normal, dan rendah. Pada jumlah trombosit, satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, tiga artikel memberikan gambaran yang normal dan rendah, serta satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, normal, dan rendah. Dari hasil di atas, dapat diketahui bahwa pada penderita leukemia dapat menunjukkan jumlah eritrosit yang rendah kemudian jumlah leukosit dan jumlah trombosit yang bervariasi.

 

Kata kunci       : Profil Hematologi, Leukemia

 

Overview of Hematological Profiles in Leukemia Patients

 

Abstract

Leukemia or blood cancer is a type of cancer that attacks white blood cells produced by bone marrow. WHO reports that cancer is one of the most common causes of death with nearly 7 million deaths every year worldwide. GLOBOCAN 2018 data shows deaths from leukemia in Indonesia claimed 11,314 lives. Clinical symptoms and complete blood tests can be used to establish a diagnosis of leukemia. In a complete blood examination found anemia, abnormalities in the number of leukocytes, and thrombocytopenia This study aims to determine the hematological profile in patients with leukemia which includes the number of erythrocytes, leukocytes, and platelets. This research is descriptive with cross sectional research design. Analysis of the data used is the content analysis method (Content Analysis). Based on the five articles reviewed, we found a low number of erythrocytes. In the number of leukocytes, three articles give a high picture, one article gives a high and normal picture, and one article gives a high, normal, and low picture. On platelet counts, one article gives a high picture, three articles give a normal and low picture, and one article gives a high, normal, and low picture. From the above results, it can be seen that in leukemia patients can show a low number of erythrocytes then the number of leukocytes and the number of platelets varies.

 

Keywords: Hematology Profile, Leukemia


 

 

Pendahuluan

        Kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia setelah penyakit kardiovaskular. Menurut data World Health Organization (WHO), kanker adalah salah satu penyebab kematian paling umum dengan hampir 7 juta kematian setiap tahun di seluruh dunia. Saat ini 24,6 juta orang hidup dengan kanker dan pada tahun 2020 diproyeksikan akan ada 16 juta kasus kanker baru dan 10 juta kematian akibat kanker setiap tahun (WHO, 2017). Hal ini menunjukkan bahwa penyakit kanker masih sering terjadi di dunia dengan angka kejadian yang tinggi bahkan dapat menjadi ancaman bagi kehidupan yang akan datang.

       Prevalensi penderita kanker pada penduduk semua umur di Indonesia sebesar 1,79‰. Prevalensi kanker tertinggi berada di Provinsi DI Yogyakarta, yaitu sebesar 4,86‰, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional di Indonesia. Sedangkan prevalensi penderita kanker di Provinsi Lampung sebesar 1,40‰. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa prevalensi penderita kanker terus mengalami peningkatan dimana pada tahun 2013, prevalensi kanker di Indonesia adalah 1,40‰  dan di Provinsi Lampung sebesar 0,7‰. Dalam hal ini yang termasuk dalam penyakit kaker diantaranya: kanker paru, kanker payudara, kanker hati, kanker serviks, dan kanker darah (leukemia) (Kemenkes RI, 2015).

       Leukemia atau disebut juga kanker darah adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga tipe sel darah, diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oksigen ke dalam tubuh), dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah) (Sostrosudarmo, 2012).

       Data GLOBOCAN 2018 dari World Health Organization (WHO) menunjukkan kematian akibat leukemia di Indonesia merenggut 11.314 jiwa.

Angka kematian akibat kanker darah ini merupakan nomor lima terbanyak setelah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker serviks (leher rahim), dan kanker hati. Berdasarkan jumlah kasus, ada 13.498 kasus kanker darah di Indonesia pada tahun 2018 (GLOBOCAN, 2018).

       Pada leukemia (kanker darah), tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya, sumsum tulang memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih mereproduksi ulang saat tubuh memerlukannya dan tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel darah diharapkan bereproduksi kembali. Pada kasus leukemia, sel darah putih tidak merespon tanda/signal kapankah sel darah diharapkan bereproduksi kembali secara teratur. Jumlah sel darah putih yang abnormal tersebut apabila berlebihan, dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya. Seseorang dengan kondisi seperti ini (leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala, seperti: mudah terkena infeksi, anemia, dan perdarahan (Sastrosudarmo, 2012). Dengan kejadian ini maka dapat berpengaruh pada jumlah leukosit, jumlah eritrosit, dan jumlah trombosit.

       Untuk mendiagnosis penyakit leukemia, klinisi akan melakukan pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan hati dan limpa, kemuadian melakukan pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan darah (Maharani, 2009). Penyakit leukemia dapat didiagnosa dengan pemeriksaan hematologi yang meliputi pemeriksaan darah lengkap (complete blood count/CBC) dan pemeriksaan sediaan apusan darah. Selain itu, dapat juga dipastikan dengan pemeriksaan lain seperti aspirasi sumsum tulang dan biopsi (Sastrosudarmo, 2012). Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan anemia, kelainan jumlah hitung leukosit, dan trombositopenia. Pada pemeriksaan preparat apusan darah tepi didapatkan sel-sel blas (Permono dkk, 2012).

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rianti (2019) tentang Gambaran Jumlah Eritrosit pada Penderita Leukemia di RSUD Jend A. Yani Kota Metro Tahun 2017-2018 didapatkan penderita leukemia dengan jumlah eritrosit tinggi sebanyak 1 penderita (1,8%), jumlah eritrosit normal sebanyak 9 penderita (16,1 %), dan jumlah eritrosit rendah sebanyak 46 penderita (82,1 %).

       Berdasarkan penelitan yang dilakukan oleh Siregar (2016) tentang Kejadian Anemia pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung menunjukkan bahwa pada penderita leukemia limfoblastik akut (LLA) dengan jumlah leukosit normal 1 orang (2,9%), leukositosis 33 orang (97,1%), dan tidak ada yang mengalami leukopenia. Untuk data jumlah trombosit, didapatkan jumlah trombosit normal sebanyak 3 orang (8,8%), trombositopenia sebanyak 31 orang (91,2%), dan tidak ada yang mengalami trombositosis.

       Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis melakukan penelitian kepustakaan (library research) dengan judul “Gambaran Profil Hematologi pada Penderita Leukemia”.

 

Metode

       Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang menggambarkan profil hematologi pada penderita leukemia yang meliputi jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi dan data dari berbagai macam material yang ada di perpustakan seperti dokumen dan buku serta penelusuran pustaka seperti artikel dan jurnal ilmiah yang memiliki keterkaitan dengan profil hematologi pada penderita leukemia yang meliputi jumlah eritrosit, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit. Variabel penelitian ini adalah profil hematologi pada penderita leukemia.

Prosedur penelitian yang digunakan yaitu dengan memilih topik penelitian, mengeksplorasi informasi, menentukan fokus penelitian, mengumpulkan sumber data, mempersiapkan penyajian data, dan menyusun laporan.

Sumber data yang digunakan yaitu buku,            dokumen, dan kepustakaan yang lain seperti artikel dan jurnal ilmiah. Artikel dan jurnal ilmiah ini merupakan artikel dan jurnal ilmiah yang dipublikasikan baik secara nasional maupun internasional dalam 10 tahun terakhir, yaitu antara tahun 2010-2020 yang memuat sumber data mengenai profil hematologi pada penderita leukemia.

Teknik dan instrumen pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa buku, artikel, dan jurnal ilmiah. Artikel dan jurnal ilmiah didapatkan melalui penelusuran internet dari database Google Scholar yang memiliki keterkaitan dengan profil hematologi pada penderita leukemia.

Instrumen penelitian ini adalah artikel/jurnal ilmiah dan format catatan penelitian. Artikel/Jurnal ilmiah yang digunakan adalah artikel/jurnal ilmiah yang dipublikasikan secara nasional atau internasional dalam sepuluh tahun terakhir yaitu antara tahun 2010-2020. Format catatan penelitian yang digunakan yaitu dalam bentuk tabel yang memuat no, nama penulis, judul, tahun, tujuan, dan hasil artikel/jurnal ilmiah.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa metode analisis isi (Content Analysis). Dalam analisis data dilakukan proses memilih, membandingkan, menggabungkan, dan memilah berbagai pengertian hingga ditemukan yang relevan.

 

Hasil

       Karya tulis ilmiah studi pustaka ini menggunakan artikel/jurnal ilmiah yang dipulikasikan secara nasional maupun internasional dalam 10 tahun terakhir, yaitu antara tahun 2010-2020 dengan bantuan penelusuran google scholar. Pada hasil penelitian ini didapatkan lima jurnal yang sesuai dengan tujuan penelitian penulis. Metode/jenis penelitian yang digunakan pada artikel pertama yaitu deskriptif retrospektif, artikel kedua yaitu studi kasus, artikel ketiga yaitu deskriptif dengan rancangan potong lintang, artikel keempat yaitu deskriptif, dan artikel kelima yaitu evaluasi deskriptif secara retrospektif.

Berdasarkan lima artikel yang ditelaah didapatkan jumlah eritrosit yang rendah. Pada jumlah leukosit, tiga artikel memberikan gambaran yang tinggi, satu artikel memberikan gambaran yang tinggi dan normal, serta satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, normal, dan rendah. Pada jumlah trombosit, satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, tiga artikel memberikan gambaran yang normal dan rendah, serta satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, normal, dan rendah

 

Pembahasan

       Berdasarkan hasil penelitian terhadap kelima artikel yang telah ditelaah, didapatkan perbedaan hasil penelitian terhadap profil hematologi pada penderita leukemia. Perbedaan hasil penelitian terhadap profil hematologi pada penderita leukemia ini dapat saja terjadi karena adanya riwayat penyakit lain selain penyakit leukemia yang dapat berpengaruh pada profil hematologi pada setiap pasien leukemia. Selain itu, keterbatasan jumlah sampel dimungkinkan dapat mempengaruhi perbedaan hasil pada setiap artikel/jurnal ilmiah yang diteliti.

        Pada kelima artikel yang ditelaah, didapatkan jumlah eritrosit yang rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa pada pasien leukemia biasanya mengalami penurunan satu atau lebih unsur hematopoetik normal karena sumsum tulang diserang oleh sel-sel leukemik (Chandrasoma, 2005). Salah satu sel hematopoetik yang diserang oleh sel leukemik adalah eritropoesis yang mengakibatkan penurunan jumlah eritrosit. Penurunan jumlah eritrosit dapat dijumpai pada penderita leukemia. Pada keadaan normal, jumlah eritrosit dalam darah berkisar 4,50-6,50 (x106 µl) pada lakilaki dan 3,80-4,80 (x106 µl) pada perempuan. Penurunan jumlah eritrosit dapat menyebabkan anemia, yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan penurunan kadar hemoglobin yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen (Riswanto, 2013). Secara umum, adanya anemia pada pasien kanker akan meningkatkan mortalitas sebanyak 65% (Rouly, 2005). Pada salah satu penderita leukemia yaitu penderita LLA (leukemia limfoblastik akut) dapat dilakukan terapi suportif dimana terapi ini berfungsi untuk mengatasi akibat yang ditimbulkan oleh leukemia, salah satu diantaranya adalah anemia (Hasyimzoem, 2014).

       Untuk jumlah leukosit, tiga artikel memberikan gambaran yang tinggi, satu artikel memberikan gambaran yang tinggi dan normal, serta satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, normal, dan rendah. Pada leukemia, jumlah leukosit meningkat sebagai akibat banyaknya jumlah sel blast di darah tepi. Tetapi pada beberapa pasien, sedikit atau tidak adanya sel blast yang beredar di sirkulasi menyebabkan leukosit rendah. Pasien leukemia dengan jumlah leukosit yang sangat tinggi dapat mengalami obstruksi pembuluh darah kecil oleh sel leukemia, dimana hal ini dapat menyebabkan stroke dan gangguan respirasi (Bain, 2014). Menurut Kiswari (2014), pada leukemia akut memiliki gejala umum demam dan lesu. Pada jumlah leukosit sekitar 25% penderita mempunyai leukosit di atas 5000/mm3 , 25% yang lain hitung leukositnya rendah (<5000/mm3), dan 15% menunjukkan hitung leukosit normal (5000-10.000/mm3). Berdasarkan gambaran leukemia akut tersebut, maka terjadinya jumlah leukosit yang rendah, normal, atau tinggi merupakan suatu hal yang mungkin terjadi pada penderita leukemia.

       Untuk jumlah trombosit, lima artikel memberikan gambaran satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, tiga artikel memberikan gambaran yang normal dan rendah, serta satu artikel memberikan gambaran yang tinggi, normal, dan rendah. Hal ini sejalan dengan teori yang mengatakan bahwa jumlah trombosit pada penderita leukemia dapat meningkat, normal, atau menurun (Hoffbrand, 2013). Menurut Rofinda (2012), berkurangnya jumlah trombosit pada penderita leukemia biasanya merupakan akibat dari infiltrasi sumsum tulang. Proses infiltrasi di sumsum tulang mengakibatkan sumsum tulang dipenuhi oleh sel leukemik sehingga terjadi penurunan jumlah megakariosit yang berakibat menurunnya produksi trombosit. Kemoterapi pada leukemia juga dapat menyebabkan kerusakan langsung sumsum tulang sehingga akan menyebabkan berkurangnya produksi trombosit. Pada salah satu jenis leukemia (leukemia akut) yang sedang dalam pengobatan, sering memerlukan transfusi trombosit berulang kali. Keadaan ini dapat menimbulkan risiko terjadinya aloimunisasi sehingga terbentuk aloantibodi/autoantibodi yang pada akhirnya dapat menyebabkan penghancuran trombosit yang dapat menyebabkan jumlah trombosit rendah atau trombositopenia. Akibat trombositopenia pada penderita leukemia, komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan. Manifestasi perdarahan akibat trombositopenia dapat berupa ptekie atau purpura, epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan saluran cerna, hingga perdarahan otak (Rofinda, 2012). Selain itu, perdarahan merupakan penyebab kematian utama pada pasien leukemia. Pasien leukemia dengan perdarahan akan lebih mudah untuk terinfeksi, oleh sebab itu perawatan mulut yang seksama merupakan tindakan esensisal, karena sering terjadi perdarahan gusi yang menyebabkan mukositis.  Pasien dianjurkan menghindari aktivitas yang menyebabkan cedera atau perdarahan. Pada pasien leukemia yang mengalami episode perdarahan dapat dicegah atau dikendalikan dengan pemberian konsentrat trombosit atau plasma kaya trombosit (Hasyimzoem, 2014).

Daftar Pustaka

Atlas Hematologi Krzysztof Lewandowsky, MD, Andrzej Helman, MD, Professor of Haematology Medical University of Gdansk, Poland.

 

, Barbara Jane, 2014, Hematologi Kurikulum Inti, diterjemahkan oleh Iriani Anggraini, Jakarta, EGC, 318 halaman.

 

Bakta, I Made, 2014. Hematologi Klinik Ringkas, Jakarta: EGC, 292 halaman.

 

Chandrasoma, Parakrama; Taylor, Clive R, (Maharani, Dewi Asih), 2005, Ringkasan Patologi Anatomi, Jakarta, EGC.

 

GLOBOCAN, 2018.The Global Cancer Observatory.Tersedia: https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-fact-sheets.pdf[20 September 2019].

 

Handayani, Wiwik; Haribowo, Andi Sulistyo, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Hematologi, Karta: Salemba Medika, 158 halaman.

 

Hasyimzoem, 2014, Leukemia Limfoblastik Akut pada Dewasa dengan Multiple Limfadenopati, Lampung, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung,Availableat: http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/view/161/159[Accesed May 04, 2020].

 

 Hoffbrand, A.V; Moss, P.A.H., 2013, Kapita Selekta Hematologi, diterjemahkan oleh Pendit, Brahm U; Setiawan, Liana; Iriani, Anggraini, EGC, Jakarta, 419 halaman.R.Dermanto, 2009, Respirotologi, Jakarta: ECG.

 

Kementerian Kesehatan RI, 2015, Situasi Penyakit Kanker, Jakarta, Pusat Data dan Informasi.) (Accessed Januari 18,2019)

 

Kementerian Kesehatan RI, 2011, Pedoman Interpretasi Data Klinik, Jakarta, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

 

Kiswari, Rukman, (Carolina, Sally; Astikawati, Rina), 2014, Hematologi dan Transfusi, Jakarta: Erlangga.

 

Maharani, Sabrina, 2009.Mengenal 13 Jenis Kanker dan Pengobatannya, Jogjakarta: Katahati.

 

 Muslim Azhari, 2005, Buku Penuntun Praktikum Hematologi. Bandar Lampung: Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang.

 

Ngastiyah, (Ester, Monica), 2005, Perawatan Anak Sakit, Jakarta: EGC, 397 halaman.

 

Nugraha, Gilang; Badrawi, Imaduddin, 2017.Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium Klinik, Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.Mahdiana, Ratna, 2010, Mengenal, Mencegah & Mengobati Penularan Penyakit dari Infeksi, Yogyakarta, Citra Pustaka.

 

Permono, H Bambang; et all, 2012, Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak, badan Penerbit IDAI.

 

Price, Sylvia A; Wilson, Lorraine M, 2006, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,  Vol. 1, Edisi 6, diterjemahkan oleh Pendit, Brahm U; et all, EGC, Jakarta, 734 halaman.

Putri, Kezia Waroka, 2018, Studi Epidemiologi Profil Klinis dan Laboratorium Pasien Leukemia Limfoblastik Akut Anak di RSUP DR. Soetomo, Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Available at: http://repository.unair.ac.id/id/eprint/77955 [Accesed May 04, 2020].

 

Rahadiyanto, Kemas Ya’kub, et all, 2014, Pola Gambaran Darah Tepi pada Penderita Leukemia di Laboratorium Klinik RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang, Palembang, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Availableat: https://www.neliti.com/publications/181805/pola-gambaran-darah-tepi-pada-penderita-leukimia-di-laboratorium-klinik-rsup-dr [Accessed April 06, 2020].

 

Rendra Muthia, et all, 2012. Gambaran Laboratorium Leukemia Kronik di Bagian Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang, Padang, Jurnal Kesehatan Andalas, Availableat: jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/153 [Accesed April 10, 2020]..

 

Rianti, Rodiah Asih, 2019. Gambaran Jumlah Eritrosit pada Penderita Leukemia di RSUD Jend A. Yani Kota Metro Tahun 2017-2018, Bandar Lampung: Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang.

 

Riset Kesehatan Dasar, 2018, Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

.

Riswanto, 2013, Pemeriksaan Laboratorium Hematologi, Yogyakarta: Alfamedika..

 

Rouly, Naban; Amalia, Pustika, 2005.Anemia pada Penyakit Keganasan Anak, Jakarta: DivisiHematologi-Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

 

Rofinda, Zelly Dia, 2012, Kelainan Hemostatis pada Leukemia, Jurnal Kesehatan Andalas, Available at: [Accesed April 27, 2020].

 

Sastrosudarmo, Wh, 2012. Kanker the Silent Killer Edisi 1, Garda Medika.

 

Sherwood, Lauralee, 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.

Syahrini, 2018. Diagnosis dan Tatalaksana Anemia.Available at:https://dokumen.tips/documents/diagnosis-dan-tatalaksana-anemia.html [Accesed December 13, 2019].

 

Tuntun, Maria; Isnaini, Sri Ari, 2016.Kejadian Anemia pada Penderita Leukemia Limfoblastik Akut di RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung, Bandar Lampung, Jurnal Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang. Available at: http://www.ejurnal.poltekkestjk.ac.id/index.php/JANALISKES/article/view/456. [Accesed September 26, 2019].

 

WHO, 2017.Cancer Prevention and Control

Tersedia:https://www.who.int/nmh/a581/en/. [20 September 2019].


 

Komentar

Postingan Populer