FAKTOR RESIKO TERJADINYA INFEKSI VIRUS HEPATITIS B (STUDI PUSTAKA)
FAKTOR RESIKO
TERJADINYA INFEKSI VIRUS HEPATITIS B
(STUDI PUSTAKA)
PRNDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis B merupakan penyakit
menular yang serius dan umum, yang sering menyerang jutaan orang di seluruh
dunia. Setiap tahun ada lebih 4 juta kasus klinis akut hepatitis B, dan sekitar
25% dari karier atau sekitar 1 juta orang meninggal akibat hepatitis B aktif
kronis, sirosis atau kanker hati primer. Hepatitis B disebabkan oleh virus
hepatitis B (HBV) yang menyebabkan terganggunya fungsi hati (WHO, 2002).
Indonesia merupakan negara dengan
endemisitas tinggi hepatitis B, terbesar kedua di Asia Tenggara setelah
Myanmar. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), studi dan uji
saring darah donor PMI dari 100 orang di Indonesia, 10 diantaranya telah
terinfeksi hepatitis B. Sehingga saat ini diperkirakan terdapat 28 juta
penduduk Indonesia yang terinfeksi hepatitis B, 14 juta diantaranya berpotensi
untuk menjadi kronis dan 1,4 juta orang berpotensi untuk menderita kanker hati.
Masalah tersebut tentunya akan berdampak sangat besar terhadap masalah
kesehatan masyarakat, produktifitas, umur harapan hidup, dan dampak sosial
ekonomi lainnya (Kemenkes RI, 2014).
Insiden hepatitis B yang terus
meningkat semakin menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini menjadi
penting karena mudah ditularkan, memiliki morbiditas yang tinggi dan
menyebabkan penderitanya absen dari sekolah atau pekerjaan untuk waktu yang
lama. 60 – 90% dari kasus – kasus hepatitis B diperkirakan berlangsung tanpa
dilaporkan. Keberadaan kasus – kasus subklinis, ketidakberhasilan untuk
mengenali kasus – kasus yang ringan, dan kesalahan diagnosis diperkirakan turut
menjadi penyebab pelaporan yang kurang dari keadaan sebenarnya (Kuswiyanto,
2016). Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur (Radji, 2010). Teori
(Olson & Nardin, 2017 menyebutkan bahwa jenis kelamin laki – laki
didiagnosis mengalami hepatitis B 1,6 kali lebih tinggi dibanding dengan
perempuan. Individu
yang beresiko terkena infeksi virus hepatitis B sebagian besar disebabkan
karena kebiasaaan hidup seseorang seperti aktivitas seksual dan perilaku yang
menyimpang, pecandu narkotika, pemakaian jarum tatto, penggunaan barang yang
sama secara bergantian, vaksinasi, mengkonsumsi alkohol, riwayat tranfusi darah
dan riwayat keluarga penderita hepatitis B. Faktor lingkungan juga mempengaruhi
perkembangan hepatitis B antara lain adalah lingkungan dengan sanitasi buruk,
serta daerah dengan prevalensi hepatitis B tinggi (Radji, 2010).
Berdasarkan
Penelitian Jahangirnezhad, M, dkk, (2011) menyebutkan dari 272 sampel yang
positif terinfeksi virus hepatitis B terdapat faktor resiko dari kelompok usia
9-35 tahun, yang memiliki riwayat pernah menggunakan tatto,
dan pernah melakukan tranfusi darah (Jahangirnezhad, M, dkk, 2011).
Berdasarkan
penelitian Naully, P.G,
(2019). Menyebutkan dari 40 sampel laki-laki homoseksual didapatkan sebanyak
32,5% laki-laki yang terinfeksi oleh virus hepatitis B, dimana mayoritas
penderita hepatitis B tersebut memiliki riwayat berganti-ganti pasangan, dan
tidak mendapatkan vaksinasi virus hepatitis B (Naully, P.G, 2019).
Berdasarkan penelitian Aini, R, & Susiloningsih, J. (2013) hasil analisis univariat terhadap faktor yang
berhubungan dengan kejadian hepatitis B di dapatkan 1 variabel yaitu riwayat keluarga yang menderita Hepatitis B. Hal ini menunjukan bahwa riwayat
keluarga yang pernah menderita Hepatitis B mempunyai resiko dua kali kali lebih
besar dari pada mereka yang tidak
mempunyai riwayat keluarga
menderita Hepatitis B (Aini, R,
& Susiloningsih, J, 2013).
Berdasarkan
penelitian Siregar, F. A, (2007) Resiko untuk terkena
hepatitis B di masyarakat berkaitan dengan kebiasaan hidup yang meliputi
aktivitas seksual, gaya hidup bebas, mengkonsumi narkotika, menggunakan barang
yang sama secara bergantian, serta pekerjaan yang memungkinkan kontak dengan
darah dan material penderita (Siregar, F. A, 2007).
Penelitian Sukana, B., & Musadad, D. A, (2010) tentang model peningkatan higiene sanitasi
pondok pesantren di Tanggerang menunjukan bahwa kondisi sanitasi pondok
Pesantren secara umum masih belum baik, sehingga penyakit menular yang berbasis
lingkungan dan perilaku seperti: TB paru, ISPA, diare,
hepatitis B dan penyakit menular
lainnya masih banyak ditemukan (Sukana,
B, & Musadad, D. A, 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis melakukan penelitian mengenai faktor
resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B.
B.
Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum
Mengetahui faktor-faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B
2.
Tujuan Khusus
a.
Melihat faktor resiko terjadinya
infeksi virus hepatitis B dari segi usia
b.
Melihat faktor
resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B dari segi jenis kelamin
c.
Melihat faktor
resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B dari segi kebiasaan hidup
d.
Melihat faktor
resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B dari segi lingkungan
C.
Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan bidang
virologi dan epidemiologi. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif, yaitu
menggambarkan faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B yang
menggunakan metode studi literatur dengan cara merangkum beberapa literatur
yang relevan dengan topik penelitian. Waktu penelitian dilakukan di bulan Januari - Mei
2020. Banyak kajian tentang hepatitis B, ruang lingkup pada karya tulis ilmiah
ini adalah faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Tinjauan Teori
1.
Hepatitis B
Hepatitis B adalah
suatu penyakit
hati
yang disebabkan oleh
virus Hepatitis B
(HBV), suatu anggota famili
hepadnavirus yang
dapat
menyebabkan peradangan
hati akut dan kronis. Virus ini ditularkan melalui kontak
dengan darah atau cairan tubuh lain dari orang yang terinfeksi. Hepatitis B
(HBV) 100x lebih ganas dibandingkan dengan virus Hiv dan 10x lebih banyak
(sering) menularkan. Kebanyakan gejala hepatitis B tidak nyata (Kuswiyanto,
2016).
a.
Etiologi Virus Hepatitis B
Virus hepatitis B termasuk dalam famili
Hepadnaviridae. Virus ini berbentuk sferik pleomorfik dengan diameter 42
nanometer (nm). Genom virus terdiri dari DNA untai ganda parsial, mengandung
sekitar 2300 pasang basa. Lapisan luar terdiri dari antigen HbsAg yang
membungkus partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA polimerase virus,
antigen inti (HbcAg) dan antigen e
(HbeAg). Antigen permukaan (HbsAg) terdiri dari lipoprotein. Virus ini
tergolong dalam jenis virus DNA untai ganda yang terdiri dari bagian yang
panjang dan pendek yang saling tumpang tindih kira-kira 240 nukleotida untuk
membentuk pergelangan terbuka. Bagian yang terpanjang terdiri dari 3020 – 3320
nukleotida dan yang terpendek terdiri dari 1700-2800 nukleotida (Radji, 2010).
Virus ini mempunyai lapisan luar
(selaput) yang berfungsi sebagai antigen HBsAg. Virus mempunyai bagian inti
dengan partikel inti HBcAg dan HBeAg ( Widoyono, 2011).
Struktur dan organisasi genetik HBV
tersusun dengan kompak. Genom HBV merupakan genom kecil yang berupa sepasang
rantai DNA yang berbentuk lingkarang dengan panjang rantai yang tidak sama (partially
double strand). Genom tersebut mempunyai 4 Open Reading Frame (ORF),
yaitu gen s dan pre-s yang mengkode
HbsAg (LHBs, MHBs, dan SHBs), pre-c dan gen c yang mengkode HbeAg dan HbcAg
serta gen p yang mengkode DNA polimerase serta gen x yang mengkode HbxAg. Gen X
tersebut berfungsi memacu ekpresi seluruh genom virus dengan cara berinteraksi
pada daerah gen tertetu pada genom inang. HbxAg mempunyai sifat transaktifator
dan mungkin penting untuk efisiensi HBV (Soemoharjo, 2008).
Sumber: http//image.slideshare.net
diunduh tgl 1 Desember 2019.
Gambar 2.1 : Struktur Virus
Hepatitis B
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Virus_hepatitis_B diunduh tanggal 1
Desember 2019.
Gambar 2.2 : Genom Virus Hepatitis B dengan 4 Open Reading Frame (ORF)
b.
Epidemiologi Hepatitis B
Hepatitis B menyebabkan hepatitis akut
sekitar 90 hari setelah infeksi. Infeksi terjadi melalui kontak dengan darah
atau cairan tubuh yang terinfeksi melalui dengan darah atau cairan tubuh yang
terinfeksi melalui kontak mukosa atau melalui robekan di kulit (perkutan).
Bahkan darah kering dapat dapat menyebarkan penyakit, dan hepatitis dapat
ditransmisikan dalam darah kering selama 7 hari setelah darah tersebut menetes.
Banyak individu yang terinfeksi tidak bergejala, termasuk sebagian besar
anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, individu yang mengalami penurunan imun
yang baru terinfeksi, dan 50 sampai 70% individu terinfeksi lebih dari 5 tahun.
Infeksi hepatitis B dapat menjadi kronis; yaitu, virus tetap berada di dalam
tubuh individu individu setelah infeksi akut berakhir ( Olson & Nardin,
2017).
Dua milyar orang telah terinfeksi
hepatitis B di seluruh dunia dengan 350 juta kasus hepatitis kronis. Hepatitis
B paling banyak terjadi di Cina dan beberapa wilayah di Asia; area lain dengan
insiden tertinggi diantaranya adalah Amazon, Eropa tenggara dan Eropa selatan-
tengah, Timur Tengah dan India. Di negara berkembang hampir semua anak
terinfeksi hepatitis B. Kanker hati yang disebabkan oleh hepatitis B berada
dalam 3 penyebab kematian tersering bagi laki – laki di negara ini. Hepatitis B
berada di urutan ke 10 dari penyebab utama mortalitas di seluruh dunia. ( Olson
& Nardin, 2017).
c.
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
Terjadinya Infeksi Hepatitis B
1)
Faktor Hospes
a.
Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Infeksi paling sering
pada bayi dan anak yang beresiko menjadi kronis. Insidensi hepatitis kronis
pada bayi sekitar 90%, pada anak usia sekolah 23 – 46%, sedangkan pada orang
dewasa 3 – 10%. Hal ini berkaitan dengan keberadaan antibodi dalam tubuh untuk
mencegah terjadinya hepatitis kronis (Radji, 2010).
b.
Jenis kelamin
Pria didiagnosis mengalami hepatitis B
1,6 kali lebih tinggi dibanding dengan wanita ( Olson & Nardin, 2017).
c.
Kebiasaan Hidup
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas
seksual dan perilaku yang menyimpang antara lain homoseksual, pecandu narkotika
suntik, pemakaian jarum tatto dan lainnya (Radji, 2010).
2)
Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang memperngaruhi perkembangan Hepatitis B antara
lain adalah lingkungan dengan sanitasi buruk, daerah dengan angka prevalensi
hepatitis B tinggi, daerah unit bedah gikologi, gigi, mata, unit laboratorium,
unit bank darah, ruang dialisa, ruang tranplanstasi dan unit perawatan penyakit
dalam (Radji, 2010).
d.
Proses Terjadinya Infeksi
hepatitis B
Infeksi hepatitis
B terjadi bila partikel utuh hepatitis B
berhasil masuk ke dalam hepatosit, kemudian kode genetik hepatitis B akan masuk
ke dalam inti sel hati dan kode genetik itu akan “memerintahkan” sel hati untuk
membuat protein-protein yang merupakan komponen hepatitis B. Jadi sebenarnya
virus yang ada di dalam tubuh penderita itu dibuat sendiri oleh hepatosit
penderita yang bersangkutan dengan genom hepatitis B yang pertama masuk sebagai
cetak biru (Soemoharjo, S 2008).
e.
Gejala Klinis Hepatitis B
Masa inkubasi hepatitis B memerlukan
waktu 45-160 hari (rata-rata 10 minggu). Hepatitis B dimanifestasikan bertahap,
mulai kelelahan, kehilangan nafsu makan, mual dan rasa sakit, serta rasa penuh
di perut kuadran kanan atas. Pada awal perjalanan penyakit, rasa sakit,
pembengkaakan sendi, dan artritis mungkin terjadi. Dengan meningkatnya area hati
yang terkena, ada peningkatan kolestasis, oleh karenanya urine berwarna kuning
gelap, dan sering disebut penyakit kuning. Gejala dapat bertahan selama
beberapa bulan sebelum akhirnya berhenti. Secara umum, gejala yang terkait
hepatitis B akut lebih berat dan lebih lama dibandingkan dengan hepatitis A
(Kuswiyanto, 2016).
f.
Pertanda Serologik Infeksi
hepatitis B
Berikut ini adalah berbagai macam pertanda serologik serta
maknanya.
1)
HBsAg
Suatu protein yang merupakan selubung luar partikel hepatitis B.
HBsAg yang positif menunjukan bahwa pada saat itu yang bersangkutan mengidap
infeksi hepatitis B.
2)
Anti-HBs
Antibodi terhadap HBsAg. Antibodi ini baru muncul setelah HBsAg
hilang. Anti-HBs yang positif menunjukan bahwa individu yang bersangkutan telah
kebal terhadap infeksi hepatitis B baik yang terjadi setelah suatu infeksi
hepatitis B alami atau setelah dilakukan imunisasi hepatitis B.
3)
HBcAg
HBcAg merupakan salah satu antigen yang terdapat dalam partikel
inti. Dengan cara biasa antigen ini tidak dapat dideteksi dalam darah karena
tertutup oleh HBsAg. HBcAg hanya dapat dideteksi dalam jaringan hati.
4)
Anti-HBc
Antibodi terhadap protein core. Antibodi ini muncul pada semua
kasus dengan infeksi hepatitis B pada saat ini (current infection) atau infeksi pada masa lalu (past infection). Anti-HBc dapat muncul
dalam bentuk IgM anti-HBc yang sering muncul pada hepatitis B akut. Karena itu
positifnya IgM anti-HBc pada kasus hepatitis akut memperkuat diagnosis
hepatitis B akut. Namun karena IgM anti-HBc bisa kembali menjadi positif pada
hepatitis kronik dengan reaktivasi, IgM anti-Hbc tidak dapat dipakai untuk
membedakan hepatitis akut dengan hepatitis kronik secara mutlak.
5)
HBeAg
Suatu protein non struktural dari hepatitis B (bukan merupakan
bagian dari hepatitis B) yang disekresikan ke dalam darah dan merupakan produk
gen precore dan gen core. Didapatkan
pada fase awal hepatitis akut atau kronik. Positifnya HBeAg merupakan petunjuk
adanya aktivitas replikasi hepatitis B yang tinggi dari seorang individu HBsAg
positif.
6)
Anti-HBe
Antibodi yang timbul terhadap HBeAg pada infeksi hepatitis B tipe
liar. Positifnya anti-HBe menunjukan bahwa hepatitis B ada dalam fase non
replikatif. Berbeda dengan anti-HBc atau anti-HBs yang bertahan lama, anti-HBe
biasanya hilang setelah beberapa bulan atau tahun.
7)
DNA HBV
Positifnya DNA hepatitis B dalam serum menunjukan adanya partikel
hepatitis B yang utuh (partikel Dane) dalam tubuh penderita. DNA hepatitis B
adalah pertanda jumlah virus (viral load)
yang paling peka (Soemoharjo, S 2008).
g.
Pencegahan Infeksi Virus
Hepatitis B
Prosedur lingkungan
yang sederhana dapat membatasi resiko infeksi bagi petugas kesehatan, petugas
laboratorium, dan lain-lain. Dengan pendekatan ini, semua darah dan cairan
tubuh serta bahan yang terkontaminasi oleh virus diperlakukan seolah-olah
infeksius untuk HIV, hepatitis B, hepatitis C, dan patogen lain yang ditularkan
melalui darah. Pajanaan yang mungkin memberikan resiko infeksi pada
para pekerja adalah cedera kulit (misal, tusukan jarum) atau kontak membran
mukosa atau kulit yang tidak utuh (misal, kulit pecah-pecah, terpotong,
dermatitis) dengan darah, jaringan, atau cairan tubuh lain yang berpotensi
infeksius berbagai metode diciptakan untuk mencegah kontak dengan sampel
tersebut.
Contoh tindakan pencegahan yang spesifik mencakup hal sebagai
berikut:
1)
Penggunaan sarung tangan
ketika menangani semua bahan yang berpotensi infeksius.
2)
Pakaian pelindung harus
dikenakan dan dilepaskan sebelum meninggalkan tempat kerja.
3)
Masker dan pelindung mata
harus dikenakan setiap kali droplet atau percikan dari bahan infeksius
memberikan resiko.
4)
Pengguanaan jarum sekali
pakai.
5)
Jarum bekas pakai harus
dibuang langsung ke wadah khusus.
6)
Permukaan kerja harus
didekontaminasi menggunakan larutan pemutih.
7)
Menghindari penggunaan pipet
mulut.
8)
Tidak makan dan minum
di laboratorium.
9)
Objek dan alat-alat logam
dapat didisinfeksi dengan autoklaf atau pajanan terhadap gas etilen oksida
(Jawetz., dkk, 2014).
B.
Hipotesis
Penelitian
Terdapat hubungan
yang bermakna antara
usia, jenis kelamin,
kebiasaan hidup, dan lingkungan
dengan kejadian hepatitis B.
C.
Variabel
Penelitian
Variabel dalam penelitian ini
adalah faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi
kepustakaan (Library Research) yang
didapat dengan menelaah artikel, jurnal ilmiah, dan buku yang berkaitan dengan
penelitian tentang faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B.
B. Prosedur Penelitian
Adapun langkah – langkah dalam penelitian kepustakaan ini meliputi :
1.
Pemilihan Topik
Topik yang dipilih dalam penelitian
ini yaitu faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B.
2.
Eksplorasi Informasi
Informasi dalam penelitian ini
dilakukan dengan cara menelusuri jurnal yang sesuai dengan topik penelitian
agar mendapat mendapat bahan yang sesuai dengan masalah yang diteliti.
3.
Menentukan Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini yaitu jurnal
yang berhubungan dengan faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B.
4.
Pengumpulan Sumber Data
Pengumpulan sumber data yaitu berasal
dari database Google Schoolar.
5.
Persiapan Penyajian Data
Jurnal yang telah dikumpulkan dibaca,
dianalisis dan diambil kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan yang telah
dirumuskan sehingga data – data yang diperoleh semakin akurat dan tepat.
6.
Penyusunan Laporan
Pada bagian akhir kegiatan
penelitian, peneliti mulai dengan proses penyusunan laporan penelitian. Proses
penyusunan laporan ini dilakukan dengan cara menyusun berbagai data yang
didapat sesuai dengan topik penelitian. Laporan yang dibuat peneliti dilakukan
sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan oleh Poltekkes
Tanjungkarang.
C. Sumber Data
Sumber data yang dapat dijadikan
bahan penelitian berupa buku, jurnal yang ada pada Google Scholar yang di publikasikan
secara nasional maupun internasional dalam 10 tahun terakhir, yaitu antara
tahun 2009- 2019 yang memuat sumber data yang dibutuhkan secara lengkap,
terutama mengenai faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B.
D.
Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam
penelitian kepustakaan adalah dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal
atau variabel yang berupa catatan, buku, makalah atau artikel, jurnal dan
sebagainya.
E.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian kepustakaan ini berupa laptop, alat tulis, printer, artikel, dan
jurnal ilmiah yang digunakan sebagai bahan untuk pencarian data (artikel,
jurnal, dan penelusuran internet dari database Google Scholar).
F.
Teknik Analisis Data
Teknik analisa yang digunakan dalam
penelitian kepustakaan ini berupa metode analisis isi. Analisis ini digunakan
untuk mendapatkan inferensi yang valid dan dapat diteliti ulang berdasarkan
konteksnya. Dalam analisis data akan dilakukan proses memilih, membandingkan,
menggabungkan dan memilih berbagai pengertian hingga ditemukan yang relevan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
HASIL
Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan
yang menggunakan 5 jurnal penelitian, hasil dari penelitian ini akan dituangkan
dalam tabel 4.1
Tabel
4.1 Hasil penelitian kepustakaan (Studi Literatur) terhadap 5 jurnal nasional
dari
tahun 2009 sampai dengan 2019
No |
Judul Artikel dan Nama Penulis |
Tujuan |
Metode |
Sampel |
Hasil |
1 |
Prevalensi
hepatitis B diantara tahanan pria di malang (Mustika
dkk, 2019). |
Tujuan penelitian ini untuk menentukan prevalensiinfeksi
VHBdilembaga pemasyarakatan laki- laki di
Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. |
Deskriptif |
165 |
Faktor resiko infeksi hepatitis B adalah pada narapidana
yang memiliki tatto permanen (11,32%), pasangan seks ganda (6,67%), pengguna narkoba suntik (24,32%), riwayat tranfusi darah (4,76%),
dan riwayat keluarga hepatitis (9,37%). Sebanyak 101 subjek (61,2%) dengan hasil anti-HBs negatif. Hasil positif
untuk HBsAg dan anti-HBs masing- masing adalah
7,8 % dan 30,9%. |
2 |
Faktor resiko
hepatitis B pada pasien di RSUD. Dr. Pringadi Medan
(Rumini, dkk, 2018). |
Tujuan penelitian
ini untuk menilai besarnya peran faktor risiko terhadap kejadian penyakit
tertentu dengan melihat keterpaparan faktor resiko pada masa lampau. |
observasional
analitik |
76 |
dari 76 responden
hasil uji statistik Binary Logistic menunjukkan bahwa ada
3 variabel yang memiliki pengaruh yaitu riwayat vaksinasi yaitu 45 (59,2%) tidak
mendapat imunisasi, riwayat penggunaan jarum suntik yaitu 10 (13,2%) memiliki
riwayat bertatto dan pasangan seksual yaitu 9 (28,1%) HbsAg positif .Berdasarkan hasil
uji tersebut diketahui bahwa riwayat vaksinasi memiliki pengaruh terhadap
kejadian hepatitis B. |
3 |
Beberapa faktor
resiko kejadian hepatitis b kronik (studi kasus- kontrol di rsup dr. Wahidin
sudirohusodo makassar) (Faisal, dkk, 2015). |
Tujuan penelitian
ini untuk membuktikan berbagai faktor host
dan environment yang merupakan
faktor risiko terhadap kejadian hepatitis B kronik. |
mix method |
176 |
Berbagai faktor
resiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian hepatitis B kronik adalah
(1) adanya riwayat keluarga
penderita hepatitis B, (2) penggunaan sikat gigi bersama, (3) kebiasaan
hubungan seks bebas >1 pasangan, (4) konsumsi ballo/alkohol >1 gelas/konsumsi,
dan (5) penggunaan pemotong kuku bersama. |
4 |
Faktor–Faktor Yang
Mempengaruh i Kejadian HBsAg Reaktif Terhadap
Ibu Bersalin di Rumah Sakit TK. III Dr. R Soeharsono Banjarmasin (Estiyana, dkk, 2018). |
Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui faktor – faktor
yang mempengaruhi kejadian HBaAg reaktif pada persalinan di Rumah Sakit TK.
III Dr. R Soeharsono Banjarmasin |
Deskriptif |
52 |
hasil penelitian
menunjukkan bahwa umur terdapat 45 responden (86,5%), perilaku didapat 48 responden
(92,3%)., pekerjaan didapat
30 responden (57,7%),
dan lingkungan didapatkan sebanyak 48 responden (92,3%) yang
berarti empat variabel tersebut berpengaruh terhadap kejadian HBsAg Reaktif |
5 |
Sanitasi
lingkungan dengan kejadian hepatitis B (Juliansyah, dkk, 2017). |
Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui hubungan sumber air bersih, kepemilikan jamban, dan
sanitasi makanan dengan kejadian Hepatitis B. |
Kuantitatif |
128 |
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan sumber air minum (p=0.000), kepemilikan jamban
(p=0.000) dan sanitasi makanan (p=0.000) dengan kejadian Hepatitis B. |
B. PEMBAHASAN
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur . Berdasarkan penelitian
(Mustika,
dkk, 2019) menujukan
bahwa pada usia rentang 16 – 45 tahun memiliki resiko lebih terhadap infeksi
hepatitis B. Kecendrungan yang sama terdapat pada penelitian (Faisal, dkk, 2015) Distribusi usia
responden kelompok kasus hepatitis B terbanyak pada kelompok usia 35-44 tahun (27,3%), usia termuda 15
tahun hingga tertua 71 tahun dengan rata-rata usia 41,76 tahun dan terbanyak
pada usia 46 tahun. Hal ini berkaitan dengan keberadaan antibodi
dalam tubuh untuk mencegah terjadinya infeksi hepatitis B (Radji, 2010).
Berdasarkan penelitian (Faisal, dkk, 2015) dari 176 responden yang
diteliti menunjukkan bahwa distribusi jenis
kelamin responden pada kelompok kasus hepatitis B yaitu mencapai perbandingan hampir
tiga kali lipat antara laki-laki dan perempuan (73,9% dan 26,1%). Penelitian tersebut sejalan dengan teori yang
menyebutkan bahwa jenis kelamin laki - laki didiagnosis mengalami hepatitis B 1,6 kali
lebih tinggi dibanding dengan wanita ( Olson & Nardin, 2017).
Berdasarkan penelitian (Mustika, Syifa, dkk, 2019) Faktor risiko
infeksi hepatitis B adalah pada
narapidana yang memiliki tato
permanen, pasangan seks ganda, pengguna narkoba suntik, riwayat
tranfusi darah, dan riwayat keluarga hepatitis. Berdasarkan
penelitian (Rumini, dkk, 2018) dari 76 responden diketahui bahwa riwayat vaksinasi 45 (59,2%) tidak
mendapat imunisasi memiliki pengaruh
terhadap kejadian hepatitis B. Berdasarkan penelitian (Faisal,
dkk, 2015) dari Berbagai faktor
risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian hepatitis B kronik adalah
adanya riwayat keluarga penderita hepatitis B, penggunaan sikat gigi bersama,
kebiasaan hubungan seks bebas >1 pasangan, konsumsi ballo/alkohol >1 gelas/konsumsi, dan penggunaan pemotong
kuku bersama. Hal ini sejalan dengan (Radji, 2010)
sebagian besar penularan hepatitis B terjadi pada remaja dan dewasa, hal ini disebabkan
karena aktifitas dan perilaku seseorang meliputi penggunaan jarum tatto,
perilaku menyimpang seksual, pecandu narkotika, penggunaan barang yang sama
secara bergantian, vaksinasi, mengkonsumsi alkohol, riwayat tranfusi darah dan
riwayat keluarga penderita hepatitis B merupakan faktor resiko infeksi virus
hepatitis B.
Berdasarkan penelitian (Estiyana, dkk, 2018) dari 52 responden sebagian
besar lingkungan dengan kategori sanitasi buruk merupakan yang tertinggi yaitu
sebanyak 48 responden (92,3%). Hal
ini selaras dengan penelitian (Juliansyah, dkk, 2017) menunjukkan bahwa ada hubungan sumber air
minum, kepemilikan
jamban, dan
sanitasi makanan sebanyak, dengan kejadian Hepatitis B. Penelitian tersebut sejalan dengan teori (Radji,
2010) dimana faktor lingkungan juga mempengaruhi perkembangan hepatitis B
antara lain sanitasi yang buruk, kepemilikan jamban, sumber air dan sanitasi
makanan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan studi
pustaka pada 5 jurnal dengan judul faktor resiko terjadinya infeksi virus
hepatitis B dari hasil pengamatan dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat di
simpulkan bahwa:
a. Rentang
usia 15 – 46 tahun dapat menjadi faktor terjadinya
infeksi virus hepatitis B.
b.
Jenis kelamin laki – laki dapat
menjadi faktor terjadinya infeksi
virus hepatitis B.
c.
Kebiasaan hidup
seseorang seperti menggunakan tatto, perilaku menyimpang seksual, pecandu
narkotika, penggunaan barang yang sama secara bergantian, vaksinasi,
mengkonsumsi alkohol, riwayat tranfusi darah dan riwayat keluarga penderita
hepatitis B dapat menjadi faktor terjadinya infeksi virus hepatitis B.
d.
Serta lingkungan
juga dapat menjadi faktor terjadinya infeksi virus hepatitis B antara lain
sanitasi yang buruk, kepemilikan jamban, sumber air dan sanitasi makanan.
B.
SARAN
Saran yang dapat penulis kemukakan :
1.
Sebaiknya
hindari perilaku menyimpang seksual, menggunakan barang yang sama secara
bergantian, tidak mengkonsumsi alkohol, dan tidak mengkonsumsi narkotika.
Disamping itu juga selalu terapkan perilaku hidup bersih dan sehat agar tidak
terjadi infeksi virus hepatitis B.
2.
Disarankan
kepada Dinas Kesehatan Provinsi untuk melakukan penyuluhan tentang pencegahan
hepatitis B dan carapenanganannya agar masyarakat lebih waspada terhadap faktor
resiko yang dapat menjadi penularan hepatitis
B.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, R.,
& Susiloningsih, J. (2013). Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian
Hepatitis B pada Pondok Pesantren Putri Ibnul Qoyyim Yogyakarta Risk Factor
Associated with Hepatitis B Incidence in Pondok Pesantren Putri Ibnul Qoyyim
Yogyakarta. Sains Medika, 5(1), 30-33.
Anderson,
S.P.,dkk, 2006 Patofisiologi Konsep
Klinis Proses Penyakit, Edisi Keenam, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
Arthur
C. Guyton & John E. Hall, 2007. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Boedina,S.,
2006 Imunologi Diagnosis dan Prosedur
Laboratorium, Edisi Ketiga,
Jakarta, Penerbit FKUI.
D’Hiru, 2013. Live Blood A nalysis, PT Gramedia,
Jakarta.
Estiyana, Ermas; Supiyati, Salasiah;
Nurmilawati, 2018. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian HBsAg Reaktif
Terhadap Ibu Bersalin di Rumah Sakit TK. III Dr. R Soeharsono Banjarmasin.
Naskah Publikasi STIKes Husada Borneo Kalimantan Selatan. Diakses dari (http://journal.stikeshb.ac.id/index.php/jurkessia/article/view/133).
Faisal;
Hadisaputro,Suharyo;Purnomo, Djagat H; Kristina, Nur T; Adi, Sakundarno 2015. Beberapa Faktor Risiko Kejadian Hepatitis B Kronikdi
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar: Naskah Publikasi Universitas
Diponegoro Makassar. Diakses dari (www.pasca.undip.ac.id).
Jahangirnezhad,
M., Hajiani, E., Makvandi, M., & Jalali, F. (2011). A study on risk factors
of chronic hepatitis B carriers.
Jawetz,
Melnick, & Adelberg, 2014. Mikrobiologi
Kedokteran , Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Juliansyah,
Elvi; Diati, Yeni, 2017. Sanitasi
Lingkungan Dengan Kejadian Hepatitis BPontianak. Naskah Publikasi
Universitas Muhammadiyah Pontianak. Diakses dari (http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/JJUM/article/view/868/6
92).
Kate
Rittenhouse-Olson, Esnerto De Nardin, 2017. Imunologi
dan serologi klinis modern, Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Kementrian
Kesehatan RI 2014. Pusat data dan
informasi Kementerian Kesehatan tahun 2014, Jakarta.
Kuswiyanto,
2016. Buku ajar Virologi untuk analis
kesehatan, Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Mustika, Syifa; Daryadijay,
Daya 2019.Prevalence
of Hepatitis B InfectionAmong Male Prisoners in Malang: Naskah
Publikasi Universitas Brawijaya Malang.
Diakses dari (http://www.inajghe.com/journal/index.php/jghe/article/view/690).
Naully, P. G. (2019). Prevalensi Hepatitis B pada Komunitas Pria
Homoseksual di Kota Bandung. Medicra
(Journal of Medical Laboratory Science/Technology), 2(1), 31-36.
Radji , Maksum;
2010. Imunologi dan virologi, Jakarta:
penerbit PT ISFI. Rumini; Zein, Umar; Suroyo, Begum R
2018. Faktor Risiko Hepatitis B Pada
Pasien
Di Rsud. Dr. Pirnga Di Medan: Naskah Publikasi
Universitas Islam Sumatera Utara Medan. Diakses dari (http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg).
Sherwood,
Lauralee, 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel
Ke Sistem, Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Siregar, F. A. (2007).
Hepatitis B ditinjau dari kesehatan masyarakat dan upaya pencegahan.
Soemoharjo,
Soewignjo; 2008. Hepatitis Virus B, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sukana, B., & Musadad, D. A. (2010). Model Peningkatan
Hygiene Sanitasi Pondok Pesantren Di Kabltpaten Tangerang. Indonesian Journal of Health Ecology, 9(1), 1132-1138
Tarwoto, S; Ratna Aryani; Wartobah, 2008. Anatomi dan
fisiologi untuk mahasiswa keperawatan, Jakarta: Penerbit Trans Info Media.
Widoyono,
2011. Penyakit tropis (Epidemiologi,
penularan, pencegahan & pemberantasannya), PT Gelora Aksara Pratama,
Jakarta.
World Health Organization, 2002. Hepatitis B, tesedia di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/67746/who_cds_csr_lyo_
2002.2_hepatitis_b.pdf?sequence=1
[diakses 04 november 2019].
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pemeriksaan Hepatitis B
A.
Alat
Microplate Reader “LABOTRON”
B.
Cara
pengambilan sampel darah sampel
1.
Cari
vena dan yakinkan vena yang didapat besar
2.
Siapkan
spuit yang siap dipakai
3.
Ikat lengan atas dengan tourniquet dan
mengepalkan tangan agar vena lebih jelas terlihat
4.
Bersihkan bagian yang akan diambil
dengan kapas alkohol 70% dan biarkan kering
5.
Tusuk bagian vena yang akan diambil dengan
spuit, arah jarum searah dengan vena
6.
Lepaskan
tourniquet dan buka kepalan tangan
7.
Tarik
pengisap spuit sampai didapat darah yang dibutuhkan
8.
Dengan tangan kiri tutup bagian yang
ditusuk dan tarik spuit pelan – pelan
kemudian tutup dengan kapas alkohol
9.
Masukan
darah kedalam tabung melalui dinding tabung
C.
Cara Kerja
1.
Memprogram
cut off
a)
Nyalakan
alat dengan menekan tombol power on
b)
Tekan
gambar program
c)
Tekan
tombol new
(isi program dengan cara mengetik, misal untuk HBsAg
1)
Program HbsAg
2)
Full
name surase
3)
Reagen
General Biologis (GB)
4)
Wave length 450 nm
5)
Calibration
mode, cut off mode setting (pilih)
Blank disesuaikan dengan abs well nmicroplate, misalnya,
Blank < 0.1 Tekan tombol “>>”
Display tampak formula Isi cut off
dengan menekan tombol type control & math lisst sampai tertulis rumus cut
off : NC+0.025
d)
Tekan tombol “>>” isi nilai ambang
kualitatif Negatif < 1000 S/CO
Positif > 1000 S/O Normal 0.000 – 1000
e)
Tekan
tombol “finished”
f)
Tekan
“Exit” – saving data
2.
Membaca Sampel
a.
Menu
utama tampak pada display : Microplate Reader
b.
Tekan
gambar “test”
1)
Pilih
test parameter
2)
Plate
direction pilih A-H
3)
Test
mode pilih continue
4)
Mixer
setting pilih none
c.
Tekan OK
d.
Tekan
new pilih program misalnya HBsAg
e.
Tekan select all atau “input start no dan well”
f.
Tekan
sampel pilih nomor lubang yang diuji
g.
Tekan
blank pilih lubang blank misalnya A1
h.
Tekan
NC pilih lubang negative control misalnya B1,
C2
i.
Tekan
PC pilih lubang positif control misalnya D1
j.
Tekan start
k.
Tekan print
Jika ingin mendapatkan reaport program hasil atau nilai
indeks abs/CO, maka:
a)
Tekan Exit
b)
Tekan report
c)
Tekan OK
d)
Pilih
program yang akan dicetak
e)
Tekan preview
f)
Tekan Exit
g)
Tekan Print.
l.
Jika
ingin mematikan alat yaitu :
a)
kembali
ke menu utama
b)
Tekan power off tunggu sampai pada layar
muncul “please power off”
c)
Tekan
tombol power off dibelakang alat.
D.
Interpretasi
hasil
Positif (+) = terdapat HBsAg Negatif (-) = tidak
terdapat HBsAg
(SOP Klinik Utama Assalam
Medical Center).
Lampiran 2. Artikel/ Jurnal Ilmiah
Lampiran 4. Lembar
Konsultasi Pembimbing II
Faktor Resiko Terjadinya Infeksi Virus Hepatitis B
Bagus
Saputra1, Sri Ujiani2, Maria Tuntun Siregar3,
Program Studi Teknologi
Laboratorium Medis Program Diploma Tiga
Teknologi Laboratorium
Medis Poltekkes Tanjungkarang
Abstrak
Hepatitis B merupakan penyakit menular yang serius dan umum, yang
sering menyerang jutaan orang di seluruh dunia. Hepatitis B disebabkan oleh
virus hepatitis B (HBV) yang menyebabkan terganggunya fungsi hati.Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui faktor-
faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B dari segi usia, jenis
kelamin, kebiasaan hidup dan lingkungan. Jenis penelitian ini bersifat
deskriptif yaitu menggambarkan faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis
B dengan rancangan studi literatur. Variabel penelitian ini adalah faktor
resiko terjadinya infeksi virus hepatitis
B. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa rentang usia 15 – 46 tahun dapat menjadi faktor terjadinya
infeksi virus hepatitis B, Jenis kelamin laki – laki dapat menjadi faktor
resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B, Kebiasaan hidup seseorang seperti
menggunakan tatto, perilaku menyimpang seksual, pecandu narkotika, penggunaan
barang yang sama secara bergantian, vaksinasi, mengkonsumsi alkohol, riwayat
tranfusi darah dan riwayat keluarga penderita hepatitis B dapat menjadi faktor
terjadinya infeksi virus hepatitis B, Serta lingkungan juga menjadi faktor
terjadinya infeksi virus hepatitis B antara lain sanitasi yang buruk, kepemilikan
jamban, sumber air dan sanitasi makanan.
Kata Kunci : Hepatitis B, Faktor Resiko
Abstract
Hepatitis B is a
serious and common infectious disease, which often attacks millions of people
around the world. Hepatitis B is caused by hepatitis B virus (HBV) which causes
disruption of liver function. The purpose of this study is to determine the
risk factors for hepatitis B virus infection in terms of age, sex, life habits
and the environment. This type of research is descriptive in nature, describing
risk factors for hepatitis B virus infection with a literature study design.
This research variable is a risk factor for hepatitis B virus infection. The
results of this study found that the age range of 15 - 46 years can be a factor
for hepatitis B virus infection, male sex can be a risk factor for hepatitis B
virus infection, a person's life habits such as using tattoos, sexual deviant
behavior, narcotics addicts, use of the same items in turns, vaccinations,
consuming alcohol, a history of blood transfusion and family history of
hepatitis B sufferers can be a factor in hepatitis B virus infection, and the
environment is also a factor for hepatitis virus infection. B include poor
sanitation, latrine ownership, water sources and food sanitation.
Keywords : Hepatitis B, Risk Factors
Koresponden : Bagus Saputra, Jurusan Analis Kesehatan Politeknik
Kesehatan Tanjungkarang,
Jalan. Soekarno Hatta No. 1 Hajimena Bandar Lampung, mobile 082184066632, email bagussaputra0099@gmail.com
Pendahuluan
Hepatitis B merupakan
penyakit menular yang serius dan umum, yang sering menyerang jutaan orang di
seluruh dunia. Setiap tahun ada lebih 4 juta kasus klinis akut hepatitis B, dan
sekitar 25% dari karier atau sekitar 1 juta orang meninggal akibat hepatitis B
aktif kronis, sirosis atau kanker hati primer. Hepatitis B disebabkan oleh
virus hepatitis B (HBV) yang menyebabkan terganggunya fungsi hati (WHO, 2002).
Indonesia merupakan
negara dengan endemisitas tinggi hepatitis B, terbesar kedua di Asia Tenggara
setelah Myanmar. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), studi dan
uji saring darah donor PMI dari 100 orang di Indonesia, 10 diantaranya telah
terinfeksi hepatitis B. Sehingga saat ini diperkirakan terdapat 28 juta
penduduk Indonesia yang terinfeksi hepatitis B, 14 juta diantaranya berpotensi
untuk menjadi kronis dan 1,4 juta orang berpotensi untuk menderita kanker hati.
Masalah tersebut tentunya akan berdampak sangat besar terhadap masalah kesehatan
masyarakat, produktifitas, umur harapan hidup, dan dampak sosial ekonomi
lainnya (Kemenkes RI, 2014).
Insiden hepatitis B yang terus meningkat
semakin menjadi masalah kesehatan masyarakat. Penyakit ini menjadi penting
karena mudah ditularkan, memiliki morbiditas yang tinggi dan menyebabkan
penderitanya absen dari sekolah atau pekerjaan untuk waktu yang lama. 60 – 90%
dari kasus – kasus hepatitis B diperkirakan berlangsung tanpa dilaporkan.
Keberadaan kasus – kasus subklinis, ketidakberhasilan untuk mengenali kasus –
kasus yang ringan, dan kesalahan diagnosis diperkirakan turut menjadi penyebab
pelaporan yang kurang dari keadaan sebenarnya (Kuswiyanto, 2016).
Hepatitis B dapat menyerang semua
golongan umur (Radji, 2010). Teori (Olson & Nardin, 2017 menyebutkan bahwa
jenis kelamin laki – laki didiagnosis mengalami hepatitis B 1,6 kali lebih
tinggi dibanding dengan perempuan yang beresiko terkena infeksi virus
hepatitis B sebagian besar disebabkan karena kebiasaaan hidup seseorang seperti
aktivitas seksual dan perilaku yang menyimpang, pecandu narkotika, pemakaian
jarum tatto, penggunaan barang yang sama secara bergantian, vaksinasi,
mengkonsumsi alkohol, riwayat tranfusi darah dan riwayat keluarga penderita
hepatitis B. Faktor lingkungan juga mempengaruhi perkembangan hepatitis B
antara lain adalah lingkungan dengan sanitasi buruk, serta daerah dengan
prevalensi hepatitis B tinggi (Radji, 2010).
Berdasarkan Penelitian
Jahangirnezhad, M, dkk, (2011) menyebutkan dari 272 sampel yang positif
terinfeksi virus hepatitis B terdapat faktor resiko dari kelompok usia 9-35
tahun, yang memiliki riwayat pernah menggunakan tatto, dan pernah melakukan
tranfusi darah (Jahangirnezhad, M, dkk, 2011).
Berdasarkan penelitian Naully,
P.G, (2019). Menyebutkan dari 40 sampel laki-laki homoseksual didapatkan
sebanyak 32,5% laki-laki yang terinfeksi oleh virus hepatitis B, dimana
mayoritas penderita hepatitis B tersebut memiliki riwayat berganti-ganti
pasangan, dan tidak mendapatkan vaksinasi virus hepatitis B (Naully, P.G, 2019).
Berdasarkan penelitian Aini, R, & Susiloningsih, J. (2013) hasil analisis univariat terhadap faktor yang
berhubungan dengan kejadian hepatitis B di dapatkan 1 variabel yaitu riwayat keluarga yang menderita Hepatitis B. Hal ini menunjukan bahwa riwayat
keluarga yang pernah menderita Hepatitis B mempunyai resiko dua kali kali lebih
besar dari pada mereka yang tidak
mempunyai riwayat keluarga
menderita Hepatitis B (Aini, R,
& Susiloningsih, J, 2013).
Berdasarkan penelitian Siregar,
F. A, (2007) Resiko untuk terkena hepatitis B di
masyarakat berkaitan dengan kebiasaan hidup yang meliputi aktivitas seksual,
gaya hidup bebas, mengkonsumi narkotika, menggunakan barang yang sama secara
bergantian, serta pekerjaan yang memungkinkan kontak dengan darah dan material
penderita (Siregar, F. A, 2007).
Penelitian Sukana, B., &
Musadad, D. A, (2010) tentang model
peningkatan higiene sanitasi pondok pesantren di Tanggerang menunjukan bahwa
kondisi sanitasi pondok Pesantren secara umum masih belum baik, sehingga
penyakit menular yang berbasis lingkungan dan perilaku seperti: TB paru, ISPA,
diare, hepatitis B dan penyakit menular
lainnya masih banyak ditemukan (Sukana, B,
& Musadad, D. A, 2010).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis
melakukan penelitian mengenai faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis
B.
Metode
Jenis
penelitian yang digunakan adalah studi kepustakaan (Library Research) yang didapat dengan menelaah artikel, jurnal
ilmiah, dan buku yang berkaitan dengan penelitian tentang faktor resiko
terjadinya infeksi virus hepatitis B. Topik yang dipilih dalam penelitian ini
yaitu faktor resiko terjadinya infeksi virus hepatitis B. Informasi dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara menelusuri jurnal yang sesuai dengan topik penelitian agar mendapat
mendapat bahan yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Fokus penelitian ini
yaitu jurnal yang berhubungan dengan faktor resiko terjadinya infeksi virus
hepatitis B.
Pengumpulan sumber data yaitu berasal dari database Google Schoolar.
Persiapan penyajian data jurnal yang telah dikumpulkan dibaca, dianalisis dan
diambil kesimpulan yang sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan
sehingga data – data yang diperoleh semakin akurat dan tepat.
Penyusunan laporan pada
bagian akhir kegiatan penelitian, peneliti mulai dengan
proses penyusunan laporan penelitian. Proses penyusunan laporan ini dilakukan
dengan cara menyusun berbagai data yang didapat sesuai dengan topik penelitian.
Laporan yang dibuat peneliti dilakukan sesuai dengan pedoman penulisan yang
telah ditentukan oleh Poltekkes Tanjungkarang.
Sumber
data yang dapat dijadikan bahan penelitian berupa buku, jurnal yang ada pada
Google Scholar yang di publikasikan secara nasional maupun internasional dalam
10 tahun terakhir, yaitu antara tahun 2009- 2019 yang memuat sumber data yang
dibutuhkan secara lengkap, terutama mengenai faktor resiko terjadinya infeksi
virus hepatitis B.
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian kepustakaan adalah dokumentasi, yaitu mencari
data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, buku, makalah atau
artikel, jurnal dan sebagainya. Instrumen penelitian yang digunakan dalam
penelitian kepustakaan ini berupa laptop, alat tulis, printer, artikel, dan jurnal
ilmiah yang digunakan sebagai bahan untuk pencarian data (artikel, jurnal, dan
penelusuran internet dari database Google Scholar).
Teknik
analisa yang digunakan dalam penelitian kepustakaan ini berupa metode analisis
isi. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan inferensi yang valid dan dapat
diteliti ulang berdasarkan konteksnya. Dalam analisis data akan dilakukan
proses memilih,membandingkan, menggabungkan dan memilih berbagai pengertian
hingga ditemukan yang relevan.
Hasil.
Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan
yang menggunakan 5 jurnal penelitian, hasil dari penelitian ini akan dituangkan
dalam tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil penelitian kepustakaan (Studi
Literatur) terhadap 5 jurnal nasional dari tahun 2009 sampai dengan 2019
No |
Judul
Artikel dan Nama Penulis |
Tujuan |
Metode |
Sampel |
Hasil |
1 |
Prevalensi hepatitis B
diantara tahanan pria di malang (Mustika dkk,
2019). |
Tujuan
penelitian ini untuk menentukan prevalensiinfeksi VHBdilembaga pemasyarakatan laki- laki di Malang,
Provinsi Jawa Timur, Indonesia. |
Deskriptif |
165 |
Faktor
resiko infeksi hepatitis B adalah pada narapidana yang memiliki tatto
permanen (11,32%), pasangan seks ganda
(6,67%), pengguna narkoba suntik
(24,32%), riwayat tranfusi darah (4,76%), dan
riwayat keluarga hepatitis (9,37%). Sebanyak 101 subjek (61,2%)
dengan hasil anti-HBs negatif. Hasil positif untuk HBsAg dan anti-HBs masing- masing adalah 7,8 % dan 30,9%. |
2 |
Faktor resiko hepatitis B
pada pasien di RSUD. Dr. Pringadi Medan (Rumini,
dkk, 2018). |
Tujuan penelitian ini untuk menilai
besarnya peran faktor risiko terhadap kejadian penyakit tertentu dengan
melihat keterpaparan faktor resiko pada masa lampau. |
observasional analitik |
76 |
dari 76 responden hasil uji statistik Binary Logistic menunjukkan bahwa ada 3 variabel yang memiliki
pengaruh yaitu riwayat vaksinasi yaitu 45 (59,2%) tidak mendapat imunisasi, riwayat
penggunaan jarum suntik yaitu 10 (13,2%) memiliki riwayat bertatto dan
pasangan seksual yaitu 9 (28,1%) HbsAg positif .Berdasarkan hasil uji tersebut diketahui
bahwa riwayat vaksinasi memiliki pengaruh terhadap kejadian hepatitis B. |
3 |
Beberapa faktor resiko
kejadian hepatitis b kronik (studi kasus- kontrol di rsup dr. Wahidin sudirohusodo
makassar) (Faisal, dkk, 2015). |
Tujuan penelitian ini untuk membuktikan
berbagai faktor host dan environment yang merupakan faktor
risiko terhadap kejadian hepatitis B kronik. |
mix method |
176 |
Berbagai faktor resiko
yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian hepatitis B kronik adalah (1) adanya riwayat keluarga penderita hepatitis
B, (2) penggunaan sikat gigi bersama, (3) kebiasaan hubungan seks bebas >1
pasangan, (4) konsumsi ballo/alkohol >1 gelas/konsumsi, dan (5)
penggunaan pemotong kuku bersama. |
4 |
Faktor–Faktor Yang
Mempengaruh i Kejadian HBsAg Reaktif Terhadap
Ibu Bersalin di Rumah Sakit TK. III Dr. R Soeharsono Banjarmasin (Estiyana, dkk, 2018). |
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor – faktor yang mempengaruhi
kejadian HBaAg reaktif pada persalinan di Rumah Sakit TK. III Dr. R Soeharsono Banjarmasin |
Deskriptif |
52 |
hasil penelitian
menunjukkan bahwa umur terdapat 45 responden (86,5%), perilaku didapat 48 responden (92,3%)., pekerjaan didapat 30 responden (57,7%), dan
lingkungan didapatkan sebanyak 48 responden (92,3%) yang berarti empat
variabel tersebut berpengaruh terhadap kejadian HBsAg Reaktif |
5 |
Sanitasi lingkungan dengan
kejadian hepatitis B (Juliansyah, dkk, 2017). |
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan sumber air bersih, kepemilikan jamban, dan sanitasi makanan dengan
kejadian Hepatitis B. |
Kuantitatif |
128 |
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan sumber air minum (p=0.000), kepemilikan jamban
(p=0.000) dan sanitasi makanan (p=0.000) dengan kejadian Hepatitis B. |
Pembahasan
Hepatitis B
dapat menyerang semua golongan umur. Berdasarkan penelitian Mustika, dkk (2019) menujukan bahwa pada usia
rentang 16 – 45 tahun memiliki resiko lebih terhadap infeksi hepatitis B.
Kecendrungan yang sama terdapat pada penelitian Faisal, dkk, (2015). Distribusi
usia responden kelompok kasus hepatitis B terbanyak pada kelompok usia 35-44
tahun (27,3%), usia termuda 15 tahun hingga tertua 71 tahun dengan rata-rata
usia 41,76 tahun dan terbanyak pada usia 46 tahun. Hal ini berkaitan dengan
keberadaan antibodi dalam tubuh untuk mencegah terjadinya infeksi hepatitis B
Radji, (2010).
Dimana sel dan dan
molekul yang bertanggung jawab atas imunitas dalam tubuh akan berkurang
seiiring dengan bertambahnya usia. Sehingga pada usia dewasa individu yang
terinfeksi virus hepatitis B akan mengalami imunotoleransi diduga disebabkan
oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus didalam tubuh.
Berdasarkan penelitian Faisal, dkk, (2015) dari 176 responden yang diteliti
menunjukkan bahwa distribusi jenis kelamin responden pada kelompok kasus hepatitis
B yaitu mencapai perbandingan hampir tiga kali lipat antara laki-laki dan
perempuan (73,9% dan 26,1%).
Penelitian tersebut
sejalan dengan teori Olson & Nardin, (2017) yang menyebutkan bahwa jenis
kelamin laki - laki didiagnosis mengalami hepatitis B 1,6 kali lebih tinggi
dibanding dengan wanita. Karena banyak dari penderita hepatitis B merupakan
kelompok yang sering melakukan hubungan intim secara bebas (terutama laki –
laki homoseksual), penggunaan jarum tatto, pecandu narkotika, penggunaan barang
yang sama secara bergantian, mengkonsumsi alkohol adalah berjenis kelamin laki
– laki.
Berdasarkan penelitian Mustika,
Syifa, dkk, (2019) Faktor resiko infeksi hepatitis B adalah pada narapidana
yang memiliki tatto permanen, pasangan seks ganda, pengguna narkoba suntik,
riwayat tranfusi darah, dan riwayat keluarga hepatitis.
Berdasarkan penelitian Rumini, dkk, (2018) dari 76 responden diketahui bahwa
riwayat vaksinasi 45 (59,2%) tidak mendapat imunisasi memiliki pengaruh
terhadap kejadian hepatitis B. Berdasarkan penelitian Faisal, dkk, (2015) dari
berbagai faktor resiko yang terbukti berpengaruh terhadap kejadian hepatitis B
kronik adalah adanya riwayat keluarga penderita hepatitis B, penggunaan sikat
gigi bersama, kebiasaan hubungan seks bebas >1 pasangan, konsumsi alkohol >1
gelas/konsumsi, dan penggunaan pemotong kuku bersama.
Hal ini sejalan dengan teori Radji,
(2010) sebagian besar penularan hepatitis B terjadi pada remaja dan dewasa, hal
ini disebabkan karena aktifitas dan perilaku seseorang meliputi penggunaan
jarum tatto, perilaku menyimpang seksual, pecandu narkotika, penggunaan barang
yang sama secara bergantian, vaksinasi, mengkonsumsi alkohol, riwayat tranfusi
darah dan riwayat keluarga penderita hepatitis B merupakan faktor resiko
infeksi virus hepatitis B.
Berdasarkan penelitian Estiyana, dkk,
(2018) dari 52 responden sebagian
besar lingkungan dengan kategori sanitasi buruk merupakan yang tertinggi yaitu
sebanyak 48 responden (92,3%). Hal ini selaras dengan penelitian Juliansyah,
dkk, (2017) menunjukkan bahwa ada hubungan sumber air minum, kepemilikan jamban, dan sanitasi
makanan sebanyak, dengan kejadian
Hepatitis B. Penelitian tersebut sejalan dengan teori Radji, (2010)
dimana faktor lingkungan juga mempengaruhi perkembangan hepatitis B antara lain
sanitasi yang buruk, kepemilikan jamban,
sumber air dan sanitasi makanan.
Kesimpulan
Berdasarkan studi pustaka pada 5 jurnal dengan judul faktor resiko
terjadinya infeksi virus hepatitis B dari hasil pengamatan dan pembahasan yang
telah dilakukan maka dapat di simpulkan bahwa: Rentang usia 15 – 46 tahun dapat
menjadi faktor terjadinya infeksi virus hepatitis B. Jenis kelamin laki – laki dapat menjadi faktor terjadinya
infeksi virus hepatitis B. Kebiasaan
hidup seseorang seperti menggunakan tatto, perilaku menyimpang seksual, pecandu
narkotika, penggunaan barang yang sama secara bergantian, vaksinasi,
mengkonsumsi alkohol, riwayat tranfusi darah dan riwayat keluarga penderita
hepatitis B dapat menjadi faktor terjadinya infeksi virus hepatitis B. Serta lingkungan juga dapat menjadi
faktor terjadinya infeksi virus hepatitis B antara lain sanitasi yang buruk,
kepemilikan jamban, sumber air dan sanitasi makanan.
Daftar Pustaka
Aini, R., & Susiloningsih,
J. (2013). Faktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Hepatitis B pada
Pondok Pesantren Putri Ibnul Qoyyim Yogyakarta Risk Factor Associated with
Hepatitis B Incidence in Pondok Pesantren Putri Ibnul Qoyyim Yogyakarta. Sains Medika, 5(1), 30-33.
Estiyana, Ermas; Supiyati, Salasiah; Nurmilawati,
2018. Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian HBsAg Reaktif Terhadap Ibu
Bersalin di Rumah Sakit TK. III Dr. R Soeharsono Banjarmasin. Naskah Publikasi
STIKes Husada Borneo Kalimantan Selatan. Diakses dari (http://journal.stikeshb.ac.id/index.php/jurkessia/article/view/133).
(http://journal.stikeshb.ac.id/index.php/jurkessia/article/view/133).
Faisal;Hadisaputro,Suharyo;Purnomo,
Djagat H; Kristina, Nur T; Adi, Sakundarno 2015. Beberapa Faktor Risiko Kejadian Hepatitis B Kronikdi RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar: Naskah Publikasi Universitas Diponegoro Makassar.
Diakses dari (www.pasca.undip.ac.id).
Jahangirnezhad, M., Hajiani,
E., Makvandi, M., & Jalali, F. (2011). A study on risk factors of chronic
hepatitis B carriers.
Juliansyah, Elvi; Diati,
Yeni, 2017. Sanitasi Lingkungan Dengan
Kejadian Hepatitis BPontianak. Naskah Publikasi Universitas Muhammadiyah
Pontianak. Diakses dari(http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/JJUM/article/view/868/6 92).
Kate Rittenhouse-Olson,
Esnerto De Nardin, 2017. Imunologi dan
serologi klinis modern, Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
Kementrian Kesehatan RI
2014. Pusat data dan informasi
Kementerian Kesehatan tahun 2014, Jakarta.
Kuswiyanto, 2016. Buku ajar Virologi untuk analis kesehatan,
Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC.
Mustika, Syifa; Daryadijay, Daya 2019.Prevalence of
Hepatitis B InfectionAmong Male Prisoners in Malang: Naskah
Publikasi Universitas Brawijaya Malang.
Diakses dari (http://www.inajghe.com/journal/index.php/jghe/article/view/690).
Naully, P. G.
(2019). Prevalensi Hepatitis B pada Komunitas Pria Homoseksual di Kota Bandung.
Medicra (Journal of Medical Laboratory
Science/Technology), 2(1), 31-36.
Radji , Maksum; 2010. Imunologi dan virologi, Jakarta:
penerbit PT ISFI. Rumini; Zein, Umar; Suroyo, Begum R
2018. Faktor Risiko Hepatitis B Pada
Pasien Di Rsud. Dr. Pirnga Di Medan: Naskah Publikasi Universitas Islam
Sumatera Utara Medan. Diakses dari (http://ejournal.helvetia.ac.id/index.php/jkg).
Siregar, F. A. (2007).
Hepatitis B ditinjau dari kesehatan masyarakat dan upaya pencegahan.
Sukana, B., & Musadad, D. A. (2010). Model Peningkatan
Hygiene Sanitasi Pondok Pesantren Di Kabltpaten Tangerang. Indonesian Journal of Health Ecology, 9(1), 1132-1138.
World Health Organization, 2002. Hepatitis B, tesedia di https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/67746/who_cds_csr_lyo_
2002.2_hepatitis_b.pdf?sequence=1
[diakses 04 november 2019].
Komentar
Posting Komentar