ANGKA KESEMBUHAN TB PARU DI PUSKESMAS RAWAT INAP TANJUNG SARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2019
ANGKA KESEMBUHAN
TB PARU
DI PUSKESMAS
RAWAT INAP TANJUNG SARI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG SELATAN TAHUN 2019
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tuberkulosis
adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Setiap tahun, jutaan orang jatuh sakit
karena TB. Tuberkulosis merupakan
salah satu penyebab utama kematian.
Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi
tantangan global. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai beban
tuberkulosis terbesar ke tiga diantara 8 negara yaitu India (27%), China (9%),
Indonesia (8%), Philippina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%)
dan Afrika Selatan (3%) (WHO, 2018).
Kasus
tuberkulosis di Indonesia ditemukan sebanyak 566.623 kasus pada tahun 2018,
bila dibandingkan kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2017 yang
sebesar 446.732 kasus maka kasus ini meningkat (Kemenkes, 2018). Kasus TB yang
telah ditemukan, selanjutnya akan mendapatkan layanan pengobatan selama enam bulan dan terdiri dari 2 tahap yaitu tahap intensif selama
2 bulan dan tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase ini,
terdapat indikator untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatannya yaitu angka
kesembuhan. Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien
baru TB paru
terkonfirmasi secara bakteriologis yang sembuh setelah selesai masa pengobatan.
Angka kesembuhan minimal yang harus dicapai di Indonesia adalah 85% (Kemenkes,
2016).
Capaian
penemuan kasus terduga TB di Provinsi Lampung tahun 2018 masih jauh dari target, yaitu hanya
43,87% dari yang ditargetkan Nasional yaitu sebesar 70,0%, artinya sangat
rendahnya penemuan kasus terduga TB yang ada di fasilitas pelayanan
kesehatan. Cakupan 15 provinsi yang ada di Lampung, angka penemuan kasus TB di
Lampung Selatan yaitu 52,93% yang menempatkan kabupaten Lampung Selatan
menduduki peringkat keempat setelah Lampung Tengah (59,32%), Bandar Lampung
(59,10%), dan Tulang Bawang (57,83%) (Dinkes Lampung, 2018).
Tahun
2017 jumlah seluruh kasus TB di Lampung Selatan sebanyak 1.479 kasus, meningkat
dari tahun sebelumnya 2016 yaitu 1.272 kasus. Penemuan angka kasus TB BTA
positif tahun 2017 sebesar 952 kasus (64%) yang meningkat dari tahun sebelumnya
yaitu sebesar 947 kasus (60%) (Dinkes. Lamsel 2017).
Berdasarkan
hasil observasi, Puskesmas Tanjung Sari Kecamatan Natar adalah puskesmas rawat
inap yang terdapat di Lampung Selatan. Wilayah kerja Puskesmas Tanjung Sari ini
yaitu Desa Tanjung Sari, Bumi Sari, Muara Putih, Way Sari, Krawang Sari.
Penderita Tuberkulosis paru di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Lampung Selatan mengalami
peningkatan sejak 2015 sampai 2017. Penderita TB BTA positif merupakan
pemeriksaan penyakit TB yang paling banyak ditemukan di Puskesmas Tanjung Sari
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
memiliki kriteria pemeriksaan TB paru dengan pengecatan BTA saja, namun
Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari ini telah bekerjasama dengan pihak RS Natar Medika
untuk pemeriksaan Tes Cepat Molekuler/ TCM dan telah bekerja sama dengan Dokter
Praktek Swasta untuk pembacaan foto toraks. Suspek penderita TB Paru tahun 2015
yaitu 254 orang dengan jumlah penderita TB paru 32 orang, pada tahun 2016
suspek TB paru ada 310 orang dengan jumlah penderita 38 orang, dan pada tahun
2017 suspek TB paru ada 423 orang dengan jumlah penderita 43 orang yang
terdaftar di Puskesmas Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
Hasil
penelitian oleh
Ramadhan (2018) dalam Angka Kesembuhan TB Paru Pada Puskesmas Rawat Inap Karang
Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2015-2017
menyatakan bahwa, pasien yang gagal berobat terjadi karena pasien TB paru tidak
teratur dalam minum obat dan tidak selesai pengobatan sehingga pada pemeriksaan
ulang dahak masih dinyatakan positif. Pasien yang gagal pengobatan dapat
menjadi resisten obat atau dikenal dengan TB resisten obat. TB resisten
obat adalah keadaan dimana kuman M. Tuberculosis sudah tidak lagi dapat
dibunuh dengan salah satu atau obat anti tuberkulosis (OAT) (Kemenkes, 2015).
Dampak pasien TB resisten obat akan menularkan
kuman tuberkulosis yang telah resisten kepada orang orang disekitarnya seperti
keluarga, orang yang tinggal serumah, petugas kesehatan, dan pengawas menelan
obat (PMO). Orang yang terkena kuman TB resisten akan lebih sulit diobati
karena dalam pengobatan dibutuhkan waktu yang lama dan memiliki peluang sembuh
lebih kecil dibandingkan TB biasa. Menurut penelitian dari Kurniati (2010) yang berjudul Angka
Konversi Penderita Tuberkulosis Paru yang Diobati dengan Obat Antituberkulosis
(OAT) Paket Kategori Satu di BP4 Garut (2010) menyatakan bahwa salah satu target dari program
pemberantasan TB paru ialah pencapaian angka konversi minimal 80% fase awal
(intensif), khususnya penderita BTA positif. Angka konversi yang tinggi akan
diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi.
Menurut
penelitian dari Atika (2015) tentang Gambaran Angka Kesembuhan Pasien
Tuberkulosis (TB) Paru Di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi Pekanbaru Periode
Januari 2011-Desember 2013 menyatakan bahwa pasien TB paru yang dinyatakan sembuh
terbanyak ditemukan pada usia produktif yaitu pada usia 15-54 tahun. Hal ini
disebabkan karena pada rentang usia produktif ini tingkat mobilitasnya tinggi,
lebih mudah menerima dan menyerap informasi ketika diberikan penyuluhan, serta
memiliki motivasi yang besar untuk sembuh. Kelompok jenis kelamin didapatkan
bahwa laki-laki merupakan kelompok terbanyak dinyatakan sembuh. Kemungkinan hal
ini disebabkan karena secara prevalensi penyakit TB paru lebih banyak menyerang
pada laki-laki dan pada kelompok ini lebih cepat mendapatkan informasi tentang
penyakitnya, sedangkan
pada perempuan mungkin lebih canggung untuk pergi berobat ke pelayanan kesehatan.
Selain itu pada perempuan cenderung untuk meminta izin dan biaya pengobatan
pada suami atau keluarga untuk pergi ke pusat pelayanan kesehatan.
Menurut
petugas pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari,
upaya yang dilakukan Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari dalam penanggulangan TB paru di wilayah kerjanya agar
banyak yang terdeteksi dan diobati, yaitu dengan memeriksa langsung dahak
pasien yang memiliki gejala TB dengan pemeriksaan pengecatan BTA dan melakukan
penyuluhan ke masyarakat daerah wilayah kerjanya tentang bahayanya penyakit TB.
Sehingga tuntas dan tidak terjadi penyebarluasan penyakit dan menurunkan jumlah
penderita TB
paru serta menghindari resiko kematian pada penderita TB, namun masih ada masalah yang mempengaruhi pencapaian angka
kesembuhan di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari seperti pasien putus berobat,
gagal sembuh, dan meninggal yang disebabkan oleh pasien yang memiliki penyakit lain sebelumnya dengan resiko tinggi kematian,
melakukan
pengobatan tidak sesuai jadwal, dan melakukan pemberhentian minum obat sebelum
6 bulan dengan sendirinya karena merasa sudah sembuh. Tahun 2015 ada 2 kasus
meninggal karena TB paru diakibatkan penderita mengalami MDR (Multi Drug Resistant), tahun 2016
terdapat 1 pasien putus berobat dan 1
pasien meninggal karena MDR, dan pada tahun 2017 terdapat 1 pasien putus
berobat dan 2 pasien meninggal.
Berdasarkan
latar belakang yang telah disampaikan maka peneliti melakukan penelitian
tentang Angka kesembuhan TB paru di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang
yang telah disampaikan maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana angka
kesembuhan tb paru di puskesmas rawat inap tanjung sari kecamatan natar
kabupaten lampung selatan pada tahun 2019?
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Tujuan Umum
Diketahui angka kesembuhan penderita TB paru di Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019.
2.
Tujuan Khusus
a.
Diketahui
jumlah
penderita TB
paru BTA Positif di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan pada tahun 2019.
b. Diketahui hasil pengobatan penderita TB paru pada tahap intensif di
Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
pada tahun 2019.
c.
Diketahui
angka kesembuhan penderita
TB
paru di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan pada tahun 2019.
d. Diketahui angka kesembuhan penderita TB paru berdasarkan usia di Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019.
e. Diketahui angka kesembuhan penderita TB paru berdasarkan jenis kelamin di Puskesmas Rawat Inap Tanjung
Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019.
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat Teoritis
Sebagai
referensi bagi peneliti selanjutnya.
2.
Manfaat Aplikatif
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada Puskesmas Rawat Inap Tanjung
Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan tentang angka kesembuhan TB paru
dalam upaya program penanggulangan TB paru.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Kajian
yang diteliti adalah bidang Bakteriologi, jenis penelitian yaitu deskriptif.
Lokasi penelitian di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan dan waktu penelitian dilaksanakan pada Januari 2020
sampai Mei
2020. Variabel penelitian adalah penderita TB BTA positif, hasil pengobatan TB
paru pada tahap intensif, angka kesembuhan TB paru, angka kesembuhan TB paru
menurut usia dan angka kesembuhan TB paru menurut jenis kelamin. Populasi dalam penelitian ini adalah Populasi dalam penelitian ini
adalah penderita yang dinyatakan BTA positif pada tahun 2019. Sampel penelitian
ini seluruh populasi. Analisa data univariat.mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1.
Tuberkulosis
M.
Tuberculosis
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit
infeksi yang disebabkan bakteri Mycobacterium
tuberculosis (Naga, S, 2012).
Sumber:
Kemenkes, 2017 Gambar 2.1 Bakteri Mycrobacterium tuberculosis dalam sediaan dahak
pewarnaan Ziehl Neelsen.
2.
Mycobacterium tuberculosis
Bakteri Mycobacterium
tuberculosis mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk
batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai
selubung, mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam
mikolat). Bakteri ini mempunyai sifat istimewa, yaitu dapat bertahan terhadap
pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan
asam (BTA) serta tahan terhadap zat kimia dan fisik (Widoyono, 2011).
Bakteri tuberkulosis juga tahan dalam keadaan
kering, dingin, dan bersifat aerob. Bakteri tuberkulosis ini mati pada
pemanasan 100°C selama 5-10 menit atau
pada pemanasan 60°C selama 30 menit, dan dengan alcohol 70-95 % selama 15-30
detik. Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab
dan gelap (bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar matahari atau
aliran udara. (Widoyono, 2011).
3.
Patogenesis
dan Penularan TB
a. Patogenesis
Mycobakterium tuberculosis
dapat membentuk koloni di dalam tubuh hospes tanpa menunjukkan gejala kelainan.
Berjuta-juta orang di seluruh dunia mengalami infeksi asimtomatik (tidak
merasakan gejala apapun) dengan Mycobakterium
tuberkulosis dan infeksinya dikenal sukar diobati. Hal ini disebabkan
karena dinding selnya yang tidak termasuk pada kelompok Gram negatif maupun
positif, yang secara alami resisten terhadap sejumlah antibiotika yang dapat
mengganggu biosintesis dinding sel, misalnya penisilin (Soedarto, 2015).
b. Penularan
TB
Penyakit
tuberkulosis ditularkan melalui udara (droplet
nuclei) saat seorang pasien TB batuk dan percikan ludah yang mengandung
bakteri tersebut terhirup oleh orang lain saat bernapas. Masa inkubasinya
selama 3-6 bulan. Risiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas
paparan dengan sumber infeksi. Risiko tertinggi berkembangnya penyakit yaitu
pada anak berusia di bawah 3 tahun, risiko rendah pada masa kanak-kanak diatas
3 tahun, dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut
(Widoyono, 2011).
Bakteri
bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah, pembuluh limfe,
atau langsung ke organ terdekatnya. Setiap satu orang penderita BTA positif
akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya. Hasil studi lainnya melaporkan
bahwa kontak terdekat (keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko
dibandingkan kontak tidak serumah. Seorang penderita dengan BTA positif yang derajat positifnya tinggi berpotensi
menularkan penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA negatif dianggap
tidak menularkan (Widoyono, 2011).
4.
Klasifikasi
TB Berdasarkan Lokasi Anatomi
a. Tuberkulosis
Paru
Tuberkulosis
paru adalah TB yang berlokasi pada parenkim (jaringan) paru. TB yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis dianggap
sebagai TB paru karena adanya lesi pada jaringan paru. Pasien yang menderita TB
paru dan sekaligus juga menderita
TB ekstra paru, diklasifikasikan sebagai pasien TB
paru (Permenkes 2016).
Penyakit
ini merupakan bentuk yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar 80% dari semua
penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru ini merupakan
satu-satunya bentuk dari TB yang mudah tertular kepada manusia lain (Naga,
2012).
b. Tuberkulosis
Ekstra Paru
Tuberkulosis
ekstra paru adalah TB yang terjadi pada organ selain paru, misalnya: pleura,
kelenjar limfe, abdomen, saluran kencing, kulit, sendi, selaput otak dan
tulang. Diagnosis TB ekstra paru dapat ditetapkan berdasarkan hasil pemeriksaan
bakteriologis atau klinis. Diagnosis TB ekstra paru harus diupayakan secara
bakteriologis dengan ditemukannya Mycobacterium
tuberculosis (Permenkes, 2016).
5.
Gejala
dan Tanda TB
Menurut Radji (2011),
keluhan yang dirasakan penderita bermacam macam tetapi dapat pula tanpa keluhan
sama sekali. Terdapat beberapa gejala dan tanda tuberkulosis yaitu:
a. Demam
Demam biasanya menyerupai influenza, tetapi panas badan kadang
kala dapat mencapai 40°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, namun
kemudian dapat timbul kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan
tubuh penderita dan tergantung dari keparahan infeksi bakteri tuberkulosis.
b. Batuk
Batuk diperlukan untuk
membuang produk radang dari saluran napas. Sifat baruk mulai dari batuk kering
dan kemudian menjadi batuk produktif (menghasilkan sputum) setelah timbul
peradangan. Keadaan lanjut adalah batuk yang bercampur dengan darah karena
adanya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak
napas
Sesak napas akan
dirasakan oleh penderita apabila infeksi sudah berlanjut, yaitu infiltrasi
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri
dada
Sebenarnya gejala ini
jarang ditemukan, tetapi nyeri dada dapat timbul jika infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Kedua pleura bergesekan ketika
penderita menarik atau melepaskan napas.
6.
Faktor
yang Berhubungan dengan Penyakit TB
Menurut Naga (2012), terdapat beberapa
faktor yang berhubungan dengan penyakit TB, yaitu:
a. Umur
Penyakit
TB
paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif, yaitu sekitar
15-50 tahun disebabkan dari penularan melalui lingkungan luar tempat
beraktivitas.
b. Sosial-Ekonomi
Pendapatan keluarga
sangat erat hubungannya dengan penularan TB, karena pendapatan yang kecil
membuat orang tidak dapat hidup layak, yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
c.
Malnutrisi
Malnutrisi baik
defisiensi mikro maupun makro meningkatkan resiko TB karena melemahnya respon
imun. Penyakit TB dapat memicu kekurangan gizi karena penurunan nafsu makan dan
perubahan proses metabolik.
d. Jenis
Kelamin
Menurut WHO, sedikitnya
dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB paru. Fakta ini dapat menyimpulkan
bahwa perempuan lebih rentan terhadap kematian akibat serangan TB paru dibandingkan laki laki akibat
proses kehamilan dan persalinan.
7.
Pencegahan
dan pengendalianTB
Pencegahan penyakit TB dapat dilakukan dengan
menghindarkan kontak langsung dengan penderita, menjalankan pola hidup sehat,
misalnya makan makanan bergizi dan seimbang, istirahat yang cukup, jangan tidur
terlalu larut malam, dan menghindarkan menjadi perokok aktif ataupun pasif,
karena hal tersebut dapat mengurangi system imun tubuh dan akan mudah tertular
penyakit TB. Pemberian vaksin BCG (Bacille
Calmette-Guérin) segera setelah bayi lahir (0-1 bulan) dapat memberikan
kekebalan aktif terhadap tuberkulosis. Tingkat efektivitas Vaksin BCG berkisar
70-80%. Oleh karena itu, harus tetap waspada terhadap serangan bakteri penyebab
tuberculosis (Radji, 2011).
8.
Diagnosis
TB
a.
Diagnosa Laboratorium
Agar dapat menegakkan
diagnosis penyakit TB
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan BTA positif. Pemeriksaan
lain yang dapat dilakukan yaitu dengan pemeriksaan kultur bakteri, namun
biayanya mahal dan hasilnya lama (Widoyono, 2011).
1) Pemeriksaan
mikroskopis TB
Pemeriksaan secara
mikroskopis yang bermutu merupakan komponen penting dalam penerapan strategi
DOTS (Direcly Observed Treatment Short-
course), baik untuk penegakan diagnosis maupun follow up. Hasil pemeriksaan dahak yang bermutu merupakan hal yang
penting untuk menetapkan klasifkasi penderita, keputusan untuk memulai
pengobatan dan menyatakan kesembuhan penderita (Kemenkes, 2017).
Pemeriksaan dahak untuk
penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 2 contoh uji dahak yang
dikumpulkan berupa dahak Sewaktu-Pagi (SP):
S (Sewaktu): dahak ditampung di
fasilitas pelayanan kesehatan.
P (Pagi): dahak ditampung pada pagi
segera setelah bangun tidur. Dapat dilakukan dirumah pasien atau di bangsal
rawat inap bilamana pasien menjalani rawat inap (Permenkes, 2016).
a) Cara
kerja pemeriksaan dahak secara mikroskopis
Sebelum melaksanakan
pembuatan sediaan dahak, terlebih dulu kaca sediaan yang diberi
identitas dengan menuliskan pada bagian frosted
dengan pensil 2B atau diberi label
dengan nomor identitas, pilih dahak yang kental berwarna kuning kehijauan,
ambil dengan lidi yang ujungnya berserabut kira-kira sebesar biji kacang hijau,
kemudian letakkan pada kaca objek yang sudah disiapkan, sebarkan diatas kaca
sediaan dengan bentuk oval ukuran 2x3 kemudian ratakan dengan tusuk gigi
membentuk spiral kecil kecil, keringkan pada suhu kamar, lalu fiksasi, kegiatan
fiksasi dilakukan dengan memegang kaca sediaan dengan pinset, pastikan kaca
sediaan menghadap ke atas, lewatkan sediaan di atas api bunsen yang berwarna
biru 2- 3 kali selama 1-2 detik, lakukan penilaian ketebalan sediaan sebelum
dilakukan pewarnaan, dilakukan dengan meletakkan sediaan yg kering 4-5 cm di
atas kertas koran, sediaan yang baik apabila kita masih dapat melihat tulisan
secara samar (Kemenkes, 2017).
Melakukan pengecatan
dengan meletakkan sediaan diatas rak, sediaan ditetesi larutan carbol fuchsin
1% hingga menutupi seluruh permukaan kaca sediaan. panaskan
sediaan dengan sulut api sampai keluar uap (jangan sampai mendidih), kemudian
dinginkan selama 10 menit, bilas sediaan
secara perlahan dengan air mengalir, tuangkan
methylen blue 0,1% hingga menutupi seluruh sediaan dan biarkan selama 1 menit, kemudian bilas dengan air
mengalir, keringkan sediaan pada rak pengering, Pembacaan sediaan dahak
menggunakan mikroskop dengan lensa objektif 10x untuk menentukan fokus kemudian
pada lensa objektif 100x. Melakukan pembacaan disepanjang garis horisontal dari
ujung kiri ke ujung kanan atau sebaliknya (Kemenkes, 2017).
Pewarnaan yang baik,
apabila diperiksa di bawah mikroskop akan tampak bakteri tahan asam (BTA)
berwarna merah baik sendiri atau bergerombol dengan warna latar biru (Kemenkes,
2017).
2) Pemeriksaan
Tes Cepat Molekuler (TCM) TB
Pemeriksaan Tes Cepat
Molekuler (TCM) adalah salah satu program TB dalam mempercepat diagnosis pasien
TB Resisten Obat. Pemeriksaan dengan metode ini hanya membutuhkan waktu dua jam
untuk mendapatkan hasil diagnosa pasien. Metode ini juga memiliki keunggulan
karena sifatnya yang sensitif dan spesifk sehingga dapat mengidentifkasi
keberadaan MTB dan resistensi terhadap rifampisin secara simultan. Namun
pemeriksaan ini hanya dapat digunakan untuk mendiagnosis TB dan resistensi
terhadap rifampisin secara cepat dan akurat, sehingga tidak dapat digunakan
sebagai pemeriksaan lanjutan (monitoring) terhadap pasien yang mendapat terapi.
Prinsip pemeriksaan Xpert MTB/RIF adalah deteksi molekuler berbasis nested real time PCR untuk diagnosis TB
(Kemenkes, 2017).
a) Cara
kerja TCM TB
Masukkan spesimen yang
sudah dielusi ke dalam cartridge, kemudian cartridge dimasukkan ke dalam mesin,
spesimen diuji bersama dengan SPC (sample processing control) tapi secara
terpisah, sel yang lisis secara ultrasonik akan melepas asam nukleat, DNA yang sudah
terelusi bercampur dengan reagen, amplifikasi PCR dan deteksi terjadi secara
bersamaan, hasil dapat dilihat dan siap untuk dicetak dalam waktu kurang dari 2
jam (Kemenkes, 2017).
3) Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a)
Pemeriksaan foto toraks
b) Pemeriksaan histopatologi pada kasus
yang dicurigai TB ekstraparu (Permenkes, 2016).
4) Pemeriksaan uji kepekaan obat
Uji kepekaan obat
bertujuan untuk menentukan ada tidaknya resistensi MTB terhadap OAT. Uji
kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang telah lulus uji
pemantapan mutu/Quality Assurance (QA), dan mendapatkan sertifikat nasional
maupun internasional (Permenkes, 2016).
9.
Pengobatan
TB
a.
Tujuan Pengobatan TB
Menurut Permenkes tahun 2016, tujuan dari pengobatan
TB adalah:
1)
Menyembuhkan pasien dan memperbaiki
produktivitas serta kualitas hidup.
2)
Mencegah
terjadinya kematian oleh
karena TB atau dampak buruk selanjutnya.
3)
Mencegah terjadinya kekambuhan TB.
4)
Menurunkan risiko penularan TB.
5)
Mencegah terjadinya dan penularan TB
resistan obat.
b.
Tahapan Pengobatan TB
1)
Tahap Intensif
Kebanyakan penderita BTA positif akan menjadi negatif dalam
waktu 2 bulan. Pada fase ini sangatlah penting adanya pengawasan minum obat
oleh Pengawas Minum Obat
(PMO) (Soetomo,2010).
Pengobatan
diberikan setiap hari
selama 56 hari (2 bulan). Panduan pengobatan pada tahap ini
adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah bakteri yang ada
dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil
bakteri yang mungkin
sudah resistan sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan
tahap awal pada semua pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan pemeriksaan dahak dilakukan pada akhir bulan ke 2 pengobatan. Umumnya dengan pengobatan secara
teratur, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu
pertama. Semua pasien TB paru yang tidak konversi pada akhir
2 bulan pengobatan tahap awal, pengobatan tetap dilanjutkan ke paduan tahap
lanjutan, pemeriksaan
dahak diulang pada akhir bulan-3 pengobatan. Bila hasil tetap BTA positif,
pasien ditetapkan sebagai pasien terduga TB-RO. Semua pasien TB pengobatan
ulang yang tidak konversi akhir tahap awal ditetapkan juga sebagai terduga
TB-RO (Tuberkulosis
Resisten Obat) (Permenkes, 2016).
2) Tahap
Lanjutan
Pengobatan tahap lanjutan diberikan 3 kali seminggu selama 16 minggu (4 bulan),
bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam tubuh,
khususnya kuman persister sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah terjadinya
kekambuhan. Semua pasien
TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada akhir bulan
ke 5 dari seluruh waktu pengobatan. Apabila hasilnya negatif, pengobatan
dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan selesai dan dilakukan pemeriksaan
ulang dahak kembali pada akhir pengobatan. Bila hasil pemeriksaan
mikroskopisnya positif pasien dianggap gagal pengobatan dan dimasukkan kedalam
kelompok terduga TB-RO (Tuberkulosis Resisten Obat)
(Permenkes, 2016).
c.
Pengawas
Menelan Obat
Salah satu komponen DOTS (Direcly Observed Treatment Short- course) adalah pengobatan paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) jangka
pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan
seorang PMO (Pengawas Menelan Obat).
Tujuan seorang PMO adalah:
1) Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan.
2)
Memberi
dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3) Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada
waktu yang telah ditentukan.
4) Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB
yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
d. Pemantauan
kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan
pada orang dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis.
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB
yang terkonfirmasi bakteriologis merupakan suatu cara terpenting untuk menilai
hasil kemajuan pengobatan (Permenkes, 2016).
e. Hasil
Pengobatan Pasien TB
Menurut Permenkes 2016
ada beberapa hasil pengobatan pasien yaitu:
1) Sembuh
Pasien TB paru dengan
hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal pengobatan yang hasil
pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan selama 6 bulan menjadi negatif
dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya.
2) Pengobatan
lengkap
Pasien TB
yang telah menyelesaikan pengobatan
secara lengkap dimana telah minum obat baik pada fase intensif maupun
fase lanjutan dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan
hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada
akhir pengobatan.
3) Gagal
Pasien
yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima
atau lebih selama masa pengobatan, atau kapan saja dalam masa pengobatan
diperoleh hasil laboratorium yang menunjukkan adanya resistensi OAT.
4) Meninggal
Pasien
TB yang meninggal
oleh sebab apapun
sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan.
5) Putus
berobat (loss to follow-up)
Pasien
TB yang tidak
memulai pengobatannya atau
yang pengobatannya terputus terus menerus selama 2 bulan atau lebih.
6) Tidak
dievaluasi
Pasien TB yang tidak diketahui hasil
akhir pengobatannya. Termasuk dalam kriteria ini adalah pasien pindah (transfer out) ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannya tidak
diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.
10. Angka Konversi
Angka
konversi adalah persentase
pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah
menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui
secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung
menelan obat dilakukan dengan benar. Angka minimal minimal
yang harus dicapai adalah 80% (Depkes, 2011).
11. Angka Kesembuhan
Kasus TB yang telah
ditemukan, selanjutnya akan mendapatkan layanan pengobatan selama enam bulan yang terdiri dari dua tahap yaitu tahap intensif
selama 2 bulan dan tahap lanjutan selama 4 bulan, pada fase ini
terdapat indikator utama untuk mengevaluasi keberhasilan di akhir pengobatan, yaitu
angka kesembuhan. Angka kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase
pasien baru TB Paru terkonfirmasi bakteriologis setelah dilakukannya pengecatan BTA yang
kemudian sembuh
setelah
selesai masa pengobatan
enam bulan, di antara pasien baru TB Paru terkonfirmasi
bakteriologis yang tercatat. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85% (Kemenkes, 2016).
a.
b.
(Depkes, 2011)
B. a. Hasil pengobatan TB
paru pada tahap intensif b. Angka kesembuhan TB paru c. Angka kesembuhan TB paru
menurut usia d. Angka kesembuhan TB paru
menurut jenis kelamin
Penderita TB paru BTA
positif
BAB III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
dan Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif,
dengan variabel penelitian
ini adalah penderita TB BTA positif, hasil pengobatan TB paru
pada tahap intensif, angka kesembuhan TB paru, angka kesembuhan TB paru menurut
usia dan angka kesembuhan TB paru menurut jenis kelamin.
B.
Lokasi
dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian di
Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
yang dilaksanakan bulan Januari 2020 sampai Mei 2020.
C.
Populasi
dan Sampel
1.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah penderita TB yang dinyatakan BTA positif pada
tahun 2019 (Januari - Oktober).
2.
Sampel
Sampel penelitian ini adalah seluruh populasi.
D. Variabel Penelitian
1. Definisi Operasional
No. |
Variabel
penelitian |
Definisi |
Cara
Ukur |
Alat
ukur |
Hasil
ukur |
Skala |
1 |
Penderita
TB paru BTA Positif |
Penderita TB paru berdasarkan diagnosis BTA |
Pencatatan |
Berdasarkan
form TB 06 |
a.
Scanty b.
1+ c.
2+ d.
3+ |
Ordinal |
2. |
Pengobatan TB paru pada tahap intensif |
Penderita TB paru BTA
positif kemudian melakukan pengobatan selama 2 bulan |
Pencatatan |
Berdasarkan
form TB 04 |
a.
Konversi b.Tidak konversi |
Ordinal |
3. |
Angka
kesembuhan TB paru |
Penderita TB paru BTA
positif yang akhir pengobatan selama 6 bulan menjadi BTA negatif |
Pencatatan |
Berdasarkan
form TB 04 |
a.
Sembuh
b.Gagal Sembuh |
Ordinal |
4. |
Angka
kesembuhan TB Paru Berdasarkan Usia |
Penderita TB Paru BTA positif dalam rentang usia di
Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan |
Pencatatan |
Berdasarkan
form TB 04 |
a.
≥
65 tahun b.55-64 tahun c.
45-54
tahun d.35-44 tahun e.
25-34
tahun f.
15-24
tahun g.0-14 tahun (Kemenkes,
2018) |
Interval |
5. |
Angka
kesembuhan TB Paru Berdasarkan Jenis Kelamin |
Penderita TB paru BTA positif dalam kelompok gender
di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan |
Pencatatan |
Berdasarkan
form TB 04 |
a.
Laki-laki b.Perempuan |
Nominal |
1.
Pengumpulan
Data
Langkah langkahnya yaitu:
a)
Penelusuran
pustaka.
b)
Observasi
ke lokasi yaitu di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan untuk mencari informasi yang berkaitan tentang Angka Kesembuhan
TB paru.
c)
Peneliti meminta surat izin dari Jurusan
Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Tanjungkarang.
d)
Surat izin diajukan ke Dinas Kesehatan
Kabupaten Lampung Selatan.
e)
Disetujui
oleh Dinas Kesehatan Lampung Selatan.
f)
Surat izin diajukan ke Puskesmas Rawat
Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
g)
Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan menyetujui peneliti untuk melakukan penelitian.
h)
Peneliti
mencatat data pasien berupa nama, jenis kelamin, usia, lama pengobatan, dan
keterangan pada form TB 04 di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
i)
Data
yang telah diolah peneliti disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
E.
Pengolahan
dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
2. Editting atau memeriksa data
Data hasil pemeriksaan penderita TB yang dinyatakan BTA positif yang
tercatat di form TB 06 dicatat hasil pengobatan 2 bulan dan 4 bulan serta
kesimpulan angka kesembuhannya.
3.
Tabulating
atau penyusunan data
Data pemeriksaan penderita TB disusun dengan menuliskan nama berupa inisial,
jenis kelamin, usia, hasil pemeriksaan, hasil pengobatan intensif, keterangan,
akhir pengobatan dan kesimpulan berupa sembuh atau gagal sembuh secara
berurutan dalam bentuk tabel yang tercantum di lampiran 1.
2.
Analisa
Data
Analisa data menggunakan analisa univariat,
yaitu menghitung jumlah
penderita TB paru BTA positif, hasil pengobatan TB paru pada tahap
intensif, angka kesembuhan TB Paru, angka kesembuhan TB Paru menurut usia, dan
angka kesembuhan TB Paru menurut jenis kelamin.
a. Rumus hasil pengobatan TB Paru pada
tahap intensif
b. Rumus angka kesembuhan TB Paru
c. Rumus angka kesembuhan TB Paru menurut
usia
d. Rumus angka kesembuhan TB Paru menurut
jenis kelamin
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
A.
Hasil
Penelitian
Penelitian yang telah
dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan pada tahun
2020 ada
30
penderita TB paru BTA
positif. Seluruh
penderita tersebut dilakukan follow up dalam
pengobatannya untuk menyembuhkan pasien.
Hasil
Pemeriksaan |
Jumlah Penderita |
Scanty |
0 |
1+ |
9 |
2+ |
12 |
3+ |
9 |
Total |
30 |
Tabel 4.1 Jumlah penderita TB
paru BTA Positif di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019
0 12 9 9
Gambar 4.1 Grafik penderita TB
paru BTA Positif di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan pada tahun 2019
.
Setelah dilakukan
pemeriksaan dahak dan dilakukan pengecatan, didapat 30 penderita TB paru yang
kemudian dilanjutkan ke tahap pengobatan. Tahap pertama pengobatan adalah tahap
intensif yaitu diberi obat selama 56 hari (2 bulan).
Tabel 4.2 Hasil pengobatan penderita TB paru pada tahap intensif
di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
pada tahun 2019
Hasil pengobatan Intensif |
Akhir bulan ke 2 |
Akhir Bulan ke 3 |
Jumlah penderita |
Persen (%) |
Konversi |
22 |
6 |
28 |
93,3 |
Tidak konversi |
- |
- |
2 |
6,7 |
Total |
|
|
30 |
100 |
Gambar 4.2 Grafik hasil pengobatan penderita TB paru pada tahap
intensif di Puskesmas Rawat Inap Tanjung
Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019
Setelah 28 pasien konversi, diteruskan ke
tahap lanjutan pengobatan selama 4 bulan
sehingga total pengobatan ada 6 bulan. Hasil pengobatan 6 bulan dilakukan untuk
menghitung angka kesembuhan TB paru, karena angka kesembuhan adalah
persentase pasien baru TB Paru terkonfirmasi bakteriologis setelah dilakukannya pengecatan BTA yang
kemudian sembuh
setelah
selesai masa pengobatan
enam bulan.
Tabel 4.3 Angka kesembuhan
penderita TB paru di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019
Hasil
pengobatan |
Jumlah
penderita |
Persen (%) |
Sembuh |
28 |
93,3 |
Tidak
Sembuh |
2 |
6,7 |
Total |
30 |
100 |
Angka
kesembuhan penderita TB
paru di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan pada tahun 2019 yaitu 93,3%.
2 Gagal
sembuh
Penderita
TB paru yang sembuh setelah pengobatan tahap lanjut selama 6 bulan berjumlah 28 orang (93,7%), sedangkan 2
orang penderita TB paru gagal sembuh
(6,7%), karena meninggal saat menjalani masa pengobatan 2 bulan (pengobatan
intensif).
Angka kesembuhan penderita TB paru menurut usia ,
mulai dari usia 0 tahun sampai usia ≥
65 tahun adalah sebagai berikut ( tabel 4.4)
Tabel 4.4 Angka kesembuhan
penderita TB paru menurut usia di Puskesmas Rawat InapTanjung Sari Kecamatan
Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun
2019
Usia |
Penderita yang
diobati |
Hasil
pengobatan |
|||
Sembuh |
Persen (%) |
Gagal Sembuh |
Persen (%) |
||
0-14 tahun |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
15-24 tahun |
5 |
5 |
100 |
0 |
0 |
25-34 tahun |
6 |
6 |
100 |
0 |
0 |
35-44 tahun |
5 |
5 |
100 |
0 |
0 |
45-54 tahun |
4 |
4 |
100 |
0 |
0 |
55-64 tahun |
6 |
5 |
83,3 |
1 |
16,7 |
≥ 65 tahun |
4 |
3 |
75 |
1 |
25 |
Jumlah |
30 |
28 |
|
2 |
|
Berdasarkan
hasil tabel 4.4 diketahui bahwa di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari tahun 2019
tidak ada penderita pada usia 0-14 tahun, angka kesembuhan penderita TB paru
menurut usia 15-54 tahun 100%, usia 54-65
tahun 83,3% dan usia ≥ 65 tahun 75%.
0 0 0 0 0 0 5 3 5 5 4 6 1 1
Gambar 4.4 Grafik
angka
kesembuhan penderita tuberkulosis paru menurut usia di Puskesmas
Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun
2019
Terdapat 1
pasien gagal sembuh berusia 55-64, dikarenakan meninggal saat menjalani masa pengobatan,
dan juga 1 pasien gagal sembuh berusia ≥ 65 tahun, karena meninggal saat
menjalani masa pengobatan.
Angka kesembuhan penderita TB paru menurut jenis
kelamin , yaitu laki-laki dan perempuan sebagai berikut (Tabel 4.5)
Tabel 4.5 Angka kesembuhan
penderita TB paru menurut jenis kelamin di Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019
Jenis Kelamin |
Jumlah
penderita yang diobati |
|
Hasil
pengobatan |
|
||
Sembuh |
Persen (%) |
Gagal sembuh |
Persen (%) |
|||
Laki Laki |
16 |
14 |
87,5 |
2 |
12,5 |
|
Perempuan |
14 |
14 |
100 |
0 |
0 |
|
14 0 2 14
Gambar 4.5 Grafik dari angka kesembuhan penderita tuberkulosis paru menurut jenis kelamin di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan tahun 2019
B. Pembahasan
Tabel
4.1 dan gambar 4.1
menunjukkan jumlah penderita
TB
paru BTA Positif di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan pada tahun 2019, terdapat 30 penderita. Terdapat 12 pasien TB paru dengan tingkat
kepositifan 2+ dan tidak ada pasien dengan tingkat kepositifan scanty. Menurut
hasil wawancara dengan pemegang program TB di Puskesmas Rawat Inap Tanjung
Sari, penyebab hal tersebut terjadi karena walaupun Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari telah melakukan penyuluhan tentang bahayanya penyakit TB, tapi masyarakat
di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari tidak langsung memeriksakan
diri ke puskesmas apabila terdapat gejala TB dan tidak langsung diobati karena
masyarakat merasa jika gejala tersebut bukan sesuatu yang berbahaya, yang mengakibatkan
penyakit TB paru berkembang dengan pesat di dalam tubuh dan menyebabkan hasil
pemeriksaan dahak didapat tingkat kepositifan yang tinggi, seperti menurut Naga
(2012) yang menyatakan bahwa jika penderita TB tidak segera diobati, penyakit
akan berpengaruh dan akan berkembang pesat dalam tubuh.
Menurut Kemenkes
(2017) bahwa, orang yang beresiko tinggi
tertular TB paru,
yaitu orang yang sudah menderita penyakit lain sebelumnya, di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari diketahui penderita
TB paru ada yang menderita DM dan ada juga hipertensi
yang menyebabkan
daya tahan tubuh rendah, sehingga rentan untuk menderita TB paru
jika di lingkungan keluarga ada yang
menderita TB paru.
Tabel 4.2 dan gambar 4.2 menunjukkan hasil pengobatan penderita TB paru
pada tahap intensif di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019, terdapat 28 pasien yang konversi (93,3%) dari 30 penderita, angka tersebut telah melebihi target
angka konversi
menurut Kemenkes (2016) yaitu
80%. Menurut hasil wawancara dengan pemegang program TB
di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari hal tersebut terjadi karena pasien teratur
dalam minum obat selama 2 bulan. Terdapat 2 pasien (6,7%) yang tidak konversi
disebabkan karena
meninggal saat menjalani
masa pengobatan. Pasien yang meninggal tersebut memiliki
penyakit lain
sebelumnya yang menyebabkan
resiko
tinggi kematian, yaitu ada yang terkena penyakit diabetes melitus dan satu lagi
terkena penyakit hipertensi sehingga menyebabkan 2 pasien tersebut memiliki
daya tahan tubuh rendah.
Seperti menurut Kemenkes tahun 2017 yang menyatakan bahwa seseorang dengan daya
tahan tubuh yang rendah akan memudahkan perkembangan TB paru.
Terdapat 6
pasien yang saat diperiksa daaknya di akhir bulan ke 2 hasilnya masih positif
karena saat diperiksa pada pemeriksaan dahak pertama 6 pasien tersebut memiliki
tingkat kepositifan 3+ dimana menurut Kemenkes (2017), 3+ merupakan tingkat kepositifan yang ditemukannya ≥ 10 BTA dalam 1 lapang pandang, namun karena pasien minum obat secara teratur saat
pembacaan di mikroskop tingkat kepositifan dari penderita tersebut menurun, dan
saat diperiksa di bulan ke 3 hasilnya negatif. Sesuai dengan aturan yang
ditetapkan oleh Permenkes (2016) bahwa pada tahap intensif bertujuan untuk secara efektif
menurunkan jumlah bakteri yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir
pengaruh dari sebagian kecil bakteri
yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien
mendapatkan pengobatan.
Tabel
4.3 dan gambar 4.3 menunjukkan angka kesembuhan penderita TB yang
diobati lengkap selama
6 bulan (2 bulan pada tahap intensif dan 4 bulan pada tahap
lanjutan) terdapat 28 orang yang sembuh yang berarti angka
kesembuhan di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan pada tahun 2019 telah mencapai 93,3% dimana angka tersebut telah
melebihi target angka kesembuhan menurut
Kemenkes (2016) yaitu 85% yang artinya Puskesmas Tanjung Sari sukses dalam
menyembuhkan penderita TB di daerah kerjanya. Hal ini disebabkan karena menurut
hasil wawancara dengan pemegang program TB, pihak Puskesmas Rawat Inap Tanjung
Sari menerapkan pentingnya peran Pengawas Minum Obat (PMO) sehingga penderita TB minum obat dengan teratur dan
saat diperiksa dahaknya di akhir pengobatan 6 bulan, BTA sudah negatif, karen tujuan pengobatan TB
menurut Permenkes (2016) adalah menyembuhkan pasien. PMO pasien TB adalah anggota keluarganya yang tinggal
satu rumah dan terdaftar di kartu keluarga. Penderita
TB paru yang gagal sembuh ada 2 orang (6,7%), karena meninggal saat menjalani
masa pengobatan.
Petugas Puskesmas
Rawat Inap Tanjung Sari
memberi informasi ke PMO bahwa tugas PMO yaitu, mengawasi penderita TB paru
menelan obat secara teratur hingga 6 bulan, mengingatkan pasien untuk mau
berobat teratur, mengingatkan penderita TB untuk periksa dahak ulang sesuai
waktu yang ditentukan, segera membawa anggota keluarga penderita TB yang memiliki
gejala mencurugakan TB ke puskesmas untuk diperiksa dahaknya. Puskesmas
Rawat Inap Tanjung Sari
juga memberi kartu perjanjian mengambil obat TB, konsultasi dokter dan periksa
ulang dahak yang diberikan ke PMO berupa form TB 02. Pihak Puskesmas
Rawat Inap Tanjung Sari
juga memiliki kartu pengobatan pasien TB yang berisi informasi pasien serta
PMO, keterangan pemeriksaan dahak dan jadwal pengambilan obat TB berupa form TB
01.
Tabel 4.4 dan gambar 4.4 menujukkan angka kesembuhan penderita TB paru menurut usia di Puskesmas
Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun
2019 yang menyatakan bahwa
penderita TB berusia 15-54 tahun yang diobati lengkap dan sembuh 100%,
penderita berusia 55-64 sembuh 83,3%, dan pasien berusia ≥
65 sembuh 75%.
Terdapat pasien berusia 56
tahun dan 76 tahun yang meninggal saat menjalani masa pengobatan,
disebabkan karena pasien
dengan usia ≥ 55 tahun rentan terhadap penyakit yang
menjadikan sistem imunologi seseorang menurun. Hal ini juga didukung oleh
penelitian dari Atika (2015) tentang Gambaran Angka Kesembuhan Pasien
Tuberkulosis (TB) Paru Di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi Pekanbaru Periode
Januari 2011-Desember 2013 menyatakan bahwa Pasien TB paru yang dinyatakan sembuh
terbanyak ditemukan pada usia produktif yaitu pada usia 15-54 tahun karena pada rentang usia produktif
ini tingkat mobilitasnya
tinggi.
Tabel 4.5 dan gambar 4.5 menunjukkan
angka kesembuhan penderita TB
paru menurut jenis kelamin di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019 adalah 14 penderita TB paru laki-laki yang sembuh 87,5%, dan terdapat 14 penderita TB paru perempuan yang sembuh
100%, dimana angka
tersebut telah melebihi target angka kesembuhan menurut Kemenkes (2016) yaitu 85%. Terdapat 2 pasien berjenis kelamin laki-laki gagal
sembuh dikarenakan meninggal yang disebabkan oleh faktor usia dan penyakit lain
sebelumnya yaitu diabetes melitus dan hipertensi sehingga pasien tersebut
memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Walaupun diketahui penderita TB paru
lebih banyak menyerang laki laki, namun tidak dengan angka kesembuhannya. Menurut
hasil wawancara dengan pemegang program TB di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
Puskesmas Rawat Inap Tanjung
Sari, pasien minum obat dengan teratur dan sembuh sesuai dengan waktu pengobatan
selama 6 bulan baik laki-laki maupun perempuan, dan menerapkan peran pengawas
menelan obat (PMO) dengan sungguh-sungguh, sehingga dapat disimpulkan bahwa
penderita berjenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki peluang untuk
sembuh selama penderita TB tersebut meminum obat secara teratur.
Pengawas
menelan obat (PMO) sangat penting bagi penderita TB paru selama masa pengobatan
karena kegagalan pengobatan dapat disebabkan oleh pasien yang tidak teratur dan
tidak selesai pengobatan yang menyebabkan TB menjadi positif saat diperiksa ulang dan kemungkinan ditetapkan sebagai TB-RO (TB Resisten Obat). Hal
tersebut dapat mempengaruhi angka kesembuhan TB paru.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A.
Simpulan
1. Jumlah Penderita
TB paru
BTA Positif sebanyak 30 orang.
2. Hasil Pengobatan TB paru pada tahap
intensif yaitu ada 93,3%
yang konversi.
3. Angka kesembuhan TB paru tahun 2019
yaitu 93,3%.
4. Angka
kesembuhan penderita TB
paru menurut usia
15-24 tahun 100%, usia 25-34 tahun 100%, usia 35-44 tahun 100%, usia 45-55 tahun 100%, usia 54-65 tahun 83,3%, usia ≥ 65 tahun 75%.
5. Angka kesembuhan penderita TB paru menurut jenis kelamin yaitu
pasien berjenis kelamin laki laki 87,5%, pasien berjenis kelamin perempuan 100%.
B.
Saran
Saran dari penelitian ini adalah:
1.
Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari perlu meningkatkan
upaya penyuluhan TB yang telah diterapkan dan
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat di wilayah sekitarnya agar
tidak sungkan memeriksa ke puskesmas apabila terdapat gejala TB
2.
Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari perlu mempertahankan
cara penerapan pengobatan TB
baik ke penderita maupun ke PMO agar penderita TB terus berobat secara teratur.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan RI, 2011, Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis, Dir. Jend. PP&PL, Jakarta.
Dinas Kesehatan Lampung Selatan,
2017, Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2017, Lampung.
Dinas Kesehatan Provinsi Lampung,
2018, Pencegahan dan Pengendalian
Tuberkulosis di Provinsi Lampung Tahun 2018, Lampung. Tersedia (https://dinkes.lampungprov.go.id/pencegahan-dan-pengendalian-tuberkulosis-tbc-di-provinsi-lampung-tahun-2018/) [29 Agustus 2019]
Iis
Kurniati, Angka Konversi Penderita
Tuberkulosis Paru yang Diobati dengan Obat Antituberkulosis (OAT) Paket
Kategori Satu di BP4 Garut, Karya Tulis Ilmiah, Politeknik Kesehatan
Departemen Kesehatan Jawa Barat, Jawa Barat
Imelda
Atika, dkk, Gambaran Angka Kesembuhan
Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi Pekanbaru
Periode Januari 2011-Desember 2013, Jurnal Online Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Riau, Riau
Kementrian
Kesehatan RI, 2016, Infodatin
tuberculosis Temukan Obati Sampai Sembuh, Jakarta.
Kementrian
Kesehatan RI, 2017, Modul Pelatihan
Laboratorium Tuberkulosis Bagi Petugas Di Fasyankes, Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI, 2018, Infodatin tuberculosis 2018, Jakarta.
Kementrian Kesehatan RI, 2018, Profil Kesehatan Indonesia 2018, Jakarta.
Khairunnisa Tamara, dkk, Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi
Kesembuhan Pasien Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten
Langkat Tahun 2018, Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup Universitas Sari Mutiara
Indonesia, Sumatra Utara.
Naga, Sholeh
S. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu
Penyakit Dalam, Yogjakarta: Diva Press.
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia 67 Tahun 2016, Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta.
Radji,
Maksum.2011. Buku Ajar Mikrobiologi:
Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, Jakarta: EGC.
Ramadhan,
Gilang, Angka Kesembuhan TB Paru Pada
Puskesmas Rawat Inap Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten Lampung
Tengah Tahun 2015-2017, Karya Tulis Ilmiah, Politeknik Kesehatan Tanjung
Karang, Lampung.
Soetomo,
2010, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru,
Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR
Soedarto,
2015. Mikrobiologi Kedokteran, Jakarta:
Sagung Setia.
WHO,
2018, Global Tuberculosis Report,
2018. World
Health Organization.
Widoyono,
2011. Penyakit Tropis Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya Edisi Kedua, Semarang: Erlangga.
LAMPIRAN
No |
Nama Pasien |
Jenis Kelamin |
Usia |
Hasil
Pemeriksaan |
Kesimpulan |
||
Pemeriksaan
dahak pertama |
Pemeriksaan
dahak bulan ke 2 |
Pemeriksaan
dahak akhir pengobatan |
|||||
1. |
STY |
P |
44 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
2. |
SYN |
L |
76 |
+1 |
- |
- |
Meninggal |
3. |
DMN |
L |
56 |
+2 |
- |
- |
Meninggal |
4. |
SMR |
P |
48 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
5. |
YLN |
P |
43 |
+3 |
+1 |
Neg |
Sembuh |
6. |
SNR |
L |
69 |
+3 |
+1 |
Neg |
Sembuh |
7. |
SJB |
P |
33 |
+3 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
8. |
SHR |
L |
35 |
+1 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
9. |
RSN |
P |
50 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
10. |
HND |
L |
31 |
+1 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
11. |
MIT |
P |
19 |
+1 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
12. |
YSR |
P |
33 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
13. |
SRN |
L |
61 |
+1 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
14. |
MJM |
L |
31 |
+3 |
+1 |
Neg |
Sembuh |
15. |
MJD |
L |
48 |
+1 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
16. |
SKY |
P |
70 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
17. |
KSD |
L |
57 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
18. |
STM |
P |
34 |
+3 |
+1 |
Neg |
Sembuh |
19. |
YSS |
P |
20 |
+1 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
20. |
SPR |
L |
56 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
21. |
KRM |
L |
56 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
22. |
RTM |
P |
59 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
23. |
MRZ |
P |
24 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
24. |
RSN |
L |
67 |
+3 |
+2 |
Neg |
Sembuh |
25. |
YHM |
L |
53 |
+3 |
+1 |
Neg |
Sembuh |
26. |
ETV |
P |
22 |
+1 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
27. |
MKL |
L |
22 |
+2 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
28. |
SMN |
L |
35 |
+1 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
29. |
SRS |
L |
35 |
+3 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
30. |
ANR |
P |
30 |
+1 |
Neg |
Neg |
Sembuh |
Lampiran
1
Angka Kesembuhan TB Paru Di
Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lambung Selatan
Tahun 2019
Pemeriksaan mikroskopis TB paru BTA positif
1.
Pembuatan
Sediaan Dahak
a.
Waktu
Pengambilan dahak
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis
dan follow up memerlukan
masing-masing 2 (dua) contoh uji dahak, terdiri dari:
1)
S
(Sewaktu, pertama): Dahak dikumpulkan
saat datang pada kunjungan
pertama ke laboratorium fasyankes
2)
P
(Pagi): Dahak dikumpulkan pagi segera setelah bangun tidur pada hari ke-2, dibawa langsung oleh pasien ke
laboratorium fasyankes
b.
Cara Berdahak
1) Kumur-kumur dengan air bersih sebelum mengeluarkan dahak
2) Bila
memakai gigi palsu, lepaskan sebelum berkumur
3) Tarik
nafas dalam (2-3 kali)
4) Buka
tutup pot, dekatkan ke mulut, berdahak dengan kuat dan ludahkan ke dalam pot dahak
5) Tutup
pot yang berisi dahak dengan rapat
6) Pasien
harus mencuci tangan dengan air dan sabun antiseptik
Pasien berdahak dalam keadaan perut
kosong, sebelum makan/minum dan membersihkan rongga mulut terlebih dahulu
dengan berkumur air bersih. Bila ada kesulitan berdahak pasien harus diberi
obat ekspektoran yang dapat merangsang pengeluaran dahak dan diminum pada malam
sebelum mengeluarkan dahak. Olahraga ringan sebelum berdahak juga dapat
merangsang dahak keluar.
c.
Cara
Pembuatan Sediaan Dahak
1) Ambil
dahak pada bagian yang purulen dengan lidi yang telah dipipihkan ujungnya
dengan tang.
2) Sebarkan
diatas kaca sediaan dengan bentuk oval ukuran 2x3 kemudian ratakan dengan tusuk
gigi membentuk spiral kecil-kecil.
3) Keringkan
pada suhu kamar
4) Fiksasi
dilakukan dengan memegang kaca sediaan dengan pinset, pastikan kaca sediaan
menghadap ke atas
5) Lewatkan
sediaan di atas api bunsen yang berwarna biru 2- 3 kali selama 1-2 detik
2.
Pemberian
Identitas Sediaan
Sebelum melaksanakan
pembuatan sediaan dahak, terlebih dulu kaca sediaan yang diberi
identitas dengan menuliskan pada bagian frosted
dengan pensil 2B atau diberi label (jika
menggunakan kaca sediaan non-frosted)
dengan nomor identitas sesuai dengan Form.
Nomor
Identitas Sediaan = 2 digit/7-11 digit/1digit/4digit_
Keterangan:
a. 2
digit = tahun
b. 7-11
digit = 7 untuk RS, 11 untuk Puskesmas
c. 1
digit = 1 untuk terduga TB SO, 2
untuk terduga TB RO
d. 4
digit = no urut TB .06
e. “_”
= kode huruf sesuai waktu
pengambilan dahak
Penulisan
nomor identitas sediaan pada formulir, kaca sediaan dan dinding pot dahak:
a. Pada
kaca sediaan, tulis di bagian frosted
b. Tulis
: 1digit/ 4digit_
3. Cara Pembuatan Sediaan
a. Prinsip
pewarnaan ZN
1) M. tuberculosis
mempunyai lapisan dinding lipid (Mycolic
acid) yang tahan terhadap asam
2) Proses
pemanasan mempermudah masuknya Carbol Fuchsin ke dalam dinding sel
3) Dinding
sel tetap mengikat zat warna Carbol Fuchsin walaupun didekolorisasi dengan asam
alkohol
b. Peralatan
yang diperlukan untuk pewarnaan Ziehl Neelsen
1) Rak
pewarnaan
2) Pinset/
Penjepit kayu
3) Air
mengalir/ botol semprot air
4) Sulut
api
5) Rak
pengering
6) Corong
& Kertas Saring
7) Kain
Basah
c. Reagensia
yang diperlukan untuk pewarnaan metode ZN
1) Karbol
fuchsin 1 %
2) Asam
Alkohol 3 %
3) Metilen
blue 0,1 %
4. Cara Pewarnaan Dengan Metode ZN
1) Letakkan
sediaan diatas rak dengan jarak 1 jari
2) Sediaan
ditetesi larutan carbol fuchsin 1% hingga menutupi seluruh permukaan kaca
sediaan
3) Panaskan
sediaan dengan sulut api sampai keluar uap (jangan sampai mendidih)
4) Kemudian
dinginkan selama 10 menit, bilas sediaan secara perlahan dengan air mengalir
5) Tuangkan methylen blue 0,1% hingga menutupi seluruh
sediaan dan biarkan selama 1 menit
6) Kemudian
bilas dengan air mengalir, keringkan sediaan pada rak pengering
7) Pembacaan
sediaan dahak menggunakan mikroskop dengan lensa objektif 10x untuk menentukan
fokus kemudian pada lensa objektif 100x
8)
Pelaporan
hasil pemeriksaan mikroskopis dengan mengacu kepada skala International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD)
1) Negatif :
tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang
2) Scanty :
ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang (tuliskan jml BTA yang ditemukan)
3) 1+
:
ditemukan 10 – 99 BTA dlm 100 lapang
pandang
4) 2+ :
ditemukan 1 – 10 BTA setiap 1 lapang pandang (periksa minimal 50 lapang
pandang)
5) 3+ : ditemukan ≥ 10 BTA dalam 1 lapang pandang
(periksa minimal 20 lapang pandang)
Catat hasil pemeriksaan Pada Register
Lab TB 04 (jika hasil positif ditulis dengan tinta merah) dan bagian bawah form
TB 05. Berikan tanggal dan tanda tangan pada form 05 (Kemenkes, 2017)
Lampiran 3
Dokumentasi
Gambar 1. Halaman depan Puskesmas Rrawat Inap Tanjung Sari
Gambar 2. Form pencatatan hasil pengobatan TB
Gambar
3. Ruang Laboratorium Gambar 4. Ruang Laboratorium
khusus pemeriksaan dan pengecatan TB
Gambar 5. Pencatatandata angka kesembuhan
Gambar 9. Form TB 01
Lampiran 4
Hasil Pembacaan Sediaan Dahak
Gambar 1. Sediaan dahak BTA
negatif dilihat dengan mikroskop perbesaran 10x100
Gambar 2. Sediaan dahak BTA
positif dilihat dengan mikroskop perbesaran 10x100
Lampiran 5
Nama : Ashaka
Mayra Libertha
NIM :
1713453010
Prodi/ Jurusan :
Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma Tiga/ Analis kesehatan
Judul :
Angka Kesembuhan TB Paru di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2019
Dosen pembimbing :
1. Misbahul Huda, S.Si., M.Kes
2. Dra. Marhamah, M.Kes
No. |
Hari dan Tanggal |
Kegiatan |
Tanda Tangan |
1. |
Selasa, 5 Mei 2020 |
Menyampaikan Surat Izin Penelitian |
|
2. |
Rabu, 6 Mei 2020 |
Persetujuan Surat Izin Penelitian |
|
3. |
Kamis, 7 Mei 2020 |
Menelusuri Dan Mencatat Data |
|
4. |
Jumat, 8 Mei 2020 |
Mencatat Data |
|
Mengetahui, Kepala Puskesmas Rawat
Inap Tanjung Sari Bahren Nortajulu, S.Kep NIP 198011072005011006
Peneliti Ashaka Mayra Libertha NIM: 1713453010
Lampiran 6
Lampiran 7
Angka Kesembuhan
Tb Paru Di Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan
Tahun 2019
Ashaka Mayra Libertha. Misbahul
Huda, Marhamah
Program Studi Teknologi
Laboratorium Medis Program Diploma Tiga
Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang
Abstrak
Tuberkulosis adalah penyakit
menular yang disebabkan kuman Mycobacterium
tuberculosis. Kasus TB yang telah ditemukan, selanjutnya mendapatkan
layanan pengobatan enam bulan terdiri dari 2 tahap yaitu tahap intensif selama
2 bulan dan tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase ini, terdapat indikator
untuk mengevaluasi keberhasilan pengobatannya yaitu angka kesembuhan. Angka
kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru TB paru
terkonfirmasi secara bakteriologis yang sembuh setelah selesai masa pengobatan.
Tujuan penelitian adalah diketahui jumlah penderita TB BTA positif, hasil
pengobatan TB paru pada tahap intensif, angka kesembuhan TB paru, angka
kesembuhan TB paru menurut usia angka
kesembuhan TB paru menurut jenis kelamin di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
tahun 2019. Jenis penelitian deskriptif. Populasi penelitian adalah penderita
TB Paru BTA positif tahun 2019 dengan sampel adalah seluruh populasi. Analisa
data univariat. Hasil penelitian didapatkan jumlah penderita TB paru BTA positif 30 orang, hasil pengobatan TB paru pada tahap
intensif yang konversi 93,3%, angka kesembuhan TB paru yaitu 93,3%, angka
kesembuhan penderita TB paru menurut usia yaitu 15-24 tahun 100%, usia 25-34
yaitu 100%, usia 35-44 ada 100%, usia 45-55 yaitu 100%, usia 54-65 yaitu 83,3%
, usia ≥ 65 yaitu 75%, angka kesembuhan penderita TB paru pada laki-laki 87,5%,
perempuan 100%.
Kata kunci : Angka
Kesembuhan,TB Paru
Pulmonary Tb
Cure Rates In Inpatient Health Centers Tanjung Sari, Natar District, South
Lampung Regency 2019
Abstract
Tuberculosis is an infectious
disease caused by the bacteria Mycobacterium tuberculosis. TB cases that have
been found, then get treatment for six months consists of 2 stages, namely the
intensive phase for 2 months and the advanced stage for 4 months. In this
phase, there are indicators to evaluate the success of treatment, the cure
rate. The cure rate is the number that shows the percentage of new
bacteriologically confirmed pulmonary TB patients who recover after the
completion of the treatment period. The aim of the study is to know the number
of positive smear TB patients, the results of pulmonary TB treatment at the
intensive stage, the cure rate of pulmonary TB, the cure rate of pulmonary TB
according to age the cure rate of pulmonary TB by sex at Tanjung Sari Inpatient
Health Center in 2019. Descriptive research type. The study population was
positive smear pulmonary TB sufferers in 2019 with the sample being the entire
population. Univariate data analysis. The results showed the number of patients
with smear positive pulmonary TB 30 people, the results of pulmonary TB
treatment at an intensive stage of conversion 93.3%, the cure rate of pulmonary
TB is 93.3%, the cure rate of pulmonary TB patients by age is 15-24 years 100%
, age 25-34 is 100%, age 35-44 is 100%, age 45-55 is 100%, age 54-65 is 83.3%,
age ≥ 65 is 75%, the cure rate of pulmonary TB patients in men 87.5% men, 100%
women.
Keywords: Cure Rate, Pulmonary TB
Korespondensi: Ashaka Mayra
Libertha, Program Studi Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma Tiga,
Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jalan Soekerno-Hatta No. 1 Hajimena Bandar
Lampung, mobile 089636621003, email ashakamayra16@gmail.com
Pendahuluan
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosis. Indonesia merupakan salah satu negara yang
mempunyai beban tuberkulosis terbesar ke tiga diantara 8 negara yaitu India
(27%), China (9%), Indonesia (8%), Philippina (6%), Pakistan (5%), Nigeria
(4%), Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan (3%) (WHO, 2018).
Kasus tuberkulosis di Indonesia ditemukan sebanyak 566.623 kasus pada
tahun 2018, bila dibandingkan kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2017
yang sebesar 446.732 kasus maka kasus ini meningkat (Kemenkes, 2018). Kasus TB
yang telah ditemukan, selanjutnya akan mendapatkan layanan pengobatan selama
enam bulan dan terdiri dari 2 tahap yaitu tahap intensif selama 2 bulan dan
tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase ini, terdapat indikator untuk
mengevaluasi keberhasilan pengobatannya yaitu angka kesembuhan. Angka
kesembuhan adalah angka yang menunjukkan persentase pasien baru TB paru
terkonfirmasi secara bakteriologis yang sembuh setelah selesai masa pengobatan.
Angka kesembuhan minimal yang harus dicapai di Indonesia adalah 85% (Kemenkes,
2016).
Capaian penemuan kasus terduga TB di Provinsi Lampung tahun 2018 masih jauh dari target, yaitu hanya
43,87% dari yang ditargetkan Nasional yaitu sebesar 70,0%, artinya sangat
rendahnya penemuan kasus terduga TB yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan.
Tahun 2017 jumlah seluruh kasus TB di Lampung Selatan sebanyak 1.479 kasus,
meningkat dari tahun sebelumnya 2016 yaitu 1.272 kasus. Penemuan angka kasus TB
BTA positif tahun 2017 sebesar 952 kasus (64%) yang meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu sebesar 947 kasus (60%) (Dinkes. Lamsel 2017).
Berdasarkan hasil observasi, Puskesmas Tanjung Sari Kecamatan Natar
adalah puskesmas rawat inap yang terdapat di Lampung Selatan. penderita Tuberkulosis paru di Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari Kecamatan Natar Lampung
Selatan mengalami peningkatan sejak 2015 sampai 2017. Penderita TB BTA positif merupakan
pemeriksaan penyakit TB yang paling banyak ditemukan di Puskesmas Tanjung Sari
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Suspek penderita TB Paru tahun 2015
yaitu 254 orang dengan jumlah penderita TB paru 32 orang, pada tahun 2016
suspek TB paru ada 310 orang dengan jumlah penderita 38 orang, dan pada tahun
2017 suspek TB paru ada 423 orang dengan jumlah penderita 43 orang yang
terdaftar di Puskesmas Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.
Hasil penelitian oleh Ramadhan (2018) dalam Angka Kesembuhan TB Paru
Pada Puskesmas Rawat Inap Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten
Lampung Tengah Tahun 2015-2017 menyatakan bahwa, pasien yang gagal berobat
terjadi karena pasien TB paru tidak teratur dalam minum obat dan tidak selesai
pengobatan sehingga pada pemeriksaan ulang dahak masih dinyatakan positif.
Pasien yang gagal pengobatan dapat menjadi resisten obat atau dikenal dengan TB
resisten obat. TB resisten obat adalah
keadaan dimana kuman M. Tuberculosis sudah tidak lagi dapat dibunuh dengan
salah satu atau obat anti tuberkulosis (OAT) (Kemenkes, 2015).
Dampak pasien TB resisten obat
akan menularkan kuman tuberkulosis yang telah resisten kepada orang orang
disekitarnya seperti keluarga, orang yang tinggal serumah, petugas kesehatan,
dan pengawas menelan obat (PMO). Orang yang terkena kuman TB resisten akan lebih
sulit diobati karena dalam pengobatan dibutuhkan waktu yang lama dan memiliki
peluang sembuh lebih kecil dibandingkan TB biasa. Menurut penelitian dari Kurniati (2010) yang berjudul Angka Konversi
Penderita Tuberkulosis Paru yang Diobati dengan Obat Antituberkulosis (OAT)
Paket Kategori Satu di BP4 Garut (2010) menyatakan bahwa salah satu target dari
program pemberantasan TB paru ialah pencapaian angka konversi minimal 80% fase
awal (intensif), khususnya penderita BTA positif. Angka konversi yang tinggi
akan diikuti dengan angka kesembuhan yang tinggi.
Menurut petugas pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari, upaya yang dilakukan Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari dalam
penanggulangan TB paru di wilayah kerjanya agar banyak yang terdeteksi dan
diobati, yaitu dengan memeriksa langsung dahak pasien yang memiliki gejala TB
dengan pemeriksaan pengecatan BTA dan melakukan penyuluhan ke masyarakat daerah
wilayah kerjanya tentang bahayanya penyakit TB. Sehingga tuntas dan tidak
terjadi penyebarluasan penyakit dan menurunkan jumlah penderita TB paru serta
menghindari resiko kematian pada penderita TB, namun masih ada masalah yang mempengaruhi pencapaian angka
kesembuhan di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari seperti pasien putus berobat, gagal
sembuh, dan meninggal yang disebabkan oleh pasien yang memiliki penyakit lain
sebelumnya dengan resiko tinggi kematian, melakukan pengobatan tidak sesuai
jadwal, dan melakukan pemberhentian minum obat sebelum 6 bulan dengan
sendirinya karena merasa sudah sembuh. Tahun 2015 ada 2 kasus meninggal karena
TB paru diakibatkan penderita mengalami MDR (Multi Drug Resistant), tahun 2016
terdapat 1 pasien putus berobat dan 1 pasien meninggal karena MDR, dan pada
tahun 2017 terdapat 1 pasien putus berobat dan 2 pasien meninggal.
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan maka peneliti
melakukan penelitian tentang Angka kesembuhan TB paru di Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019.
Tujuan penelitian adalah diketahui jumlah penderita TB
BTA positif, hasil pengobatan TB paru pada tahap intensif, angka kesembuhan TB
paru, angka kesembuhan TB paru menurut
usia angka kesembuhan TB paru menurut jenis kelamin di Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari tahun 2019. Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi
kepada Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung
Selatan tentang angka kesembuhan TB paru dalam upaya program penanggulangan TB
paru dan sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.
Metode
Jenis penelitian ini adalah deskriptif, dengan variabel penelitian ini
adalah penderita TB BTA positif, hasil pengobatan TB paru pada tahap intensif,
angka kesembuhan TB paru, angka kesembuhan TB paru menurut usia dan angka
kesembuhan TB paru menurut jenis kelamin. Penelitian
dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan yang dilaksanakan bulan Januari 2020 sampai Mei 2020.
Populasi penelitian adalah penderita TB Paru BTA positif tahun 2019
dengan sampel adalah seluruh populasi. Analisa data univariat. Data hasil
pemeriksaan penderita TB yang dinyatakan BTA positif yang tercatat di form TB
06 dicatat hasil pengobatan 2 bulan dan 4 bulan serta kesimpulan angka
kesembuhannya.
Analisa data menggunakan analisa univariat, yaitu menghitung jumlah
penderita TB paru BTA positif, hasil pengobatan TB paru pada tahap intensif,
angka kesembuhan TB Paru, angka kesembuhan TB Paru menurut usia, dan angka
kesembuhan TB Paru menurut jenis kelamin.
Hasil
Penelitian
yang telah dilakukan di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar
Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2020
ada 30 penderita TB paru BTA positif. Seluruh penderita tersebut
dilakukan follow up dalam
pengobatannya untuk menyembuhkan pasien.
Tabel 4.1 Jumlah penderita TB paru BTA
Positif tahun 2019
Hasil Pemeriksaan |
Jumlah Penderita |
Scanty |
0 |
1+ |
9 |
2+ |
12 |
3+ |
9 |
Total |
30 |
Tabel 4.1
diketahui terdapat 30 penderita TB paru BTA positif, yang terbanyak adalah penderita TB paru
dengan hasil pemeriksaan 2+ yaitu 12
orang penderita di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari.
Setelah dilakukan pemeriksaan dahak dan dilakukan pengecatan, didapat 30
penderita TB paru yang kemudian dilanjutkan ke tahap pengobatan. Tahap pertama
pengobatan adalah tahap intensif yaitu diberi obat selama 56 hari (2 bulan).
Tabel 4.2 Hasil pengobatan penderita TB paru tahap intensif tahun 2019
Hasil pengobatan Intensif |
Akhir bulan ke 2 |
Akhir Bulan ke 3 |
Jumlah penderita |
Persen (%) |
|
Konversi |
22 |
6 |
28 |
93,3 |
|
Tidak konversi |
- |
- |
2 |
6,7 |
|
Total |
|
|
30 |
100 |
Pasien yang konversi diakhir bulan kedua
ada 22 orang, dan 6 orang pasien masih BTA positif. Bulan ketiga 6
penderita TB paru tersebut diperiksa lagi dan didapat hasil BTA negatif. Sesuai
dengan aturan yang ditetapkan Permenkes (2016), bahwa pasien yang tidak
konversi diakhir bulan kedua tetap dilanjutkan pengobatannya ketahap lanjutan,
lalu pemeriksaan diulang pada akhir
bulan ke 3 dan dilakukan konversi.
Setelah 28 pasien konversi, diteruskan ke tahap lanjutan pengobatan
selama 4 bulan sehingga total pengobatan
ada 6 bulan. Hasil pengobatan 6 bulan dilakukan untuk menghitung angka
kesembuhan TB paru, karena angka kesembuhan adalah persentase pasien baru TB
Paru terkonfirmasi bakteriologis setelah dilakukannya pengecatan BTA yang
kemudian sembuh setelah selesai masa pengobatan enam bulan.
Tabel 4.3 Angka kesembuhan penderita TB paru tahun 2019
Hasil pengobatan |
Jumlah penderita |
Persen (%) |
Sembuh |
28 |
93,3 |
Tidak Sembuh |
2 |
6,7 |
Total |
30 |
100 |
Penderita TB paru yang sembuh setelah pengobatan tahap lanjut selama 6
bulan berjumlah 28 orang (93,7%), sedangkan 2 orang penderita TB paru gagal sembuh (6,7%), karena
meninggal saat menjalani masa pengobatan 2 bulan (pengobatan intensif).
Angka kesembuhan penderita TB paru menurut usia , mulai dari usia 0 tahun sampai usia ≥ 65 tahun adalah
sebagai berikut ( tabel 4.4)
Tabel 4.4 Angka kesembuhan
penderita TB paru menurut usia tahun 2019
|
Usia |
Penderita yang
diobati |
Hasil pengobatan |
||||||
|
Sembuh |
Persen (%) |
Gagal Sembuh |
Persen (%) |
|||||
0-14 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
||||
15-24 |
5 |
5 |
100 |
0 |
0 |
||||
25-34 |
6 |
6 |
100 |
0 |
0 |
||||
35-44 |
5 |
5 |
100 |
0 |
0 |
||||
45-54 |
4 |
4 |
100 |
0 |
0 |
||||
55-64 |
6 |
5 |
83,3 |
1 |
16,7 |
||||
≥ 65 |
4 |
3 |
75 |
1 |
25 |
||||
Jumlah |
30 |
28 |
|
2 |
|
||||
Terdapat 1 pasien gagal sembuh
berusia 55-64, dikarenakan meninggal saat menjalani masa pengobatan, dan juga 1
pasien gagal sembuh berusia ≥ 65 tahun, karena meninggal saat menjalani masa
pengobatan.
Angka kesembuhan penderita TB paru menurut jenis kelamin , yaitu
laki-laki dan perempuan sebagai berikut (Tabel 4.5).
Tabel 4.5 Angka kesembuhan
penderita TB paru menurut jenis kelamin tahun 2019
Jenis Kelamin |
Penderita yang diobati |
Hasil pengobatan |
|||
Sembuh |
Persen % |
Gagal Sembuh |
% |
||
Laki
Laki |
16 |
14 |
87,5 |
2 |
12,5 |
Perempuan |
14 |
14 |
100 |
0 |
0 |
Tabel 4.5 diketahui bahwa angka kesembuhan
menurut jenis kelamin di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari tahun 2019 terdapat
87,5% penderita TB paru berjenis kelamin
laki laki yang sembuh, terdapat 12,5% penderita TB paru laki-laki yang gagal
sembuh, karena meninggal saat menjalani masa pengobatan intensif, dan 100% penderita TB paru berjenis kelamin
perempuan yang sembuh.
Pembahasan
Jumlah penderita TB paru BTA Positif di Puskesmas Rawat Inap Tanjung
Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019, terdapat 30
penderita. Terdapat 12 pasien TB paru dengan tingkat kepositifan 2+ dan tidak
ada pasien dengan tingkat kepositifan scanty. Menurut hasil wawancara dengan
pemegang program TB di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari, penyebab hal tersebut
terjadi karena walaupun Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari telah melakukan
penyuluhan tentang bahayanya penyakit TB, tapi masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari tidak langsung memeriksakan diri ke puskesmas
apabila terdapat gejala TB dan tidak langsung diobati karena masyarakat merasa
jika gejala tersebut bukan sesuatu yang berbahaya, yang mengakibatkan penyakit
TB paru berkembang dengan pesat di dalam tubuh dan menyebabkan hasil
pemeriksaan dahak didapat tingkat kepositifan yang tinggi, seperti menurut Naga
(2012) yang menyatakan bahwa jika penderita TB tidak segera diobati, penyakit
akan berpengaruh dan akan berkembang pesat dalam tubuh.
Menurut
Kemenkes (2017) bahwa, orang yang beresiko tinggi tertular TB paru, yaitu orang
yang sudah menderita penyakit lain sebelumnya, di Puskesmas Rawat Inap Tanjung
Sari diketahui penderita TB paru ada yang menderita DM dan ada juga hipertensi
yang menyebabkan daya tahan tubuh rendah,
sehingga rentan untuk menderita TB paru jika di lingkungan keluarga ada yang menderita TB
paru.
Hasil
pengobatan penderita TB paru pada tahap intensif di Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019,
terdapat 28 pasien yang konversi (93,3%) dari 30 penderita, angka tersebut
telah melebihi target angka konversi menurut Kemenkes (2016) yaitu 80%. Menurut
hasil wawancara dengan pemegang program TB di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
hal tersebut terjadi karena pasien teratur dalam minum obat selama 2 bulan.
Terdapat 2 pasien (6,7%) yang tidak konversi disebabkan karena meninggal saat
menjalani masa pengobatan. Pasien yang meninggal tersebut memiliki penyakit
lain sebelumnya yang menyebabkan resiko tinggi kematian, yaitu ada yang terkena
penyakit diabetes melitus dan satu lagi terkena penyakit hipertensi sehingga
menyebabkan 2 pasien tersebut memiliki daya tahan tubuh rendah. Seperti menurut
Kemenkes tahun 2017 yang menyatakan bahwa seseorang dengan daya tahan tubuh
yang rendah akan memudahkan perkembangan TB paru.
Terdapat 6 pasien yang saat diperiksa daaknya di akhir bulan ke 2
hasilnya masih positif karena saat diperiksa pada pemeriksaan dahak pertama 6
pasien tersebut memiliki tingkat kepositifan 3+ dimana menurut Kemenkes (2017),
3+ merupakan tingkat kepositifan yang
ditemukannya ≥ 10 BTA dalam 1 lapang pandang, namun karena pasien minum obat
secara teratur saat pembacaan di mikroskop tingkat kepositifan dari penderita
tersebut menurun, dan saat diperiksa di bulan ke 3 hasilnya negatif. Sesuai
dengan aturan yang ditetapkan oleh Permenkes (2016) bahwa pada tahap intensif
bertujuan untuk secara efektif menurunkan jumlah bakteri yang ada dalam tubuh
pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian
kecil bakteri yang
mungkin sudah resistan sejak
sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Angka kesembuhan penderita
TB yang diobati lengkap selama 6 bulan (2 bulan pada tahap intensif dan 4 bulan
pada tahap lanjutan) terdapat 28 orang yang sembuh yang berarti angka
kesembuhan di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten
Lampung Selatan pada tahun 2019 telah mencapai 93,3% dimana angka tersebut
telah melebihi target angka kesembuhan menurut Kemenkes (2016) yaitu 85% yang
artinya Puskesmas Tanjung Sari sukses dalam menyembuhkan penderita TB di daerah
kerjanya. Hal ini disebabkan karena menurut hasil wawancara dengan pemegang
program TB, pihak Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari menerapkan pentingnya peran
Pengawas Minum Obat (PMO) sehingga penderita
TB minum obat dengan teratur dan saat diperiksa dahaknya di akhir pengobatan 6
bulan, BTA sudah negatif, karen tujuan
pengobatan TB menurut Permenkes (2016) adalah menyembuhkan pasien. PMO pasien
TB adalah anggota keluarganya yang tinggal satu rumah dan terdaftar di kartu
keluarga. Penderita TB paru yang gagal sembuh ada 2 orang (6,7%), karena
meninggal saat menjalani masa pengobatan.
Petugas Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari memberi informasi ke PMO bahwa
tugas PMO yaitu, mengawasi penderita TB paru menelan obat secara teratur hingga
6 bulan, mengingatkan pasien untuk mau berobat teratur, mengingatkan penderita
TB untuk periksa dahak ulang sesuai waktu yang ditentukan, segera membawa
anggota keluarga penderita TB yang memiliki gejala mencurugakan TB ke puskesmas
untuk diperiksa dahaknya. Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari juga memberi kartu
perjanjian mengambil obat TB, konsultasi dokter dan periksa ulang dahak yang
diberikan ke PMO berupa form TB 02. Pihak Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari
juga memiliki kartu pengobatan pasien TB yang berisi informasi pasien serta
PMO, keterangan pemeriksaan dahak dan jadwal pengambilan obat TB berupa form TB
01.
Angka kesembuhan penderita TB paru menurut usia di Puskesmas Rawat Inap
Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2019 yang
menyatakan bahwa penderita TB berusia 15-54 tahun yang diobati lengkap dan
sembuh 100%, penderita berusia 55-64 sembuh 83,3%, dan pasien berusia ≥ 65
sembuh 75%. Terdapat pasien berusia 56 tahun dan 76 tahun yang meninggal saat
menjalani masa pengobatan, disebabkan karena pasien dengan usia ≥ 55 tahun
rentan terhadap penyakit yang menjadikan sistem imunologi seseorang menurun.
Hal ini juga didukung oleh penelitian dari Atika (2015) tentang Gambaran Angka
Kesembuhan Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi
Pekanbaru Periode Januari 2011-Desember 2013 menyatakan bahwa Pasien TB paru
yang dinyatakan sembuh terbanyak ditemukan pada usia produktif yaitu pada usia
15-54 tahun karena pada rentang usia produktif ini tingkat mobilitasnya tinggi.
Angka kesembuhan penderita TB paru menurut jenis kelamin di Puskesmas
Rawat Inap Tanjung Sari Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan pada tahun
2019 adalah 14 penderita TB paru laki-laki yang sembuh 87,5%, dan terdapat 14
penderita TB paru perempuan yang sembuh 100%, dimana angka tersebut telah
melebihi target angka kesembuhan menurut Kemenkes (2016) yaitu 85%. Terdapat 2
pasien berjenis kelamin laki-laki gagal sembuh dikarenakan meninggal yang
disebabkan oleh faktor usia dan penyakit lain sebelumnya yaitu diabetes melitus
dan hipertensi sehingga pasien tersebut memiliki daya tahan tubuh yang rendah.
Walaupun diketahui penderita TB paru lebih banyak menyerang laki laki, namun
tidak dengan angka kesembuhannya. Menurut hasil wawancara dengan pemegang
program TB di Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari Puskesmas Rawat Inap Tanjung
Sari, pasien minum obat dengan teratur dan sembuh sesuai dengan waktu
pengobatan selama 6 bulan baik laki-laki maupun perempuan, dan menerapkan peran
pengawas menelan obat (PMO) dengan sungguh-sungguh, sehingga dapat disimpulkan
bahwa penderita berjenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki peluang untuk
sembuh selama penderita TB tersebut meminum obat secara teratur.
Pengawas menelan obat (PMO) sangat penting bagi penderita TB paru selama
masa pengobatan karena kegagalan pengobatan dapat disebabkan oleh pasien yang
tidak teratur dan tidak selesai pengobatan yang menyebabkan TB menjadi positif
saat diperiksa ulang dan kemungkinan ditetapkan sebagai TB-RO (TB Resisten
Obat). Hal tersebut dapat mempengaruhi angka kesembuhan TB paru.
Simpulan penelitian ini
didapatkan jumlah penderita TB paru BTA positif
30 orang, hasil pengobatan TB paru pada tahap intensif yang konversi
93,3%, angka kesembuhan TB paru yaitu 93,3%, angka kesembuhan penderita TB paru
menurut usia yaitu 15-24 tahun 100%, usia 25-34 yaitu 100%, usia 35-44 ada
100%, usia 45-55 yaitu 100%, usia 54-65 yaitu 83,3% , usia ≥ 65 yaitu 75%,
angka kesembuhan penderita TB paru pada laki-laki 87,5%, perempuan 100%.
Saran dari penelitian ini adalah Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari perlu
meningkatkan upaya penyuluhan TB yang
telah diterapkan dan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat di
wilayah sekitarnya agar tidak sungkan memeriksa ke puskesmas apabila terdapat
gejala TB lalu Puskesmas Rawat Inap Tanjung Sari perlu mempertahankan cara
penerapan pengobatan TB baik ke penderita maupun ke PMO agar penderita TB terus
berobat secara teratur.
Daftar Pustaka
Departemen
Kesehatan RI, 2011, Pedoman
Penanggulangan Tuberkulosis, Dir. Jend. PP&PL, Jakarta.
Dinas
Kesehatan Lampung Selatan, 2017, Profil
Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan
Tahun 2017, Lampung.
Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung, 2018, Pencegahan
dan Pengendalian Tuberkulosis di Provinsi Lampung Tahun 2018, Lampung.
Tersedia (https://dinkes.lampungprov.go.id/pencegahan-dan-pengendalian-tuberkulosis-tbc-di-provinsi-lampung-tahun-2018/) [29 Agustus 2019]
Iis
Kurniati, Angka Konversi Penderita
Tuberkulosis Paru yang Diobati dengan Obat Antituberkulosis (OAT) Paket
Kategori Satu di BP4 Garut, Karya Tulis Ilmiah, Politeknik Kesehatan
Departemen Kesehatan Jawa Barat, Jawa Barat
Imelda Atika,
dkk, Gambaran Angka Kesembuhan Pasien
Tuberkulosis (TB) Paru Di Rumah Sakit Umum Daerah Petala Bumi Pekanbaru Periode
Januari 2011-Desember 2013, Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Riau, Riau
Kementrian
Kesehatan RI, 2016, Infodatin
tuberculosis Temukan Obati Sampai Sembuh, Jakarta.
Kementrian
Kesehatan RI, 2017, Modul Pelatihan
Laboratorium Tuberkulosis Bagi Petugas Di Fasyankes, Jakarta.
Kementrian
Kesehatan RI, 2018, Infodatin
tuberculosis 2018, Jakarta.
Kementrian
Kesehatan RI, 2018, Profil Kesehatan
Indonesia 2018, Jakarta.
Khairunnisa Tamara, dkk, Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kesembuhan
Pasien Tuberkulosis Paru Di Wilayah Kerja Puskesmas Kabupaten Langkat Tahun
2018, Jurnal
Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan Hidup Universitas Sari Mutiara Indonesia,
Sumatra Utara.
Naga,
Sholeh S. 2012. Buku Panduan Lengkap Ilmu
Penyakit Dalam, Yogjakarta: Diva Press.
Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia 67 Tahun 2016, Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta.
Radji,
Maksum.2011. Buku Ajar Mikrobiologi:
Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran, Jakarta: EGC.
Ramadhan,
Gilang, Angka Kesembuhan TB Paru Pada
Puskesmas Rawat Inap Karang Anyar Kecamatan Selagai Lingga Kabupaten Lampung
Tengah Tahun 2015-2017, Karya Tulis Ilmiah, Politeknik Kesehatan Tanjung
Karang, Lampung.
Soetomo,
2010, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru,
Surabaya: Departemen Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR
Soedarto,
2015. Mikrobiologi Kedokteran, Jakarta:
Sagung Setia.
WHO, 2018, Global Tuberculosis Report, 2018. World
Health Organization.
Widoyono, 2011. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasannya Edisi Kedua, Semarang: Erlangga
Komentar
Posting Komentar