GAMBARAN AKTIVITAS ENZIM KOLINESTERASE PETANI PENGGUNA PESTISIDA GOLONGAN ORGANOFOSFAT DAN ATAU KARBAMAT (Studi Pustaka)

  

GAMBARAN AKTIVITAS ENZIM KOLINESTERASE

PETANI PENGGUNA PESTISIDA GOLONGAN

ORGANOFOSFAT DAN ATAU KARBAMAT

(Studi Pustaka)



BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

       Pestisida adalah zat kimia dan bahan yang dipergunakan  untuk memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian, memberantas rerumputan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tetapi tidak termasuk pupuk (Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 39 / Permentan / SR.330 / 7/2015).

       Pestisida secara umum adalah bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang merugikan manusia. Pestisida telah digunakan secara luas untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan dan pemberantasan vektor penyakit.Sebagian besar cara penggunaan pestisida oleh petani adalah dengan cara penyemprotan. Saat penyemprotan merupakan keadaan dimana petani sangat mungkin terpapar bahan kimia yang terdapat dalam pestisida ( Sari Meiriana, 2018).

Keracunan yang dapat dialami oleh pengguna pestisida dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu keracunan akut ringan, akut berat, dan kronis. Keracunan akut ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, badan terasa sakit, dan diare. Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernapas, keluar air liur, pupil mata mengecil, bahkan dapat menyebabkan pingsan, kejang-kejang dan kematian. Keracunan kronik sulit untuk dideteksi karena tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, keracunan kronis dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti iritasi mata, iritasi kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernapasan (Djojosumarto, 2008).

Pestisida golongan organofosfat dan karbamat adalah pestisida yang disering digunakan oleh petani. Pestisida yang masuk ke tubuh melalui saluran cerna, saluran napas, atau kulit serta dapat menyebabkan keracunan dan menghambat kerja enzim kolinesterase (Sartono, 2008). Jika enzim kolinesterase terhambat akan mengakibatkan meningkatnya jumlah asetilkolin dan berkaitan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Hal tersebut dapat menimbulkan gejala keracunan yang sangat berpengaruh pada setiap bagian tubuh dan dapat menyebabkan kematian (Harvey, 2013).

       Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis melakukan studi kepustakaan (library research) mengenai gambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat.

B.       Tujuan Penelitian

1.        Tujuan Umum

       Mengetahui gambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat.

2.        Tujuan Khusus

1)      Mengetahui gambaran kadar enzim kolinesterase pada petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat.

2)      Mengetahui gambaran tingkat keracunan pada petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat.

C.      RUANG LINGKUP

       Ruang lingkup penelitian ini adalah di bidang Kimia Klinik. Metode penulisan menggunakan metode kepustakaan yang berfokus kepada  aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat serta tingkat keracunan pada petani pengguna pestisdia golongan organofosfat dan atau karbamat.

D.      SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika dalam penulisan laporan studi literatur ini adalah:

1.        BAB I PENDAHULUAN

Bab ini membahas tentang gambaran umum penelitian yang terdiri atas latar belakang, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

2.        BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi penjabaran tentang tinjauan teoritis yang berkaitan dengan judul penelitian, hipotesis penelitian, dan variabel penelitian.

 

3.        BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat tentang mekanisme atau langkah-langkah dalam melakukan penelitian dengan metode studi literatur.

4.        BAB IV PEMBAHASAN

 Bab ini membahas tentang hasil dari data yang telah didapatkan dari berbagai sumber referensi.

5.        BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.      Tinjauan Teori

1.        Pengertian Pestisida

       Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida berasal dari caedo artinya pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama (Soemirat, 2015). Pestisida adalah bahan kimia, campuran bahan kimia, atau bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pestisida merupakan bahan kimia yang memiliki sifat racun sehingga pestisida dibuat, dijual, dan digunakan untuk meracuni Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Setiap bahan racun dapat membahayakan. Penggunaan pestisida yang kurang tepat dapat menimbulkan dampak negatif bagi pengguna pestisida dan bagi lingkungan. (Djojosumarto, 2008).

       Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 39 / Permentan / SR.330 / 7/2015 tentang Pendaftaran Pestisida yang dimaksud Pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:

a.       Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian;

b.      Memberantas rerumputan;

c.       Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan;

d.      Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman tidak termasuk pupuk;

e.       Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan dan ternak;

f.       Memberantas atau mencegah hama-hama air;

g.      Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan;  dan/atau

h.      Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.

 

2.        Pestisida Inhibitor Kolinesterase

       Pestisida inhibitor kolinesterase umumnya digunakan dalam bidang pertanian, untuk memberantas atau mengendalikan serangga bertubuh lunak yang terdiri dari golongan organofosfat dan golongan karbamat. Toksisitas insektisida dari kedua golongan pestisida tersebut sangat bervariasi. Antidot yang dapat digunakan terhadap keracunan golongan organofosfat mungkin merupakan  kontra indikasi atau tidak dapat digunakan terhadap keracunan golongan karbamat (Sartono, 2002).

a.        Golongan Organofosfat

       Golongan organofosfat banyak digunakan karena  sifatnya yang menguntungkan. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan juga racun pernapasan. Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Jumlah asetilkolin yang berlebihan mengakibatkan perangsangan terus-menerus sarah muskarinik dan nikotik. Gejala keracunan adalah bekerjanya otot yang tidak dapat dikendalikan  mengakibatkan pupil mata menyempit, penglihatan kabur, pengeluaran keringat meningkat, muntah, sulit bernapas, sulit bernapas, sakit kepala, otot-otot menjadi lemah, dan kram serta dapat terjadi komplikasi seperti edema paru dan pernapasan berhenti (Sartono,2002). Senyawa organofosfat memiliki masa kerja yang lama, dan membentuk kompleks yang sangat stabil dengan enzim serta di hidrolisis dalam waktu berhari-hari atau berminggu-minggu. Gejala keracunan umum terlihat setelah 3-6 jam terpapar (Soemirat, 2003). 

Keterangan:

Y : Alkil, alkoxil, amida

Z : Aril, alkil, aloxi

R : Aril, alkil

 

              R             O atau S               

                       P8

             Y                   Z

 

Sumber : Soemirat, 2003

 

Gambar 2.1 Struktur Kimia Organofosfat.

 

b.        Gologan Karbamat

       Pestisida gologan karbamat merupakan racun kontak, racun perut dan racun pernapasan. Bekerja sperti golongan organofosfat, yaitu menghambat aktivitas enzim kolinesterase. Jika terjadi keracunan yang disebabkan oleh pestisida golongan karbamat, gejalanya sama seperti pada keracunan golongan organofosfat, tetapi lebih mendadak dan tidak lama karena efeknya terhadap enzim kolinesterase tidak persisten. Meskipun gejala keracunan cepat hilang, tetapi karena munculnya mendadak dan menghambat dengan cepat maka dapat berakibat fatal jika tidak segera mendapat pertolongan yang disebabkan oleh depresi pernapasan. Keracunan pada manusia dapat terjadi melaui mulut, inhalasi, dan kulit. Akibat keracunan pestisida golongan karbamat, mula-mula penderita berkeringat, pusing, badan terasa lemah, dada sesak, kejang perut, muntah, dan gejala lain seperti keracunan golongan organofosfat (Sartono, 2002).

                                  H                       Keterangan : R = aril, alkil

 

R                O             C             N             CH3

 

                                   O

Sumber : Soemirat, 2003

Gambar 2.2 Struktur Kimia Karbamat

 

3.        Jalur Masuk Pestisida ke dalam Tubuh

       Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai jalan, antara lain (Djojosumarto, 2008) :

a.        Kontaminasi Lewat Kulit

       Pestisida yang menempel dipermukaan kulit bisa  meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan keracunan. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit.

 

 

b.        Terhisap Lewat Hidung

       Keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot yang terhisap lewat hidung merupakan kasus terbanyak kedua setelah kontaminasi kulit. Partikel pestisida yang masuk kedalam paru-paru menimbulkan ganguan fungsi paru-paru. Partikel pestisida yang menempel di selaput lendir hidung dan kerongkongan akut masuk ke dalam tubuh lewat kulit hidung dan mulut bagian dalam dan atau menimbulkan gangguan pada selaput lendir itu sendiri (iritasi).

c.         Keracunan Lewat Pencernaan Makanan

       Keracunan pestisida lewat pencernaan makanan tidak sering sering terjadi pada penggunaan pestisida secara normal dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit dan lewat saluran pernapasan. Keracunan Lewat mulut terjadi karena beberapa hal berikut :

1)   Kasus bunuh diri.

2)   Makan, minum atau merokok ketika bekerja dengan pestisida.

3)   Menyeka keringat di wajah dengan lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

4)   Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

5)   Meniup Nozzle yang tersumbat dengan mulut.

6)   Makanan dan minuman yang terkontaminasi pestisida.

7)   Salah mengambil pestisida yang disimpan di kemasan bekas makanan atau pestisida tanpa label.

4.        Mekanisme Keracunan Pestisida dalam Tubuh

a.        Farmakokinetik

       Inhibitor kolinesterase diabsorbsi secara cepat dan efektif melaui oral, inhalasi, mata, dan kulit. Setelah diabsrobsi sebagian besar diekskresikan dalam urin, hampir seluruhnya dalam bentuk metabolit. Metabolit dan senyawa aslinya di dalam darah dan jaringan tubuh terikat pada protein. Enzim-enzim hidrolik dan aksidatif terlibat metabolisme senyawa organofosfat dan karbamat. Selang waktu antara absorbsi dengan ekskresi bervariasi.

 

b.        Farkamodinamik

       Asetilkolin (Ach) adalah penghantar saraf yang berada pada seluruh sistem saraf pusat (SSP), saraf otonom (simpatik dan parasimpatik, dan sistem saraf somatik). Setelah masuk dalam tubuh, golongan organofosfat dan karbamat akan mengikat enzim asetilkolinesterase (AchE), sehingga AchE menjadi inaktif dan terjadi akumulasi asetilkolin. Enzim asetilkolinesterase secara normal menghidrolisis asetilkolin secara normal menjadi asetat dan kolin. Saat enzim terhambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan berkaitan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat perifer. Hal ini menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh. Keadaan ini akan menimbulkan efek yang luas (Harvey, 2013).

5.        Gejala Keracunan  Pestisida

       Gejala-gejala keracunan pestisida bervariasi dari yang ringan seperti pusing atau sakit kepala, iritasi kulit, badan terasa sakit, dan diare. Sedangkan gejala keracunan berat seperti mual, muntah, menggigil, kejang perut, keluar air liur, sesak napas, pupil mata mengecil, denyut nadi meningkat hingga hilang kesadaran. (Djojosumarto, 2008)

a.       Gejala umum keracunan pestisida adalah sebagai berikut :

1)    Tanda dan Gejala padaMata

       Jika mata terkena pestisida, maka mata berwarna merah, terasa gatal, sakit dan keluar air mata. Pada keracunan oral, pupil mata juga menunjukkan tanda-tanda midriasis (pembesaran pupil mata berlebihan) atau miosis (pupil mata mengecil). Gejala keracunan organofosfat dan karbamat adalah mengalami miosis, meskipun dalam kasus keracunan ringan gejala tersebut tidak nampak nyata. Midriasis merupakan tanda keracunan hidrokarbon berklor.

2)      Keluar air liur dan keringat berlebihan

       Keluarnya air liur dan keringat berlebihan adalah reaksi dari stimulasi saraf parasimpatetik dan sering tampak pada gejala keracunan organofosfat, karbamat serta nikotin sulfat.

 

3)      Gemetar dan Kejang

       Keracunan organofosfat dan karbamat sering menimbulkan gejala badan gemetar. Sementara kejang-kejang dapat disebabkan oleh hidrokarbon berklor serta organofluor.

4)      Aritmia

       Aritmia adalah irama detak jantung yang tidak teratur. Aritmia sering menjadi tanda gejala keracunan organofluor.

5)      Batuk-batuk

       Batuk-batuk terjadi jika pestisida masuk ke dalam saluran pernafasan (bronkhi) atau jika pestisida mempengaruhi lever. Keracunan organoklor, organosulfur, klorpikrin atau metilbrimida dapat menimbulkan gejala-gejala tesebut.

6)      Berkurangnya Kesadaran

       Gejala keracunan umum pestisida yang berat adalah berkurangnya kesadaran. Jika berkurangnya kesadaran berlanjut terus, korban dapat kehilangan kesadaran.

b.        Gejala akut dari keracunan pestisida berbeda dari  kelompok  pestisida  yang satu dengan lainnya, diantaranya diuraikan berikut :

1)      Gejala keracunan Insektisida Organofosfat

a)         Racun bekerja dengan cara menghambat acetil cholinesterase (AChE)

b)        Gejala-gejala nonspesifik keracunan ringan seperti rasa lelah/lesu, badan terasa sakit, sakit kepala, pusing, sesak dada, gelisah, limbung (tidak ada koordinasi) ringan, muntah, keluar keringat berlebihan, diare, dan pupil mata agak mengecil.

c)         Gejala ringan dan diperparah dengan mengecilnya pupil mata, otot-otot gemetar, sulit berjalan, bicara tak karuan, pandangan kabur, serta denyut jantung melambat merupakan tanda keracunan sedang.

d)        Keracunan berat ditandai dengan mengecilnya pupil mata, melemahnya kesadaran, hilangnya reaksi terhadap cahaya, kejang-kejang, paru-paru membengkak, tekanan darah meningkat, dan hilangnya tenaga.

2)      Gejala Keracunan Insektisida Karbamat

a)         Racun bekerja dengan cara menghambat acetil cholinesterase(AChE).

b)        Gejala yang ditimbulkan sama dengan organofosfat, tetapi munculnya gejala serta proses kesembuhannya lebihcepat.

3)      Gejala keracunan Fungisida Ditiokarbamat

a)         Racun bekerja sebagai peghambat enzim kolinesterase

b)        Gejala pada organ pernapasan ditandai dengan rasa sakit di tenggorokan dan batuk-batuk.

c)         Gejala yang terjadi pada kulit ditandai dengan bagian kulit yang kasar dan gatal-gatal.

d)        Gejala pada mata ditandai dengan rasa panas seperti terbakar.

e)         Terjadi nephritic symptoms yaitu muka “dropsy” (terlihat lelah).

4)      Gejala Keracunan Fungisida Organofosfat

a)         Racun bekerja menghambat enzim kolinesterase

b)        Bagian kulit yang terpapar (mata, muka, telinga, dan sebagainya) akan menjadi kasar (gatal-gatal, melepuh).

c)         Gejala pada organ pernapasan mirip seperti asma bronkialis (misalnya sesak napas).

d)        Gejala yang terjadi pada mata ditandai dengan rasa panas seperti terbakar.

6.        Faktor Penyebab Timbulnya Keracunan

       Pada umumnya kasus keracunan  pestisida pada petani disebabkan oleh petani tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan yang memadai, petani tidak memiliki informasi yang baik tentang pestisida, resiko penggunaan, serta teknik penggunaan atau aplikasi pestisida yang baik dan benar, dan petani cenderung menganggap enteng bahaya pestisida sehingga mereka tidak mematuhi syarat-syarat keselamatan dalam penggunaan pestisida (Djojosumarto, 2008). Faktor yang juga berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida adalah:

 

 

a.       Usia

     Usia seseorang berpengaruh terhadap fungsi organ tubuh. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin menurun fungsi organ tubuhnya. Maka dari itu usia juga sangat berpengaruh terhadap aktivitas enzim Cholinesterase, semakin bertambah umur dari seseorang maka aktivitas enzim Cholinesterse juga akan menurun..

b.      Tingkat Pendidikan

       Pendidikan formal yang diperoleh seseorang akan memberikan tambahan pengetahuan bagi individu tersebut, dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan tentang pestisida dan bahayanya juga lebih baik jika di bandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga dalam pengelolaan pestisida, tingkat pendidikan tinggi akan lebih baik.

c.       Dosis

       Pestisida adalah bahan yang bersifat racun, dosis pestisida yang  besar semakin mempermudah terjadinya keracunan pestisida. Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, hal ini di tentukan dengan lama pemajanan.

d.      Lama kerja

       Lama bekerja pada petani dapat mempengaruhi aktivitas enzim Cholinesterase, karena semakin lama jam kerja yang dimiliki oleh petani akan semakin lama pula petani tersebut terpapar oleh pestisida. Paparan dari pestisida tersebut yang dapat menghambat aktivitas enzim Cholinesterase dalam darah petani, dan dapat memperbesar kemungkinan terjadinya keracunanpestisida pada petani tersebut. Menurut Permenker No. Per 03/Men/1986 tenaga kerja yang mengelola pestisida tidak boleh mengalami paparan lebih dari 5 jam sehari dan 20 jam seminggu.

e.       Masa kerja

       Masa kerja petani berkaitan dengan banyaknya akumulasi pestisida yang masuk ke dalam tubuh. Secara umum, semakin lama petani melakukan penyemprotan dan terjadi secara terus – menerus, maka akan semakin tinggi pula risiko untuk mengalami keracunan hingga mengalami tingkat keracunan yang semakin tinggi.

f.       Tindakan penyemprotan pada arah angin

       Arah angin harus diperhatikan saat melakukan penyemprotan. Penyemprotan yang baik bila searah dengan arah angin. Petani yang  melakukan penyemprotan melawan arah angin akan mempunyai resiko lebih besar mengalami keracunan dibanding petani yang melakukan penyemprotan tanaman searah dengan arah angin karena drift pestisida akan berbalik mengenai tubuh.

g.      Frekuensi Penyemprotan

       Semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakan tinggi pula resiko mengalami keracunan pestisida. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan.

h.      Jumlah Jenis Pestisida yang Digunakan

       Jumlah jenis pestisida yang digunakan dalam waktu penyemprotan akan menimbulkan efek keracunan lebih besar bila dibanding dengan pengunaan satu jenis pestisida karena daya racun atau konsentrasi pestisida akan semakin kuat sehingga memberikan efek samping yang semakin besar.

i.        Merokok

       Merokok pada saat menyemprot bisa memberikan kontribusi terhadap absorbsi pestisida pada petani penyemprot jika tangan terkontaminasi. Apabila pestisida terabsorbsi ke dalam tubuh maka dapat mengikat Cholinesterase dalam darah sehingga kadar Cholinesterase dapat berkurang dan dapat menimbulkan gejala keracuna pestisida

j.        Penggunaan Alat Pelindung Diri

      Menurut Permenkertrans RI No 8 Tahun 2010 Alat Pelindung Diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya ditempat kerja. Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh sebab itu penggunaan alat pelindung diri pada petani pada saat menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida. Jenis-jenis alat pelindung diri adalah:

a)             Pakaian pelindung diri yang sederhana terdiri atas celana panjang dan kemeja lengan panjang yang terbuat dari bahan yang cukup tebal dan tenunannya rapat

b)             Celemek (appron) yang terbuat dari bahan kulit atau plastik.

c)             Penutup kepala, berupa topi lebar atau helm khusus.

d)            Pelindung mulut dan hidung seperti masker sederhana, sapu tangan, atau kain sederhana lainnya.

e)             Topeng gas atau respirator.

f)              Pelindung mata dan muka (kaca mata, spray shield, goggles).

g)             Sarung tangan yang terbuat dari bahan tidak tembus air.

h)             Pelindung kaki seperti sepatu boot (Djojosumarto, 2008).

7.        Enzim Kolinesterase

       Enzim adalah protein yang mengkatalisasi reaksi kimia substansi lain tanpa merubah atau merusak jalannya reaksi (Mac Dorland,2010). Enzim kolinesterase adalah enzim yang mengkatalisis pembelahan hidrolitik gugus asli dan berbagai ester kolin dan beberapa senyawa yang berkaitan (Mac Dorland, 2010).

       Asetilkolin adalah suatu jenis neurotransmiter (zat kimia penghantar rangsangan). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma dari asetil-KoA dan kolin melalui kerja katalitik enzim asetiltransferae (ChAT). Asetilkolin dapat ditemukan pada sambungan otot saraf somatik, dan pada ujung saraf pascaganglionik parasimpatis. Asetilkolin berperan dalam mentransmisikan rangsangan yang diterima dan diteruskan diantara sel-sel saraf yang berdekatan atau sambungan neuromuscular (Katzung,2014).            Antikolinesterase adalah  enzim yang bekerja dengan cara mengakhiri kerja asetilkolin  (Ach) pada pertautan dibeberapa ujung saraf kolinergik dengan daerah pascasinaps (Mac Dorland,2010). Antikolinesterase menyebabkan asetilkolin menumpuk atau terakumulasi di sekitar saraf terminal kolinergik dan kemudian menimbulkan efek stimulasi berlebih pada pada reseptor kolinergik diseluruh sistem saraf pusat dan perifer (Katzung, 2014). Antikolinesterase terdapat pada pestisida golongan organofosfat dan karbamat (Sartono,2002).

Gambar 2.3. Mekanisme Kerja Enzim Asetilkolinesterase

Sumber Mycek ,dkk.,2001

 

Didalam tubuh terdapat dua jenis cholinesterase, yaitu cholinesterase  I atau cholinesterase sejati serta cholinesterase II atau pseudokolinesterase.Kedua enzim ini disebut juga sebagai asilkolin asilhidrolase atau benzoilcholinesterase. Enzim ini terdapat dalam sel darah merah, paru- paru, ujung saraf, lempeng motorik disambungan saraf otot rangka, limpa, dan substansi kelabu dari otak. Didalam tubuh, enzim cholinesterase ini dapat memecah asetilkolin menjadi asetat dan kolin dengan cepat. Proses ini sangat penting dalam pengantaran impuls saraf melalui sambungan saraf atau sinaps. Cholinesterase II ditemukan dalam hati, jantung, pancreas, substansi putih dari otak dan serum. Meskipun fungsi enzim ini dalam fisiologi belum diketahui, akan tetapi pengukuran enzim ini secara klinis bermanfaat. Sedikit sulit untuk membedakan kedua jenis cholinesterase ini, oleh karena keduanya sama-sama dapat menghidrolisis substrat sintesis asetilkolinbromida menjadi ion asetat(Sadikin,2002).

Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat Keracunan kadar Kolinesterase dalam Darah (Depkes RI 1992

% aktifitas AchE darah

Interpretasi

75%-100%

Tidak ada keracunan

50%-75%

Keracunan ringan

25%-50%

Keracunan sedang

0%-25%

Keracunan berat

 

8.        Sistem Saraf

       Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling terhubung, sangat khusus dan kompleks yang berperan dalam mengkoordinasikam, mengatur dan mengendalikan interaksi antara seorang individu dengan lingkungan sekitar. Sistem saraf dibedakan atas 2 divisi yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi ( Perifer Neuron System). SSP yang terdiri dari otak dan medula spinalis yaitu saraf-saraf yang masuk dan keluar SSP. PNS dibagi dalam divisi eferen yaitu neuron yang membawa sinyal dari otak dan medula spinalis ke jaringan tepi, serta membawa informasi dari perifer ke SSP (Harvey,2013).

       Bagian neuron eferan sistem saraf perifer dibagi menjadi dua subdivisi fungsional utama, yaitu sistem somatik dan sistem otonom. Eferen somatik dapat dipengaruhi oleh kesadaran yang mengatur fungsi-fungsi kontraksi otot untuk memindahkan suatu barang. Sedangkan sistem otonom dalam mengatur kebutuhan tubuh  tidak dipengaruhi kesadaran. Sistem saraf otonom terdiri dari saraf motorik viseral (eferan) yang menginervasi otot polos visera, otot jantung, pembuluh darah dan kelenjar eksokrin (Harvey, 2013).

a.        Neurotransmiter

       Sel saraf atau neuron merupakan suatu unit anatomi yang jelas dan tidak ada kontinuitas struktur antara kebanyakan sel saraf. Neurotransmiter  adalah komunikasi antar sel saraf dan antara sel saraf dengan organ efektor terjadi melalui pelepasan substansi kimiawi khusus. Pengambilan Ca2+ akan melakukan penggabungan vesikel sinaps dengan membran prasinaps. Neurotrasmiter akan menyebar di sepanjang celah sinaps antara neuron dan berikatan dengan resptor spesifik pada sel target (pascasinapsis) (Harvey, 2013).

b.        Jenis Neurotransmiter

       Dari molekul kimiawi sinyal pada sistem saraf yang telah teridentifikasi terdapat enam senyawa penanda kimiawi yang paling sering terlibat dalam kerja obat-obatan yaitu noreprinefrin, (dan epinefrin), asetilkolin, dopamin, histamin dan asam γ-aminobutirat. Keenam senyawa sinyal tersebut bermanfaat untuk terapeutik. Setiap sinyal kimiawi berikatan denga reseptor spesifik. Neurostransmiter kolinergik dan adrgenik adalah sinyal kimiawi utama dalam sistem saraf otonom, dan terdapat berbagai neurotransmiter yang berfungsi dalam SSP.

1)      Asetilkolin

       Asetilkolin adalah suatu senyawa amonium kuaertener yang tidak dapat menembus membran. Asetilkolin tidak terlalu penting karena mekanisme kerjanya sangat cepat diinaktif oleh asetilkolinesterase. Aktivitasnya berupa muskarinik dan nikotinik, meliputi menurunkan denyut jantung dan curah jantung, menurunkan tekanan darah dan meningkatkan sekresi saliva dan merangsang sekresi dan motilitas dalam saluran pencernaan.

Gambar 2.4.Proses Pelepasan Neurotransmitter

Sumber : Mycek,dkk, 2001

 

 

2)      Norepinefrin dan Epinefrin

       Ketika Norepinefrin atau epinefrin merupakan transmiter, serabutnya disebut asregenik (adrenalin adalah nama lain epinefrin). Pada saraf simpatik norepinefrin menghantarkan transmisi impils saraf dari saraf otonom pascaganglionik menuju ke organ efektor (Harvey, 2013).

9.        Neuromuscular Junction

       Neuromuscular Junction (NMJ) adalah tempat terjadinya interaksi antara sistem saraf pusat dengan serat otot rangka dan menyebabkan kontraksi otot. Ujung neuron kolinergik mengandung banyak vesikel kecil yang melekat ke membran dan menumpuk di bagian sinaps sel. Vesikel ini mengandung Ach dalam konsentrasi tinggi dan lainnya.

       Melaui kerja katalitik enzim kolin asetiltransferase (ChAT)Ach disintesa dalam sitoplasma dari asetil-KoA dan kolin. Asetil-KoA disintesa di dalam mitokondria, dan kolin ditransportasikan dari cairan ekstraseluler ke dalam ujung saraf. Ach diangkut dari sitoplasma ke dalam vesikel oleh suatu antiporter yang menggeser proton. Pelepasan transmiter bergantung pada kalsium ekstraseluler dan terjadi bila suatu potensial kerja mencapai akhiran saraf dan memicu masuknya sejumlah ion kalsium. Setelah dilepas dari ujung presinaptik, molekul Ach akan terikat dan mengaktifkan reseptor Ach (kolineseptor) yang ada diotot (Katzung, 2014). Ikatan antara asetilkolin dengan reseptor akan memicu masuknya ion Natrium ke dalam sel sehingga terjadi aksi potensial di otot dan hal inilah yang menginisiasi kontraksi otot. Bagian otot yang berada di daerah neuromuskular junction disebut motor end plat (Brunton LL,2011).

       Konsentrasi neurotransmitter asetilkolin menetukan kecepatan dan kekuatan kontraksi otot yang terjadi dan dalam sinaps tersedia enzim asetilkolinesterase yang akan menginaktivasi asetilkoin agar kontraksi otot tidak terjadi secara terus-menerus. Adanya pengaruh obat, racun dan toksin bakteri akan menyebabkan asetilkolin tidak banyak atau tidak mencapai reseptornya maka kontraksi tidak akan terjadi pada otot (Katzung, 2014).

B.       Variabel Penelitian

       Variabel dalam studi pustaka ini adalah Aktivitas Enzim Kolinesterase dan Petani Pengguna Pestisida Golongan Organofosfat dan atau Karbamat.

 


BAB III

METODE PENELITIAN

 

A.      Jenis Penelitian

       Penelitian yang digunakan adalah Studi Kepustakaan (Library Research) dengan cara mengumpulkan informasi dan dan data yang berkaitan dengan aktivitas enzim kolinesterase pada petani pengguna pestisida golongan pestisida organofosfat dan atau karbamat.

B.       Prosedur Penelitian

Langkah-langkah dalam penelitian Gambaran Aktivitas Enzim Kolinesterase Petani Pengguna Pestisida Golongan Organofosfat dan atau Karbamat adalah :

1.        Pemilihan topik

Menentukan fenomena, peristiwa, atau kejadian yang akan dijadikan sebagai objek penelitian yaitu gambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat.

2.        Eksplorasi informasi

Peneliti mencari informasi dari jurnal ilmiah yang berkaitan dengan aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat

3.        Menetukan fokus penelitian

Peneliti menentukan fokus penelitian dalam hal ini fokus penelitianya adalahgambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat dan dilihat kadar enzim kolinesterase dan tingkat keracunan yang dialami oleh petani.

4.        Pengumpulan sumber data

Peneliti mengumpulkan jurnal ilmiah dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan judul penelitian.

5.        Persiapan penyajian data

Setelah sumber data dikumpulkan, peneliti menganalisis data yang sesuai dengan tujuan penelitian tentang gambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat. Data hasil analisa disajikan dalam bentuk tabel.

6.        Penyusunan laporan

Setelah data yang akan disajikan terkumpul dan sudah sesuai dengan variabel yang akan diteliti, dilakukan penyusunan laporan dan disesuaikan dengan panduan penyusunan tugas akhir studi pustaka (Library Research) yang di keluarkan oleh Prodi Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Tanjungkarang.

C.      Sumber Data

       Sumber data yang digunakan pada penelitian Gambaran Aktivitas Enzim Kolinesterase Petani Pengguna Pestisida Golongan Organofosfat dan atau Karbamat adalah artikel ilmiah, Jurnal Ilmiah berstandar ISSN,  Publikasi Pemerintah yang berkaitan dengan aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat.

D.    Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

       Teknik pengumpulan data pada penelitian Gambaran Aktivitas Enzim Kolinesterase Petani Pengguna Pestisida Golongan Organofosfat dan atau Karbamat menggunakan data sekunder penulis melakukan identifikasi dari buku-buku, artikel ilmiah, jurnal ilmiah, web (internet) berstandar ISSN, ataupun informasi lainnya yang berhubungan dengan judul penulisan untuk mencari hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, jurnal, artikel dan sebagainya yang berkaitan dengan judul.

E.     Instrumen Penelitian

       Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan berupa catatan penting atau point-point penting yang berasal dari buku dan jurnal yang berstandar ISSN

F.     Teknis Analisis Data

        Dalam penelitian ini analisa data yang digunakan adalah membandingkan, menggabungkan antara literatur yang berkaitan dengan aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat, dan mencari persamaan, perbedaan, kelebihan dan kekurangan dari setiap artikel, jurnal dan kutipan buku yang menjadi sumber referensi sehingga dapat diperoleh kesimpulan berkaitan dengan topik yang diteliti.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.      Hasil

       Berdasarkan hasil pengumpulan data terhadap  beberapa literatur yang berhubungan dengan gambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat melalui penelusuran Google Search dan Google Schoolar, didapatkan 8 jurnal yang memiliki keterkaitan dan disajikan dalam tabel 4.1

Tabel 4.1 Ringkasan dari literatur tentang gambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat

 

No

Penulis

Judul Jurnal

Hasil Penelitian

1

Rustia, dkk, 2010

Lama Pajanan Organofosfat Terhadap PenurunanAktivitas Enzim Kolinesterase dalam DarahPetani Sayuran

Keracunan tingkat ringan dialami oleh 40 orang responden (71,4%) sedangkan keracunan tingkat sedang di alami oleh 16 orang responden (28,6%).

 

Proporsi petani keracunan sedang yang memiliki lama waktu menyemprot per minggu lebih dari atau samadengan 4 jam (31,4%) lebih besar daripada proporsipetani keracunan sedang yang memiliki lama waktu menyemprot per minggu kurang dari 4 jam (23,8%)

 

 

2

Fidah, D.A.,& Sunarno, J.M, 2016

Gambaran Kadar Kolinesterase pada Petani Kentang di DesaKepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara

 

Sebanyak 35 responden (46,1%) memiliki kadar enzim kolinesterase norrmal

 

Sebanyak 41 responden (53,9%)mengalami penurunan kadar enzim  kolinesterase pada tahapan keracunan ringan

 

3

Puspita, dkk, 2016

Tingkat Keracunan dan Enzim Cholinesterase pada Darah Petani Padi Tahun 2016

(Studi Kasus Di Daerah Kepuh Anyar, Kabupaten Mojokerto)

Sebanyak  48,6% petani memiliki aktifitas enzim Cholinesterase normal,  40 % mengalami keracunan ringan dan 11,4 % petani mengalami keracunan, sedang.

 

 

4

Rusma, dkk, 2016

Analisis Kandungan Kadar Cholinesterase Darah pada Petani Penyemprot Pestisida Padi Sawah di Desa Mpuya Selatan Satu Kecamatan Dumoga Utara

 

Terdapat 1 petani (3,13%) yang kadar cholinesterase kurang dari nilai normal, terdapat 26 petani (81,25%) yang kadar cholinesterase normal

Dengan nilai terkecil adalah 3900 U/L dan nilai terbesar 11500 U/L

 

5

Marisa.,& Arrasyid, A.S, 2017

Pemeriksaan Kadar Pestisida Dalam Darah Petani Bawang Merah di Nagari Alahan Panjang

 

Dari 5 sampel darah petani bawang merah didapatkan hasil 1 orang petani memiliki kadar kolinesterase rendah dan 4 orang memiliki kadar kolinesterase normal, dengan nilai terkecil adalah 2835,6 U/L dan nilai terbesar adalah 10.154 U/L. Dengan kadar keracunan ringan <75 % dan keracunan sedang <50%

 

 

 

6

Marisa, M., & Pratuna 2017

Analisa Kadar Cholinesterase Dalam Darah dan Keluhan Kesehatan pada Petani Kentang Kilometer Xi Kota Sungai Penuh

Hasil penelitian didapatkan kadar cholinesterase petani kentang yang normal berjumlah 70 %, keracunan sedang berjumlah 6,7 % dan keracunan ringan sebanyak 23,3%

 

 

7

Shinta, D.Y, 2017

Gambaran Darah Petani yang Tercemar Pestisida

Hasil pemeriksaan

cholinesterase dalam serum darah, 6 orang mengalami keracunan ringan (KR) dengan kadar cholinesterase dalam darah 62,5 % sedangkan 4 orang lainnya dalam keadaannormal dengan kadar >75 %

 

8

Dwiyanti, dkk, 2018

Hubungan Masa Kerja, Lama Kerja, Lama Penyemprotan dan Frekuens penyemprotan  Terhadap Kadar Kolinesterase Dalam Darah Pada Petani di Desa Sumberejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang

Kadar kolinesterase dalam darah petani memiliki nilai rata-rata sebesar 7.146 U/L dengan nilai kadar kolinesterase dalam darah paling rendah sebesar 4.114 U/ dan kadar kolinesterase dalam darah paling tinggi sebesar 9.893 U/L

 

 

B.       Pembahasan

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rustia, dkk, 2010, didapatkan hasil keracunan tingkat ringan dialami oleh 40 orang responden (71,4%) sedangkan keracunan tingkat sedang dialami oleh 16 orang responden (28,6%). Proporsi petani keracunan sedang yang memiliki lama waktu menyemprot per minggu lebih dari atau sama dengan 4 jam (31,4%) lebih besar daripada proporsi petani kerecunan sedang yang memiliki lama waktu menyemprot per minggu kurang dari 4 jam (23,8%).

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fidah, D.A.,& Sunarno, J.M, 2016 didapatkan hasil sebanyak 35 responden (46,1%) memiliki kadar enzim kolinesterase normal dan sebanyak 41 responden (53,9%) mengalami penurunan kadar enzim kolinesterase pada tahapan keracunan ringan.

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspita, dkk, 2016 didapatkan hasil sebanyak 48,6% petani memiliki aktifitas enzim Cholinesterase normal, Sebanyak  48,6% petani memiliki aktifitas enzim Cholinesterase normal,  40 % mengalami keracunan ringan dan 11,4 % petani mengalami keracunan, sedang. Faktor yang dapat menyebabkan  petani mengalami keracunan adalah usia, lama waktu bekerja, dan masa kerja petani.

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rusma, dkk, 2016 didapatkan hasil terdapat 1 petani (3,13%) yang kadar cholinesterase kurang dari nilai normal, terdapat 26 petani (81,25%) yang kadar cholinesterase normal ,dengan nilai terkecil adalah 3900 U/L dan nilai terbesar 11500 U/L

        Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marisa.,& Arrasyid, A.S, 2017didapatkan hasil dari 5 sampel darah petani bawang merah didapatkan hasil 1 orang petani memiliki kadar kolinesterase rendah dan 4 orang memiliki kadar kolinesterase normal, dengan nilai terkecil adalah 2835,6 U/L dan nilai terbesar adalah 10.154 U/L. Dengan kadar keracunan ringan <75 % dan keracunan sedang <50%.

        Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marisa, M., & Pratuna 2017, didapatkan hasil kadar cholinesterase petani kentang yang normal berjumlah 70 %, keracunan sedang berjumlah 6,7 % dan keracunan ringan sebanyak 23,3%.

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shinta, D.Y 2017, didapatkan hasil pemeriksaan kadar kolinesterase dalam darah 6 orang mengalami keracunan ringan dengan kadar kolinesterase alam darah 62,5%  sedangkan 4 orang lainnya dalam keadaan normal dengan kadar > 75%.

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwiyanti, dkk, 2018, didapatkan hasil dari 31 kadar kolinesterase dalam darah memiliki nilai rata-rata sebesar 7.146 U/L dengan nilai kadar kolinesterase dalamdarah paling rendah sebesar 4.114 U/L dan kadar kolinesterase dalam darah paling tinggi sebesar 9.893 U/L.

        Enzim kolinesterase adalah enzim yang mengkatalisis pembelahan hidrolitik gugus asli dan berbagai ester kolin dan beberapa senyawa yang berkaitan (Mac Dorland, 2010). Ikatan antara asetilkolin dengan reseptor akan memicu masuknya ion Natrium ke dalam sel sehingga terjadi aksi potensial di otot dan hal inilah yang menginisiasi kontraksi otot (Brunton LL 2010).

       Asetilkolin adalah suatu jenis neurotransmiter (zat kimia penghantar rangsangan). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma dari asetil-KoA dan kolin melalui kerja katalitik enzim asetiltransferae (ChAT). Asetilkolin dapat dihambat oleh antikolinesterase. Antikolinesterase adalah  enzim yang bekerja dengan cara mengakhiri kerja asetilkolin  (Ach)  Antikolinesterase terdapat pada pestisida golongan organofosfat dan karbamat.Saat enzim terhambat, mengakibatkan jumlah asetilkolin meningkat dan berkaitan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada sistem saraf pusat perifer. Hal ini menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

       Berdasarkan beberapa artikel yang telah direview kadar kolinesterase petani berkisar 2651 U/L hingga11500 U/L, dengan rincian kadar kolinesterase terendah 3900 U/L dan tertinggi 11500 U/L (Ninik R, dkk 2016), kadar kolinesterase terendah 2835,6 U/L dan tertinggi 10154 U/L (Marisa Akbar, 2017), kadar kolinesterase terendah 4114 U/L dan tertinggi 9893 U/L.

       Berdasarkan hasil review artikel penelitian yang dilakukan oleh Dwi Yudiana S sebanyak 6 petani yang memiliki kadar enzim kolinesterase sebesar 62,5 % - 65,5% mengalami keracunan ringan sedangkan 4 orang lainnya dalam keadaan normal dengan kadar >75 %.

        Keracunan pada petani terjadi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalahUsia, Tingkat Pendidikan, Lama kerja, Tindakan penyemprotan pada arah angin, Frekuensi Penyemprotan , Jumlah Jenis Pestisida yang digunakan, Kebiasaan merokok, Pengolahan pestisida, dan Penggunaan Alat Pelindung Diri.

 

 

 

 

 

 

 

 

 


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.      Kesimpulan

Kesimpulan dari beberapa artikel yang telah di review oleh penulis adalah

1.      Kadar kolinesterase rata-rata pada petani adalah 7756,2 U/L, dengan nilai terkecil adalah 283,6 U/L dan nilai terbesar adalah 11500U/L

2.      Kadar tingkat keracunan ringan yang dialami petani berkisar 62,5% - 75 %, keracunan sedang 50%, dan normal >75%

B.       Saran

       Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan penelitian langsung kepada petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat, untuk mengetahui secara langsung bagaimana gambaran kadar enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat, dan untuk memperkuat faktor-faktor yang dapat menyebabkan keracunan pestisida.

 

 

 

 

 

 

 

 

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Brunton, LL 2011, Goodman & Gilman’s :  The Pharmacological Basis of Therapeutics, Mc Graw Hills Medical, New York.

Budiawan, A.R. (2014). Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Cholinesterase pada Petani Bawang Merah di Ngurensiti Pati. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, 3(1), (2014).

Ditjen PPM & PLP   (1992). Pemeriksaan Kolinesterase Darah   dengan Tintometer Kit. Depkes RI

 

Djojosumarto, Panut 2008, Pestisida dan Aplikasinya, PT. Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan.

 

Faidah, D. A., & Sunarno, J. M. (2016). Gambaran Kadar Kolinesterase pada Petani Kentang di DesaKepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara.Program Studi DIII Kesehatan Lingkungan Politeknik Banjarnegara. Jurnail Ilmiah Medsains, 2(1), 31-34.

Harvey, R.A & Champe, PC 2013, Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 4. Kedokteran EGC, Jakarta.

Ipmawati, P. A.,  Setiani, O., & Darundiati, YH  2016, Analisis Faktor – Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani di Desa Jati Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang  Jawa Tengah. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Katzung, BG 2014, Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI,  Kedokteran EGC, Jakarta.

Lestari, Siska Ayu, Melania Perwitasari, dan Siti Nurfajriah 2018. Gambaran Kadar Cholinesterase Darah Petani Penyemprot Pestisida di Desa Bolang Kabupaten Karawang Jawa Barat. Program Studi DIII Teknologi Laboratorium Medik STIKes Mitra Keluarga, Bekasi Timur.

Mac Dorland 2010, Kamus Kedokteran, EGC, Jakarta.

 

Marisa,. & Arrasyid, A.S. (2017). Pemeriksaan Kadar Pestisida dalam Darah Petani Bawang Merah di Nagari Alahan Panjang. journal of Saintek, 9(1), 14-18.

Marisa.,&Pratuna, N.D. (2018). Analisa Kadar Cholinesterase dalam Darah dan Keluhan Kesehatan pada Petani Kentang Kilometer Xi Kota Sungai Penuh.Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal), 9(1), 14-18.

Menteri Pertanian RI 2015, Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 39/Permentan/SR.330/7/2015 Tentang Pendaftaran Pestisida, Jakarta.

Menteri Tenaga Kerja RI 1986, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: PER-03/MEN/1986 Tentang Syarat-syarat Keselamatan Dan Kesehatan Di Tempat Kerja Yang Mengelola Pestisida, Jakarta.

 

Osang Ais Regi, dkk 2016, Hubungan Antara Masa Kerja dan Arah Angin dengan Kadar Kolinesterase Darah pada Petani Padi Pengguna Pestisida di Desa Pangian Tengah Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mongondow.Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.

Puspita, S., Ngadino., & Koerniasari. (2016).Tingkat Keracunan dan Enzim Cholinesterase pada Darah Petani Padi Tahun (Studi Kasus Di Daerah Kepuh Anyar, Kabupaten Mojokerto).Gema Lingkungan Kesehatan, 15(1)

 

Rusma, N., Pinontoan, O.R., Akili, R.H. (2016). Analisis Kandungan Kadar Cholinesterase Darah Pada Petani Penyemprot Pestisida Padi Sawah Di Desa Mpuya Selatan Satu Kecamatan Dumoga Utara.Jornal Ikmas, 1(3).

 

Rustia, H.N.,Wispriyono,B., & Susanna,D., & Lutfiah, F.N. (2010). Lama Pajanan Organofosfat Terhadap Penurunan Aktivitas Enzim Kolinesterase dalam Darah Petani Sayuran. Makara Journal of Health Research, 14(2), 95-101

 

Sari, NK.M., Mastra, N., & Habibah N. (2018). Gambaran Kadar Enzim Kolinesterase Dalam Darah pada Kelompok Tani Mekar Nadi di Desa Batunya Kecamatan Baturiti. Jurnal Poltekkes Denpasar, 6(2), 2338-1159

Sartono 2002, Racun dan Keracunan, Widya Medika : Jakarta.

Shinta, D.Y .(2017). Gambaran Darah Petani yang Tercemar Pestisida.Jurnal Stikes Padang.

 

Slater, CR 2017, The Structur of Human Neuromuscular Junctions, Newcastle University

Soemirat, J 2015, Toksikologi Lingkungan,  Gadjah Mada, Universitas, Press, Yogyakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

GAMBARAN AKTIVITAS ENZIM KOLINESTERASE

PETANI PENGGUNA PESTISIDA GOLONGAN

ORGANOFOSFAT DAN ATAU KARBAMAT

(STUDI PUSTAKA)

Andini Syah Putri1, Yusrizal2, Iwan Sariyanto3

Program Studi Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma Tiga

Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

 

 Abstrak

Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia, atau bahan lain yang bersifat racun yang dibuat, dijual dan digunakan untuk meracuni organisme pengganggu tanaman. Jenis pestisida yang sering digunakan petani adalah golongan organofosfat dan karbamat. Pestisida masuk ke dalam tubuh, melalui kulit, terhisap lewat hidung, dan pencernaan makanan serta dapat menghambat kerja enzim kolinesterase dan dapat menyebabkan kematian. Tujuan karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui Gambaran Aktivitas Enzim Kolinesterase Petani Pengguna Pestisida Golongan Organofosfat dan atau Karbamat. Jenis penelitian ini adalah Studi Kepustakaan dengan cara mengumpulkan informasi dan dan data yang berkaitan dengan aktivitas enzim kolinesterase pada petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat. Hasil dari review beberapa artikel diketahui Kadar tingkat keracunan ringan yang dialami petani berkisar 62,5% - 75 %, keracunan sedang 50%, dan normal >75% dengan hasil tertinggi 11500 U/, hasil terkecil 2836 U/L dengan rata-rata aktivitas enzim kolinesterase 7756,2U/L.

Kata Kunci          : Pestisida, Petani, Aktivitas Enzim Kolinesterase

Daftar Bacaan     : 24 (2002-2019)

Abstract

Pesticides are chemicals, a mixture of chemicals, or other toxic substances created, sold and used to poison crop destruction organisms. The type of pesticides that farmers often use are organophosphate and Carbamate. Pesticides get into the body, through the skin, the suction through the nose, and the digestion of food as well as can inhibit the enzyme work of cholinesterase and can lead to death. The purpose of this research is to know the activity overview of the farmer cholinesterase enzyme activities in organophosphate and or carbamate. This type of research is a literature study by collecting information and data relating to the activity of smallholders in the farming of pesticide type of organophosphate and or carbamate. Results from a review of some articles known to the rate of mild toxicity experienced farmers ranged from 62.5%-75%, poisoning being 50%, and normal > 75% with the highest yield 11500 U/, the smallest result 2836 U/L with the average enzyme activity of colinesterase 7756, 2U/L.

Keywords       : Pesticide, Farmer, Activity of Cholinesterase Enzyme

Reading          : 24 (2002-2019)

 

 


PENDAHULUAN

       Pestisida secara umum adalah bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad pengganggu yang merugikan manusia. Pestisida telah digunakan secara luas untuk meningkatkan produksi pertanian, perkebunan dan pemberantasan vektor penyakit. Sebagian besar cara penggunaan pestisida oleh petani adalah dengan cara penyemprotan. Saat penyemprotan merupakan keadaan dimana petani sangat mungkin terpapar bahan kimia yang terdapat dalam pestisida ( Sari Meiriana, 2018).

       Keracunan yang dapat dialami oleh pengguna pestisida dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu keracunan akut ringan, akut berat, dan kronis. Keracunan akut ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, badan terasa sakit, dan diare. Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernapas, keluar air liur, pupil mata mengecil, bahkan dapat menyebabkan pingsan, kejang-kejang dan kematian. Keracunan kronik sulit untuk dideteksi karena tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik. Namun, keracunan kronis dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan gangguan kesehatan seperti iritasi mata, iritasi kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernapasan (Djojosumarto, 2008).

Jenis-jenis pestisida yaitu :

c.         Golongan Organofosfat

       Golongan organofosfat banyak digunakan karena  sifatnya yang menguntungkan. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan juga racun pernapasan. Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak terhidrolisa. Jumlah asetilkolin yang berlebihan mengakibatkan perangsangan terus-menerus sarah muskarinik dan nikotik. Gejala keracunan adalah bekerjanya otot yang tidak dapat dikendalikan  mengakibatkan pupil mata menyempit, penglihatan kabur, pengeluaran keringat meningkat, muntah, sulit bernapas, sulit bernapas, sakit kepala, otot-otot menjadi lemah, dan kram serta dapat terjadi komplikasi seperti edema paru dan pernapasan berhenti (Sartono,2002).

d.        Gologan Karbamat

       Pestisida gologan karbamat merupakan racun kontak, racun perut dan racun pernapasan. Bekerja sperti golongan organofosfat, yaitu menghambat aktivitas enzim kolinesterase. Jika terjadi keracunan yang disebabkan oleh pestisida golongan karbamat, gejalanya sama seperti pada keracunan golongan organofosfat, tetapi lebih mendadak dan tidak lama karena efeknya terhadap enzim kolinesterase tidak persisten. Meskipun gejala keracunan cepat hilang, tetapi karena munculnya mendadak dan menghambat dengan cepat maka dapat berakibat fatal jika tidak segera mendapat pertolongan yang disebabkan oleh depresi pernapasan. Keracunan pada manusia dapat terjadi melaui mulut, inhalasi, dan kulit. Akibat keracunan pestisida golongan karbamat, mula-mulapenderita berkeringat, pusing, bada terasa lemah, dada sesak, kejang perut, muntah, dan gejala lain seperti keracunan golongan organofosfat (Sartono, 2002).

Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai jalan, antara lain:

d.        Kontaminasi Lewat Kulit

       Pestisida yang menempel dipermukaan kulit bisa  meresap ke dalam tubuh dan menimbulkan keracuna. Kejadian kontaminasi lewat kulit merupakan kontaminasi yang paling sering terjadi, meskipun tidak seluruhnya berakhir dengan keracunan akut. Lebih dari 90% kasus keracunan di seluruh dunia disebabkan oleh kontaminasi lewat kulit.

e.         Terhisap Lewat Hidung

       Keracunan karena partikel pestisida atau butiran semprot yang terhisap lewat hidung merupakan kasus terbanyak kedua setelah kontaminasi kulit. Partikel pestisida yang masuk kedalam paru-paru menimbulkan ganguan fungsi paru-paru. Partikel pestisida yang menempel di selaput lendir hidung dan kerongkongan akut masuk ke dalam tubuh lewat kulit hidung dan mulut bagian dalam dan atau menimbulkan gangguan pada selaput lendir itu sendiri (iritasi).

f.         Keracunan Lewat Pencernaan Makanan

       Keracunan pestisida lewat pencernaan makanan tidak sering sering terjadi pada penggunaan pestisida secara normal dibandingkan dengan kontaminasi lewat kulit dan lewat saluran pernapasan. Keracunan Lewat mulut terjadi karena beberapa hal berikut :

8)        Kasus bunuh diri.

9)        Makan, minum atau merokok ketika bekerja dengan pestisida.

10)    Menyeka keringat di wajah dengan lengan baju atau sarung tangan yang terkontaminasi pestisida.

11)    Drift pestisida terbawa angin masuk ke mulut.

12)    Meniup Nozzle yang tersumbat dengan mulut.

13)    Makanan dan minuman yang terkontaminasi pestisida.

14)    Salah mengambil pestisida yang disimpan di kemasan bekas makanan atau pestisida tanpa label.

       Enzim kolinesterase adalah enzim yang mengkatalisis pembelahan hidrolitik gugus asli dan berbagai ester kolin dan beberapa senyawa yang berkaitan (Mac Dorland, 2010). Asetilkolin adalah suatu jenis neurotransmiter (zat kimia penghantar rangsangan). Asetilkolin disintesis dalam sitoplasma dari asetil-KoA dan kolin melalui kerja katalitik enzim asetiltransferae (ChAT). Asetilkolin dapat ditemukan pada sambungan otot saraf somatik, dan pada ujung saraf pascaganglionik parasimpatis. Asetilkolin berperan dalam mentransmisikan rangsangan yang diterima dan diteruskan diantara sel-sel saraf yang berdekatan atau sambungan neuromuscular (Katzung,2014). Antikolinesterase adalah  enzim yang bekerja dengan cara mengakhiri kerja asetilkolin  (Ach) pada pertautan dibeberapa ujung saraf kolinergik dengan daerah pascasinaps (Mac Dorland,2010). Antikolinesterase menyebabkan asetilkolin menumpuk atau terakumulasi di sekitar saraf terminal kolinergik dan kemudian menimbulkan efek stimulasi berlebih pada pada reseptor kolinergik diseluruh sistem saraf pusat dan perifer (Katzung, 2014).

       Neuromuscular Junction (NMJ) adalah tempat terjadinya interaksi antara sistem saraf pusat dengan serat otot rangka dan menyebabkan kontraksi otot. Ujung neuron kolinergik mengandung banyak vesikel kecil yang melekat ke membran dan menumpuk di bagian sinaps sel. Vesikel ini mengandung Ach dalam konsentrasi tinggi dan lainnya.

       Melaui kerja katalitik enzim kolin asetiltransferase (ChAT)Ach disintesa dalam sitoplasma dari asetil-KoA dan kolin. Asetil-KoA disintesa di dalam mitokondria, dan kolin ditransportasikan dari cairan ekstraseluler ke dalam ujung saraf. Ach diangkut dari sitoplasma ke dalam vesikel oleh suatu antiporter yang menggeser proton. Pelepasan transmiter bergantung pada kalsium ekstraseluler dan terjadi bila suatu potensial kerja mencapai akhiran saraf dan memicu masuknya sejumlah ion kalsium. Setelah dilepas dari ujung presinaptik, molekul Ach akan terikat dan mengaktifkan reseptor Ach (kolineseptor) yang ada diotot (Katzung, 2014). Ikatan antara asetilkolin dengan reseptor akan memicu masuknya ion Natrium ke dalam sel sehingga terjadi aksi potensial di otot dan hal inilah yang menginisiasi kontraksi otot. Bagian otot yang berada di daerah neuromuskular junction disebut motor end plat (Brunton LL,2011).

 

METODE

       Penelitian yang digunakan adalah Studi Kepustakaan (Library Research) dengan cara mengumpulkan informasi dan dan data yang berkaitan dengan aktivitas enzim kolinesterase pada petani pengguna pestisida golongan pestisida organofosfat dan atau karbamat. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah :

7.        Pemilihan topik

Menentukan fenomena, peristiwa, atau kejadian yang akan dijadikan sebagai objek penelitian.

8.        Eksplorasi informasi

Peneliti mencari informasi dari jurnal ilmiah yang berkaitan dengan aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat.

9.        Menetukan fokus penelitian

Peneliti menentukan fokus penelitian dalam hal ini fokus penelitianya adalah gambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat dan dilihat kadar enzim kolinesterase dan tingkat keracunan yang dialami oleh petani.

10.    Pengumpulan sumber data

Peneliti mengumpulkan jurnal ilmiah dan artikel ilmiah yang berkaitan dengan judul penelitian.

11.    Persiapan penyajian data

Setelah sumber data dikumpulkan, peneliti menganalisis data yang sesuai dengan tujuan penelitian tentang gambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat. Data hasil analisa disajikan dalam bentuk tabel.

12.    Penyusunan laporan

Dilakukan penyusunan laporan dan disesuaikan dengan panduan penyusunan tugas akhir studi pustaka yang di keluarkan oleh Prodi Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Tanjungkang

HASIL

       Berdasarkan hasil pengumpulan data terhadap  beberapa literatur yang berhubungan dengan gambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat melalui penelusuran Google Search dan Google Schoolar, didapatkan 8 jurnal yang memiliki keterkaitan dan disajikan dalam tabel 4.1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

Tabel 4.1 Ringkasan dari literatur tentang gambaran aktivitas enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat

No

Penulis

Judul Jurnal

Hasil Penelitian

1

Rustia, dkk, 2010

Lama Pajanan Organofosfat Terhadap PenurunanAktivitas Enzim Kolinesterase dalam DarahPetani Sayuran

Keracunan tingkat ringan dialami oleh 40 orang responden (71,4%) sedangkan keracunan tingkat sedang di alami oleh 16 orang responden (28,6%).

 

Proporsi petani keracunan sedang yang memiliki lama waktu menyemprot per minggu lebih dari atau samadengan 4 jam (31,4%) lebih besar daripada proporsipetani keracunan sedang yang memiliki lama waktu menyemprot per minggu kurang dari 4 jam (23,8%)

 

 

2

Fidah, D.A.,& Sunarno, J.M, 2016

Gambaran Kadar Kolinesterase pada Petani Kentang di DesaKepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara

 

Sebanyak 35 responden (46,1%) memiliki kadar enzim kolinesterase norrmal

 

Sebanyak 41 responden (53,9%)mengalami penurunan kadar enzim  kolinesterase pada tahapan keracunan ringan

 

3

Puspita, dkk, 2016

Tingkat Keracunan dan Enzim Cholinesterase pada Darah Petani Padi Tahun 2016

(Studi Kasus Di Daerah Kepuh Anyar, Kabupaten Mojokerto)

Sebanyak  48,6% petani memiliki aktifitas enzim Cholinesterase normal,  40 % mengalami keracunan ringan dan 11,4 % petani mengalami keracunan, sedang.

 

 

4

Rusma, dkk, 2016

Analisis Kandungan Kadar Cholinesterase Darah pada Petani Penyemprot Pestisida Padi Sawah di Desa Mpuya Selatan Satu Kecamatan Dumoga Utara

 

Terdapat 1 petani (3,13%) yang kadar cholinesterase kurang dari nilai normal, terdapat 26 petani (81,25%) yang kadar cholinesterase normal

Dengan nilai terkecil adalah 3900 U/L dan nilai terbesar 11500 U/L

 

5

Marisa.,& Arrasyid, A.S, 2017

Pemeriksaan Kadar Pestisida Dalam Darah Petani Bawang Merah di Nagari Alahan Panjang

 

Dari 5 sampel darah petani bawang merah didapatkan hasil 1 orang petani memiliki kadar kolinesterase rendah dan 4 orang memiliki kadar kolinesterase normal, dengan nilai terkecil adalah 2835,6 U/L dan nilai terbesar adalah 10.154 U/L. Dengan kadar keracunan ringan <75 % dan keracunan sedang <50%

 

6

Marisa, M., & Pratuna 2017

Analisa Kadar Cholinesterase Dalam Darah dan Keluhan Kesehatan pada Petani Kentang Kilometer Xi Kota Sungai Penuh

Hasil penelitian didapatkan kadar cholinesterase petani kentang yang normal berjumlah 70 %, keracunan sedang berjumlah 6,7 % dan keracunan ringan sebanyak 23,3%

 

 

7

Shinta, D.Y, 2017

Gambaran Darah Petani yang Tercemar Pestisida

Hasil pemeriksaan

cholinesterase dalam serum darah, 6 orang mengalami keracunan ringan (KR) dengan kadar cholinesterase dalam darah 62,5 % sedangkan 4 orang lainnya dalam keadaannormal dengan kadar >75 %

 


8

Dwiyanti, dkk, 2018

Hubungan Masa Kerja, Lama Kerja, Lama Penyemprotan dan Frekuens penyemprotan  Terhadap Kadar Kolinesterase Dalam Darah Pada Petani di Desa Sumberejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang

Kadar kolinesterase dalam darah petani memiliki nilai rata-rata sebesar 7.146 U/L dengan nilai kadar kolinesterase dalam darah paling rendah sebesar 4.114 U/ dan kadar kolinesterase dalam darah paling tinggi sebesar 9.893 U/L

 


PEMBAHASA

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan olehRustia, dkk, 2010,didapatkan hasil keracunan tingkat ringan dialami oleh 40 orang responden (71,4%) sedangkan keracunan tingkat sedang dialami oleh 16 orang responden (28,6%). Proporsi petani keracunan sedang yang memiliki lama waktu menyemprot per minggu lebih dari atau sama dengan 4 jam (31,4%) lebih besar daripada proporsi petani kerecunan sedang yang memiliki lama waktu menyemprot per minggu kurang dari 4 jam (23,8%).

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan olehFidah, D.A.,& Sunarno, J.M, 2016didapatkan hasil sebanyak 35 responden (46,1%) memiliki kadar enzim kolinesterase normal dan sebanyak 41 responden (53,9%) mengalami penurunan kadar enzim kolinesterase pada tahapan keracunan ringan.

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspita, dkk, 2016 didapatkan hasil sebanyak 48,6% petani memiliki aktifitas enzim Cholinesterase normal, Sebanyak  48,6% petani memiliki aktifitas enzim Cholinesterase normal,  40 % mengalami keracunan ringan dan 11,4 % petani mengalami keracunan, sedang. Faktor yang dapat menyebabkan  petani mengalami keracunan adalah usia, lama waktu bekerja, dan masa kerja petani.

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan olehRusma, dkk, 2016 didapatkan hasilterdapat 1 petani (3,13%) yang kadar cholinesterase kurang dari nilai normal, terdapat 26 petani (81,25%) yang kadar cholinesterase normal ,dengan nilai terkecil adalah 3900 U/L dan nilai terbesar 11500 U/L

        Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Marisa.,& Arrasyid, A.S, 2017didapatkan hasil dari 5 sampel darah petani bawang merah didapatkan hasil 1 orang petani memiliki kadar kolinesterase rendah dan 4 orang memiliki kadar kolinesterase normal, dengan nilai terkecil adalah 2835,6 U/L dan nilai terbesar adalah 10.154 U/L. Dengan kadar keracunan ringan <75 % dan keracunan sedang <50%.

        Berdasarkan penelitian yang dilakukan olehMarisa, M., & Pratuna 2017,didapatkan hasil kadar cholinesterase petani kentang yang normal berjumlah 70 %, keracunan sedang berjumlah 6,7 % dan keracunan ringan sebanyak 23,3%.

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shinta, D.Y 2017, didapatkan hasil pemeriksaan kadar kolinesterase dalam darah 6 orang mengalami keracunan ringan dengan kadar kolinesterase alam darah 62,5%  sedangkan 4 orang lainnya dalam keadaan normal dengan kadar > 75%.

       Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwiyanti, dkk, 2018, didapatkan hasil dari 31kadar kolinesterase dalam darahmemiliki nilai rata-rata sebesar 7.146 U/Ldengan nilai kadar kolinesterase dalamdarah paling rendah sebesar 4.114 U/dan kadarkolinesterase dalam darahpaling tinggi sebesar 9.893 U/L.

        Keracunan pada petani terjadi disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalahUsia, Tingkat Pendidikan, Lama kerja, Tindakan penyemprotan pada arah angin, Frekuensi Penyemprotan , Jumlah Jenis Pestisida yang digunakan, Kebiasaan merokok Pengolahan pestisida, dan Penggunaan Alat Pelindung Diri.

 

KESIMPULAN

Kesimpulan dari beberapa artikel yang telah di review oleh penulis adalah

3.        Kadar kolinesterase rata-rata pada petani adalah 7756,2 U/L, dengan nilai terkecil adalah 283,6 U/L dan nilai terbesar adalah 11500U/L

4.        Kadar tingkat keracunan ringan yang dialami petani berkisar 62,5% - 75 %, keracunan sedang 50%, dan normal >75%

 

SARAN

Sebaiknya pada penelitian selanjutnya dilakukan penelitian langsung kepada petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat, untuk mengetahui secara langsungbagaimana gambaran kadar enzim kolinesterase petani pengguna pestisida golongan organofosfat dan atau karbamat, dan untuk memperkuat faktor-faktor yang dapat menyebabkan keracunan pestisida.

 

DAFTAR PUSTAKA

Brunton, LL 2011, Goodman & Gilman’s :  The Pharmacological Basis of Therapeutics, Mc Graw Hills Medical, New York.

Budiawan, A.R. (2014). Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Cholinesterase pada Petani Bawang Merah di Ngurensiti Pati. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang, 3(1), (2014).

Ditjen PPM & PLP   (1992). Pemeriksaan Kolinesterase Darah   dengan Tintometer Kit. Depkes RI

Djojosumarto, Panut 2008, Pestisida dan Aplikasinya, PT. Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan.

 

Faidah, D. A., & Sunarno, J. M. (2016). Gambaran Kadar Kolinesterase pada Petani Kentang di DesaKepakisan Kecamatan Batur Kabupaten Banjarnegara.Program Studi DIII Kesehatan Lingkungan Politeknik Banjarnegara. Jurnail Ilmiah Medsains, 2(1), 31-34.

Harvey, R.A & Champe, PC 2013, Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 4. Kedokteran EGC, Jakarta.

Ipmawati, P. A.,  Setiani, O., & Darundiati, YH  2016, Analisis Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani di Desa Jati Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang  Jawa Tengah. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.

Katzung, BG 2014, Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI,  Kedokteran EGC, Jakarta.

Lestari, Siska Ayu, Melania Perwitasari, dan Siti Nurfajriah 2018. Gambaran Kadar Cholinesterase Darah Petani Penyemprot Pestisida di Desa Bolang Kabupaten Karawang Jawa Barat. Program Studi DIII Teknologi Laboratorium Medik STIKes Mitra Keluarga, Bekasi Timur.

Mac Dorland 2010, Kamus Kedokteran, EGC, Jakarta.

Marisa,. & Arrasyid, A.S. (2017). Pemeriksaan Kadar Pestisida dalam Darah Petani Bawang Merah di Nagari Alahan Panjang. journal of Saintek, 9(1), 14-18.

Marisa.,& Pratuna, N.D. (2018). Analisa Kadar Cholinesterase dalam Darah dan Keluhan Kesehatan pada Petani Kentang Kilometer Xi Kota Sungai Penuh.Jurnal Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal), 9(1), 14-18.

Menteri Pertanian RI 2015, Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 39/Permentan/SR.330/7/2015 Tentang Pendaftaran Pestisida, Jakarta.

Menteri Tenaga Kerja RI 1986, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor: PER-03/MEN/1986 Tentang Syarat-syarat Keselamatan Dan Kesehatan Di Tempat Kerja Yang Mengelola Pestisida, Jakarta.

 

Osang Ais Regi, dkk 2016, Hubungan Antara Masa Kerja dan Arah Angin dengan Kadar Kolinesterase Darah pada Petani Padi Pengguna Pestisida di Desa Pangian Tengah Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mongondow. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.

Puspita, S., Ngadino., & Koerniasari. (2016). Tingkat Keracunan dan Enzim Cholinesterase pada Darah Petani Padi Tahun (Studi Kasus Di Daerah Kepuh Anyar, Kabupaten Mojokerto).Gema Lingkungan Kesehatan, 15(1)

 

Rusma, N., Pinontoan, O.R., Akili, R.H. (2016). Analisis Kandungan Kadar Cholinesterase Darah Pada Petani Penyemprot Pestisida Padi Sawah Di Desa Mpuya Selatan Satu Kecamatan Dumoga Utara.Jornal Ikmas, 1(3).

 

Rustia, H.N.,Wispriyono,B., & Susanna,D., & Lutfiah, F.N. (2010). Lama Pajanan Organofosfat Terhadap Penurunan Aktivitas Enzim Kolinesterase dalam Darah Petani Sayuran. Makara Journal of Health Research, 14(2), 95-101

 

Sari, NK.M., Mastra, N., & Habibah N. (2018). Gambaran Kadar Enzim Kolinesterase Dalam Darah pada Kelompok Tani Mekar Nadi di Desa Batunya Kecamatan Baturiti. Jurnal Poltekkes Denpasar, 6(2), 2338-1159

Sartono 2002, Racun dan Keracunan, Widya Medika : Jakarta.

Shinta, D.Y .(2017). Gambaran Darah Petani yang Tercemar Pestisida.Jurnal Stikes Padang.

Slater, CR 2017, The Structur of Human Neuromuscular Junctions, Newcastle University

Soemirat, J 2015, Toksikologi Lingkungan,  Gadjah Mada, Universitas, Press, Yogyakarta.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

LAMPIRAN

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Lampiran 1

 

 

 

NO

Jurnal

Kadar Enzim Kolinesterase

Tingkat Keracunan

Rata-rata (U/L)

Minimum (U/L)

Maksimum (U/L)

Normal

(75-100%)

Ringan

(50-75%)

Sedang

(25-50%)

Berat

1

Hana N. R. Dkk  (2010)

-

-

-

56

40

16

-

2

Dwi Atin, F. Dkk  (2016)

-

-

-

46

41

-

-

3

Ninik Rusma. Dkk (2016)

9263

3900

11500

96

1

-

-

4

Sella, P. Dkk (2016)

-

-

-

49

14

4

-

5

Dewi, Y.S. (2017)

-

-

-

40

6

-

-

6

Marisa, A. Dkk (2017)

6859,6

2836,6

10154

80

1

-

-

7

Marisa, N. Dkk (2017)

-

-

-

70

7

2

-

8

Fitrisya, L. D. Dkk (2018)

7146

4114

9893

-

-

-

-

 

Rata-rata

7756,2

 

 

 63,5%

16

7

 


Lampiran 2

 

KARTU BIMBINGAN

 

Nama Mahasiswa          : Andini Syah Putri

NIM                              : 1613453025

Judul KTI                     :  Gambaran Aktivitas Enzim Kolinesterase Petani Penggunan Pestisida Organofosfat dan atau Karbamat

Pembimbing Utama      : Yusrizal Ch, M.Kes

NO

Hari/Tanggal Konsultasi

Materi Bimbingan

Keterangan

Paraf

1

 

 

 

 

2

 

 

 

 

3

 

 

 

 

4

 

 

 

 

5

 

 

 

 

6

 

 

 

 

7

 

 

 

 

8

 

 

 

 

9

 

 

 

 

10

 

 

 

 

11

 

 

 

 

12

 

 

 

 

 

                                                                        Ketua Program Studi Diploma III

                                                                        Teknologi Laboratorium Medis 

 

 

 

 

 

Misbahul Huda, S.Si.,M.Kes

NIP. 196912221997032001

 

 

 

 

 

Lampiran 3

 

KARTU BIMBINGAN

 

Nama Mahasiswa                   : Andini Syah Putri

NIM                                       : 1613453025

Judul KTI                               : Gambaran Aktivitas Enzim Kolinesterase Petani Penggunan Pestisida Organofosfat dan atau Karbamat

Pembimbing Pendamping      : Iwan Sariyanto, S.ST.,M.Si

NO

Hari/Tanggal Konsultasi

Materi Bimbingan

Keterangan

Paraf

1

 

 

 

 

2

 

 

 

 

3

 

 

 

 

4

 

 

 

 

5

 

 

 

 

6

 

 

 

 

7

 

 

 

 

8

 

 

 

 

9

 

 

 

 

10

 

 

 

 

11

 

 

 

 

12

 

 

 

 

 

                                                                        Ketua Program Studi Diploma III

                                                                        Teknologi Laboratorium Medis 

 

 

 

 

 

Misbahul Huda, S.Si.,M.Kes

NIP. 196912221997032001

 

 

 

Lampiran 4

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 5

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 6

 

 

 

 

Lampiran 7

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 8

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 9

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 10

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 11

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar

Postingan Populer