CEMARAN JAMUR Aspergillus spp PADA BERAS YANG DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL WAY KANDIS KOTA BANDAR LAMPUNG
CEMARAN
JAMUR Aspergillus spp PADA BERAS
YANG
DIJUAL DI PASAR TRADISIONAL WAY KANDIS KOTA BANDAR LAMPUNG
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Beras merupakan bahan
pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai asupan karbohidrat dalam
kehidupan sehari-hari. Beras dapat berupa butir beras utuh, beras kepala, beras
patah, maupun menir (SNI 6128:2015). Perkembangan ketersediaan beras secara nasional
salah satunya bersumber dari produksi padi yang ditanam oleh petani Indonesia,
menurut data BPS produksi padi mengalami
peningkatan terus menerus yaitu dari 54.151.097 ton meningkat menjadi
75.397.841 ton atau mengalami peningkatan 39% dengan tingkat rata-rata 3,4% per
tahun atau setara dengan 2.121.015,1 ton per tahun (Astri, 2006).
Kerusakan
beras dipengaruhi oleh suhu, kelembaban
dan penyimpanan yang lama. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas beras yaitu pertumbuhan jamur. Jamur dapat hidup pada
berbagai bentuk ekosistem. Salah satu penyebarannya melalui spora yang
berterbangan di udara, dan berkembang biak di dalam tanah, air atau pada
permukaan bahan makanan. Adapun jenis jamur yang dapat tumbuh dalam bahan
makanan salah satunya adalah Aspergillus
sp (Aminah dkk, 2004).
Aspergillus
merupakan mikroorganisme eukariot, saat
ini diakui sebagai salah satu diantara beberapa mahluk hidup yang memiliki
daerah penyebaran paling luas serta
berlimpah di alam, selain itu jenis kapang ini juga merupakan kontaminan umum
pada berbagai substrat di daerah tropis maupun subtropis (Andriani, 2005).
Umumnya jamur Aspergillus spp patogenik
fakultatif, banyak
ditemukan di tempat lembab dan basah serta pada makanan (Soedarto,
2015). Jamur Aspergillus
yang sering menyebabkan penyakit pada manusia diantaranya A fumigatus,
A flavus, A niger, dan A
terreus (Jawetz, 2005).
Banyak jamur
yang menghasilkan substansi beracun yang disebut mikotoksin yang dapat
menyebabkan intoksikasi kronis atau akut.
Mikotoksin merupakan metabolit sekunder
dan efeknya tidak tergantung pada
infeksi jamur. Beragam mikotoksin dihasilkan oleh jamur yang dapat menimbulkan
penyakit dengan banyaknya jumlah yang termakan. Konidianya sangat mudah
terhirup ke dalam saluran nafas, konidia yang masuk akan dikeluarkan oleh
pergerakan silia epitel torak atau dihancurkan oleh imunitas tubuh (Sutanto,
2008). Jamur
lain menghasilkan komponen mutagen dan karsinogen yang sangat toksik, salah
satu mikotoksin yang paling bahaya bagi
manusia adalah aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus (Jawetz,
2005).
Aflaktosin merupakan
salah satu dari substansi yang paling toksik yang dapat dijumpai secara
alamiah. Keracunan oleh aflaktosin terjadi karena konsumsi dari racun ini
mencemari bahan makanan. Wabah aflatoksikosis akut akibat makanan yang tercemar
oleh aflaktosin dosis tinggi dilaporkan pernah terjadi di Kenya, India,
Thailand dan Malaysia. Pada tahun 2004, terjadinya wabah aflatoksikosis akut di
antara penduduk Kenya menyebabkan kematian sekitar 400 kasus (Yenny, 2006).
Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Bagus pada tahun 2017 di Pasar Tradisional Denpasar pada beras
terdapat Aspergillus flavus,
Aspergillus niger dan Aspergillus spp. Prevalensi tertinggi
jamur yang mengkontaminasi pada beras adalah Aspergillus flavus sebesar 73,61% . Besarnya kontaminasi sangat
ditentukan oleh lama dan tidaknya beras
dalam kemasan atau karung. Semakin lama
beras di simpan maka semakin besar peluang terkontaminasi oleh jamur tersebut
(Bagus, 2017).
Pasar
Tradisional di kota Bandar Lampung mempunyai beberapa pasar
tradisional salah satunya yaitu Pasar Tradisional Way Kandis yang memiliki 8
toko yang menjual beras, dari toko-toko tersebut pedagang beras kurang memperhatikan tempat penyimpanan
beras. Menurut SNI 6128 (2015) syarat
ruang penyimpanan barang dagangan yang dikemas yaitu memiliki ventilasi pada
toko, temperatur 29-32̊C, syarat kelembaban
ruangan untuk pangan 65-95%, dan kadar air
pada beras maksimal 14%. Berdasarkan hasil observasi yang telah
dilakukan toko yang menjual beras tidak mempunyai ventilasi udara sehingga
tidak terjadi pertukaran udara. Pada umumnya setiap toko menjual 7 merk beras yang berbeda, dan diambil 3 merk beras yang sejenis dari setiap toko. Populasi adalah seluruh beras yang dijual di
Pasar Tradisional Way Kandis berjumlah 48,
sedangkan sampel berjumlah
24 beras yang
dijual secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis.
Berdasarkan latar belakang
diatas, maka penulis telah
melakukan penelitian mengenai “Cemaran jamur Aspergillus spp pada beras yang dijual
di pasar tradisional Way Kandis kota Bandarlampung”.
B.
Rumusan
Masalah
Bagaimana cemaran jamur Aspergillus spp pada beras yang dijual
di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung.
C.
Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
Umum
Mengetahui
ada atau tidaknya cemaran jamur Aspergillus spp pada beras yang dijual
di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung.
2. Tujuan
Khusus
a. Diketahui persentase beras yang tercemar dan tidak tercemar jamur Aspergillus
spp pada beras yang dijual secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis.
b. Diketahui persentase beras yang tercemar masing-masing spesies
jamur Aspergillus spp (A niger, A
fumigatus, A flavus, A terreus.
D.
Manfaat
Penelitian
1. Manfaat
Teoritis
Memberikan
pengetahuaan dan wawasan ilmiah serta database bagi institusi terutama Jurusan
Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang.
2. Manfaat
Aplikatif
Memberikan
hasil penelitian ini kepada dinas kesehatan untuk dapat memberikan penyuluhan
tentang bagaimana cara penyimpanan beras
agar tidak terkontaminasi oleh jamur Aspergillus.
E.
Ruang
Lingkup
Penelitian ini bidang
Mikologi. Jenis
penelitian deskriptif. Variabel
beras dan jamur Aspergillus spp. Pemeriksaan dilakukan di Laboratorium Parasitologi
Jurusan Analis Kesehatan Tanjungkarang pada Januari-April 2020. Populasi
berjumlah 48 beras diperoleh dari 8 toko yang menjual 6 merk beras, sedangkan
sampel berjumlah 24 beras yang dijual
secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis yang diambil dari 3 merk beras yang sejenis pada setiap toko. Pemeriksaan
dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis. Analisis data univariat
yaitu menghitung persentase beras yang tercemar oleh jamur Aspergillus spp.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Tinjauan
Teori
1.
Aspergillus
Jamur
jenis genus Aspergillus terdapat hampir disemua substrat. Jamur ini tumbuh pada buah busuk,
sayuran, biji-bijian, roti, dan bahan pangan lainnya. Pertumbuhannya akan
terhambat bila bahan dalam keadaan kering. Aspergillus akan terlihat dengan
warna hijau, kuning, oranye, hitam atau kecoklatan. Secara keseluruhan warna
dari konidianya. Hifa bersekat dan bercabang membedakan genus Aspergillus. Pada
bagian ujung hifa, terutama pada bagian yang tegak membesar dan merupakan
konidiofornya, yang didalamnya terdapat konidia-konidia. Suatu batang pendek di
bagian pendukung konidiofornya kadang berkembang membulat dan disebut
sterigmata, sterigmata dapat tumbuh memanjang. Aspergillus dicirikan dengan
hifa bersekat dan inti yang banyak, sehingga termasuk kelas Ascomycetes
(Makfoeld, 1993).
Aspergillus
spp, merupakan organisme saprofit yang hidup
bebas dan terdapat di mana-mana. Empat jenis organisme yang sering berhubungan
dengan infeksi pada manusia: Aspergillus
fumigatus, Aspergillus niger, Aspergillus flavus, dan Aspergillus terreus
(Irianto, 2013).
Beberapa spesies tertentu dari Aspergillus banyak dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan manusia, antara lain jenis Aspergillus niger digunakan dalam pembuatan asam sitrat, asam
glukonat dan beberapa asam organik lainnya, pembuatan antibiotika, pembuatan
minuman “sake”, pembuatan ragi tape dengan
Aspergillus oryzae, pembuatan kecap dengan A. Wentii dan lain-lainnya
(Makfoeld, 1993).
Tetapi ada juga spesies dari Aspergillus yang menimbulkan efek tidak
baik apabila mencemari bahan pangan. Spesies
itu adalah
Aspergillus flavus penghasil
aflaktosin. Aflaktosin dapat menyebabkan kerusakan hati, organ
tubuh yang sangat penting dan juga berperan dalam detoksifikasi aflaktosin itu sendiri. Apabila aflaktosin
dikonsumsi dalam jumlah yang kecil secara kontinu dapat
menyebabkan kanker hati selain itu pada
Aspergillus niger, Aspergillus terreus
dan Aspergillus fumigatus mempunyai mikotoksin tetapi menguntungkan
(Syarief, 2003).
Jamur dibagi menjadi
beberapa kelas yaitu:
a. Zygomycetes,
reproduksi sel menghasilkan zigospora. Reproduksi aseksual terjadi melalui
sporangia. Hifa vegetatif bersepta jarang. Contoh: Rhizopus.
b. Ascomycetes,
reproduksi seksual melibatkan kantong atau askus, tempat terjadinya kariogami
dan meiosis, menghasilkan askospora. Reproduksi aseksual terjadi melalui
konidia. Kapang mempunyai hifa bersepta. Contoh: Artroderma (genus anamorfik,
Microsporum, Trychopyton), genus ragi seperti saccaromyce, Aspergillus.
c. Basidiomycetes,
reproduksi seksual menghasilkan empat basidiospora progeni yang ditunjang oleh
basidium berbentuk gada. Hifa mempunyai septa kompleks. Contoh: Jamur Filobasidiella neoformans (anamorf,
Cryptococcus neoformans).
d. Deuteromycetes,
kelompok ini merupakan pengelompokan artifisial untuk fungi imperfekta yang
sifat teleomorf atau reproduksi seksualnya belum ditemukan. Keadaan anamorfik
ditandai dengan konidia aseksual. Bila ditemukan siklus seksual, suatu spesies
digolongkan kembali yang menunjukkan filogeninya secara tepat. Contoh: Coccidioides immitis, Paracoccidioides
brasilensis, Candida albicans
(Jawetz, 2008). Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Class
: Eurotiomycetes
Order
: Eurotiales
Family
: Trichocomaceae
Genus :
Aspergillus
Species
:
Aspergillus flavus
Aspergillus niger
Aspergillus fumigatus
Aspergillus terreus
1)
Makroskopis
a)
Aspergillus flavus
Sumber: Hikmah, 2018
Gambar 2.1 Aspergillus
flavus secara makroskopis
b) Aspergillus niger
Sumber:
Hikmah, 2018
Gambar 2.2 Aspergillus
niger secara makroskopis
c) Aspergillus fumigatus
Sumber:
Hikmah, 2018
Gambar
2.3 Aspergillus fumigatus secara
makroskopis
d) Aspergillus terreus
Sumber:
Hikmah, 2018
Gambar 2.4 Aspergillus terreus secara makroskopis
2. Mikroskopis
a)
Aspergillus
flavus
Conidia Vesikel Konidiospora
Sumber:
Pujiati, 2018
Gambar
2.5 Aspergillus flavus secara
mikroskopis
Aspergillus flavus adalah
suatu kapang yang mengkontaminasi
berbagai jenis makanan,
terutama terhadap makanan yang di simpan terlalu lama. Pertumbuhan kapang
tersebut dapat menghasilkan metabolik toksik (mikotoksin) yaitu senyawa yang
bersifat racun yang dikenal sebagai aflaktosin. Aflaktosin mempunyai daya racun
yang sangat tinggi. Aflaktosin dapat dihasilkan di dalam banyak jenis substrat,
antara lain beras, jagung, gandum, serta biji-bijian lainnya terutama
kacang-kacangan yang tersimpan dalam kondisi yang kurang memenuhi syarat. Aspergillus flavus merupakan kapang yang
hidup di tanah dan merupakan kapang gudang. Sehingga apabila kondisi
lingkungannya cukup menguntungkan, maka perkembangan dan pertumbuhannya akan
terpacu dan sangat cepat (Syarief, 2003).
b)
Aspergillus niger
Konidiosphore
Sumber:
Pujiati, 2018
Gambar 2.6 Aspergillus niger secara mikroskopis
Aspergillus niger
merupakan fungi berfilamen, mempunyai hifa berseptat, dan dapat ditemukan
melimpah di alam. Fungi ini biasanya diisolasi dari tanah, sisa tumbuhan, dan
udara di dalam ruangan (Wikipedia, 2018).
c)
Konidia Phialid Konidiosphore Vesikel
Sumber:
Pujiati, 2018
Gambar 2.7 Aspergillus
fumigatus secara mikroskopis
Aspergillus
fumigatus adalah penyebab umum infeksi pada
manusia, baik aspergilosis bentuk invasif maupun yang non-invasif. Jamur ini
kosmopolit, hidup di tanah dan sampah tumbuhan maupun substrat lainnya
(Soedarto, 2015).
d)
Aspergillus
terreus
Konidia
Vesikel Konidiophore
Sumber: Pujiati, 2018
Gambar 2.8 Aspergillus terreus secara mikroskopis
Aspergillus
terreus juga dikenal sebagai Aspergillus terrestris. Aspergillus
terreus adalah jamur yang ditemukan di seluruh
dunia dalam tanah. Selain tanah, Aspergillus terreus umumnya digunakan dalam
industri untuk menghasilkan asam organik seperti itakonat dan asam
cis-aconitic, serta enzim xilanase (Wikipedia, 2018).
2.
Reproduksi
Jamur
Reproduksi jamur terdiri dari dua cara, yaitu seksual dan
aseksual. Spora dapat dibentuk secara seksual dan aseksual. Spora aseksual
disebut talospora (thallospora),
yaitu spora yang langsung dibentuk dari hifa reproduktif. Spora yang termasuk
talospora ialah:
a. Konidiospora
(konidium), berupa spora satu sel ataupun
multisel, nonmotil, tidak terdapat dalam
kantung, dan dibentuk di ujung hifa (konidiofor). Konidium kecil bersel satu
disebut mikrokonidium dan konidium besar bersel banyak disebut makrokonidium.
Contohnya: Aspergillus sp.
b. Blastospora,
yaitu spora yang berbentuk tunas pada permukaan sel, ujung hifa atau pada sekat
atau septum hifa semu.
c. Artrospora,
yaitu spora yang dibentuk langsung dari hifa dengan
banyak septum yang kemudian mengadakan fragmentasi sehingga hifa
tersebut terbagi menjadi banyak artrospora yang berdinding tebal.
d. Klamidiospora,
yaitu spora yang dibentuk pada hifa di ujung, di tengah atau yang menonjol ke
lateral, dan disebut klamidospora terminal, interkaler dan lateral. Diameter
klamidospora tersebut lebih lebar dari hifa yang membentu, dan berdinding
tebal.
e. Sporangiospora,
yaitu spora yang dibentuk di dalam ujung hifa yang menggelembung, disebut
sporangium. Contohnya: Rhizopus sp. (Gandahusada, 1998).
Spora seksual dibentuk
oleh dua sel atau hifa. Yang termasuk golongan spora seksual ialah:
a. Zigospora,
yaitu spora yang dibentuk oleh dua hifa yang sejenis.
b. Oospora,
yaitu spora yang dibentuk oleh dua hifa yang tidak sejenis.
c. Askospora,
yaitu spora yang terdapat di dalam askus yang dibentuk oleh dua sel atau dua
jenis hifa.
d.
Basidiospora, yaitu spora
yang dibentuk pada basidium sebagai hasil penggabungan dua jenis hifa
(Gandahusada, 1998).
3. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Jamur
Pada umumnya pertumbuhan
jamur dipengaruhi oleh faktor substrat, kelembapan, suhu, derajat keasaman (pH)
dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya.
a.
Substrat
Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi jamur.
Nutrien-nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah jamur mengekskresi enzim-enzim
ekstraseluler yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari subsrat
tersebut menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana.
b. Kelembaban
Kelembaban sangat penting untuk pertumbuhan jamur. Pada umumnya
jamur tingkat rendah seperti Rhizopus atau Mucor memerlukan lingkungan dengan
kelembapan nisbi 90%, sedangkan kapang Aspergillus, Penicillium, Fusarium, dan
banyak hyphomycetes lainnya dapat hidup pada kelembapan nisbi yang lebih
rendah, yaitu 80%. Jamur yang tergolong xerofilik tahan hidup pada kelembaban
70%, misalnya Wallemia sebi, Aspergillus
glaucus, dan Aspergillus flavus.
c. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) substrat sangat penting untuk pertumbuhan
jamur, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai substrat sesuai dengan
aktivitasnya pada pH tertentu. Pada umumnya jamur tumbuh pada pH dibawah 7,0.
d. Suhu
Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik untuk pertumbuhan,
jamur dapat dikelompokkan sebagai jamur psikrofil, mesofil, dan termofil.
Contoh jamur yang termofil atau termotoleran yaitu Candida tropicalis, Paecilomyces
variotii, dan Mucor miehei. Jamur
tersebut dapat memberikan produk yang optimal meskipun terjadi peningkatan
suhu.
e. Bahan
Kimia
Bahan kimia sering digunakan untuk mencegah pertumbuhan jamur
Misalnya, natrium benzoat dimasukkan ke dalam bahan pangan sebagai pengawet
karena senyawa tersebut tidak bersifat toksik untuk manusia. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan jamur pada bahan pangan:
1) Kandungan
air bijian yang disimpan
2) Suhu
ruang penyimpanan
3) Waktu
penyimpanan
4)
Derajat awal serangan
fungi sebelum sampai tempat penyimpanan
5) Terdapat
aktivitas serangga dan kutu dalam ruang simpan
(Syarief,
2003).
4. Mikotoksin
Mikotoksin merupakan senyawa organik beracun yang berasal dari
sumber hayati berupa hasil metabolisme sekunder dari kapang. Pengaruh
mikotoksin pada manusia dan binatang berbeda-beda. Beberapa diantaranya dapat
menyebabkan kanker, sedangkan jenis lain dapat bersifat teratogenik karena
menyebabkan kelainan pada fetus (janin), ada juga yang imunosupresif dan
nephratoksik (Syarief, 2003).
5. Aflaktosin
Aflaktosin dapat mengakibatkan kerusakan hati, organ tubuh yang
sangat penting dan juga berperan dalam detoksifikasi aflaktosin itu sendiri.
Apabila aflaktosin dikonsumsi dalam jumlah yang kecil secara kontinu dapat
menyebabkan kanker hati (Syarief, 2003).
Aflaktosin merupakan salah satu contoh mikotoksin yang mempunyai
daya racun yang sangat tinggi. Aflaktosin dapat dihasilkan di dalam banyak
jenis substrat, antara lain beras, jagung, gandum serta biji-bijian lainnya,
terutama kacang-kacangan yang tersimpan dalam kondisi yang kurang memenuhi
syarat. Aflaktosin dikenal sebagai mikotoksin yang paling potensial sebagai
penyebab karsinogenik. Toksin ini memperlihatkan kemampuannya sebagai penyebab
hepatoma (kanker hati) pada hewan-hewan percobaan dan berimplikasi kuat
menyebabkan kanker hati pada manusia. Aflaktosin dapat diproduksi oleh Aspergillus flavus, Aspergillus nomius,
Aspergillus parasiticus, dan Eurotium rubrum (Syarief, 2003).
a. Pencegahan
Aflaktosin
Aflaktosin sangat stabil, dengan beberapa cara perlakuan tidak
sepenuhnya mengurangi toksisitasnya. Jalan paling baik adalah dengan cara
mencegah aflaktosin dalam bahan pangan maupun pakan dengan menghambat atau
mencegah pertumbuhan fungi penghasil aflaktosin dalam bahan bersangkutan. Usaha
pencegahan yang dapat dilakukan, antara lain:
1)
Menghindari pertumbuhan
mikrobia pada bahan pangan dengan cara menekan kelembapan dibawah 80%.
2)
Memilih bahan yang baik
dan utuh. Hindari bahan yang terserang hama, terluka dan lainnya.
3)
Fungi jenis Aspergillus sp. Tidak akan tumbuh baik
pada pH dibawah 4,0. Diketahui bahwa pembentukan aflaktosin maksimum pada pH
5,5-7,0. Oleh karena itu, hindari kondisi pH tersebut.
4)
Fungi tumbuh memerlukan
O2 (aerobik). Penurunan O2 atau penambahan CO2
dan/ atau N2 akan menurunkan kemampuan fungi membentuk aflaktosin.
5)
Melakukan pemanasan
pada bahan pangan untuk mengurangi toksisitas aflaktosin.
6)
Menggunakan beberapa
macam fungisida untuk mengurangi pertumbuhan fungi ataupun mengurangi
toksisitas aflaktosin.
7)
Memakai khemikalia
untuk menghambat pertumbuhan fungi penghasil aflaktosin maupun mengurangi
toksisitas aflaktosin.
8)
Memakai bahan pangan
yang resisten terhadap produksi aflaktosin. (Makfoeld, 1993).
6. Patogenesis Aspergillus
Aspergillus
mencakup Aspergillosis bronkopulmonal alergik, aspergilosis invasif,
aspergiloma, infeksi sinus, aspergilosis kutaneus dan otitis eksterna.
Aspergillosis bronkopulmonal alergik, biasanya didapatkan pada penderita
fibrosis kistik atau asma, tetapi dapat di diagnosis pada individu yang sehat.
Aspergilloma disebabkan oleh pertumbuhan jamur di rongga paru, otak,
ginjal. Aspergillus invasif adalah orang
yang mengalami gangguan imun. Sinusitis Aspergillus
menyebabkan demam dan nyeri sinus, infeksi ini dapat bersifat invasif atau
noninvasif, dan infeksi sinusitis invasif dapat menyebabkan kebutaan di satu
mata dan kehancuran struktur di sekitarnya. Infeksi Aspergillus kutaenus primer dapat terjadi pada tempat insersi IV
pada individu yang mengalami gangguan imun, pasien luka bakar, dan bayi
prematur penderita AIDS (Kate dkk, 2014).
7. Beras
Beras adalah bagian bulir padi yang telah dipisahkan dari
sekam. Bahan pokok ini dikonsumsi
masyarakat Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, beras dapat berupa butir
beras utuh, beras kepala, beras patah maupun menir (SNI 6128:2015). Beras juga
merupakan makanan sumber energi yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi
namun proteinnya rendah. Kandungan gizi beras per 100 gr bahan adalah 360 kkal
energy, 6,6 gr protein, 0,58 gr lemak, dan 79.34 gr karbohidrat (Hernawan,
2016).
Sumber:
litbang.kemendagri,go.id
Gambar:
2.9 Beras
Kualitas
beras beragam, mulai dari kualitas rendah hingga kualitas sangat baik. Ada
berbagai penyebab beras memiliki kualitas yang kurang baik. Mulai dari kualitas
padi yang kurang baik, pengolahan yang kurang baik, suhu pengeringan yang
digunakan tidak tepat, hingga penyimpanan yang tidak tepat. Dari berbagai
penyebab tersebut, terdapat juga akibat dari beras. Beberapa diantaranya adalah
timbulnya kutu pada beras, beras mengalami ketengikan, beras menjadi lembab,
hingga beras mengalami penurunan gizi. Kerusakan yang menjadi perhatian adalah
timbulnya kapang pada beras tersebut. Hal ini dapat terjadi dari ruang
penyimpanan optimal bagi pertumbuhan kapang atau kemungkinan adanya kontaminasi
pada saat penyimpanan maupun pengolahan beras (Santo, 2017)
B.
Kerangka
Konsep
Beras Cemaran Jamur Aspergillus Jamur Aspergillus Aspergillus
flavus Aspergillus
niger Aspergillus
fumigatus
Aspergillus
terreus
BAB
III
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
dan Rancangan Penelitian
Jenis
penelitian ini adalah deskriptif dengan variabel beras yang dijual di Pasar
Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung dan jamur Aspergillus spp. Desain penelitian ini menggambarkan cemaran jamur Aspergillus spp.
B.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi pengambilan
sampel beras yaitu di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung. Identifikasi jamur Aspergillus spp dilakukan di
Laboratorium Parasitologi
Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Tanjungkarang pada bulan Januari-April 2020.
C.
Populasi
dan Sampel
Populasi
dalam penelitian ini adalah 48 beras diperoleh
dari 8 toko yang menjual 6 merk beras, sedangkan sampel
berjumlah 24
beras yang dijual secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis yang diambil dari 3 merk beras yang sejenis pada setiap
toko yang dijual di Pasar Tradisional Way Kandis.
D.
Variabel dan Definisi Operasional
No |
Variabel Penelitian |
Definisi |
Cara
Ukur |
Alat Ukur |
Hasil Ukur |
Skala Ukur |
1 |
Beras |
Beras yang dijual secara
eceran di Pasar
Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung |
Observasi
|
Pengamatan |
Beras RU Beras RM Beras RL |
Nominal |
2 |
Aspergillus
spp |
Aspergillus spp yang mencemari beras yang dijual di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung |
Mengidentifikasi
1. Makroskopis
2. Mikroskopis
|
1.
Media Potato Dextrose Agar (PDA) 2.Pewarna
Lactophenol Cotton Blue (LCB |
A.
flavus, A. niger, A. fumigatus, A. terreus |
Ordinal |
E.
Pengumpulan
Data
Data yang dikumpulkan
merupakan data primer yang diperoleh dari
8 toko yang menjual 6 merk beras, dengan populasi
berjumlah 48 sedangkan sampel
berjumlah 24
beras yang dijual secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis yang diambil dari 3 merk beras yang sejenis pada setiap
toko . Pengumpulan data dilakukan dengan tiga
tahap yaitu:
1.
Prosedur
Penelitian
a. Mengajukan
permohonan izin penelitian dari Jurusan Analis Kesehatan Tanjungkarang untuk
melakukan penelitian di Laboratorium Parasitologi Jurusan Analis Kesehatan.
Mengajukan permohonan surat izin pengambilan sampel kepada Badan Kesatuan Bangsa dan Politik.
Kemudian membawa surat izin tersebut ke dinas kesehatan dan membawa ke dinas
pasar terkait.
b. Pengumpulan
sampel pemeriksaan.
2.
Prosedur
Identifikasi Jamur Aspergillus spp
Prosedur identifikasi jamur Aspergillus spp dilakukan untuk melihat
cemaran jamur Aspergillus spp pada
sampel beras yang dijual di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung.
Pemeriksaaan ini dilakukan dengan dua metode yaitu secara makroskopis untuk
melihat bentuk koloni jamur Aspergillus
spp dan mikroskopis untuk melihat morfologi jamur Aspergillus spp.
a. Persiapan
Alat
Cawan petri, tabung reaksi, rak tabung, pipet ukur,
lampu spirtus, objek glass, deck glass, autoclave, inkubator, timbangan, kertas
kopi, scapel, vortex, beaker glass, erlenmayer 250 ml, mikroskop, Ose cincin,
mortar, stampler, kapas, korek api, label, tissue, selotip, aluminium foil,
hotplate, pipet filler (Bakteriologi, 2014).
Alat gelas, cawan, tabung reaksi, pipet ukur,
mortar, stampler dan pinset yang akan digunakan dicuci bersih dan dikeringkan
lalu dibungkus dengan kertas kopi, kemudian disterilkan di oven suhu 160˚C
selama 1 jam (Soemarno, 2000).
Bahan: Sampel Beras, Media Potato Dextrose Agar
(PDA), Lacthophenol Cotton Blue (LCB), alkohol 70% dan Aquadest, Air Pepton
0,1%.
b. Pengambilan
sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara langsung
dengan cara membeli sampel beras
sebanyak 500 gram dari 3 beras sejenis yang
dijual di 8 toko dan diambil dari 5
titik yaitu kanan atas, kanan bawah, kiri atas, kiri bawah dan tengah. Kemudian diberi label yang meliputi
kode merk beras, tanggal pengambilan dan waktu pengambilan agar tidak tertukar.
Pengambilan sampel dilakukan secara bertahap sebanyak 3 kali dimana dalam 1
kali pengambilan diambil 6 sampel.
Kemudian diukur suhu, kelembaban ruangan penyimpanan, dan kadar air pada
beras. Setelah itu sampel dibawa ke Laboratorium Parasitologi Jurusan Analis
Kesehatan. Setelah itu dilakukan pemeriksaan identifikasi jamur Aspergillus spp.
c.
Cara Kerja
1)
Pembuatan Media Potato
Dextrose Agar (PDA)
a) Menimbang
media Potato Dextrose Agar (PDA) 7,8 gram lalu dimasukkan ke dalam erlenmayer
yang berisi 200 ml Aquadest kemudian dipanaskan hingga larut.
Setelah itu disterilisasi menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121˚C
dengan tekanan 1 atm.
b) Setelah
dingin, menuangkan larutan media Potato Dextrose Agar (PDA) ke dalam cawan
petri dengan volume 20 ml/petri. Kemudian dinginkan media hingga membeku
(Oxoid, 2019).
2)
Pembuatan Air Pepton
0,1%
a)
Menimbang pepton 0,1
gram dan 100 ml aquadest keduanya dimasukkan kedalam labu erlenmayer, kemudian
dipanaskan di atas hotplate sampai larut sempurna.
b)
Larutan yang sudah
larut dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang masing-masing 9 mL. Setiap tabung
ditutup dengan kapas yang dilapisi aluminium foil.
c)
Sterilisasi tabung yang
berisi air pepton 0,1% menggunakan autoclave selama 15 menit pada suhu 121˚C
dengan tekanan 1 atm (UIN Ibrahim, 2014).
3)
Pembuatan Lacthophenol
Cotton Blue (LCB)
a) Memipet
Phenol 10 ml, Glycerin 20 ml, dan Lactic Acid 10 ml. Semua bahan dicampurkan dan ditambah
Aquadest 10 ml lalu dihomogenkan
b) Menambahkan
Methylen Bkue 0,05 gram ke dalam larutan tersebut sampai homogen (Bakteriologi,
2014).
4)
Pemeriksaan Jamur Aspergillus spp secara makroskopis
a)
Menyiapkan alat dan
bahan
b)
Menimbang beras
sebanyak 10 gram.
c)
Menghaluskan beras,
lalu masukkan ke dalam labu erlenmayer yang telah berisi 90 ml air pepton 0,1%.
Maka diperoleh suspensi dengan tingkat pengenceran 10-1.
d) Selanjutnya
lakukan pengenceran sehingga diperoleh suspensi dengan tingkat pengenceran 10-2,
10-3, 10-4, dan 10-5.
e)
Memipet sebanyak 0,1 ml
lalu tuangkan ke media PDA
f)
Mensolatip petridisk
dan memberi label
g)
Menginkubasi pada suhu
25˚C, selama 3 x 24 jam, apabila belum tampak jelas koloni kapang maka
inkubasikan kembali biakan tersebut sampai berumur 5 x 24 jam sampai 7 x 24 jam.
h)
Setelah tampak
pertumbuhan koloni-koloni kapang, amatilah
morfologi koloni tersebut (Hastuti, 2014).
5)
Pemeriksaan Jamur Aspergillus spp Mikroskopis
a)
Mengambil atau memotong
koloni jamur 1 mm yang tumbuh pada media Potato Dextrose Agar (PDA) dengan pinset
dan skalpel.
b)
Meletakkan pada bagian
tengah objek glass.
c)
Menetesi Lactophenol
Cotton Blue (LCB) pada objek glass.
d) Menutup
dengan cover glass, hindari adanya gelembung udara.
e)
Mengamati dibawah
mikroskop dengan perbesaran 40x10 (Bakteriologi, 2014).
d. Interprestasi
Hasil
1) Makroskopis
a) Aspergillus flavus
Keterangan
Warna
: Hijau Kekuningan
Sifat
Pertumbuhan : Lambat
Bentuk
: Berserabut
b) Aspergillus niger
Keterangan
Warna : Hitam
Sifat
Pertumbuhan : Lambat
Bentuk
: Berserabut
c) Aspergillus fumigatus
Keterangan
Warna
: Hijau tua
Sifat
Pertumbuhan : Lambat
Bentuk
: Berserabut
d) Aspergillus terreus
Keterangan
Warna
:
Coklat Kekuningan
Sifat
Pertumbuhan : Cepat
2)
Mikroskopis
a) Aspergillus flavus
Jamur Aspergillus flavus ditandai dengan konidiofor tidak berwarna.
Bagian atas agak bulat sampai kolumnar. vesikel agak bulat sampai bentuk batang
pada kepala yang kecil, sedangkan pada kepala yang besar berbentuk globusa.
Konidia kasar dengan bermacam-macam warna (Makfoeld, 1993).
b) Aspergillus niger
Jamur Aspergillus niger ditandai dengan konidia atas berwarna
hitam, hitam kecoklat-coklatan atau coklat violet. Bagian atas membesar dan
berbentuk globusa. Konidiofor halus, tak berwarna atau agak berwarna
coklat-kuning. Vesikel berbentuk globusa dengan bagian atas membesar, ujung
seperti batang kecil. Konidia kasar, menunjukkan lembaran atau pita bahan
berwarna hitam coklat (Makfoeld, 1993).
c) Aspergillus fumigatus
Jamur Aspergillus fumigatus ditandai dengan
konidia atas berbentuk kolumnar (memanjang), berwarna hijau sampai hijau kotor.
Vesikel berbentuk piala. Konidiofor berdinding halus, umumnya berwarna hijau.
Konidia globusa, ekinulat warna hijau (Makfoeld, 1993).
d) Aspergillus terreeus
Jamur Aspergillus terreus ditandai dengan
bagian atas kolumnar, kelabu pucat atau berbayang-bayang agak cerah. Konidiofor
halus, tak berwarna. Vesikel agak bulat dengan bagian atas tertutup sterigmata.
Konidia kecil, halus, berbentuk globusa sampai agak elip (Makfoeld, 1993).
F.
Pengolahan
dan Analisis Data
Data
yang berupa jumlah beras yang tercemari jamur Aspergillus spp di analisis dengan analisis univariant yaitu
melihat persentase beras yang tercemar oleh Aspergillus
spp. Di hitung dengan rumus sebagai berikut:
1.
Perhitungan
persentase beras yang tercemar dan beras yang tidak tercemar jamur Aspergillus spp
N= |
Keterangan:
N = Nilai persentase beras yang tercemar
Aspergillus spp
x = Jumlah sampel yang tercemar dan tidak tercemar jamur
Aspergillus spp
y = Jumlah sampel yang diperiksa
2.
Perhitungan
persentase beras yang tercemar masing-masing spesies jamur Aspergillus spp
Spesies Aspergillus
=
G. Alur Penelitian
Observasi Tempat Tinjauan Pustaka Penetapan Populasi dan Sampel Hasil Perhitungan Persentase Cemaran
Jamur Aspergillus spp Kesimpulan Pemeriksaan Laboratorium
Secara Makroskopis dan Mikroskopis Analisa Data Pengurusan Surat Izin
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan pada 24 beras yang dijual secara
eceran di Pasar Tradisional Way Kandis, dengan
tujuan mengetahui persentase beras yang tercemar dan
tidak tercemar jamur Aspergillus spp pada
beras yang dijual secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis dan mengetahui persentase
beras yang tercemar oleh masing-masing spesies jamur Aspergillus spp (A niger, A fumigatus, A flavus, A terreus).
Cemaran Aspergillus spp diperiksa menggunakan
media PDA dengan masa inkubasi selama tujuh hari, kemudian pertumbuhan jamur diamati
secara makroskopis dengan melihat warna dan bentuk koloni jamur. Hasil negatif
menunjukkan tidak adanya koloni jamur pada media PDA.
Tabel
4.1 Persentase beras
yang tercemar dan tidak tercemar jamur Aspergillus spp pada
beras yang dijual secara eceran di Pasar Tradisional
Way Kandis Kota Bandar Lampung
No |
Hasil Pemeriksaan |
Beras |
Total |
Persentase (%) |
||
RU |
RM |
RL |
||||
1. |
Tercemar |
6 |
2 |
5 |
13 |
54,2 |
2. |
Tidak Tercemar |
2 |
6 |
3 |
11 |
45.8 |
|
Jumlah Total |
|
|
|
24 |
100 |
Tabel 4.1 menunjukkan adanya beras yang tercemar jamur
Aspergillus spp yaitu 54,2% dan yang tidak tercemar 45,8%.
Tabel 4.2 Persentase beras yang tercemar masing-masing spesies
jamur Aspergillus spp (A niger, A
fumigatus, A flavus, A terreus)
No
|
Spesies Aspergillus |
Beras yang tercemar |
Total |
Persentase
(%) |
||
RU |
RM |
RL |
||||
1. |
Aspergillus
niger |
5 |
1 |
4 |
10 |
77 |
2. |
Aspergillus
fumigates |
1 |
0 |
1 |
2 |
15,3 |
3. |
Aspergillus
flavus |
0 |
1 |
0 |
1 |
7,7 |
4. |
Aspergillus terreus |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
|
Jumlah
Total |
6 |
2 |
5 |
13 |
100 |
Tabel 4.2 menunjukkan jamur Aspergillus yang paling banyak mencemari
beras adalah Aspergillus niger yaitu 77%, yang
terendah Aspergillus flavus 7,7%, dan
tidak ada yang tercemar Aspergillus
terreus 0%.
1. Aspergillus niger
a b
Gambar
4.1 Aspergillus niger (a) makroskopis dan (b) mikroskopis
2. Aspergillus fumigatus
a b
Gambar 4.2 Aspergillus fumigatus (a) makroskopis dan (b) mikroskopis
3.
Aspergillus flavus
a b
Gambar 4.3 Aspergillus
flavus (a) makroskopis (b) mikroskopis
B.
Hasil penelitian cemaran jamur Aspergillus
spp pada beras yang dijual secara eceran di Pasar
Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung didapatkan 54,2% dengan 13 beras yang tercemar jamur Aspergillus spp. Beras yang tercemar jamur dapat dipengaruhi oleh faktor lamanya beras dibiarkan
terbuka sehingga spora kecil berterbangan di udara dan masuk ke dalam karung
beras. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang didapatkan bahwa beras yang
tercemar telah dibuka dalam rentang waktu 3-4 minggu (lampiran 8). Menurut
hasil penelitian Pujiati (2018) semua bahan makanan yang dibiarkan terbuka
dapat terkontaminasi jamur yang berasal dari udara. Kontaminasi jamur dapat
melalui spora jamur yang kecil dan ringan sehingga mudah berterbangan di udara
dan terbawa oleh angin, kemudian berkembang biak pada permukaan bahan makanan.
Kelembapan mempengaruhi pertumbuhan jamur, dimana keadaan toko pada beras
RU.1, RM.3, RL.2 yang kurang disinari cahaya matahari menyebabkan toko menjadi
lembap. Berdasarkan hasil pengukuran kelembapan toko terhadap 13 beras yang
tercemar didapatkan kelembapan yaitu 81%-85% (lampiran 8). Menurut Makfoeld
(1993) salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur yaitu kelembapan
dengan rentang 80%-85%.
Suhu toko yang menjual beras juga mempengaruhi pertumbuhan jamur Aspergillus spp. Berdasarkan hasil
pengukuran suhu ruangan pada toko yaitu 27,8⁰C-29,8⁰C (lampiran 8), suhu ini
cukup mendukung untuk pertumbuhan jamur. Menurut Makfoeld (1993) suhu untuk pertumbuhan jamur yaitu 24⁰C-30⁰C.
Menurut SNI 6128 (2015) syarat mutu beras sebagai bahan pangan harus
memiliki kadar air maksimal 14%. Berdasarkan hasil pengukuran kadar air beras
yang dijual di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung, beras yang
tercemar memiliki kadar air 13%-15,5% (lampiran 8), kadar air pada bahan pangan
yang lebih dari 14% dapat mendukung pertumbuhan jamur.
Penelitian ini didapatkan pertumbuhan jamur dengan jumlah spesies 77% Aspergillus niger, 15,3% Aspergillus fumigatus, 7,7% Aspergillus flavus. Jamur yang paling
banyak mencemari beras yang dijual di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar
Lampung yaitu Aspergillus niger. Menurut
Inggrid (2012) tingginya pencemaran jamur Aspergillus
niger disebabkan Aspergillus niger
memerlukan zat organik yang terdapat didalam substrat untuk pertumbuhannya.
Bahan organik dari subtrat digunakan oleh Aspergillus
niger untuk aktivitas transport molekul. Selain itu Aspergillus niger memang terdapat pada tanah sehingga jamur ini
dapat dengan mudah tumbuh pada substrat. Selain itu didapatkan jamur Aspergillus niger pada biji-bijian
seperti jagung, kedelai, dan beras. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
jamur Aspergillus niger terdapat pada
beras, dimana beras juga kaya akan substrat atau zat nutrisi sehingga jamur ini
dapat dengan mudah tumbuh. Oleh karena itu dapat mendukung adanya pertumbuhan jamur
Aspergillus niger pada beras. Menurut Ratnawati (2013)
beras tersusun atas bulir serelia, yang mengandung protein, vitamin, mineral,
dan air. Pati beras mengandung enzim diastatik yang dapat mengubah pati menjadi
gula-gula sederhana sehingga dapat dijadikan sebagai sumber karbon bagi spesies
yang mencemari beras yaitu Aspergillus
niger, Aspergillus fumigatus dan Aspergillus flavus.
Aspergillus terreus tidak tumbuh pada beras sehingga
hasil penelitian menunjukkan jumlah spesies 0%. Menurut Pujiati (2018) Aspergillus terreus sering ditemukan
dalam tanah, selain itu Aspergillus
terreus digunakan dalam industri untuk menghasilkan asam organik.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan jamur Aspergillus terreus tidak mendukung, karena beras termasuk dalam
biji-bijian, dan tidak termasuk bahan industri.
Lamanya beras terbuka waktu dijual juga mempengaruhi pertumbuhan jamur Aspergillus spp, dimana hasil wawancara
dengan pemilik toko penjual beras bahwa beras yang dijual secara eceran sudah
dibuka selama 2-4 minggu (lampiran 8). Hal ini sejalan dengan penelitian Bagus
(2017), bahwa beras yang dijual secara terbuka di Pasar Denpasar Bali semua
tercemar jamur Aspergillus sp dengan
spesies jamur Aspergillus niger,
Aspergillus fumigatus, dan Aspergillus flavus yang dijual terbuka dalam
waktu 4 minggu selama penjualan.
Beras yang tidak tercemar jamur Aspergillus
spp 45,8% (11) beras. Ada beberapa faktor yang tidak mendukung pertumbuhan
jamur pada penelitian ini, antara lain kadar air dan lamanya beras dibiarkan
terbuka saat penjualan. Berdasarkan observasi kadar air yang tidak tercemar
jamur Aspergillus spp adalah 13% (lampiran 8), dalam hal ini kadar beras
dalam batas normal, sebab menurut SNI 6128 (2015) kadar air beras maksimal 14%.
Faktor lain yang tidak mendukung pertumbuhan jamur Aspergillus spp yaitu lamanya beras dibiarkan terbuka selama 2
minggu (lampiran 8).
Beras yang tercemar jamur Aspergillus
spp sangat berbahaya untuk dikonsumsi. Jamur menghasilkan mikotoksin yang
bersifat racun. Adapun toksin yang memiliki daya racun sangat tinggi yaitu
aflaktosin yang erasal dari jamur Aspergillus
flavus. Aflaktosin (Aspergillus
flavus toxsin) dapat menyebabkan toksigenik (menimbulkan racun), mutagenik
(menimbulkan mutasi), teratogenik (menimbulkan penghambatan pada pertumbuhan
janin), dan karsinogenik (menimbulkan kanker pada jaringan). Aflaktosin tidak
dapat hilang setelah direbus, digoreng, maupun diolah menjadi bahan pangan
lainnya, sehingga jika dikonsumsi secara terus menerus dapat membahayakan
kesehatan manusia (Syarief, 2003).
Upaya yang
dapat dilakukan bagi para pembeli agar terhindar dari beras yang tercemar Aspergillus spp yaitu sebaiknya para
pembeli memperhatikan kondisi beras sebelum membelinya yaitu hindari beras
yang berwarna kuning, beras patah atau
tidak utuh
(lampiran 8). Menurut SNI 6128 (2015) syarat mutu beras yang layak dikonsumsi
juga dapat dilihat secara organoleptis yaitu dengan bentuk beras yang utuh dan
berwarna putih. Para penjual perlu memperhatikan lama beras dibiarkan terbuka
dalam karung. Menurut Bagus (2017) lama beras yang dibiarkan terbuka maksimal
selama 2 minggu.
BAB V
SIMPULAN
DAN SARAN
A.
Simpulan
Berdasarkan hasil
penelitian mengenai cemaran jamur Aspergillus spp pada beras yang dijual
di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1.
Persentase beras
yang tercemar jamur Aspergillus
spp sebesar
54,2%.
2. Persentase beras yang tercemar spesies jamur Aspergillus spp yang dijual di Pasar
Tradisional Way Kandis paling banyak tercemar jamur oleh spesies Aspergillus niger 77% yang terendah spesies Aspergillus flavus 7,7%, dan tidak ada yang tercemar spesies Aspergillus terreus.
B.
Saran
1.
Sebaiknya dilakukan
pemeriksaan lanjutan dengan metode pour plate (cawan tuang) sehingga dapat
membandingkan hasilnya.
2.
Bagi masyarakat
khususnya pembeli agar memperhatikan kondisi beras sebelum membelinya dengan menghindari beras yang berwarna kuning, beras patah atau
tidak utuh. Bagi para penjual agar memperhatikan lama beras dibiarkan
terbuka dalam karung.
Aminah, NS,
2003. Jamur
pada buah-buahan, sayuran, kaki lalat dan lingkungan di pasar tradisional dan swalayan.
Available at: http://repository.litbang.kemenkes.go.id/280
[Accesed November 18, 2019]
Andriani W, 2005.
Isolasi dan Identifikasi
kapang Aspergillus spp dari kopi (Cofeeasp) bubuk (skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro
Bagus, I Gusti Ngurah; Dwi
Widaningsih; I Made Sudarma, 2007.
Keragaman Jamur yang Mengkontaminasi
Beras dan Jagung di Pasar Tradisional Denpasar, Bali.
Available at: http://ojs.unud.ac.id/index.php/agrotrop/-
Article/view/32643 [Accesed
November 18, 2019]
Gandahusada,S., Herry D.I, Wita
Pribadi, 2006, Parasitologi Kedokteran,
Cetakan ke –VI, FKUI, Jakarta
Pujiati, 2018. Identifikasi
Jamur Aspergillus sp Pada Tepung Terigu Yang Dijual Secara Terbuka.
Available at: http:// repo. stikesicme-jbg. ac. id/ 987/ [Accesed Desember 16, 2019]
Irianto, Koes.
2013, Mikrobiologi medis, Bandung:
Alfabeth
Jawetz, Melnick & Adelberg’s, 2005, Mikrobiologi Kedokteran.
(Buku (2). Jakarta Buku
Kedokteran EGC, 522 halaman
Jawetz M; Adelberg’s, 2008, Mikrobiologi
Kedokteran,
edisi 23. Alih Bahasa: Huriwati Hartanto dkk. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
ECG
Makfoeld,
Djarir, 1993, Mikotoksin Pangan,
Yogyakarta: KANISIUS
Oxoid Microbiology Products, 2018. Potato Dextrose Agar. Available at: http://www.oxoid.com/UK/blue/prod_detail.asp?pr=CM0139&c=UK&lang=EN
[Accesed Desember 18, 2019]
Pelezar, Michael W, 2006, Dasar-Dasar Mikrobiologi I, UI-Press, Jakarta
Pratiwi, Sylvia, 2008, Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga
.
Permenkes, 2011. Higiene Sanitasi JasaBoga. Available at: http:// kesmas. kemkes.go.id/perpu/konten/permenkes/pmk-nomor-1096-tahun-2011-tentang-hiegene-sanitasi-jasaboga [Accesed Januari 7, 2019]
SNI, 2008. Mutu Beras. Available at:
https;//docplayer.info/376123-Sni-6128-2008-standar-nasional-indonesia-beras-badan-standarisasi-nasional.html
[Accesed Desember 7,2019]
SNI, 2015. Beras. Available at: http://www.academia.edu/36055239/SNI_6128-2015_beras_[Accessed
Oktober 20, 2019]
Soedarto, 2015. Mikrobiologi Kedokteran, Surabaya:
Sagung Seto.
Sri, Hastuti Utami. 2014, Penuntun Praktium Mikologi, Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang
Sutanto, Inge,
Is Suhariah I, Pudji K, S, Saleha S. 2008, Parasitologi
Kedokteran, Edisi IV, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Syarief, Rizal,
dkk, 2003. Mikotoksin Bahan Pangan,
Bogor: IPB PRESS
Tim Bakteriologi, 2014. Panduan Praktikum Mikologi, Lampung:
Kementrian Pertanian Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Balai
Veteriner Lampung
UIN malang, 2010. Identifikasi bakteri probiotok yang
berpotensi sebagai bahan biodekomposer. Availbale at: http://etheses.uin-malang.ac.id/1147/ [Accesed Desember 23, 2019]
Yenny, 2006. Aflaktosin dan Aflatoksikosis pada manusia. Available at:
http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2021/04/yenni.pdf[Accesed Desember,
26, 2019]
LAMPIRAN
PEMERINTAH KOTA
BANDAR LAMPUNG BADAN KESATUAN BANGSA
DAN POLITIK Jalan Dr. Susilo No 02 Gedung Semergou Lantai 3 Teluk Betung Utara Telpon 0721-266 925 BANDAR LAMPUNG 35215
SURAT I ZIN PENELITIAN/SURVEI
Nomor : 070/ t /IV .05/2020
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor
18 tentang Sistem Nasional Penelitian
Pengembangan
dan Penerapan llmu Pengetahuan dan Teknologi ;
2.
Undang-Undang
Nomor 9 tahun 2015 , tentang Perubahan
Kedua atas Undang - Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah;
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 41 tahun 2006 tentang
Perizinan Melakukan Penelitian dan Pengembangan Bagi Perguruan Tinggi Asing , Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha Asing dan Orang
Asing;
4.
Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2015 tentang Kementrian Riset,Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;
5.
Peraturan Menteri Dalam
Negeri,Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Alas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik
Indonesia No. 64 tahun 2011 tentang Pedoman
Penerbitan Rekomendasi Penelitian;
6.
Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 24 Tahun 2008 Tentang Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sadan Kesatuan
Bangsa dan Politik
Kola Bandar
Lampung;
7.
Peraturan Walikota Kola Bandar Lampung Nomor 47 Tahun 2019 Tentang
Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Sadan Kesatuan
Bangsa dan Politik
Kola Bandar Lampung.
Memperhatikan
Surat dari Direktur Politeknik Kesehatan
Tanjung Karang Nomor: PP.03.0111.1/0607/2020 tanggal 05 Februari
2020 Perihal Mahon lzin Penelitian.
DENGAN INI MEMBERIKAN IZIN KEPADA :
NAMNNPM
Pekerjaan Alamat Lokasi Lamanya
Penanggung Jawab Tujuan
Judul
CATHERINE SURYA / 1713453028
Mahasiswi Teknologi Laboratorium Medis Poltekkes Tanjung
Karang
JI. Soekarno-Hatta No.06 Bandar Lampung
Pasar Tradisional Way Kandis Bandar
Lampung
2 (Dua) Bulan
Direktur Politeknik Kesehatan Tanjung Karang
Mengadakan Penelitian dalam rangka penyusunan skripsi/karya ilmiah
" CEMARAN JAMUR ASPERGILLUS SPP PADA BERAS YANG DIJUAL DI
PASAR TRADISIONAL WAY KANDIS KOTA BANDAR LAMPUNG
"
Surat lzin ini berlaku sejak tanggal : 03
MARET 2020 S/D
03 MEI 2020
CATATAN 1. Surat
izin ini diterbitkan untuk kepentingan penelitian/survey yang bersangkutan
2.
Tidak diperkenankan mengadakan kegiatan lain di luar lzin yang diberikan dan apabila terjadi penyimpangan lzin akan dicabut.
3.
Setelah selesai melaksanakan kegiatan berdasarkan Surat
lzin ini agar melaporkan
Bandar Lampung Maret 2020
Tembusan Disampaikan Kepada
1. Bapak Walikota
Bandar Lampung
2
Sdr. Kepala Dinas Pedagangan Kota Bandar Lampung
3
Sdr . Kepala UPT Pasar Way Kandis Bandar La rnpung
4
Sdr . Dircktur Politeknik Kesehatan Tanjung Karang
5
--Arsip—
Formulir Surat Ijin Pcnclitian
Kepada Yth.
Ketua Jurusan
Analis Kesehatan
Di
Perihal : lzin Penelitian
Jurusan Analis Kesehatan
Bersama ini saya yang bertanda
tangan dibawah ini,
Nama : Catherine Surya
NIM :
1713453028
Judul
Penelitian : Cemaran Jamur Aspergillus spp Pada Beras Yang Dijual Di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar
Lampung
Mengajukan izin untuk melaksanakan penelitian di bidang Mikologi
di Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan.
Untuk mendukung pelaksanaan penelitian tersebut kami juga mohon izin untuk
meminjam bahan
habis pakai (Media/ Reagensia) dan peralatan laboratorium yang diperlukan
(rincian bon pemakaian media/ reagensia dan bon peminjaman alat terlampir).
Setelah penelitian selesai, kami
sanggup segera menggembalikan bahan habis pakai dan mengganti alat yang rusak/
pecah paling lambat satu minggu (7 hari) setelah penelitian
dinyatakan selesai oleh pembimbing utama. Demikian surat ini disampaikan, atas perhatian dan izin yang diberikan kami
ucapkan terima kasih.
Bandar Lampung, 17 Januari 2020
Mengetahui
Pembimbing Utama Mahasiswa Peneliti
NIP.
198909302019021002 NIM.
1713453028
Lampiran
4
Kartu Kegiatan Penelitian
Nama :
Catherine Surya
NIM :
1713453028
Judul : Cemaran
Jamur Aspergillus spp Pada Beras Yang
Dijual Di Pasar Tradisional Way Kandis Kota
Bandar Lampung
Pembimbing Utama : Wimba Widagdho Dinutanayo,
S.ST, M.Sc
Pembimbing
Pendamping : Dra. Marhamah, M.Kes
No |
Hari/Tanggal |
Kegiatan |
Paraf
Laboran |
1. |
Senin,
6 April 2020 |
a. Pengisian
form penelitian b. Peminjaman
peralatan yang akan digunakan c. Persiapan
peralatan yang akan digunakan d. Membungkus
alat-alat (cawan petri, pipet ukur 1 ml, pipet ukur 10 ml,
tabung) yang akan disterilkan dengan oven e. Menimbang
media PDA, pepton f. Pembuatan
media PDA lalu disterilkan dengan autoclave g. Pembuatan
air pepton |
|
2. |
Selasa,
7 April 2020 |
a. Pengambilan
sampel beras dari Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung b. Menyiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan c. Menyiapkan
sampel beras dan menghaluskan d. Melakukan
seri pengenceran pada sampel A, B, C, D, E, F sebanyak 5 kali pengenceran e. Pemipetan
sampel A,B, C, D, E, F dari masing-masing pengenceran lalu dituang di media
PDA f. Setelah
itu media PDA di inkubasi pada suhu 25oC atau suhu ruang, diamati
setiap hari pada hari ke-7 koloni diidentifikasi secara makroskopis dan
mikroskopis. |
(Lutfi
Apriliyana A.md.AK) |
3 |
Rabu,
8 April- 14 April 2020 |
Melihat
pertumbuhan jamur Aspergillus spp
pada beras pada hari ke- 1 – ke 7. |
(Lutfi
Apriliyana, A.md.AK) |
|
Selasa,
14 April 2020 |
a.
Melakukan pemeriksaan secara
makroskopis. b. Melakukan
pemeriksaan secara mikroskopis dengan pewarnaan Lacthopenol Cotton Blue |
|
8. |
Kamis,
30 April 2020 |
a. Peminjaman
peralatan yang akan digunakan b. Persiapan
peralatan yang akan digunakan c. Membungkus
alat-alat (cawan
petri, tabung, pipet ukur 1 ml ) yang
akan disterilkan dengan oven d. Menimbang
media PDA, pepton e. Pembuatan
media PDA lalu disterilkan dengan autoclave f. Pembuatan
air pepton |
(Dy Uswatun.H.A.md.AK) |
9. |
Senin,
4 Mei 2020 |
a. Menyiapkan
alat dan bahan yang akan digunakan b. Menyiapkan
sampel beras dan menghaluskan c. Melakukan
seri pengenceran pada sampel A, B, C, D, E, F sebanyak 5 kali pengenceran d. Pemipetan
sampel A,B, C, D, E, F dari masing-masing pengenceran lalu dituang di media
PDA e. Setelah
itu media PDA di inkubasi pada suhu 25oC atau suhu ruang, diamati
setiap hari pada hari ke-7 koloni diidentifikasi secara makroskopis dan
mikroskopis |
(Nursidah,
A.md.AK) |
10. |
Selasa,
5 Mei -11 Mei 2020 |
Melihat
pertumbuhan jamur Aspergillus spp
pada beras pada hari ke- 1 – ke -7 |
|
14. |
Senin,
11 Mei 2020 |
a. Melihat
pertumbuhan jamur Aspergillus spp
pada beras pada hari ke- 7. b. Melakukan
pemeriksaan secara makroskopis. c. Melakukan
pemeriksaan secara mikroskopis dengan pewarnaan Lacthopenol Cotton Blue pada Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus,
Aspergillus flavus, Rhizopus sp. d. Melakukan
pencucian alat yang digunakan. |
(Nursidah,
A.md.AK) |
Pembimbing Utama Peneliti
Wimba Widagdho Dinutanayo.,S.ST., M.Sc Catherine
Surya
Lampiran
5
Pembuatan
Media dan Air Pepton
Menimbang media PDA Melarutkan media PDA
Membuat air Pepton Menuangkan media PDA pada plate
Menuangkan air pepton kedalam
tabung reksi dan erlenmayer Media PDA dan Air Pepton siap
digunakan.
Lampiran
6
Pemeriksaan Jamur Aspergillus spp
Beras yang akan diperiksa Beras dihaluskan
Menimbang beras sebanyak 10
gram Memasukkan beras kedalam
erlenmayer yang berisi air pepton 90 ml
Memipet beras dari
masing-masing pengenceran dan menuangkan pada media PDA Memipet beras pada erlenmayer
dan memindahkan pada tabung reaksi sebagai pengenceran sebanyak 5 kali.
Mengisolasi dan menginkubasi
pada suhu 25°C Pada hari ke-7 melakukan
pemeriksaan mikroskopis
Mengambil jamur dengan ose Meletakkan jamur pada objek
glass
Melakukan pewarnaan LCB Mengamati dibawah mikroskop
LAMPIRAN
7
Lembar
Observasi Beras
Judul
Penelitian :
Cemaran Jamur Aspergillus spp Pada
Beras yang di Jual di Pasar Tradisional
Way Kandis Kota Bandar Lampung
Kode Sampel |
Suhu ( |
Kelembaban Toko (%) |
Kadar Air Beras (%) |
Bentuk Beras |
Warna Beras |
Lama Terbuka (Minggu) |
Keterangan |
Hasil |
|
Baik |
Tidak Baik |
||||||||
RU.1 |
28.2 |
85 |
13.0 |
Tidak utuh |
Kuning |
2 Minggu |
|
√ |
A niger |
RM.1 |
28.2 |
85 |
13.0 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RL.1 |
28.2 |
85 |
13.0 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RU.2 |
29.0 |
82 |
15.5 |
Utuh |
Putih |
4 Minggu |
|
√ |
A fumigatus |
RM.2 |
29.0 |
82 |
15.5 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RL.2 |
29.0 |
82 |
15.5 |
Tidak Utuh |
Kuning |
4 Minggu |
|
√ |
A niger A fumigatus |
RU.3 |
29.8 |
82 |
14.5 |
Utuh |
Putih |
3 Minggu |
|
√ |
A niger |
RM.3 |
29.8 |
82 |
14.5 |
Utuh |
Putih |
3 Minggu |
|
√ |
A niger |
RL.3 |
29.8 |
82 |
14.5 |
Tidak Utuh |
Kuning |
3 Minggu |
|
√ |
A niger |
RU.4 |
29.8 |
64 |
14.5 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RM.4 |
29.8 |
64 |
14.5 |
Utuh |
Putih |
3 Minggu |
|
√ |
A flavus |
RL.4 |
29.8 |
64 |
14.5 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RU.5 |
28.2 |
70 |
13.0 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RM.5 |
28.2 |
70 |
13.0 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RL.5 |
28.2 |
70 |
13.0 |
Tidak Utuh |
Kuning |
2 Minggu |
|
√ |
A niger |
RU.6 |
27.8 |
81 |
14.5 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
A niger |
RM.6 |
27.8 |
81 |
14.5 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RL.6 |
27.8 |
81 |
14.5 |
Tidak Utuh |
Kuning |
2 Minggu |
|
√ |
A niger |
RU.7 |
29.8 |
81 |
14.5 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
A niger |
RM.7 |
29.8 |
81 |
14.5 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RL.7 |
29.8 |
81 |
14.5 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RU. 8 |
27.8 |
83 |
14.8 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
A niger |
RM.8 |
27.8 |
83 |
14.8 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
RL.8 |
27.8 |
83 |
14.8 |
Utuh |
Putih |
2 Minggu |
|
√ |
- |
Keterangan :
Baik : Suhu ruangan pada temperatur ruangan 29-32°,
kelembaban <65%, kadar air beras <14%, bentuk beras
utuh, dan warna beras putih (SNI 6128, 2015)
Tidak Baik :
Jika suhu ruangan tidak pada temperatur ruangan 29-32°C, kelembaban >65%,
dan kadar air beras >14%, bentuk beras tidak utuh, dan warna beras kuning (SNI 6128, 2015)
Lampiran 8
Pertumbuhan Jamur Aspergillus
spp Pada Hari 1 sampai Hari ke 7
Kode
Sampel |
Hari
ke-1 |
Hari
ke-2 |
Hari
ke-3 |
Hari
ke-4 |
Hari
ke-5 |
Hari
ke-6 |
Hari
ke-7 |
RU.1 |
Belum
Tumbuh |
10-1 Mulai Tumbuh jamur Aspergillus niger 10-2 Mulai Tumbuh jamur Aspergillus niger dan serabut putih |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger 10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger dan serabut putih |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger 10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger dan serabut putih |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger 10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger dan serabut putih |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger 10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger dan serabut putih |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger 10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger dan serabut putih |
RM.1 |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
RL.1 |
Belum
Tumbuh |
Belum Tumbuh |
Belum Tumbuh |
Belum Tumbuh |
Tidak Tumbuh |
Tidak Tumbuh |
Tidak Tumbuh |
RU.2 |
Belum
Tumbuh |
10-3 Mulai
Tumbuh jamur Aspergiillus fumigatus
|
10-3 Mulai Tumbuh jamur Aspergiillus fumigatus |
10-3 Mulai Tumbuh jamur Aspergiillus Fumigates |
10-3 Mulai Tumbuh jamur Aspergiillus fumigatus |
10-3 Mulai Tumbuh jamur Aspergiillus fumigatus |
10-3 Mulai Tumbuh jamur Aspergiillus fumigatus |
RM.2 |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
RL.2 |
Belum
Tumbuh |
10-1 Mulai tumbuh jamur Aspergillus fumigatus 10-2 Mulai tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus fumigatus 10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus fumigatus 10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus fumigatus 10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus fumigatus 10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus fumigatus 10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
RU.3 |
Belum
Tumbuh |
10-3 Mulai Tumbuh jamur Aspergillus
niger |
10-3 Tumbuh jamur Aspergillus
niger |
10-3 Tumbuh jamur Aspergillus
niger |
10-3 Tumbuh jamur Aspergillus
niger |
10-3 Tumbuh jamur Aspergillus
niger |
10-3 Tumbuh jamur Aspergillus
niger |
RM.3 |
Belum
Tumbuh |
10-1 Mulai Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
RL.3 |
Belum
Tumbuh |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
RU.4 |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
RM.4 |
Belum
Tumbuh |
10-2 Tumbuh jamur Aspergillus flavus |
10-2 Tumbuh jamur Aspergillus flavus |
10-2 Tumbuh jamur Aspergillus flavus |
10-2 Tumbuh jamur Aspergillus flavus |
10-2 Tumbuh
jamur Aspergillus flavus |
10-2 Tumbuh
jamur Aspergillus flavus |
RL.4 |
Belum
Tumbuh |
Belum Tumbuh |
Belum Tumbuh |
Belum Tumbuh |
Tidak Tumbuh |
Tidak Tumbuh |
Tidak Tumbuh |
RU.5 |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
RM.5 |
Belum
Tumbuh |
Belum Tumbuh
|
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
RL.5 |
Belum
Tumbuh |
10-1 Tumbuh serabut putih |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
RU.6 |
Belum
Tumbuh |
10-1 Tumbuh serabut putih |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
RM.6 |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
RL.6 |
Belum
Tumbuh |
10-1 Tumbuh serabut putih |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
RU.7 |
Belum
Tumbuh |
Tumbuh
serabut putih |
10-1 Tumbuh
jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh
jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh
jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh
jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh
jamur Aspergillus niger |
RM.7 |
Belum
Tumbuh |
Tumbuh serabut putih |
10-1 Tumbuh
jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh
jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh
jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh
jamur Aspergillus niger |
10-1 Tumbuh
jamur Aspergillus niger |
RL.7 |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
RU.8 |
Belum
Tumbuh |
10-2 Tumbuh serabut putih |
10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
10-2 Tumbuh jamur Aspergillus niger |
RM.8 |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
RL.8 |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Belum
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Tidak
Tumbuh |
Lampiran
9
Gambar Aspergillus
spp Secara Makroskopis dan Mikroskopis
Sampel |
Pengamatan Makroskopis |
Pengamatan Mikroskopis |
Hasil |
RM.3 |
Koloni berbentuk bulat berserabut dan berwarna
hitam di bagian tengah sedangkan bagian pinggir berwarna putih |
Terdapat spesies jamur Aspergillus niger. |
Terdapat jamur Aspergillus niger |
RM.4 |
|
Terdapat spesies jamur Aspergillus flavus |
Terdapat jamur Aspergillus flavus |
RU.2 |
|
Terdapat spesies jamur Aspergillus fumigatus |
Terdapat jamur Aspergillus fumigatus |
Nama Mahasiswa :
Catherine Surya
NIM :
1713453028
Judul KTI : Cemaran Jamur Aspergillus spp Pada Beras Yang Dijual
Di Pasar Tradisional Mandiri Way Kandis Kota BandarLampung
Pembimbing Utama
: Wimba Widagdho Dinutanayo, S.ST,. M.Sc
No |
Hari,
Tanggal Konsultasi |
Materi
|
Keterangan
|
Paraf
|
1 |
Senin,
2 Desember 2019 |
Bab
I, III |
Perbaikan
|
|
2 |
Jumat,
13 Desember 2019 |
Bab
I, III |
Perbaikan
|
|
3 |
Kamis,
26 Desember 2019 |
Bab
I, III |
Perbaikan
|
|
4 |
Kamis,
26 Desember 2019 |
Bab
I, III |
Acc
Seminar |
|
5 |
Jumat,
10 Januari 2020 |
Bab
1, III |
Perbaikan
|
|
6 |
Selasa,
14 Januari 2020 |
Bab
I, III |
Acc
Jilid |
|
7 |
Selasa,
12 Mei 2020 |
Bab
IV, V |
Perbaikan
|
|
8 |
Rabu,
22 Mei 2020 |
Bab
IV, V |
Perbaikan |
|
9 |
Kamis, 18 Juni 2020 |
Bab IV, V |
Perbaikan |
|
10 |
Jumat, 27 Juni 2020 |
|
Acc Sidang |
|
11 |
Senin,
6 Juli 2020 |
Abstrak,
Bab I, III, IV, Lampiran |
Perbaikan |
|
12 |
Senin, 13 Juli 2020 |
|
Acc Cetak |
|
Kaprodi
Teknologi Laboratorium Medis
Program Diploma Tiga
Misbahul Huda, S.Si.,M.Kes
NIP.196912221997032001
Nama Mahasiswa :
Catherine Surya
NIM :
1713453028
Judul KTI :Cemaran Jamur Aspergillus spp Pada Beras Yang Dijual
Di Pasar Tradisional Mandiri Way Kandis Kota BandarLampung
Pembimbing Pendamping : Dra. Marhamah, M. Kes
No |
Hari,
Tanggal Konsultasi |
Materi
|
Keterangan
|
Paraf
|
1 |
Senin,
9 Desember 2019 |
Bab
I, II, III |
Perbaikan
|
|
2 |
Rabu,
18 Desember 2019 |
Bab
I, II, III |
Perbaikan
|
|
3 |
Kamis,
19 Desember 2019 |
Bab
I, II, III |
Perbaikan
|
|
4 |
Kamis,
26 Desember 2019 |
Bab
I, II, III |
Perbaikan
|
|
5 |
Jumat,
27 Desember 2019 |
Bab
III |
Perbaikan
|
|
6 |
Senin,
30 Desember 2019 |
|
Acc
seminar |
|
7 |
Jumat,
10 Januari 2020 |
Bab
I, III |
Perbaikan
|
|
8 |
Selasa,
14 Januari 2020 |
Bab
I, III |
Perbaikan
|
|
9 |
Selasa,
14 Januari 2020 |
|
Acc
Jilid |
|
10 |
Selasa,
12 Mei 2020 |
Bab
I, II, III, IV, V |
Perbaikan
|
|
11 |
Rabu,
27 Mei 2020 |
Bab
I, II, III, IV,V |
Perbaikan |
|
12 |
Rabu, 10 Juni
2020 |
Bab I, II, III, IV, V |
Perbaikan |
|
13 |
Senin, 15 Juni 2020 |
Bab I, III, IV,V |
Perbaikan |
|
14 |
Rabu, 24 Juni 2020 |
Bab III, IV, V |
Perbaikan |
|
15 |
Kamis, 25 Juni 2020 |
|
Acc Sidang |
|
16 |
Senin, 6 Juli 2020 |
Abstrak,
Bab I, III, IV, Lampiran |
Perbaikan |
|
17 |
Selasa,
7 Juli 2020 |
|
Acc Cetak |
|
Kaprodi
Teknologi Laboratorium Medis
Program Diploma Tiga
Misbahul
Huda, S.Si.,M.Kes
NIP.196912221997032001
Cemaran Jamur Aspergillus spp pada
Beras yang dijual di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung
Catherine Surya¹, Wimba Widagdho Dinutanayo¹, Marhamah¹
¹Program Studi Teknologi
Laboratorium Medis Program Diploma Tiga
Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Tanjungkarang
Abstrak
Beras merupakan bahan
pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai asupan karbohidrat. Kerusakan beras dipengaruhi oleh suhu,
kelembaban dan penyimpanan yang lama. Salah satu faktor yang mempengaruhi
kualitas beras yaitu tercemarnya oleh jamur.
Adapun jenis jamur yang terdapat dalam beras adalah Aspergillus spp. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase beras yang tercemar jamur Aspergillus spp pada beras yang dijual secara eceran di Pasar
Tradisional Way Kandis dan mengetahui persentase beras yang tercemar dari
masing-masing spesies jamur Aspergillus
spp (A niger, A flavus, A fumigatus,
A terreus). Jenis penelitian ini deskriptif, populasi
seluruh beras yang dijual secara eceran
berjumlah 48, sedangkan sampel beras berjumlah 24. Metode
pemeriksaan yang dilakukan adalah secara makroskopis dan
mikroskopis. Analisis data univariat yaitu menghitung persentase beras yang tercemar
jamur Aspergillus spp. Hasil penelitian dari 24 beras, yang
tercemar jamur Aspergillus spp sebanyak 54,2% (13) beras dan beras yang tidak tercemar jamur Aspergillus spp 45,8% (11) beras. Spesies jamur yang terdapat
dalam beras adalah Aspergillus niger 77% (10) beras, Aspergillus fumigatus 15,3% (2) beras,
dan Aspergillus flavus 7,7% (1)
beras.
Kata Kunci : Aspergillus spp,
Beras
Contamination of Aspergillus spp in
Rice which are ready for sale in Way Kandis Market in Bandar Lampung City
Abstract
Rice is a staple that is consumed by Indonesian people as carbohydrate
intake. Rice damage is affected by temperature, humadity and long storage. One
factor that that influences the quality of rice is fungus contamination. The type of
mushroom found in rice is Aspergillus spp.
This study aims to determine the percentage of rice contaminated with
Aspergillus spp mushrooms in rice sold at the Way Kandis Traditional Market and
determine the percentage of rice contaminated from each species of Aspergillus spp mushroom (A niger, A flavus, A fumigatus, A terreus).
This type of research is descriptive, the entire populatiom of rice sold in
retail is 48, while the rice sample is 24. The inspection method
is macroscopic and microscopic. Univariate data analysis is calculating the
percentage of rice contaminated with Aspergillus
spp. Research results from 24 rice, which were contaminated with Aspergillus spp mushroom 54.2% (13) rice
and rice that were not contaminated with Aspergillus
spp 45.8% (11) rice. Mushroom species found in rice are Aspergillus niger 77% (10) rice, Aspergillus fumigatus 15.3% (2) rice,
and Aspergillus flavus 7.7% (1) rice
Keywords: Aspergillus
spp, Rice
Korespondensi : Catherine Surya,
Prodi Teknologi Laboratorium Medis Program Diploma III, Politeknik Kesehatan
Kemenkes Tanjungkarang, Jalan Soekarno Hatta No.1 Hajimena Bandar Lampung, Mobile 085273564594, email Catherinesurya4@gmail.com
Pendahuluan
Beras merupakan bahan
pokok yang dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai
asupan karbohidrat dalam kehidupan sehari-hari. Beras dapat berupa butir beras
utuh, beras kepala, beras patah, maupun menir (SNI 6128:2015). Perkembangan
ketersediaan beras secara nasional salah satunya bersumber dari produksi padi
yang ditanam oleh petani Indonesia, menurut data BPS produksi padi mengalami peningkatan terus
menerus yaitu dari 54.151.097 ton meningkat menjadi 75.397.841 ton atau mengalami
peningkatan 39% dengan tingkat rata-rata 3,4% per tahun atau setara dengan
2.121.015,1 ton per tahun (Astri, 2006).
Kerusakan beras dipengaruhi oleh suhu, kelembaban dan penyimpanan yang lama. Salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas beras yaitu pertumbuhan jamur. Jamur dapat hidup pada
berbagai bentuk ekosistem. Salah satu penyebarannya melalui spora yang
berterbangan di udara, dan berkembang biak di dalam tanah, air atau pada
permukaan bahan makanan. Adapun jenis jamur yang dapat tumbuh dalam bahan
makanan salah satunya adalah Aspergillus
sp (Aminah dkk, 2004).
Aspergillus merupakan
mikroorganisme eukariot, saat ini diakui sebagai salah satu diantara beberapa mahluk hidup yang
memiliki daerah penyebaran paling luas
serta berlimpah di alam, selain itu jenis kapang ini juga merupakan kontaminan
umum pada berbagai substrat di daerah tropis maupun subtropis (Andriani, 2005).
Umumnya jamur Aspergillus spp patogenik
fakultatif, banyak ditemukan di tempat lembab dan
basah serta pada makanan
(Soedarto, 2015). Jamur Aspergillus
yang sering menyebabkan penyakit pada manusia diantaranya A fumigatus, A flavus,
A niger, dan A terreus (Jawetz, 2005). Banyak jamur yang menghasilkan substansi
beracun yang disebut mikotoksin yang dapat menyebabkan intoksikasi kronis atau
akut.
Mikotoksin
merupakan metabolit sekunder dan efeknya
tidak tergantung pada infeksi jamur. Beragam mikotoksin dihasilkan
oleh jamur yang dapat menimbulkan penyakit dengan banyaknya jumlah yang
termakan. Konidianya sangat mudah terhirup ke dalam saluran nafas, konidia yang
masuk akan dikeluarkan oleh pergerakan silia epitel torak atau dihancurkan oleh
imunitas tubuh (Sutanto, 2008). Jamur
lain menghasilkan komponen mutagen dan karsinogen yang sangat toksik, salah
satu mikotoksin yang paling bahaya bagi
manusia adalah aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus (Jawetz,
2005).
Aflaktosin
merupakan salah satu dari substansi yang paling toksik yang dapat dijumpai
secara alamiah. Keracunan oleh aflaktosin terjadi karena konsumsi dari racun
ini mencemari bahan makanan. Wabah aflatoksikosis akut akibat makanan yang
tercemar oleh aflaktosin dosis tinggi dilaporkan pernah terjadi di Kenya,
India, Thailand dan Malaysia. Pada tahun 2004, terjadinya wabah aflatoksikosis
akut di antara penduduk Kenya menyebabkan kematian sekitar 400 kasus (Yenny,
2006).
Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Bagus pada tahun 2017 di Pasar Tradisional
Denpasar pada beras terdapat Aspergillus flavus, Aspergillus niger dan Aspergillus spp. Prevalensi tertinggi
jamur yang mengkontaminasi pada beras adalah Aspergillus flavus sebesar 73,61% . Besarnya kontaminasi sangat
ditentukan oleh lama dan tidaknya beras
dalam kemasan atau karung. Semakin lama
beras di simpan maka semakin besar peluang terkontaminasi oleh jamur tersebut
(Bagus, 2017).
Pasar Tradisional di kota Bandar
Lampung mempunyai beberapa pasar tradisional salah
satunya yaitu Pasar Tradisional Way Kandis yang memiliki 8 toko yang menjual
beras, dari toko-toko tersebut pedagang
beras kurang memperhatikan tempat penyimpanan beras. Menurut SNI 6128 (2015) syarat ruang penyimpanan barang dagangan yang
dikemas yaitu memiliki ventilasi pada toko, temperatur 29-32̊C, syarat
kelembaban ruangan untuk pangan 65-95%, dan kadar air
pada beras maksimal 14%. Berdasarkan hasil observasi yang telah
dilakukan toko yang menjual beras tidak mempunyai ventilasi udara sehingga
tidak terjadi pertukaran udara. Pada umumnya setiap toko menjual 7
merk beras yang berbeda, dan diambil 3 merk beras yang sejenis dari setiap toko. Populasi adalah seluruh beras yang dijual di
Pasar Tradisional Way Kandis berjumlah 48, sedangkan
sampel berjumlah 24 beras yang dijual
secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis. Berdasarkan
latar belakang diatas, maka penulis telah melakukan penelitian mengenai “Cemaran
jamur Aspergillus spp pada beras yang
dijual di pasar tradisional Way Kandis kota Bandarlampung.
Metode
Jenis penelitian
ini deskriptif, desain penelitian ini
gambaran cemaran Aspergillus spp pada
beras. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Parasitologi Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang. Alat ayang digunakan pada penelitian ini adalah Cawan
petri, Objek Gelas, Mikroskop. Bahan yang digunakan adalah media Potato
Dextrose Agar (PDA) dan Lactophenol
Cotton Blue. Pemeriksaan Aspergillus
spp secara makroskopis dengan melihat koloni dan secara mikroskopis dengan
melihat morfologi. Prosedur Penelitian, 10 gram sampel beras dihaluskan, lalu
dilarutkan dalam larutan air pepton 0,1%, kemudian diinokulasikan pada media Potato Dextrose Agar (PDA), diinkubasi
pada suhu 25ºC. Data dimasukkan kedalam tabel, analisis data univariat dengan
menghitung persentase beras yang tercemar Aspergillus
spp.
Hasil
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan pada 24 beras yang
dijual secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis, dengan
tujuan mengetahui persentase beras yang tercemar dan tidak tercemar jamur Aspergillus
spp pada beras yang dijual secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis dan
mengetahui persentase beras yang tercemar oleh masing-masing spesies jamur Aspergillus spp (A niger, A fumigatus, A flavus,
A terreus). Cemaran Aspergillus
spp diperiksa menggunakan media PDA dengan masa inkubasi selama tujuh hari, kemudian
pertumbuhan jamur diamati secara makroskopis dengan
melihat warna dan bentuk koloni jamur. Hasil negatif menunjukkan tidak adanya
koloni jamur pada media PDA.
Tabel 4.1 Persentase beras
yang tercemar dan tidak tercemar jamur Aspergillus spp pada
beras yang dijual secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis
Kota Bandar Lampung
No |
Hasil Pemeriksaan |
Beras |
Total |
Persentase (%) |
||
RU |
RM |
RL |
||||
1. |
Tercemar |
6 |
2 |
5 |
13 |
54,2 |
2. |
Tidak Tercemar |
2 |
6 |
3 |
11 |
45.8 |
Tabel 4.1 menunjukkan adanya beras yang tercemar jamur Aspergillus spp yaitu 54,2% dan yang tidak tercemar 45,8%. Tabel
4.2 Persentase beras
yang tercemar masing-masing spesies jamur Aspergillus
spp (A niger, A fumigatus, A flavus, A terreus)
No
|
Spesies Aspergillus |
Beras yang tercemar |
Total |
Persentase
(%) |
||
RU |
RM |
RL |
||||
1. |
Aspergillus
niger |
5 |
1 |
4 |
10 |
77 |
2. |
Aspergillus
fumigatus |
1 |
0 |
1 |
2 |
15,3 |
3. |
Aspergillus
flavus |
0 |
1 |
0 |
1 |
7,7 |
4. |
Aspergillus terreus |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
|
Jumlah
Total |
6 |
2 |
5 |
13 |
100 |
Tabel 4.2
menunjukkan jamur Aspergillus yang paling banyak mencemari beras adalah Aspergillus
niger yaitu 77%, yang terendah Aspergillus flavus 7,7%, dan tidak ada
yang tercemar Aspergillus terreus 0%.
Pembahasan
Hasil penelitian cemaran jamur Aspergillus spp pada beras yang dijual secara eceran di Pasar Tradisional Way Kandis Kota Bandar Lampung didapatkan 54,2% dengan 13 beras yang tercemar jamur Aspergillus spp. Beras
yang tercemar jamur dapat dipengaruhi oleh faktor lamanya beras dibiarkan
terbuka sehingga spora kecil berterbangan di udara dan masuk ke dalam karung
beras. Berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang didapatkan bahwa beras yang
tercemar telah dibuka dalam rentang waktu 3-4 minggu (lampiran 6). Menurut
hasil penelitian Pujiati (2018) semua bahan makanan yang dibiarkan terbuka
dapat terkontaminasi jamur yang berasal dari udara. Kontaminasi jamur dapat
melalui spora jamur yang kecil dan ringan sehingga mudah berterbangan di udara
dan terbawa oleh angin, kemudian berkembang biak pada permukaan bahan makanaan.
Kelembapan mempengaruhi pertumbuhan jamur, dimana keadaan toko pada beras RU.1,
RM.3, RL.2 yang kurang disinari cahaya matahari menyebabkan toko menjadi
lembap. Berdasarkan hasil pengukuran kelembapan toko terhadap 13 beras yang
tercemar didapatkan kelembapan yaitu 81%-85% (lampiran 6). Menurut Makfoeld
(1993) salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur yaitu kelembapan
dengan rentang 80%-85%.
Suhu toko yang menjual beras juga
mempengaruhi pertumbuhan jamur Aspergillus
spp. Berdasarkan hasil pengukuran suhu ruangan pada toko yaitu
27,8⁰C-29,8⁰C (lampiran 6), suhu ini cukup mendukung untuk pertumbuhan jamur.
Menurut Makfoeld (1993) suhu untuk
pertumbuhan jamur yaitu 24⁰C-30⁰C.
Menurut SNI 6128 (2015) syarat
mutu beras sebagai bahan pangan harus memiliki kadar air maksimal 14%.
Berdasarkan hasil pengukuran kadar air beras yang dijual di Pasar Tradisional
Way Kandis Kota Bandar Lampung, beras yang tercemar memiliki kadar air
13%-15,5% (lampiran 6), kadar air pada bahan pangan yang lebih dari 14% dapat
mendukung pertumbuhan jamur.
Penelitian ini didapatkan
pertumbuhan jamur dengan jumlah spesies 77% Aspergillus
niger, 15,3% Aspergillus fumigatus,
7,7% Aspergillus flavus. Jamur yang
paling banyak mencemari beras yang dijual di Pasar Tradisional Way Kandis Kota
Bandar Lampung yaitu Aspergillus niger.
Menurut Inggrid (2012) tingginya pencemaran jamur Aspergillus niger disebabkan Aspergillus
niger memerlukan zat organik yang terdapat didalam substrat untuk
pertumbuhannya. Bahan organik dari subtrat digunakan oleh Aspergillus niger untuk aktivitas transport molekul. Selain itu Aspergillus niger memang terdapat pada
tanah sehingga jamur ini dapat dengan mudah tumbuh pada substrat. Selain itu
didapatkan jamur Aspergillus niger
pada biji-bijian seperti jagung, kedelai, dan beras. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan jamur Aspergillus
niger terdapat pada beras, dimana beras juga kaya akan substrat atau zat
nutrisi sehingga jamur ini dapat dengan mudah tumbuh. Oleh karena itu dapat
mendukung adanya pertumbuhan jamur Aspergillus
niger pada beras. Menurut
Ratnawati (2013) beras tersusun atas bulir serelia, yang mengandung protein,
vitamin, mineral, dan air. Pati beras mengandung enzim diastatik yang dapat
mengubah pati menjadi gula-gula sederhana sehingga dapat dijadikan sebagai
sumber karbon bagi spesies yang mencemari beras yaitu Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus dan Aspergillus flavus.
Aspergillus terreus tidak
tumbuh pada beras sehingga hasil penelitian menunjukkan jumlah spesies 0%.
Menurut Pujiati (2018) Aspergillus
terreus sering ditemukan dalam tanah, selain itu Aspergillus terreus digunakan dalam industri untuk menghasilkan
asam organik. Penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan jamur Aspergillus terreus tidak mendukung,
karena beras termasuk dalam biji-bijian, dan tidak termasuk bahan industri.
Lamanya beras terbuka waktu
dijual juga mempengaruhi pertumbuhan jamur Aspergillus
spp, dimana hasil wawancara dengan pemilik toko penjual beras bahwa beras
yang dijual secara eceran sudah dibuka selama 2-4 minggu (lampiran 6). Hal ini
sejalan dengan penelitian Bagus (2017), bahwa beras yang dijual secara terbuka
di Pasar Denpasar Bali semua tercemar jamur Aspergillus
sp dengan spesies jamur Aspergillus
niger, Aspergillus fumigatus, dan Aspergillus flavus yang dijual terbuka
dalam waktu 4 minggu selama penjualan.
Beras yang tidak tercemar jamur Aspergillus spp 45,8% (11) beras. Ada
beberapa faktor yang tidak mendukung pertumbuhan jamur pada penelitian ini,
antara lain kadar air dan lamanya beras dibiarkan terbuka saat penjualan.
Berdasarkan observasi kadar air yang tidak tercemar jamur Aspergillus spp adalah 13%
(lampiran 6), dalam hal ini kadar beras dalam batas normal, sebab menurut SNI
6128 (2015) kadar air beras maksimal 14%. Faktor lain yang tidak mendukung
pertumbuhan jamur Aspergillus spp
yaitu lamanya beras dibiarkan terbuka selama 2 minggu (lampiran 6).
Beras yang tercemar jamur Aspergillus spp sangat berbahaya untuk
dikonsumsi. Jamur menghasilkan mikotoksin yang bersifat racun. Adapun toksin
yang memiliki daya racun sangat tinggi yaitu aflaktosin yang berasal dari jamur
Aspergillus flavus. Aflaktosin (Aspergillus flavus toxsin) dapat
menyebabkan toksigenik (menimbulkan racun), mutagenik (menimbulkan mutasi),
teratogenik (menimbulkan penghambatan pada pertumbuhan janin), dan karsinogenik
(menimbulkan kanker pada jaringan). Aflaktosin tidak dapat hilang setelah
direbus, digoreng, maupun diolah menjadi bahan pangan lainnya, sehingga jika
dikonsumsi secara terus menerus dapat membahayakan kesehatan manusia (Syarief,
2003).
Upaya yang dapat dilakukan bagi para pembeli agar
terhindar dari beras yang tercemar Aspergillus
spp yaitu sebaiknya para pembeli memperhatikan kondisi beras sebelum
membelinya yaitu hindari beras yang
berwarna kuning, beras patah atau tidak utuh (lampiran 6). Menurut SNI 6128 (2015) syarat mutu
beras yang layak dikonsumsi juga dapat dilihat secara organoleptis yaitu dengan
bentuk beras yang utuh dan berwarna putih. Para penjual perlu memperhatikan
lama beras dibiarkan terbuka dalam karung. Menurut Bagus (2017) lama beras yang
dibiarkan terbuka maksimal selama 2 minggu.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai cemaran jamur Aspergillus spp pada beras yang dijual di Pasar Tradisional Way
Kandis Kota Bandar Lampung, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Persentase beras yang tercemar jamur Aspergillus spp
sebesar 54,2%.
2.
Persentase beras yang tercemar spesies jamur Aspergillus spp yang dijual di Pasar
Tradisional Way Kandis paling banyak
tercemar jamur oleh spesies Aspergillus niger 77% yang
terendah spesies Aspergillus flavus 7,7%,
dan tidak ada yang tercemar spesies Aspergillus
terreus.
Daftar Pustaka
Aminah, NS,
2003. Jamur
pada buah-buahan, sayuran, kaki lalat dan lingkungan di pasar tradisional dan swalayan.
Available at: http://repository.litbang.kemenkes.go.id/280 [Accesed November 18, 2019]
Andriani W, 2005.
Isolasi dan Identifikasi
kapang Aspergillus spp dari kopi (Cofeeasp) bubuk (skripsi). Semarang: Universitas Diponegoro
Bagus, I Gusti
Ngurah; Dwi Widaningsih; I Made Sudarma, 2007.
Keragaman Jamur yang Mengkontaminasi
Beras dan Jagung di Pasar Tradisional Denpasar, Bali.
Available at: http://ojs.unud.ac.id/index.php/agrotrop/-Article/view/32643
[Accesed November 18, 2019]
Gandahusada,S.,
Herry D.I, Wita Pribadi, 2006, Parasitologi
Kedokteran, Cetakan ke –VI, FKUI, Jakarta
Pujiati, 2018. Identifikasi
Jamur Aspergillus sp Pada Tepung Terigu Yang Dijual Secara Terbuka.
Available at: http:// repo. stikesicme-jbg. ac. id/ 987/ [Accesed Desember 16, 2019]
Irianto, Koes.
2013, Mikrobiologi medis, Bandung:
Alfabeth
Jawetz, Melnick
& Adelberg’s, 2005, Mikrobiologi
Kedokteran.
(Buku (2). Jakarta Buku
Kedokteran EGC, 522 halaman
Jawetz M;
Adelberg’s, 2008, Mikrobiologi Kedokteran,
edisi 23. Alih Bahasa: Huriwati Hartanto dkk. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran
ECG
Makfoeld,
Djarir, 1993, Mikotoksin Pangan,
Yogyakarta: KANISIUS
Oxoid
Microbiology Products, 2018.
Potato Dextrose Agar. Available at: http://www.oxoid.com/UK/blue/prod_detail.asp?pr=CM0139&c=UK&lang=EN
[Accesed Desember 18, 2019]
Pelezar, Michael
W, 2006, Dasar-Dasar Mikrobiologi I, UI-Press, Jakarta
Pratiwi, Sylvia, 2008, Mikrobiologi Farmasi.
Jakarta: Erlangga .
Permenkes, 2011.
Higiene Sanitasi JasaBoga. Available
at: http:// kesmas.kemkes.go.id/perpu/konten/permenkes/pmk-nomor-1096-tahun-2011-tentang-hiegene-sanitasi-jasaboga[Accesed
Januari 7, 2019]
SNI, 2008. Mutu Beras. Available at:
https;//docplayer.info/376123-Sni-6128-2008-standar-nasional-indonesia-beras-badan-standarisasi-nasional.html
[Accesed Desember 7,2019]
SNI, 2015.
Beras. Available at: http://www.academia.edu/36055239/SNI_61282015_beras_[Accessed
Oktober 20, 2019]
Soedarto, 2015. Mikrobiologi Kedokteran, Surabaya:
Sagung Seto.
Sri, Hastuti Utami. 2014, Penuntun Praktium Mikologi, Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang
Sutanto, Inge, Is Suhariah I,
Pudji K, S, Saleha S. 2008, Parasitologi
Kedokteran, Edisi IV, Balai Penerbit FKUI, Jakarta
Syarief, Rizal, dkk, 2003. Mikotoksin Bahan Pangan, Bogor: IPB
PRESS
Tim Bakteriologi, 2014. Panduan Praktikum Mikologi, Lampung:
Kementrian Pertanian Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Balai
Veteriner Lampung
UIN malang, 2010. Identifikasi bakteri probiotok yang
berpotensi sebagai bahan biodekomposer. Availbale at: http://etheses.uin-malang.ac.id/1147/ [Accesed Desember 23, 2019]
Yenny, 2006. Aflaktosin dan Aflatoksikosis pada manusia. Available at:
http://www.univmed.org/wp-content/uploads/2021/04/yenni.pdf [Accesed Desember, 26, 2019]
Komentar
Posting Komentar