GAMBARAN JAMUR Aspergillus flavus PADA BUMBU KACANG PETISAN PEDAGANG KAKI LIMA

 

 

 


GAMBARAN JAMUR Aspergillus flavus PADA BUMBU KACANG PETISAN PEDAGANG KAKI LIMA 


PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi karena sebagai sumber pokok utama. Sebagai negara agraris, Indonesia kaya berbagai sumber pangan baik bahan pangan nabati seperti serealia, kacang-kacangan, umbi-umbian, buah-buahan, sayuran, maupun bahan hewani (Harmayani, 2019). Umumnya bahan pangan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen, dan lain-lain (Amaliyah, 2017).

Salah satu makanan yang mengandung protein adalah kacang-kacangan. Kacang tanah merupakan salah satu kacang-kacangan yang mengandung protein yang tinggi (Sitorus, 2009). Banyak sekali produk olahan  yang dibuat dari kacang tanah. Kacang tanah dapat dimakan setelah mengalami proses perebusan, penyangraian, atau penggorengan. Selain itu, kacang tanah digunakan sebagai bumbu utama pada pecel, gado-gado, petisan dan ketoprak (Astawan, 2009: 32).

Bumbu didefinisikan sebagai bahan pangan yang mengandung beberapa jenis rempah yang ditambahkan pada saat makanan tersebut diolah (sebelum disajikan) dengan tujuan untuk memperbaiki aroma, cita rasa, tekstur, dan penampakan secara keseluruhan (Astawan,  2009: 146). Dari semua jenis bahan pangan hasil pertanian, kacang tanah merupakan bahan pangan yang paling mudah dicemari oleh jamur Aspergillus flavus (Muctadi, 2015).

Aspergillus flavus merupakan jamur yang mengontaminasi berbagai jenis bahan makanan yang dapat menghasilkan mikotoksin, yaitu senyawa yang bersifat racun, yaitu aflatoksin, yang dapat mengakibatkan kerusakan hati dan dapat meyebabkan kanker hati (Syarief, 2003). Aflatoksin yang  terdapat dalam bahan pangan terutama kacang tanah, tidak dapat hilang setelah direbus, digoreng, disangrai atau diolah menjadi berbagai hasil olahan, dan ternyata tetap mengandung aflatoksin dalam kadar yang membahayakan kesehatan (Muchtadi, 2015). Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat, aflatoksin menempati tempat penting karena akibat yang ditimbulkannya pada manusia, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang (Yenny, 2006). Aflatoksin dapat mengakibatkan keracunan dengan gejala mual dan muntah, dan bila berlangsung lama penyakit yang timbul adalah kanker hati dan berakibat meninggal dunia dan apabila seseorang mengkonsumsi bahan pangan yang terkontaminasi aflatoksin konsentrasi rendah secara terus menerus, maka hal itu dapat merusak hati serta menurunkan sistem kekebalan tubuh (Budiyanto, 2013).

Berbagai hasil penelitian mengenai efek biologik aflatoksin, memperlihatkan bahwa aflatoksin mempunyai kemampuan untuk menginduksi kanker hati. Dibandingkan dengan bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan kanker hati, maka aflatoksin bahan yang paling berbahaya (Syarief, 2003). Mengingat kacang tanah merupakan bahan pangan yang paling mudah tercemar oleh jamur Aspergillus flavus penghasil aflatoksin, yang digunakan sebagai bahan baku bumbu pecel, gado-gado, petisan dan ketoprak (Muchtadi, 2015).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Faria Resmita (2015), menyatakan bahwa dari sampel bumbu pecel 3 dari 9 positif tercemar jamur Aspergillus flavus dengan presentase 33,33%. Hasil penelitian Apri Ratnasari (2018), berjudul Gambaran jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang ketoprak di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung didapatkan hasil bahwa 10 dari 25 sampel bumbu kacang ketoprak positif tercemar Aspergillus flavus dengan presentase 40%.

Kacang-kacangan dapat dimanfaatkan sebagai bumbu, salah satunya yaitu petisan. Petisan adalah salah satu makanan khas Nusantara yang mudah dijumpai menggunakan gerobak di jalan-jalan atau pedagang kaki lima. Di samping nilai gizinya yang tinggi, petisan merupakan makanan yang digandrungi oleh semua kalangan baik dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa.

Petisan pedagang kaki lima merupakan makanan yang sering kita jumpai di pinggir-pinggir jalan, terutama di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung. Kecamatan Rajabasa itu sendiri terletak tidak jauh dari kota Bandar Lampung, hal ini menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat lokal maupun pendatang. Selain wilayah yang padat penduduk, Kecamatan Rajabasa termasuk salah satu pusat pendidikan di Kota Bandar Lampung, sehingga banyak pedagang kaki lima yang memanfaatkan perekonomiannya dengan salah satunya berjualan petisan. Petisan ini memiliki kandungan serat tinggi seperti pepaya, mangga muda, bengkuang, mentimun, dan beberapa buah lainnya, lengkap dengan bumbu kacangnya. 

Menurut hasil observasi peneliti pada penjual petisan pedagang kaki lima, pembuatan bumbu petisan terutama pengolahan kacang tanahnya tidak diolah secara langsung. Bumbu kacang mengalami penyimpanan dengan kondisi tidak tertutup rapat, beberapa bahkan tidak tertutup sehingga dapat mengakibatkan terkontaminasinya jamur akibat terpapar langsung oleh udara luar. Beberapa penjual petisan mengatakan bahwa kacang tanah yang dibeli dalam jumlah banyak tanpa mengalami penyortiran terlebih dahulu dan digoreng dengan jumlah banyak sebagai stok bahan bumbu yang tidak habis dalam satu hari penjualan dan dapat bertahan selama 4 sampai 7 hari. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi kualitas pada kacang goreng, yang dapat memicu pertumbuhan jamur khususnya Aspergillus flavus pada bumbu petisan yang mereka jual.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis melakukan penelitian gambaran jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

B.   Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah yaitu:  Bagaimana gambaran jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung?

C.   Tujuan Penelitian

1.    Tujuan Umum

Diketahui Gambaran jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

2.    Tujuan Khusus

a.  Diketahui adanya jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan   pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

b.    Diketahui presentase bumbu kacang petisan yang tercemar jamur Aspergillus flavus pada pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

D.   Manfaat Penelitian

1.        Manfaat Teoritis

Menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Mikologi bagi penulis dan pembaca pada umumnya, agar dapat menjadi data referensi bagi penelitian selanjutnya di Poltekkes Tanjungkarang.

2.        Manfaat Aplikatif

Memberikan laporan hasil penelitian pada Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung agar melakukan pengawasan dan pembinaan pada pedagang kaki lima yang menjual bumbu kacang petisan di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

E.   Ruang Lingkup Penelitian

   Penelitian ini adalah bidang Mikologi yang bersifat deskriptif. Variabel penelitian yaitu jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan. Tempat pengambilan sampel di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.  Pemeriksaan

dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan April 2020. Populasi  dalam penelitian ini adalah semua bumbu kacang petisan pada pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung yang berjumlah 12 pedagang. Sampel dalam penelitian ini 8 Sampel pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung di karenakan hanya mendapatkan 8 pedagang kaki lima, banyak pedagang yang tutup karena pandemi covid19. Analisis data dengan analisis univariat.

 

 

 

 

 

 


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

A.  Tinjauan Teori

1.   Jamur

Jamur adalah mikroorganisme yang termasuk golongan eukariotik dan    tidak termasuk golongan tumbuhan. Jamur berbentuk sel atau benang bercabang dan  mempunyai dinding sel yang sebagian besar terdiri atas kitin dan sebagian kecil dari selulosa atau kitosin. Jamur mempunyai protoplasma yang mengandung satu atau lebih inti, tidak mempunyai klorofil dan berkembangbiak secara aseksual, seksual, atau keduanya (Sutanto, 2008: 307).

a.  Morfologi jamur

 Jamur mencangkup: a) khamir, dengan sel-sel yang berbentuk bulat, lonjong atau memanjang yang berkembangbiak dengan membentuk tunas dan membentuk koloni yang basah dan berlendir, dan b) kapang yang terdiri dari sel-sel yang memanjang dan bercabang yang disebut hifa. Hifa tersebut dapat bersekat sehingga terbagi menjadi banyak sel, atau tidak bersekat dan disebut sebagai hifa senositik (coenocytic). Anyaman dari hifa, baik multiseluler atau senositik disebut miselium. Kapang membentuk koloni yang mempunyai kapas atau padat. Khamir yang membentuk tunas yang memanjang dan yang bertunas lagi pada ujungnya secara terus menerus, sehingga berbentuk seperti hifa dengan penyempitan pada sekat-sekat dan disebut hifa semu. Anyaman dari hifa semu disebut miselium semu. Hifa dapat bersifat sebagai: a) hifa vegetatif, yaitu berfungsi sebagai mengambil makanan untuk pertumbuhan, b) hifa reproduktif, yaitu yang membentuk spora, c) bersifat sebagai hifa udara, yaitu yang berfungsi mengambil oksigen. Hifa dapat berwarna atau tidak berwarna dan jernih (Sutanto, 2008: 308).

b.  Klasifikasi jamur

     Klasifikasi jamur didasarkan pada mekanisme dan spora yang berasal dari reproduksi seksual, yang pada sebagian besar keadaan, melibatkan srain yang dapat berpasangan. Suatu spesies dapat dikenali dan didefinisikan berdasarkan keadaan aseksualnya yaitu imperfekta atau anamorfik. Jamur dapat dibagi menjadi beberapa kelas yaitu :

1)   Zygomycetes

     Reproduksi seksual menghasilkan zigospora; reproduksi aseksual terjadi melalui sporangia. Hifa vegetatif bersepta jarang. Contoh: Rhizopus, absida, mukor pilobolus.

2)   Ascomycetes

     Reproduksi aseksual melibatkan kantong atau askus, tempat terjadinya koriogami dan meiosis menghasilkan askospora. Reproduksi aseksual terjadi melalui konidia. Kapang mempunyai hifa bersepta.

3)   Basidiomycetes

     Reproduksi seksual menghasilkan empat basidiospora progeni yang ditunjang oleh suatu basidium berbentuk gada. Hifanya mempunyai septa kompleks. Contoh : jamur, filobasidiella neoformans (anamorf, Cryptococcus neoformans).

4)   Deuteromycetes

     Kelompok ini merupakan pengelompokan artifisial untuk jamur imperfekta yang sifat teleomorf atau reproduksi seksualnya belum ditemukan. Keadaan anamorfik ditandai dengan konidia aseksual, bila ditemukan siklus seksual, suatu spesies digolongkan kembali yang menunjukan filogeninya secara tepat.

    Contoh: Coccidioides immitis, Candida albicans (Jawetz, 2008: 638).

c. Reproduksi jamur

     Jamur dapat bereproduksi secara aseksual dan seksual. Spora aseksual disebut talospora (thallospora), yaitu spora yang langsung dibentuk dari hifa reproduktif. Spora yang termasuk talospora ialah: blastospora, artrospora, klamidospora, aleuriospora, sporangiospora, dan konidia. Spora aseksual dibentuk dari fusi dua sel atau hifa. Yang termasuk golongan spora seksual ialah : zigospora, oospora, askospora, dan basidiospora (Sutanto, 2008: 309).

d. Faktor pertumbuhan jamur

     Pada umumnya pertumbuhan fungi dipengaruhi oleh faktor substrat, kelembaban, suhu, kebutuhan oksigen dan derajat keasaman substrat (pH), dan Kebutuhan Makanan (Nutrisi).

1)   Substrat

   Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi fungi. nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah fungi mengekskresi enzim-enzim ekstraseluler yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa yang lebih sederhana. Misalnya, apabila substratnya nasi maka fungi tersebut mampu mengekskresikan enzim α-amilase untuk mengubah amilum menjadi glukosa. Fungi yang tidak dapat menghasilkan enzim sesuai komposisi substrat dengan sendirinya tidak dapat memanfaatkan nutrient-nutrient dalam substrat tersebut (Gandjar, 2006: 44).

2)   Kelembapan

     Faktor ini sangat penting untuk pertumbuhan fungi seperti Rhizopus yang memerlukan lingkungan dengan kelembaban 90%, sedangkan untuk Aspergillus, Penicillium dan lainnya yaitu 80% fungi yang tergolong xerofilik atau tahan hidup pada kelembaban 70% misalnya aspergillus glaucus, Tamari dan Aspergillus flavus dengan mengetahui sifat fungi ini. Penyimpanan bahan pangan dan materi lainnya dapat dicegah kerusakannya (Gandjar, 2006: 44).

3)   Suhu

     Kebanyakan jamur termasuk dalam kelompok mesofilik, yaitu dapat tumbuh pada suhu normal. Suhu optimum untuk kebanyakan jamur sekitar 25o – 30oC, namun beberapa tumbuh baik pada suhu 35o - 37oC atau lebih, misalnya pada spesies Aspergillus. Sejumlah jamur termasuk dalam psikotrofik, yaitu yang dapat tumbuh baik pada suhu dingin, dan beberapa masih dapat tumbuh pada suhu di bawah pembekuan (-5o s/d 10oC) hanya beberapa yang mampu tumbuh pada suhu tinggi (Hidayat, 2006: 22).

4)   Kebutuhan Oksigen dan Derajad Keasaaman (pH)

     Jamur benang biasanya bersifat aerob, yang membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya, kebanyakan jamur dapat tumbuh pada interval pH yang luas (pH 2,0 – 8,5 ) walaupun umunya jamur lebih suka pada kondisi asam (Hidayat, 2006: 22).

5)   Kebutuhan Makanan (Nutrisi)

     Jamur pada umumnya mampu menggunakan bermacam-macam makanan, dari yang sederhana sampai yang kompleks. Kebanyakan jamur memiliki bermacam-macam enzim hidrofilik, yaitu amilase, pektinase, proteinase, dan lipase (Hidayat, 2006: 22).

     Pertumbuhan awal jamur adalah benang lambat dibanding dengan bakteri atau khamir, oleh karena itu ketika kondisi lingkungannya menguntungkan bagi pertumbuhan seluruh mikroba, jamur biasanya kalah dalam berkompetisi. Namun demikian setelah pertumbuhan berlangsung, kemungkinan jamur dapat tumbuh dengan cepat. Spesies jamur bermacam-macam salah satu contohnya yaitu jamur Aspergillus sp, Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus, dan Aspergillus flavus (Hidayat, 2006: 23).

2.  Aspergillus sp

 Aspergillus adalah kelompok jamur oportunis patogen yang dapat menginfeksi manusia. Kelainan yang ditimbulkan berupa aspergilosis yaitu infeksi yang dapat mengenai kulit, kuku dan alat dalam terutama paru. Selain infeksi, jamur tersebut juga dapat menyebabkan alergi atau kolonisasi dalam paru. Aspergillus adalah saprofit yang sangat mudah ditemukan di sekitar kehidupan manusia dan terdiri atas sekelompok spesies yang berbeda. Spesies yang kerap menyebabkan penyakit adalah Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger, dan Aspergillus flavus (Sutanto, 2008: 371).

Spesises dari Aspergillus yang menimbulkan efek tidak baik apabila mencemari bahan pangan adalah Aspergillus flavus penghasil aflatoksin. Aflatoksin dapat mengakibatkan kerusakan hati, organ tubuh yang sangat penting dan juga berperan dalam detoksifikasi aflatoksin itu sendiri. Apabila aflatoksin dikonsumsi dalam jumlah yang kecil secara kontinyu dapat menyebabkan kanker hati (Syarief, 2003: 60).

Aspergillus sp merupakan salah satu kapang yang berasal dari kelas Ascomycota, dapat dikenali dengan adanya struktur konidia yang berbentuk oval, semi bulat, atau bulat. Konidia melekat pada fialid dan fialid melekat pada bagian ujung konidiofor yang mengalami pembengkakan atau disebut dengan vesikel. Aspergillus sp dapat tumbuh dalam medium yang mengandung karbohidrat seperti Sabouroud Dextrose Agar (SDA) yang telah ditambah dengan antibiotik, koloni akan tumbuh dalam waktu 2-7 hari. Pertumbuhan Aspergillus sp, dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti temperatur, cahaya, air, oksigen, dan karbohidrat (Hayani, 2017).

Aspergillus sp secara mikroskopis menunjukan adanya tangkai konidia (konidofora), vesikel dan spora/konidia berbentuk bulat berwana hijau kebiruan. Aspergillus fumigatus koloni muncul sebagai filamen putih kemudian berubah warna hijau tua atau hijau gelap dengan pinggiran putih dan permukaan bawah koloni bewarna kekuningan sampai coklat. Aspergillus Niger memiliki warna koloni hitam dan bagian bawah koloni putih kekuningan. Secara mikroskopis vesikel berbentuk bulat hingga semi bulat. Konidia bulat hingga semi bulat dan berwarna coklat (Hayani,2017).

Konidiofor

Konidiospora

 

Sumber :  http://livebiologi.blogspot.com/2011/11/jamur-ascomycotina.html

 

                                            Gambar  2.1 Jamur Aspergillus sp secara mikroskopis.

3. Aspergillus flavus

    Klasifikasi Aspergillus flavus

    Domain                   : Eukaryota

    Kingdom                 : fungi

    Sub kingdom           : Dikarya

    Phylum                    : Ascomycota

    Subphylum              : Pezizomycotina

    Classis                     : Eurotiomycetes

    Sub classis               : Eurotiomycetidae

Ordo                       : Eurotiales

     Familia                   : Trichocomaceae

     Genuus                   : Aspergillus

     Spesies                   : Aspergillus flavus

     (Soesanto, 2013: 9).

       Aspergillus flavus, yaitu suatu kapang yang umumnya mengkontaminasi berbagai jenis bahan makanan yang mengalami penyimpanan akibat adanya pertumbuhan kapang tersebut dihasilkan metabolik toksik (mikotoksin), yaitu senyawa yang bersifat racun yang dikenal sebagai aflatoksin. Aflatoksin sebagai salah satu contoh mikotoksin mempunyai daya racun yang sangat tinggi. Aflatoksin dapat dihasilkan di dalam banyak jenis substrat, antara lain : beras, jagung, gandum, serta biji-bijian lainnya terutama kacang-kacangan yang tersimpan dalam kondisi kurang memenuhi syarat.

Aspergillus flavus merupakan kapang yang hidup di tanah dan merupakan kapang gudang, sehingga apabila kondisi lingkungannya cukup menguntungkan, maka perkembangan dan pertumbuhannya akan terpacu dan sangat cepat (Syarief, 2003: 59).

        Aspergillus flavus dapat menyebabkan infeksi aspergilosis penghasil aflatoksin, jamur ini cenderung lebih mematikan dan tahan terhadap antifungsi dibandingkan hampir semua spesies aspergillus yang lainnya, selain itu jamur ini juga mengontaminasi berbagai produk pertanian (Budiyanto, 2013).

       Aspergillus flavus secara makroskopis koloni berwarna hijau kekuningan dan pada bagian bawahnya berwarna kekuningan sampai coklat. Sedangkan secara mikroskopis konidiofor tampak jelas, tidak berpigmen dan kasar (Hayani, 2017).

  

 

                          Keterangan :

                          Warna :Hijau kekuningan                           Bentuk:Berserabut

 

 

Sumber : http://thunderhouse4yuri.blogspot.com/2012/02/aspe   gillus-flavus.html

 

              Gambar 2.2 Jamur Aspergillus flavus secara makroskopis

Konidia

Vesikel

Konidiofor

  Sumber : https://www.aspergillus.org.uk/content/aspergillus-flavus30

                                                  Gambar 2.3 Jamur Aspergillus flavus secara mikroskopis.

4. Mikotoksin

          Mikotoksin adalah metabolit sekunder, dan efeknya tidak bergantung pada viabilitas dan infeksi jamur, misalnya spesies amanita dan dengan memakannya bisa menimbulkan penyakit yang berkaitan dengan dosis yang disebut mycetismus (Jawetz, 2008: 665). Mikotoksin pada berbagai produk pangan di pengaruhi oleh beberapa faktor dan sangat kompleks. Faktor yang berpengaruh umumnya terdiri dari faktor fisik, biologi, kimia dan manajemen. Semua faktor tersebut bekerja saling berinteraksi dalam mendukung atau menghambat terjadinya proses metabolisme sekunder kapang/khamir, yaitu proses dimana mikotoksin diproduksi (Syarief, 2003: 46).

5. Aflatoksin

          Dari sekian mikotoksin, aflatoksin merupakan salah satu yang terpenting di Indonesia, kondisi iklim yang tropis sangat sesuai dengan pertumbuhan kapang khususnya Aspergillus flavus atau Aspergillus parasitucus yaitu dua jenis kapang yang dapat memproduksi berbagai jenis aflatoksin. Aflatoksin dapat mengakibatkan kerusakan hati, apabila aflatoksin dikonsumsi dalam jumlah yang kecil tetapi secara kontinyu, dapat menyebabkan kanker hati (Syarief, 2003: 60). Dari semua jenis bahan pangan hasil pertanian, kacang tanah merupakan bahan pangan yang paling mudah dicemari oleh jamur Aspergillus flavus penghasil aflatoksin (Muchtadi, 2015: 12).

          Aflatoksin menempati tempat terpenting karena akibat yang ditimbulkan pada manusia, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Aflatoksin mempunyai sifat karsinogenik dan hepatotoksik, sifat ini tergantung pada lama dan tingkat paparan terhapat aflatoksin. Mengonsumsi aflatoksin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan terjadinya aflatoksikosis akut yang dapat menimbulkan manifestasi hepatotoksisitas (Yenny, 2006).

6. Bumbu Kacang

          Bumbu kacang adalah salah satu ciri khas masakan Indonesia yang biasa digunakan sebagai bumbu utama pada pecel, ketoprak, petisan dan gado-gado. dengan bahan utamanya kacang tanah. Bumbu kacang dapat dimakan setelah mengalami proses perebusan, pengukusan, penyangraian, atau penggorengan terlebih dahulu. (Astawan, 2009: 32). Bumbu kacang adalah jenis makanan yang sering terkontaminasi mikroorganisme, seperti disebabkan oleh bakteri golongan coliform, escherichia coli, salmonella sp dan jamur penghasil racun, yaitu Aspergillus flavus jenis racun yang dihasilkan adalah aflatoksin, yang memiliki toksisitas tinggi. Aflatoksin dapat menyerang saluran pernapasan, hati, limpa, saluran empedu, dan bersifat karsinogenik. Bumbu Kacang dengan proses pengolahan yang tidak sempurna dan penyimpanan tidak benar, dapat menimbulkan mikroba patogen dan mikroba yang menghasilkan racun (Khomsan, 2008: 143).

 Sumber: http://www.diahdidi.com/2013/10/rujakan-yukk.html

                             Gambar 2.4 Bumbu Kacang petisan.

7. Petisan

          Petisan adalah salah satu makanan tradisional yang mudah ditemukan di Indonesia. Petisan biasanya berupa irisan buah-buah segar yang dipotong kecil dan dilengkapi dengan bumbu kacang dengan ciri khas rasa manis dan pedas. Buah-buahan yang umumnya digunakan seperti mentimun, bengkuang, mangga muda, kedondong, nanas dan berbagai buah lainnya. Semua bahan tadi disajikan dengan siraman resep bumbu kacang yang terbuat dari cabai, kacang tanah yang digoreng, garam, dan gula merah (Gradjito, 2019).

a.   Bahan-bahan membuat petisan:

1)   1 buah bengkuang, potong tipis besar

2)   ¼ buah pepaya, potong tipis besar

3)   300 gram nanas, potong memanjang

4)   8 buah jambu air potong jadi 4

5)   2 buah mentimun, potong tipis besar.

b.   Bahan Bumbu Petisan:

1)   Cabai

2)   100 gram gula merah

3)   Garam

4)   Kacang yang sudah di goreng

5)   Air asam

6)   Terasi.

c.    Cara membuat petisan:

1)    Ulek cabe rawit merah, terasi, garam, gula merah dan air asam sacara merata

2)    Setelah itu masukan kacang tanah,kemudian diulek lagi

3)    Setelah itu masukkan semua buah kemudian dicampur hingga rata

4)    Kemudian petisan siap disajikan.

      Sumber : http://resephariini.com/resep-rujak-buah-sambal- kacang/

                       Gambar 2.5 Petisan lengkap dengan bumbu kacangnya.

 

 B.   Kerangka Konsep

Jamur Aspergillus flavus

Bumbu Kacang Petisan

 

 

 



BAB III

METODE PENELITIAN

 

A.      Jenis dan Rancangan Penelitian

              Jenis penelitian bersifat deskriptif. Variabel penelitian ini  yaitu jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima yang dijual di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

B.       Lokasi dan Waktu Penelitian

       Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung. Pemeriksaan jamur Aspergillus flavus dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari – April 2020.

S

U

Keterangan:         Pedagang  Kaki Lima Bumbu Kacang Petisan

 

Sumber : http://www.google.com/maps/place/kec.Rajabasa.Bandar.Bandar.Lampung

Gambar 3.1 Denah Lokasi Pedagang kaki lima bumbu kacang petisan di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

 

C.      Subjek Penelitian

1.        Populasi

      Populasi penelitian ini adalah semua bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung yang berjumlah 12 pedagang.

 

2.        Sampel

              Sampel pada penelitian ini berjumlah 8 Sampel Bumbu Kacang Petisan Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

D.      Variabel dan Definisi Operasional

No

Variabel Penelitian

Definisi

Cara Ukur

Alat Ukur

Hasil Ukur

Skala Ukur

1.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

2.

 

Aspergillus flavus

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Bumbu Kacang Petisan

 

 

 

 

 

 

 

Jamur Yang bewarna hijau kekuningan, bentuk berserabut secara mikroskopis terdapat konidia, streigmata, vesikel dan konidiofor.

 

Bumbu Kacang Petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung

 

 

1.Pemeriksaan secara makroskopis

2.Pemeriksaan scara mikroskopis

 

 

 

 

 

 

 

Observasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1. Mikroskop

2. Media

Sabouroud Dextrose Agar (SDA)

3.Pewarnaan  Lactophenol Cotton Blue (LCB)

 

 

 

 

Organoleptis

 

 

 

 

 

 

 

 

 

1.Positif : ditemukan Aspergillus flavus

2. Negatif  :

tidak ditemukan Aspergillus flavus

 

 

 

 

 

 

Bumbu Kacang Petisan

 

 

 

 

 

 

 

 

Ordinal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Nominal

 

 

 

 

 

 

 

 

 

       Tabel 3.1 Variabel dan Definisi Operasional

 

E.       Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa bumbu kacang petisan yang diperoleh dari 8 pedagang kaki di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung. Kemudian dilakukan pemeriksaan sampel di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang.

1.    Cara kerja pengambilan sampel

a.    Peneliti meminta surat izin pengantar dari Poltekkes Tanjungkarang

b.  Peneliti melakukan pengambilan sampel dengan cara membeli satu bungkus bumbu petisan pada masing-masing pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung yang berjumlah 8 pedagang, masing-masing sampel diberi label dengan mencantumkan nama/kode sampel, tanggal dan waktu pengambilan.

c.    Masing-masing sampel diambil dimasukan ke dalam wadah penyimpanan.

d.    Kemudian sampel dibawa ke Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehan Poltekkes Tanjungkarang untuk dilakukan pemeriksaan.

2.    Persiapan Alat dan Bahan

a.    Alat

Tabung Reaksi, Pipet Ukur, Erlenmeyer 250ml, Petridisk, Rak Tabung, Lampu Bunsen, Objek Glass, Deck Glass, Cover Glass, Autoclave, Inkubator, Oven, Pipet Tetes Streil, Kertas Kopi, Mikroskop, Ose Cincin, Korek Api, Label, Selotip, Alumunium Foil.

b.    Bahan

Sampel Bumbu Kacang petisan, Media Sabouroud Dextrosa Agar (SDA), Lactophenol Cotton Blue (LCB), Dan Aquadest.

c.    Sterilisasi alat

Semua alat-alat gelas dan pinset yang akan digunakan dicuci bersih dan dikeringkan lalu masing-masing dibungkus dengan kertas kopi, kemudian di sterilkan dalam oven suhu 160oC selama 1 jam.

(Soemarno, 2008).

3.    Cara Pembuatan Media

a.    Pembuatan Media Sabouroud Agar (SDA)

1)        Menimbang media SDA Dehidrate sebanyak 65gr.

2)        Melarutkan SDA dehidrate dalam 1 L aquadest

3)        Memanaskan diatas hotplate sampai larut sempurna.

4)        Menyeterilkan diautoclave 121oC  1atm selama 15 menit

5)        Biarkan dingin sampai suhu  50oC

6)        Membagikan larutan kedalam petridisk steril 25ml secara aseptis

7)        Biarkan pada suhu sampai menjadi agar.

b.   Pembuatan Lactophenol Cotton Blue (LCB)

1)        Menyiapkan alat dan bahan

2)        Menimbang  crystal phenol sebanyak 20gr

3)        Memipet asam laktat sebanyak 20ml

4)        Memipet gliserol sebanyak 40ml

5)        Memipet aquadest sebanyak 20ml

6)        Mencampurkan semua bahan di atas uap panas dengan hati-hati, lactophenol akan berwarna jernih

7)        Mambahkan bubuk cotton blue secukupnya sampai larutan berwarna biru (Tim Bakteriologi, 2014).

4.    Cara Pemeriksaan Jamur Aspergillus flavus

a.         Pemeriksaan Secara Makroskopis.

1)        Mempersiapkan alat dan bahan.

2)        Mengambil 1 mm bumbu kacang petisan

3)        Meletakan potongan bumbu kacang di tengah media SDA

4)        Menyelotip petridisk dan memberi label

5)        Menginkubasi pada suhu 37oC, selama 7 hari dan setiap harinya dilakukan pengamatan.

b.        Pemeriksaan Secara Mikroskopis dengan pengecatan Lactophenol Cotton Blue (LCB).

1)        Setelah mengamati pertumbuhan jamur selama 7 hari.

2)        Mengambil atau memotong 1 mm koloni jamur yang tumbuh pada media

Sabouroud Dextrose Agar (SDA) dengan skapel.

3)        Koloni jamur yang sudah diambil diletakkan pada bagian tengah objek glass.

4)        Beri 1-2 tetes Lactophenol Cotton Blue (LCB), lalu menutup dengan cover

glass dan hindari adanya gelembung udara.

5)        Mengamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 100x.

(Tim Bakteriologi, 2014).

Pembacaan Hasil: Positif (+) ditemukan Aspergillus flavus

        Negatif (-) tidak ditemukan Aspergillus flavus

 

 

 

 

 

 

 

 

c.         Interpretasi Hasil

1)        Makroskopis  

 

Keterangan :

Warna:Hijau kekuningan

Bentuk : Berserabut

 

 

            Sumber : http://thunderhouse4yuri.blogspot.com/2012/02/aspe   gillus-flavus.html

 

                     Gambar 3.2 Jamur Aspergillus flavus pada media SDA.

2)      Mikroskopis

Konidiofor

Vesikel

Konidia

Sumber : https://www.aspergillus.org.uk/content/aspergillus-flavus-30

                                                                  Gambar 3.3 Jamur Aspergillus flavus pada pembesaran 100x (mikroskopis) dengan pewarnaan LCB.

 

F.       Pengolahan dan Analisis Data

              Data hasil pemeriksaan yang telah terkumpul digunakan untuk menarik kesimpulan dengan perhitungan nilai kacang kedelai (Glycine max) yang terkontaminasi jamur Asepergillus flavus, yaitu :

 

 

 

 

 


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

A.      Hasil Penelitian

 

       Berdasarkan hasil penelitian pada pemeriksaan 8 sampel bumbu kacang Petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung yang dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang pada bulan April 2020, didapatkan hasil 25% sampel tercemar Aspergillus flavus (tabel 4.1).

Tabel 4.1 Persentase jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

 

No

Hasil Pemeriksaan

Jumlah Sampel

Persentase

1.

2.

Tercemar Aspergillus flavus

Tidak tercemar Aspergillus flavus

2

6

25

75

Jumlah Total

8

100

 

       Berdasarkan Tabel 4.1 didapatkan hasil penelitian yaitu ditemukan jamur Aspergillus flavus sebanyak 8 sampel (25%).

 

B.        Pembahasan

       Hasil penelitian terhadap 8 sampel pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung menunjukan bahwa sebanyak 2 (25%) sampel positif tercemar jamur Aspergillus flavus dan 6 (75%) sampel negatif Aspergillus flavus. Sampel bumbu kacang petisan yang tercemar jamur Aspergillus flavus dapat dipengaruhi oleh faktor penyimpanan dengan kondisi yang tidak tertutup rapat, beberapa bahkan tidak tertutup sehingga terkontaminasinya jamur akibat terpapar langsung oleh udara luar. Sesuai dengan Gandjar (2006: 44) menjelaskan bahwa tempat penyimpanan sangat besar pengaruhnya terhadap keutuhan bahan pangan seperti suhu dan kelembaban. Agar bahan pangan tidak banyak terpengaruh oleh perubahan suhu dan kelembaban lingkungan, maka sebaiknya bahan pangan di simpan dengan benar.

       Suhu, udara, maupun kelembaban lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur Aspergillus flavus. Tempat penyimpanan sangat berpengaruh terhadap kebutuhan bahan simpan, agar kondisi bahan pangan tidak banyak terpengaruh oleh perubahan temperatur atau kelembaban udara, sebaiknya bahan pangan dihindarkan dari pengaruh sinar matahari, udara lembab atau oksigen yang berlebihan. Sesui dengan pernyataan Astawan (2009: 149) yang mengatakan bahwa bahan pangan sebaiknya disimpan dalam keadaan gelap, tertutup rapat dan disimpan dalam lemari pendingin (Kulkas). Hal ini sangat penting dilakukan karena komponen aktif pada bahan pangan yang sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi yang dipacu oleh kelembaban, cahaya dan panas.

       Pengamatan pada media SDA terdapat sampel positif yang tercemar jamur Aspergillus flavus adalah 2 sampel (3 dan 7) yang didalamnya tercemar jamur lain yaitu Aspergillus niger dan Aspergillus fumigatus, dan sebanyak 5 sampel juga ditemukan jamur Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger sebanyak 1 sampel dan  Rhizopus orizae sebanyak 2 sampel. Jamur Aspergillus flavus dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang kecil tetapi secara kontinyu, dapat mengakibatkan kerusakan hati bahkan kanker hati. Jenis jamur lainnya adalah Rhizopus orizae yang sering digunakan untuk pembuatan tempe, jamur Rhizopus orizae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat, jamur jenis ini mempunyai kemampuan mengurangi lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino (Yuliana, 2015).

       Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Faria resmita (2015) dan Apri ratna sari (2018) yang menyatakan pada sampel bumbu kacang dengan jumlah 9 sampel dapat dinyatakan positif Aspergillus flavus dengan persentase 33,33%, dan negatif Aspergillus flavus sejumlah 66,66%. Ditemukan empat jenis jamur pada bumbu kacang yaitu Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergilus fumigatus dan Rhizopus orizae (Apri ratna, 2018).

       Sampel positif jamur Aspergillus flavus disebabkan karena faktor lain yaitu bahan baku bumbu kacang petisan berupa kacang tanah yang didalamnya terdapat kandungan nutrisi seperti karbohidrat dan protein, kacang tanah merupakan biji-bijian yang mengandung protein tinggi karena jamur bersifat heterotof dalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat organik yaitu karbohidat dan protein sehingga menjadi substrat yang baik bagi pertumbuhan jamur Aspergillus flavus. Aspergillus flavus secara makroskopis koloni berwarna hijau kekuningan dan pada bagian bawahnya berwarna kekuningan sampai cokelat. Sedangkan secara mikroskopis konidiofor tampak jelas, tidak berpigmen dan kasar (Haryani, 2017).

       Mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh jamur Aspergillus flavus dapat menghasilkan mikotoksin, yaitu senyawa yang bersifat racun, yaitu aflatoksin (Syarief, 2003). Aflatoksin yang  terdapat dalam bahan pangan terutama kacang tanah, tidak dapat hilang setelah direbus, digoreng, disangrai atau diolah menjadi berbagai hasil olahan, dan ternyata tetap mengandung aflatoksin dalam kadar yang membahayakan kesehatan. Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat, aflatoksin menempati tempat penting karena akibat yang ditimbulkannya pada manusia, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Aflatoksin dapat mengakibatkan keracunan dengan gejala mual dan muntah, dan bila berlangsung lama penyakit yang timbul adalah kanker hati dan berakibat meninggal dunia.

        Mengurangi resiko tercemarnya bumbu kacang petisan pedagang kaki lima dari jamur Aspergillus flavus maka diperlukan upaya pencegahan, yaitu sebaiknya para pedagang bumbu kacang petisan lebih memperhatikan penyimpanan bumbu kacang yang tertutup rapat dan kondisi bumbu kacang petisan yang mereka jual seperti penyimpanan yang tidak di stok lama serta penyortiran bahan baku bumbu kacang petisan yang baik sehingga bahan kacang yang mereka jual memiliki kualitas yang baik dan terhindar dari cemaran jamur Aspergillus flavus maka dapat dilakukan pencegahan.

       Melalui Dinas Kesehatan dan Dinas Terkait Kota Bandar Lampung agar dapat bekerjasama untuk memberikan pengawasan dan pembinaan pada para pedagang kaki lima terhadap pangan yang dijual salah satunya petisan serta memberikan informasi melalui penyuluhan kepada pedagang agar meningkatkan manajemen penyimpanan bahan pangan dan memperhatikan masalah kebersihan, proses pembuatan dan penyimpanan bahan bumbu kacang petisan itu sendiri serta menutup wadah bumbu secara tertutup sehingga terhindar dari debu dan cemaran mikroba penyebab penyakit.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

 

A.    Simpulan

Berdasarkan Penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai

berikut :

1.        Ditemukan pertumbuhan jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

2.        Bumbu kacang petisan yang tercemar jamur Aspergillus flavus yang dijual di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung adalah sebanyak 25%.

 

B.  Saran

1.      Melalui Dinas Kesehatan dan Dinas Terkait Kota Bandar Lampung agar dapat bekerjasama untuk memberikan pengawasan dan pembinaan pada para pedagang kaki lima terhadap pangan yang dijual salah satunya petisan

2.      Memberikan informasi melalui penyuluhan kepada pedagang agar meningkatkan manajemen penyimpanan bahan pangan dan memperhatikan masalah kebersihan, proses pembuatan dan penyimpanan bahan bumbu kacang petisan itu sendiri serta menutup wadah bumbu secara tertutup sehingga terhindar dari debu dan cemaran mikroba penyebab penyakit.

3.      Penelitian ini diharapkan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan jamur lain selain Aspergillus flavus.


DAFTAR PUSTAKA

 

Amaliyah, Nurul. 2017. Penyehatan Makanan Dan Minuman. Yogyakarta: Deepublish 191 Halaman.

Astawan, Made. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Bergizi. Depok: Penebar swadaya 172 Halaman.

Budiyanto, Moch Agus Krisno; Ahmad, Mundzir Romdhani; Ulfa, Maulida Farid; Winda, Sulastri. 2013. Aspergillus Flavus pada kacang tanah penyebab kanker hati. Program Studi Pendidikan Biologi. FKIP Universitas Muhamadiyah Malang.

Gandjar, Indrawati; Sjamsuridzal, Wellyzar; Oetari, Ariyanti. 2006. Mikologi dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia: 237 Halaman.

Gradjito, Murdijati; Harmayani, Eni; Santoso, Umar. 2019. Makanan Tradisional Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 285 Halaman.

Harmayani, Eni; Santoso, Umar; Gardjito, Murdijati. 2019. Makanan Tradisional Indonesia. Gadjah Mada University press 257 halaman.

Hayani, Nisma; Erina; Darniati. 2017. Isolasi Aspergillus sp pada paru-paru ayam kampung. Banda Aceh: Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Universitas Syiah Kuala.

Hidayat, Nur; Padaga, Masdiana C, Suhartini, Sri. 2006. Mikrobiologi Industri. Malang: C.V Andi, 206 halaman.

http://livebiologi.blogspot.com/2011/11/jamur-ascomycotina.html. (Diakses 20 November 2019).

http://resephariini.com/resep-rujak-buah-sambal-kacang/. (Diakses 27 November 2019).

http://thunderhouse4-yuri.blogspot.com/2012/02/aspergillus-flavus.html. (Diakses 27 November 2019).

http://www.diahdidi.com/2013/10/rujakan-yukk.html. (Diakses 03 Desember 2019).

https://www.aspergillus.org.uk/content/aspergillus-flavus-30. (Diakses 27 November 2019).

https://www.google.com/maps/place/Kec.Rajabasa.Bandar.Lampung. (Diakses 11 Desember 2019).

Jawetz, M & Adelberg's. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. (Edisi 23). Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 862 halaman.

Khomson Ali, A. F. 2008. Sehat Itu Mudah. Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika) Anggota IKAPI.

Muchtadi, Deddy. 2015. Ilmiah Populer : Pangan, Gizi dan Kesehatan. Bandung: ALFABETA, cv.

 Apri Ratnasari. 2018. Gambaran Jamur Aspergillus Flavus Pada Bumbu Kacang Ketoprak Di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

Faria Resmita. 2015. Gambaran Jamur Aspergillus Flavus Pada Bumbu Pecel Instan Dalam Kemasan Tanpa Merk Yang Dijual Dipasar Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

Sitorus, Ronald. 2009. Makanan Sehat dan Bergizi. Bandung: CV. YRAMA Widya.

Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Yogyakarta: Akademik Analis Kesehatan, 150 halaman.

Soesanto, Loekas. 2013. penyakit karena jamur. Yogyakarta: Graha ilmu, 200 halaman.

Sutanto, Inge; Ismad, Suhariah; Sjarifuddin, Pudji K. (Ed). 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 382 halaman.

Syarief, Rizal; Ega, La; Nurwitri, C.C. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. IPB. Press. 390 Halaman.

Tim Bakterilogi. 2014. Panduan Praktikkum Mikologi. Bandar Lampung.

Yenny.  2006. Aflatoksin  dan aflatoksikosis pada manusia. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

Yuliana, Prasetyaningsih; Fitri, Nadifah. 2015. Distribusi Jamur Aspergillus Flavus Pada Petis Udang. Yogyakarta.


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 1

Pembuatan Media dan Reagensia

A.    Pembuatan media Saboroud Dextrosa Agar (SDA)

1.      Ditimbang bahan media Saboroud Dextrosa Agar (SDA) 15,6 gram

2.      Dimasukan bahan tersebut dalam  240 ml aquadest sambil  dipanaskan hingga larut

3.      Disterilkan dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC, tekanan 1 atm.

4.      Didinginkan pada waterbath selama 15 menit sehingga suhunya bekisar antara 56oC.

5.      Ditambahkan atibakteri Cloramphenicol 250 mg sebanyak 0,05 gram dalam 10 ml aquadest.

6.      Setelah tercampur rata, dituangkan kedalam cawan petri masing-masing ± 15 ml.

7.      Dinginkan sampai membeku (Tim Bakteriologi, 2014).

 

B.     Cara pembuatan Lactophenol Cotton Blue (LCB)

1.      Disiapkan alat dan bahan

2.      Menimbang Cyrtal Phenol sebanyak 20gr

3.      Memipet asam laktat sebanyak 20ml

4.      Memipet Gliserol sebanyak 40ml

5.      Memipet aquadest sebanyak 20ml

6.      Mencampurkan semua bahan di atas uap panas dengan hati-hati, Lactophenol akan berwarna jernih

7.      Menambahkan bubuk Cotton Blue secukupnya sampai larutan berwarna biru (Tim Bakteriologi, 2014).

 

 

 

 

Lampiran 2

Persentase Hasil

Rumus


Diketahui :Jumlah sampel yang ditemukan jamur Aspergillus flavus =

                  Jumlah sampel yang diperiksa                                             = 8 sampel

 

Ditanya   : Nilai % ?

Jawab       :  

                 = 25%

Bumbu Kacang Petisan yang terdapat jamur Aspergillus flavus adalah  25  %.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 3

Dokumentasi survei lokasi penelitian bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung

Gambar 1.Kondisi bumbu Kacang petisan

Gambar 2. Kondisi Tempat Bumbu kacang petisan

       

 

                                        

Gambar 3. kondisi grobak pedagang kaki lima bumbu kacang petisan

Gambar 4. Kondisi Cobek tempat penggerusan bumbu kacang petisan

         

 

 

 

 

 

 

                                                                 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Lampiran 6

Log Book kegiatan penelitian

No

Hari/tanggal

Jenis kegiatan

Hasil

Paraf Laboran

1

Senin, 13 April 2020

1.Persiapan alat dan bahan

2.Sterilisasi alat

3.Pembuatan media SDA

 Media SDA

 

 

 

 

2

Selasa, 14 April 2020

Inokulasi sampel

 

 

3

Sabtu, 18 April 2020

Pengamatan secara makroskopis

1.Ditemukan 5 sampel positif Aspergillus sp

2.Ditemukan Aspergillus flavus, Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger dan rizhopus orizae

 

4

Selasa, 21 April 2020

Pengamatan secara mikroskopis

Ditemukan Aspergillus flavus

 

Mengetahui

Pembimbing utama

Dr. Dra. Endah Setyaningrum, M.Biomed

Pembimbing Laboratorium

DyUswatun Hasanah,Amd.AK

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Lampiran 9

Kegiatan penelitian di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan

Poltekkes Tanjungkarang

Sampel bumbu  kacang petisan pedagang kaki lima yang berasal dari Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung

 

 

Menimbang Media SDA

 

 



 

 

 

 

Pengambilan koloni kemudian di letakkan pada objek glass

Menyelotip plate yang sudah ditanami sampel kemudian diinkubasi dengan suhu 37o C Selama 7 hari

 

 

 

Kemudian koloni diamatin di bawah mikroskop

Koloni yang sudah diambil dan ditetesi LCB


 


 

Lampiran 10

Tabel hasil pemeriksaan makroskopis pertumbuhan Gambaran jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung

Hari / tanggal

 

Rabu,15 April 2020

Kamis, 16 April 2020

Jum’at, 17 April 2020

Sabtu, 18 April 2020

Minggu, 19 April 2020

Senin, 20 April 2020

Selasa, 21 April 2020

 

kesimpulan

Hari ke-1

Hari ke-2

Hari ke-3

Hari ke-4

Hari ke-5

Hari ke-6

Hari ke-7

Sampel 1.1

Belum ada pertumbuhan

Belum ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir dan Rhizopus Orizae dengan ciri ciri putih berserabut seperti kapas

Ada Pertumbuhan Khamir dan Rhizopus Orizae dengan ciri ciri putih berserabut seperti kapas

Ada Pertumbuhan Khamir dan Rhizopus Orizae dengan ciri ciri putih berserabut seperti kapas

Ada Pertumbuhan Khamir dan Rhizopus Orizae dengan ciri ciri putih berserabut seperti kapas

 

 

Negatif

 

 

 

Sampel 1.2

Belum ada pertumbuhan

Ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Negatif

 

 

 

Sampel 2.1

Belum ada pertumbuhan

Belum ada pertumbuhan

 

 

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Negatif

 

 

 

 

Sampel 2.2

Belum ada pertumbuhan

Belum ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Negatif

 

 

 

 

 

Sampel 3.1

Belum ada pertumbuhan

 

 

Ada Pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Positif

Sampel 3.2

Belum ada pertumbuhan

 

 

Ada Pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Positif

Sampel 4.1

Belum ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Negatif

Sampel 4.2

Belum ada pertumbuhan

 

Ada Pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir, Rhizopus Orizae dengan ciri ciri putih berserabut seperti kapas dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Rhizopus Orizae dengan ciri ciri putih berserabut seperti kapas dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Rhizopus Orizae dengan ciri ciri putih berserabut seperti kapas dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Negatif

 

 

 

Sampel 5.1

Belum ada pertumbuhan

 

 

 

 

Ada Pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Negatif

Sampel 5.2

Belum ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir dan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut

Negatif

 

 

 

 

 

Sampel 6.1

Belum ada pertumbuhan

Belum ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Negatif

 

 

Sampel 6.2

Belum ada pertumbuhan

Belum ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Negatif

 

 

Sampel 7.1

Belum ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan

Ada pertumbuhan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut, Aspergillus Niger dengan ciri–ciri berwarna hitam berserabut

Ada pertumbuhan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut, Aspergillus Niger dengan ciri–ciri berwarna hitam berserabut

Ada pertumbuhan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut, Aspergillus Niger dengan ciri–ciri berwarna hitam berserabut

Ada pertumbuhan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut, Aspergillus Niger dengan ciri–ciri berwarna hitam berserabut

Ada pertumbuhan Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut, Aspergillus Niger dengan ciri–ciri berwarna hitam berserabut

Negatif

Sampel 7.2

Belum ada pertumbuhan

Ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut, Aspergillus Niger dengan ciri–ciri berwarna hitam berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut, Aspergillus Niger dengan ciri–ciri berwarna hitam berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut, Aspergillus Niger dengan ciri–ciri berwarna hitam berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut, Aspergillus Niger dengan ciri–ciri berwarna hitam berserabut

Ada Pertumbuhan Khamir, Aspergillus flavus dengan ciri- ciri hijau kekuningan berserabut, Aspergillus fumigatus dengan ciri ciri hijau tua berserabut, Aspergillus Niger dengan ciri–ciri berwarna hitam berserabut

Positif

Sampel 8.1

Belum ada pertumbuhan

Belum ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Negatif

 

 

Sampel 8.2

Belum ada pertumbuhan

Belum ada pertumbuhan

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Ada Pertumbuhan Khamir

Negatif

 

 

 

Mengetahui

Pembimbing utama

 

Dr. Dra. Endah Setyaningrum, M.Biomed

 

Pembimbing Laboratorium

 

 

DyUswatun Hasanah,Amd.AK

                                                                                               


Lampiran 11

Gambaran hasil pemeriksaan positif  jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung

Nomor sampel

Hasil pengamatan

Kesimpulan

Makroskopis

Mikroskopis

 

Sampel 3.1

 

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus flavus

 

 

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus fumigatus

Sampel 3.2

 

 

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus flavus

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus fumigatus

Sampel 7.2

 

 

 


 

 

 

 

 

Positif Aspergillus flavus

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus niger

 

Mengetahui

Pembimbing utama

Dr. Dra. Endah Setyaningrum, M.Biomed

Pembimbing Laboratorium

DyUswatun Hasanah,Amd.AK

 

 

Lampiran 12

Gambaran hasil pemeriksaan positif  jamur lain yang tumbuh pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung

Nomor sampel

Hasil pengamatan

Kesimpulan

Makroskopis

Mikroskopis

 

Sampel 1.1

 

 

 

 

Positif  jamur Rhizopus Orizae

Sampel 1.2

 

 

 

 Positif Aspergillus fumigatus

Sampel 4.1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus fumigatus

 

 

 

 

Sampel 4.2

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus fumigatus

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Positif  jamur Rhizopus Orizae

Sampel 5.1

 

 

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus fumigatus

Sampel 5.2

 

 

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus fumigatus

Sampel 7.1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus fumigatus

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Positif Aspergillus niger

 

Mengetahui

Pembimbing utama

Dr. Dra. Endah Setyaningrum, M.Biomed

Pembimbing Laboratorium

DyUswatun Hasanah,Amd.AK

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



Gambaran Jamur Aspergillus flavus pada Bumbu Kacang Petisan Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung

 

Diana Jesika¹, Endah Setyaningrun2, Eka Sulistianingsih¹

¹Program Studi Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma Tiga

Politeknik Kesehatan Tanjungkarang Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang

 

Abstrak

 

Asprgillus flavus merupakan jamur yang mengontaminasi berbagai jenis bahan makanan yang dapat menghasilkan mikotoksin, yaitu senyawa bersifat racun, yang dikenal dengan aflatoksin, dan dapat mengakibatkan kerusakan hati bahkan kanker hati. Aflatoksin yang  terdapat dalam bahan pangan terutama kacang tanah, tidak dapat hilang setelah direbus, digoreng, disangrai atau diolah menjadi berbagai hasil olahan, dan ternyata tetap mengandung aflatoksin dalam kadar yang membahayakan kesehatan. Selain itu, Kacang tanah digunakan sebagi bumbu utama pada petisan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya jamur Asprgillus flavus dan persentase jamur Asprgillus flavus pada bumbu kacang petisan. Jenis Penelitian deskriptif. Variabel penelitian adalah jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan. Tempat pengambilan sampel di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bumbu kacang petisan pada pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung. Sampel pada penelitian ini yaitu 8 Sampel. Identifikasi dilakukan dengan dua metode pemeriksaan, yaitu makroskopis dan mikroskopis. Analisis data dengan analisis univariat. Hasil penelitian didapatkan bahwa 2 dari 8 sampel bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung positif jamur Aspergillus flavus dengan persentase 25%.

 

Kata Kunci : Aspergillus flavus, Bumbu Kacang Petisan

 

Description of the Fungus Aspergillus flavus Mushroom on the Spiced Petisan bean Paste Treaders in Rajabasa Bandar Lampung

Abstract

 

Asprgillus flavus is a fungus that contaminates various types of food ingredients that can produce mycotoxants, namely compounds that  is toxic, and aflatoxin, which can cause liver damage and can cause liver cancer.  Aflatoxin contained in food, especially peanuts, cannot be lost after boiling, frying, roasting or processed into various processed ingredients, and in fact it still contains aflatoxin in levels that are harmful to health. In addition, peanuts are used as the main spice in  petition.  This study aims to determine the presence of Asprgillus flavus mushrooms and the percentage of Asprgillus flavus mushrooms in petis. This type of research is mycology which is descriptive. The research variable is Aspergillus flavus mushroom on petisan bean spices. Sampling place in Rajabasa District, Bandar Lampung.  The examination was conducted at the Bacteriology Laboratory of the Health Analyst Department of the Polytechnic of Tanjungkarang. The population in this study were all spiced peanut butter on street vendors in Rajabasa District Bandar Lampung. The sample in this study was the 8 sample.  Data analys by univariate analysis.  The results showed that 2 of the 8 samples of spiced petisan street vendors in Rajabasa Bandar Lampung District were positive of Aspergillus flavus mushrooms with a percentage of 25%.

 

Keywords:  : Aspergillus flavus, Petisan nut sesonings


Pendahuluan

Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi karena sebagai sumber pokok utama. Sebagai negara agraris, Indonesia kaya berbagai sumber pangan baik bahan pangan nabati seperti serealia, kacang-kacangan, umbi-umbian, buah-buahan, sayuran, maupun bahan hewani (Harmayani, 2019). Umumnya bahan pangan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmen, dan lain-lain (Amaliyah, 2017).

Salah satu makanan yang mengandung protein adalah kacang-kacangan. Kacang tanah merupakan salah satu kacang-kacangan yang mengandung protein yang tinggi (Sitorus, 2009). Banyak sekali produk olahan  yang dibuat dari kacang tanah. Kacang tanah dapat dimakan setelah mengalami proses perebusan, penyangraian, atau penggorengan. Selain itu, kacang tanah digunakan sebagai bumbu utama pada pecel, gado-gado, petisan dan ketoprak (Astawan, 2009: 32).

Bumbu didefinisikan sebagai bahan pangan yang mengandung beberapa jenis rempah yang ditambahkan pada saat makanan tersebut diolah (sebelum disajikan) dengan tujuan untuk memperbaiki aroma, cita rasa, tekstur, dan penampakan secara keseluruhan (Astawan,  2009: 146). Dari semua jenis bahan pangan hasil pertanian, kacang tanah merupakan bahan pangan yang paling mudah dicemari oleh jamur Aspergillus flavus (Muctadi, 2015).

Aspergillus flavus merupakan jamur yang mengontaminasi berbagai jenis bahan makanan yang dapat menghasilkan mikotoksin, yaitu senyawa yang bersifat racun, yaitu aflatoksin, yang dapat mengakibatkan kerusakan hati dan dapat meyebabkan kanker hati (Syarief, 2003). Aflatoksin yang  terdapat dalam bahan pangan terutama kacang tanah, tidak dapat hilang setelah direbus, digoreng, disangrai atau diolah menjadi berbagai hasil olahan, dan ternyata tetap mengandung aflatoksin dalam kadar yang membahayakan kesehatan (Muchtadi, 2015). Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat, aflatoksin menempati tempat penting karena akibat yang ditimbulkannya pada manusia, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang (Yenny, 2006). Aflatoksin dapat mengakibatkan keracunan dengan gejala mual dan muntah, dan bila berlangsung lama penyakit yang timbul adalah kanker hati dan berakibat meninggal dunia dan apabila seseorang mengkonsumsi bahan pangan yang terkontaminasi aflatoksin konsentrasi rendah secara terus menerus, maka hal itu dapat merusak hati serta menurunkan sistem kekebalan tubuh (Budiyanto, 2013).

Berbagai hasil penelitian mengenai efek biologik aflatoksin, memperlihatkan bahwa aflatoksin mempunyai kemampuan untuk menginduksi kanker hati. Dibandingkan dengan bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan kanker hati, maka aflatoksin bahan yang paling berbahaya (Syarief, 2003). Mengingat kacang tanah merupakan bahan pangan yang paling mudah tercemar oleh jamur Aspergillus flavus penghasil aflatoksin, yang digunakan sebagai bahan baku bumbu pecel, gado-gado, petisan dan ketoprak (Muchtadi, 2015).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Faria Resmita (2015), menyatakan bahwa dari sampel bumbu pecel 3 dari 9 positif tercemar jamur Aspergillus flavus dengan presentase 33,33%. Hasil penelitian Apri Ratnasari (2018), berjudul Gambaran jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang ketoprak di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung didapatkan hasil bahwa 10 dari 25 sampel bumbu kacang ketoprak positif tercemar Aspergillus flavus dengan presentase 40%.

Kacang-kacangan dapat dimanfaatkan sebagai bumbu, salah satunya yaitu petisan. Petisan adalah salah satu makanan khas Nusantara yang mudah dijumpai menggunakan gerobak di jalan-jalan atau pedagang kaki lima. Di samping nilai gizinya yang tinggi, petisan merupakan makanan yang digandrungi oleh semua kalangan baik dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa.

Petisan pedagang kaki lima merupakan makanan yang sering kita jumpai di pinggir-pinggir jalan, terutama di Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung. Kecamatan Rajabasa itu sendiri terletak tidak jauh dari kota Bandar Lampung, hal ini menjadi salah satu daya tarik bagi masyarakat lokal maupun pendatang. Selain wilayah yang padat penduduk, Kecamatan Rajabasa termasuk salah satu pusat pendidikan di Kota Bandar Lampung, sehingga banyak pedagang kaki lima yang memanfaatkan perekonomiannya dengan salah satunya berjualan petisan. Petisan ini memiliki kandungan serat tinggi seperti pepaya, mangga muda, bengkuang, mentimun, dan beberapa buah lainnya, lengkap dengan bumbu kacangnya. 

Menurut hasil observasi peneliti pada penjual petisan pedagang kaki lima, pembuatan bumbu petisan terutama pengolahan kacang tanahnya tidak diolah secara langsung. Bumbu kacang mengalami penyimpanan dengan kondisi tidak tertutup rapat, beberapa bahkan tidak tertutup sehingga dapat mengakibatkan terkontaminasinya jamur akibat terpapar langsung oleh udara luar. Beberapa penjual petisan mengatakan bahwa kacang tanah yang dibeli dalam jumlah banyak tanpa mengalami penyortiran terlebih dahulu dan digoreng dengan jumlah banyak sebagai stok bahan bumbu yang tidak habis dalam satu hari penjualan dan dapat bertahan selama 4 sampai 7 hari. Hal ini tentu saja dapat mempengaruhi kualitas pada kacang goreng, yang dapat memicu pertumbuhan jamur khususnya Aspergillus flavus pada bumbu petisan yang mereka jual.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis melakukan penelitian gambaran jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

 

Metode

     Penelitian ini adalah bidang Mikologi yang bersifat deskriptif. Variabel penelitian yaitu jamur Aspergillus flavus pada bumbu kacang petisan. Tempat pengambilan sampel di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.  Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari sampai dengan April 2020. Populasi  dalam penelitian ini adalah semua bumbu kacang petisan pada pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung yang berjumlah 12 pedagang. Sampel dalam penelitian ini 8 Sampel pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung di karenakan hanya mendapatkan 8 pedagang kaki lima, banyak pedagang yang tutup karena pandemi covid19. Analisis data dengan analisis univariat.

Hasil

     Berdasarkan hasil penelitian pada pemeriksaan 8 sampel bumbu kacang Petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung yang dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Jurusan AnalisKesehatan Poltekkes Tanjungkarang pada bulan April 2020, didapatkan hasil 25% sampel tercemar Aspergillus flavu (tabel 4.1).

Ta            Berdasarkan tabel 4.1Persentase Jamur Aspergillus flavus pada Bumbu kacang Petisan Pedagang Kaki Lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung

No

Hasil Pemeriksaan

Jumlah Sampel

Persentase

1.

 

2.

Tercemar Aspergillus flavus

Tidak tercemar Aspergillus flavus

         2

 

          6

25

 

75

Jumlah Total

         8

100

 

Berdasarkan Tabel 4.1 didapatkan hasil penelitian yaitu ditemukan jamur Aspergillus flavus sebanyak 8 sampel (25%).

Pembahasan

     Hasil penelitian terhadap 8 sampel pada bumbu kacang petisan pedagang kaki lima di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung menunjukan bahwa sebanyak 2 (25%) sampel positif tercemar jamur Aspergillus flavus dan 6 (75%) sampel negatif Aspergillus flavus. Sampel bumbu kacang petisan yang tercemar jamur Aspergillus flavus dapat dipengaruhi oleh faktor penyimpanan dengan kondisi yang tidak tertutup rapat, beberapa bahkan tidak tertutup sehingga terkontaminasinya jamur akibat terpapar langsung oleh udara luar. Sesuai dengan Gandjar (2006: 44) menjelaskan bahwa tempat penyimpanan sangat besar pengaruhnya terhadap keutuhan bahan pangan seperti suhu dan kelembaban. Agar bahan pangan tidak banyak terpengaruh oleh perubahan suhu dan kelembaban lingkungan, maka sebaiknya bahan pangan di simpan dengan benar.

       Suhu, udara, maupun kelembaban lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan jamur Aspergillus flavus. Tempat penyimpanan sangat berpengaruh terhadap kebutuhan bahan simpan, agar kondisi bahan pangan tidak banyak terpengaruh oleh perubahan temperatur atau kelembaban udara, sebaiknya bahan pangan dihindarkan dari pengaruh sinar matahari, udara lembab atau oksigen yang berlebihan. Sesui dengan pernyataan Astawan (2009: 149) yang mengatakan bahwa bahan pangan sebaiknya disimpan dalam keadaan gelap, tertutup rapat dan disimpan dalam lemari pendingin (Kulkas). Hal ini sangat penting dilakukan karena komponen aktif pada bahan pangan yang sangat sensitif terhadap reaksi oksidasi yang dipacu oleh kelembaban, cahaya dan panas.

       Pengamatan pada media SDA terdapat sampel positif yang tercemar jamur Aspergillus flavus adalah 2 sampel (3 dan 7) yang didalamnya tercemar jamur lain yaitu Aspergillus niger dan Aspergillus fumigatus, dan sebanyak 5 sampel juga ditemukan jamur Aspergillus fumigatus, Aspergillus niger sebanyak 1 sampel dan  Rhizopus orizae sebanyak 2 sampel. Jamur Aspergillus flavus dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia jika dikonsumsi dalam jumlah yang kecil tetapi secara kontinyu, dapat mengakibatkan kerusakan hati bahkan kanker hati. Jenis jamur lainnya adalah Rhizopus orizae yang sering digunakan untuk pembuatan tempe, jamur Rhizopus orizae aman dikonsumsi karena tidak menghasilkan toksin dan mampu menghasilkan asam laktat, jamur jenis ini mempunyai kemampuan mengurangi lemak kompleks menjadi trigliserida dan asam amino (Yuliana, 2015).

       Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Faria resmita (2015) dan Apri ratna sari (2018) yang menyatakan pada sampel bumbu kacang dengan jumlah 9 sampel dapat dinyatakan positif Aspergillus flavus dengan persentase 33,33%, dan negatif Aspergillus flavus sejumlah 66,66%. Ditemukan empat jenis jamur pada bumbu kacang yaitu Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergilus fumigatus dan Rhizopus orizae (Apri ratna, 2018).

       Sampel positif jamur Aspergillus flavus disebabkan karena faktor lain yaitu bahan baku bumbu kacang petisan berupa kacang tanah yang didalamnya terdapat kandungan nutrisi seperti karbohidrat dan protein, kacang tanah merupakan biji-bijian yang mengandung protein tinggi karena jamur bersifat heterotof dalam pertumbuhannya jamur memerlukan zat organik yaitu karbohidat dan protein sehingga menjadi substrat yang baik bagi pertumbuhan jamur Aspergillus flavus. Aspergillus flavus secara makroskopis koloni berwarna hijau kekuningan dan pada bagian bawahnya berwarna kekuningan sampai cokelat. Sedangkan secara mikroskopis konidiofor tampak jelas, tidak berpigmen dan kasar (Haryani, 2017).

       Mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh jamur Aspergillus flavus dapat menghasilkan mikotoksin, yaitu senyawa yang bersifat racun, yaitu aflatoksin (Syarief, 2003). Aflatoksin yang  terdapat dalam bahan pangan terutama kacang tanah, tidak dapat hilang setelah direbus, digoreng, disangrai atau diolah menjadi berbagai hasil olahan, dan ternyata tetap mengandung aflatoksin dalam kadar yang membahayakan kesehatan. Ditinjau dari segi kesehatan masyarakat, aflatoksin menempati tempat penting karena akibat yang ditimbulkannya pada manusia, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Aflatoksin dapat mengakibatkan keracunan dengan gejala mual dan muntah, dan bila berlangsung lama penyakit yang timbul adalah kanker hati dan berakibat meninggal dunia.

        Mengurangi resiko tercemarnya bumbu kacang petisan pedagang kaki lima dari jamur Aspergillus flavus maka diperlukan upaya pencegahan, yaitu sebaiknya para pedagang bumbu kacang petisan lebih memperhatikan penyimpanan bumbu kacang yang tertutup rapat dan kondisi bumbu kacang petisan yang mereka jual seperti penyimpanan yang tidak di stok lama serta penyortiran bahan baku bumbu kacang petisan yang baik sehingga bahan kacang yang mereka jual memiliki kualitas yang baik dan terhindar dari cemaran jamur Aspergillus flavus maka dapat dilakukan pencegahan.

       Melalui Dinas Kesehatan dan Dinas Terkait Kota Bandar Lampung agar dapat bekerjasama untuk memberikan pengawasan dan pembinaan pada para pedagang kaki lima terhadap pangan yang dijual salah satunya petisan serta memberikan informasi melalui penyuluhan kepada pedagang agar meningkatkan manajemen penyimpanan bahan pangan dan memperhatikan masalah kebersihan, proses pembuatan dan penyimpanan bahan bumbu kacang petisan itu sendiri serta menutup wadah bumbu secara tertutup sehingga terhindar dari debu dan cemaran mikroba penyebab penyakit.

   Daftar Pustaka

Amaliyah, Nurul. 2017. Penyehatan Makanan Dan Minuman. Yogyakarta: Deepublish 191 Halaman.

Astawan, Made. 2009. Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Bergizi. Depok: Penebar swadaya 172 Halaman.

Budiyanto, Moch Agus Krisno; Ahmad, Mundzir Romdhani; Ulfa, Maulida Farid; Winda, Sulastri. 2013. Aspergillus Flavus pada kacang tanah penyebab kanker hati. Program Studi Pendidikan Biologi. FKIP Universitas Muhamadiyah Malang.

Gandjar, Indrawati; Sjamsuridzal, Wellyzar; Oetari, Ariyanti. 2006. Mikologi dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia: 237 Halaman.

Gradjito, Murdijati; Harmayani, Eni; Santoso, Umar. 2019. Makanan Tradisional Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 285 Halaman.

Harmayani, Eni; Santoso, Umar; Gardjito, Murdijati. 2019. Makanan Tradisional Indonesia. Gadjah Mada University press 257 halaman.

Hayani, Nisma; Erina; Darniati. 2017. Isolasi Aspergillus sp pada paru-paru ayam kampung. Banda Aceh: Program Studi Pendidikan Dokter Hewan Universitas Syiah Kuala.

Hidayat, Nur; Padaga, Masdiana C, Suhartini, Sri. 2006. Mikrobiologi Industri. Malang: C.V Andi, 206 halaman.

http://livebiologi.blogspot.com/2011/11/jamur-ascomycotina.html. (Diakses 20 November 2019).

http://resephariini.com/resep-rujak-buah-sambal-kacang/. (Diakses 27 November 2019).

http://thunderhouse4-yuri.blogspot.com/2012/02/aspergillus-flavus.html. (Diakses 27 November 2019).

http://www.diahdidi.com/2013/10/rujakan-yukk.html. (Diakses 03 Desember 2019).

https://www.aspergillus.org.uk/content/aspergillus-flavus-30. (Diakses 27 November 2019).

https://www.google.com/maps/place/Kec.Rajabasa.Bandar.Lampung. (Diakses 11 Desember 2019).

Jawetz, M & Adelberg's. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. (Edisi 23). Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 862 halaman.

Khomson Ali, A. F. 2008. Sehat Itu Mudah. Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika) Anggota IKAPI.

Muchtadi, Deddy. 2015. Ilmiah Populer : Pangan, Gizi dan Kesehatan. Bandung: ALFABETA, cv.

 Apri Ratnasari. 2018. Gambaran Jamur Aspergillus Flavus Pada Bumbu Kacang Ketoprak Di Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung.

Faria Resmita. 2015. Gambaran Jamur Aspergillus Flavus Pada Bumbu Pecel Instan Dalam Kemasan Tanpa Merk Yang Dijual Dipasar Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran.

Sitorus, Ronald. 2009. Makanan Sehat dan Bergizi. Bandung: CV. YRAMA Widya.

Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Yogyakarta: Akademik Analis Kesehatan, 150 halaman.

Soesanto, Loekas. 2013. penyakit karena jamur. Yogyakarta: Graha ilmu, 200 halaman.

Sutanto, Inge; Ismad, Suhariah; Sjarifuddin, Pudji K. (Ed). 2008. Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 382 halaman.

Syarief, Rizal; Ega, La; Nurwitri, C.C. 2003. Mikotoksin Bahan Pangan. IPB. Press. 390 Halaman.

Tim Bakterilogi. 2014. Panduan Praktikkum Mikologi. Bandar Lampung.

Yenny.  2006. Aflatoksin  dan aflatoksikosis pada manusia. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

Yuliana, Prasetyaningsih; Fitri, Nadifah. 2015. Distribusi Jamur Aspergillus Flavus Pada Petis Udang. Yogyakarta.

 

                                                       

Komentar

Postingan Populer