MAKALAH AMALGAM
MAKALAH AMALGAM

DOSEN PENGAMPU NYA : ARIANTO SKM M,KES
OLEH :
WISDA RAMA DESTA
1812402093
POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI

KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul MAKALAH AMALGAM.
Kami meyadari dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kurang dan
lebihnya kami mohon maaf. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Banadar Lampung, April 2019
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................. ii
DAFTAR
IS.................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang............................................................................ 1
B. Tujuan .......................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. AMALGAM ................................................................................ 3
B. Alloy Amalgam............................................................................ 4
C. Klasifikasi Alloy Amalgam.......................................................... 6
D. Reaksi Kimia Amalgam............................................................... 7
E. Tahapan Manipulasi dan
Faktor-faktor yang Mempengaruhi..... 11
F.
Macam Hg dan Higiene Hg (Biokompabilitas Hg)..................... 14
G. Macam-macam Kegagalan Amalgam......................................... 14
H. Sifat Fisis, Mekanis, dn Klinis
yang Penting.............................. 16
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................ 19
B.
Saran.......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Amalgam merupakan bahan
yang banyak dipergunakan sebagai bahan tambalan untuk gigi posterior di bidang
kedokteran gigi (Craig, 2002).
Bahan restorasi merupakan
salah satu bahan yang banyak dipakai dibidang kedokteran gigi. Bahan restorasi
berfungsi untuk memperbaiki dan merestorasi struktur gigi yang rusak. Tujuan
restorasi gigi tidak hanya membuang penyakit dan mencegah timbulnya kembali
karies, tetapi juga mengembalikan fungsinya. Bahan-bahan restorasi gigi yang
ideal pada saat ini masih belum ada meskipun berkembang pesat. Untuk dapat
diterima secara klinis, kita harus mengetahui sifat-sifat bahan yang akan kita
pakai sehingga jika bahan-bahan baru keluar di pasaran, kita dapat segera
mengenali kebaikan dan keburukan dibanding dengan bahan yang lama. Dua sifat
yang sangat penting yang harus dimiliki oleh bahan restorasi adalah harus mudah
digunakan dan tahan lama (Craig, 2002).
Dental Amalgam merupakan
bahan ini semakin berkembang material yang digunakan dalam restorasi gigi.
Amalgam telah digunakan sebagai bahan tambalan bagi lesi karies sejak abad
ke-15 dan sampai ini amalgam yang Dewasa paling banyak digunakan oleh dokter gigi,
khususnya untuk tumpatan gigi posterior. Sejak pergantian abad ini,
formulasinya tidak banyak berubah, yang mencerminkan bahwa bahan tambalan lain
tidak ada yang seideal amalgam. Komponen utama amalgam terdiri dari liquid yaitu logam merkuri dan bubuk / powder yaitu logam paduan yang kandungan
utamanya terdiri dari perak, timah, dan tembaga (Craig, 2002).
Selain itu juga
terkandung logam-logam lain dengan persentase yang lebih kecil. Kedua komponen
tersebut direaksikan membentuk tambalan amalgam yang akan mengeras, dengan
warna logam yang kontras dengan warna gigi. Namun, tidak jarang terjadi
kesalahan dalam melakukan restorasi amalgam yang menyebabkan lepas dan pecahnya
tumpatan amalgam pada gigi posterior. Hal ini menjadi masalah bagi dunia
kedokteran gigi karena kesalahan bisa terjadi baik dari dokter maupun dari
bahan amalgam tersebut dan berakibat pada lepas dan pecahnya tumpatan amalgam.
Penulisan makalah ini akan membahas mengenai logam yang dipakai di bidang
kedoteran gigi terutama alloy amalgam (Koudi, 2007).
B.
Tujuan
1. Untuk
memahami cara melakukan preparasi kavitas pada amalgam dengan tepat
2. Untuk
memahami cara manipulasi dan pengaplikasian amalgam pada kavitas
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
AMALGAM
1. Definisi dan Indikasi
Amalgam
kedokteran gigi (dental amalgam) dibuat dengan cara mencampurkan merkuri cair
dengan zat-zat padat yang merupakan perpaduan dari perak, timah, tembaha, dan
kadang seng, paladium, indium, dan selenium. Kombinasi dari logam padat tersebut
disebut dengan amalgam alloy. Sangat
oenting untuk dapat membedakan antara amalgam kedokteran gigi dan amalgam alloy
(Restorative Dental Materials).
Amalgam
kedokteran gigi merupakan alloy yang terdiri dari merkuri, perak, tembaga, dan timah,dan
mungkin juga bisa mengandung palladium, zinc, dan elemen-elemen lain untuk meningkatkan karakteristik dan kinerja klinis
amalgam itu sendiri. (Phillips’ Science of Dental Materials)
Indikasi
utama bahan restorasi amalgam adalah sebagai bahan tambal posterior. Restorasi
dental amalgam ini sangat baik karena secara teknik tidak sensitif, dapat
mempertahankan bentuk anatomi dari gigi, tidak mudah fraktur, dan tahan lama.
Bahan
tambal amalgam dipergunakan sejak awal abad 19 dibuat dari campuran koin perak
spanyol/meksiko degan air raksa. Standardisasi amalgam merupakan standardisasi
pertama yang dibuat American Dental Association (ADA) tahun 1919, sehingga
disebut ADA Spefications No.1.
2. Komposisi dan Fungsi Masing-Masing
Komponen
Perak
(Ag) 67-74%
a. Elemen utama dalam reaksi
b. Menaikkan setting expansion
c. Menaikkan tarnish resistance dalam memproduksi amalgam
d. Memperputih alloy
e. Menaikkan strength
f.
menurunkan creep
Timah
(Sn) 25-28%
a. Mengontrol reaksi antara silver&mercury
b. Mengurangi strength & hardness
c. Mengurangi resistance terhadap tarnish & korosi
Tembaga
(Cu) 0-6%
a. Menaikkan hardness & strength
b. Menaikkan setting expansion
Seng
(Zn) 0-2%
a. Dalam jumlah kecil, tidak memengaruhi setting reaction
& sifat amalgam
b. Zinc menyebabkan tertundanya ekspansi jika campuran
amalgam terkontaminasi oleh uap lembab selama manipulasi
c. Mencegah
masuknya O2 ketika terjadi fusi logam paduan
Air
raksa (Hg) 0-3%
Kadang-kadang ditambahkan untuk menciptakan kondisi
pre-amalgamisasi pada logam paduan.
B.
Alloy Amalgam
Amalgam adalah materi
yang mengandung merkuri didalamnya. Karena merkuri berbentuk cair pada suhu
ruangan, merkuri dapat dicampur dengan bahan metal padat. Amalgamasi adalah
suatu proses pencampuran merkuri ( Hg ) dengan bahan bubuk campuran khusus dengan suatu alat yang disebut
amalgamator. Proses ini berlanjut dengan penekanan segmen segmen campuran
tersebut ke dinding gigi yang telah dipreparasi, dan pita matriks apabila
diperlukan. Reaksi pengerasan akan berlanjut sampai beberapa hari namun amalgam
akan cukup keras menahan dampak dari kegiatan mengunyah atau gigitan dalam satu
jam.
Cara
Pembuatan
Untuk membuat bubuk campuran “lathe cut” batangan
bahan campuran dimasukan ke dalam mesin penggilingan. Potongan hasil dari
proses penggilingan tersebut berbentuk seperti jarum. Beberapa perusahaan
produsen bubuk campuran ini memperkecil
bubuk potongan dengan “ball milling”.
a. Homogenizing
anneal
Karena proses pendinginan yang cepat
dari fase “as-cast” batang timah-perak
mengandung butir yang nonhomogenik dengan komposisi yang bervariasi. Proses
pemanasan dilakukan untuk membangun kembali hubungan fase equilibrium. Batang
ditempatkan kedalam oven dan dipanaskan untuk memungkinkan terjadinya difusi
atom dan fase untuk mencapai equilibrium. Waktu pemanasan bervariasi bergantung
pada temperature oven yang digunakan dan besarnya batangan. Pada akhir dari
proses pemanasan batangan didinginkan pada temperature suhu ruang. Cara
batangan didinginkan mempengaruhi proporsi fase yang timbul setelah
didinginkan.
b. Perlakuan
terhadap partikel
Setelah
batangan digilign menjadi butiran butiran beberapa produsen melakukan memproses
permukaan dari partikel dengan merendamnya didalam asam. Proses ini tidak
secara penuh dimengerti tujuannya, diduga proses ini brtujuan untuk meleburkan
komponen tertentu dari bubuk campuran. Amalgam yang terbuat dari bubuk yang
telah direndam asam akan bersifat lebih reaktif dibandingkan dengan amalgam
yang tidak direndam dengan asam.
c. Bubuk
yang di Atomisasi.
Bubuk
yang diatomisasi dibuat dengan mencairkan bahan bahan yang didinginkan
bersama-sama. Logam cair ini dapat
diatomisasi menjadi potongan potongan
yang berbentuk “spherical” atau seperti mata tombak. Butiran butiran ini
dipanaskan untuk mengasarkan permukaannya dan memperlambat reaksinya
dengan merkuri. Bubuk ini juga direndam
menggunakan asam.
d. Ukuran
Maximum Partikel
Ukuran
maksimum dari partikel ditentukan oleh produsen. Ukuran rata rata yang
digunakan pada amalgam modern adalah 15-35 mikrometer. Hal yang paling penting
berkaitan dengan bear partikel adalal distribusi ukuran yang merata antara
butiran yang besar dan kecil. Karena ukuran ukuran partikel tersebut mempunyai
fungsi yang mempengaruhi kualitas amalgam. Ukuran partikel yang umumnya
digunakan pada kedokteran gigi saat ini adalah partikel berukuran kecil-sedang.
Ukuran partikel seperti ini cenderung menghasilkan amalgam yang cepat mengeras
dengan kekuatan yang lebih baik pada masa pengerasan awal.
e. Perbandingan
bubuk yang diproduksi dengan cara penggilingan dan atomisasi
Amalgam
yang dibentuk dari bubuk yang diproduksi dengan cara penggilingan dan amlgam
yang dibentuk dari campuran bubuk tersebut dengan bbuk yang diproduksi dengan
cara atomisasi cenderung lebih baik menahan kondensasi dibandingkan dengan
amalgam yang seluruhnya dibuat dari bubuk yang di atomisasi. Namun bubuk yang
dibuat denan car atomisasi memerlukan lebih sedikit merkuri karena ia memiliki
luas permukaan yang lebih sedikit disbanding bubuk yang dibuat dengan cara
digiling. Amalgam yang dibuat dengan sedikit merkuri bniasanya memilikiproperti
yang lebih baik.
C.
Klasifikasi Alloy Amalgam
Berdasarkan
kandungan komponen alloy, amalgam dibedakan menjadi tiga, yaitu Biner, Terner,
dan Kuarterner. Biner menggunakan alloy dengan dua logam, terner menggunakan
tiga logam, dan kuarterner menggunakan alloy dengan empat logam.
Berdasarkan
bentuk partikel alloy, amlgam dibedakan menjadi dua, yaitu Lathe cut dan
Spherical. Lathe cut memiliki bentuk
partikel alloy tidak teratur. Batangan logam perak-timah yang keras diletakkan
di mesin giling. Hasilnya adalah serpihan-serpihan logam yang bentuknya seperti
jarum tidak teratur. Sedangkan spherical memiliki bentuk partikel alloy
bulat-bulat seperti bola. Dibentuk berdasarkan proses anatomisasi. Alloy cair
dipercikkan pada temperatur ruangan dengan gas inert. Jika droplet mengeras
sebelum mengenai permukaan, maka bentuk partikel spherical pun
terbentuk.
D.
Reaksi Kimia Amalgam
Reaksi amalgamasi (reaksi permukaan):
Hg + Ag3Sn è Ag3Sn + Ag2Hg3
+ Sn7 .8Hg
γ γ γ’ γ2
tidak bereaksi
BCC Heksagonal
Ketika bubuk dibasahi
oleh Hg maka terjadi absorbsi, difusi Hg dalam partikal alloy terbentuk fase γ’ dan γ2 yang terjadi pada daerah permukaan.
Kristalisasi fase γ’ dan γ2 maka pertumbuhannya
bertambah dan amalgam mengeras.
Peranan unsur amalgam terhadap
reaksi pengerasan dan struktur amalgam:
1.
Alloy konvensional
Ag dan Sn è Ag3Sn (fase
ikatan intermetalik)
Mengandung : Ag 73 %, 15
% Sn sisanya
Ag : Ketahanan terhadap
tranish, mempermudah amalgam
Sn : Mempermudah amalgamasi è bila berlebihan è kontraksi amalgam, menurunkan kekuatan dan
kekerasan
Cu : Kekuatan dan kekerasan
dalam jumlah sedikit è menggantikan Ag
Zn : Oxygen è pemkan O2
2.
Mekanisme pengerasan
Selama dan sesudah pengadukan, fase γ larut dalam Hg.
Struktur massa mengeras
terdiri dari:
-
inti γ yang tidak bereasi
-
matrik terdiri dari γ2 dan γ’
Proses tersebut
membentuk jaringan yang kontinu setelah mengras, rekasi selanjutnya adalah
terjadinya dengan proses difusi.
3.
High cooper Alloy
Telah mengeras dan
benar” bebas dari komponen γ2
Kombinasi alloy è reaksi campuran Ag3Sn
(lathe cut) dan AgCu (buat) dengan Hg terjadi 2 tahap:
-
Seperti reaksi pada alloy konvesional. AgCu
tidak ambil bagian Zn
-
Reaksi antara γ2 & AgCu (buat) è pembentukan gabungan
CuSn dan γ’ besar
Sn7.8Hg
(γ2 ) + AgCu è Cu6Sn5
+ Ag2Hg3 (γ’)
Cu6Sn5 berada
mengelilingi partikel AgCu
Pada pengerasan akhir:
Ag3Sn &
AgCu (inti) dikelilingi Cu6Sn5 & γ’ (matrik)
Pada alloy dengan
komposisi tunggal Cu6Sn5 berada dalam γ’ (tidak
mengelilingi)
10% Au menggantikan
sedikit Ag pada Alloy amalgam è amalgam bebas fase γ2
Jika fase γ2 tidak ada maka, maka:
-
Tidak ada korosi
-
Kekuatan meningkat
-
Sifat alir / creep menurun
-
Kekuatan pinggiran amalgam pada restorasi
bertambah
1.4.1 Setting
Reaction (Reaksi Pengerasan)\
a.
Pada logam berkandungan tembaga rendah, amalgamasi
terjasi ketika raksa berkontak dengan permukaan logam paduan
b.
Triturasi menyebabkan perak dan timah di bagian
luar logam paduan larut dalam raksa
c.
Raksa berdifusi ke dalam paduan logam
d.
Raksa memiliki daya larut terbatas untuk perak dan
timah, bila batas daya larut terlampaui, kristal” dari 2 senyawa logam biner
akan berpresipitasi dalam raksa
e.
Kedua senyawa itu (Ag2Hg3 è fase γ’ dan Sn7
.8Hg heksagonal è fase γ2 ) tersusun rapat
f.
Karena kelarutan perak dalam raksa lebih rendah
daripada timah, maka fase γ1 akan berpresipitasi terlebih dahulu
daripada γ2
g.
Kristal γ2 dan γ’
akan bertumbuhan sehingga amalgam menjadi keras
h.
Kontraksi
selanjutnya diabsorbsi Hg oleh sisa partikel amalgam
i.
Tidak ada Hg yang bebas saat final setting pada
amalgam
Perubahan dimensi amalgam selama pengerasan:
-
Total
perubahan dimensi setelah 24 jam hasilnya berkurang 20 mm (± 0.20 %)
-
Klinis è loss
anatomi, postoperative pain (karena ekspansi), microleakage (karena kontraksi)
-
Proses
pengerasan: kombinasi dari larutan dan kristalisasi (presipitasi)
-
Iritasi kontraksi dari absorb hg (difusi) oleh
partikel alloy amalgam
-
Ekspansi berhubungan dengan pembentukan dan
pertumbuhan γ1, γ2
dan fase cusn (matrik)
-
Kontraksi selanjutnya dari absorbsi hg oleh sisa
pertikel alloy amalgam
-
Hg organometalik yang mengeras mengakibatkan bahaya
dari uapnya
1.4.2 Delayed
Expantion
Ekspansi tertunda terkait dengan seng
dalam amalgam. Efeknya disebabkan oleh reaksi seng dengan
air dan yang tidak ada dalam amalgam nonzinc. Hal ini sudah jelas
didemonstrasikan bahwa zat pencemar adalah air. Hidrogen
diproduksi oleh aksi elektrolitik yang melibatkan seng dan
air. Hidrogen tidak bergabung dengan amalgam,
melainkan berkumpul dalam restorasi, meningkatkan tekanan internal ke
tingkat yang cukup tinggi untuk menyebabkan amalgam creep, sehingga menghasilkan perluasan
yang sedang diamati. Kontaminasi amalgam dapat terjadi pada hampir setiap
saat selama manipulasi dan dimasukkan ke dalam rongga. Jika daerah
operasi tidak kering, amalgam dapat menjadi terkontaminasi oleh uap
air dari jarum suntik udara-air, dari kontak langsung
dengan tangan, atau dengan air liur selama kondensasi. Singkatnya,
setiap kontaminasi dari seng yang mengandung
amalgam dengan kelembaban, apa pun sumbernya, menyebabkan ekspansi
tertunda. Perlu dicatat bahwa kontaminasi pasti terjadi selama
triturasi atau kondensasi. Setelah amalgam mengental, permukaan eksternal
mungkin berkontak dengan air liur tanpa terjadinya
ekspansi tertunda.
1.4.3 Korosi
Korosi
adalah penurunan kualitas permukaan / subsurface restorasi karena reaksi kimia/elektrokimia. Fase g2 mudah mengalami korosi.
Restorasi amalgam jika kontak dengan restorasi emas akan menyebabkan amalgam
korosi dan Hg akan masuk kedalam restorasi emas.
Daya tahan terhadap korosi akan meningkat bila amalgam dipoles benar-benar
mengkilap, hindari kontak dengan tambalan emas,karena akan terjadi korosi
akibat akumulasi air raksa pada restorasi emas.
Bila
g2
mengalami korosi, akan terbentuk 2 produk :
1. Terbentuk ion Sn2+ dengan adanya saliva ® didapat produk korosi SnO2 &
Sn(OH)2Cl
2. Terbentuk Hg ® dapat bereaksi dengan sisa Ag yang sebelumnya tidak bereaksi.
Korosi
pada amalgam High Copper
-
Tidak terdapat fase g2
-
Yang paling rentan terhadap korosi adalah Cu6Sn5
-
Volume korosi lebih kecil dari amalgam konvensional
-
Tidak terbentuk Hg sebagai hasil korosi
Korosi aktif dari bahan tambal amalgam yang baru
diaplikasikan biasanya terjadi pada bagian tambalan yang bersinggungan dengan
gigi. Produk korosi yang paling umum ditemukan adalah oksida
dan klorid dari timah. Korosi dapat pula disebabkan oleh perbedaan sifat
elektromagnetik antara 2 logam yang dijadikan tambalan, misalnya pada tambalan
amalgam yang bersinggungan dengan tambalan emas. Ini disebabkan karena
terbentuknya listrik galvanis.
E.
Tahapan Manipulasi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
1.5.1 Tahapan Manipulasi
1.
Tirturasi
Proses pembuatan bahan tambal amalgam dimulai dengan
tirturasi, yaitu mencampur logam paduan dan air raksa yang dilakukan oleh
dokter gigi atau perawat gigi. Setelah dicampur akan didapat massa plastis yang
mirip dengan kondisi logam antara temperatur cair dan padat. Pencampuran logam
paduan dan air raksa dapat dilakukan secara manual menggunakan lumping alu atau
dengan mesin yang disebut amalgator. Lumpang alu terbuat dari gelas, bagian
dalam lumping dan ujung alu dibuat kasar dengan cara menggosoknya menggunakan
pasta karborundum. Cara ini jarang digunakan lagi sejak adanya amalgator yang
bekerja dengan cara menggetarkan logam paduan dengan air raksa di dalam suatu
kapsul yang berisi logam atau plastik yang berbentuk silinder.
Sbeleum
tirturasi, terlebih dahulu dilakukan pengukuran terhadap kedua bahan yang akan
dicampur tersebut. Pengukuran logam paduan dilakukan dengan penimbangan,
sementara untuk pengukuran air raksa selain dengan penimbangan juga dilakukan
dengan menggunakan takaran volume yang merupakan mulut dari dispenser/botol
penyimpanan air raksa.
2.
Kondensasi
Kondensasi adalah proses memasukkan amalgam ke dalam
kavitas gigi yang telah dipreparasi menggunakan stopper amalgam atau pistol
amalgamsehingga tercapai kepadatan maksimal dari amalgam. Pada saat kondensasi
dilakukan penekanan untuk memadatkan amalgam, besarnya tekanan yang ideal
adalah 66,7 N tetapi penelitian menunjukkan rata-rata besarnya tekanan yang
dibuat oleh tangan operator rata-rata 13,3-17,8 N.
3.
Pengukiran
Setelah kavitas terisi penuh, dilakukan pembentukan
dan pengukiran dengan burnisher sampai mendekati bentuk anatomi gigi ideal
4.
Reaksi
Pengerasan
Pada amalagam berkandungan tembaga rendah,
amalagamisasi terjadi ketika air raksa berkontak dengan permukaan
logam paduan. Proses tirturasi menyebabkan perak dan timah di bagian luar logam
paduan larut dalam air raksa,
dan pada saat yang bersamaan air raksa berdifusi ke dalam paduan logam.
5.
Pemolesan
Pemolesan dilakukan setelah 24 jam, untuk amalgam
dengan Cu tinggi diperlukan waktu lebih singkat lagi. Tujuan pemolesan adalah:
a)
Mencegah
menyangkutnya sisa makan
b)
Mencegah
infeksi gusi dan lidah
c)
Untuk
estetika
d)
Mencegah
tarnish dan korosi
Pemolesan
dilakukan dengan menggunakan batu poles dan karet poles yang umumnya terdiri
dari dua macam yaitu yang berwarna merah dan hijau. Batu digunakan untuk
memoles bagian yang kasar, karet merah untuk memoles bagian yang halus, dan karet
hijau untuk mengkilapkan.
1.5.2 Faktor-faktor
yang Mempengaruhi
1.
Toksisitas
Bagian berbahaya dari amalgam adalah air raksanya.
Unsur ini akan mengalami proses pelepasan atau penguapan pada saat tirturasi,
kondensasi, dan pemolesan. Air raksa dalam bentuk uap ini yang memiliki sifat
yang sangat toksik.
2.
Kekuatan
Kekuatan merupakan salah satu karakteristik penting
yang harus dimiliki bahan tambal, termasuk amalgam. Apabila bahan tambal kurang
kuat akan mudah sekali utuk patah, terutama di daerah tepi. Patahan ini akan
mempercepat terjadinya korosi, karies sekunder, serta kegagalan klinis yang
lebih berat.
3.
Daya
alir atau creep
Menurut ADAS no.1 untuk bahan tambal amalgam
dipersyaratkan mempunyai daya alir dibawah 3%. Tingkatan daya alir menurut
penelitian terbukti berhubungan dengan kerusakan tepi amalgam, yaitu makin
tinggi daya alir makin besar tingkat kerusakan tepinya.
4.
Perubahan
Dimensi
Idealnya amalgam tidak mengalami perubahan dimensi
sama sekali, namun sayangnya hal ini terjadi pada amalgam baik yang terlihat
secara visual maupun yang berlangsug secara mikroskopis. Secara visual
perubahan dimensi dapat menyebabkan gagalnya tambalan amalgam karena karies
ekunder, patahnya tepi tambalan, atau pecahnya tambalan. Di tingkat
mikroskopis, perubahan dimensi menyebabkan korosi, tarnish, perubahan
serta tekanan
yang berkaitan dengan daya kunyah.

5.
Perambatan
panas
Sebagai bahan logam, amalgam memiliki sifat yang baik
sebagai penghantar panas. Pada kondisi ekstrim sifat ini dapat mengganggu pulpa
pada gigi bertambalan amalgam. Penggunaan semen dasar adalah salah satu cara
agar ada isolator yang mencegah perambatan panas dari tambalan amalgam sampai
ke pulpa
F.
Macam Hg dan Higiene Hg (Biokompabilitas Hg)
Biokompatibilitas menjadi salah satu factor pertimbangan dalam pemilihan
material bahan kedokteran gigi karena bahan-bahan tersebut tidak hanya
berpengaruh terhadap pasien tetapi juga berpengaruh terhadap dokter gigi itu
sendiri. Air raksa atau merkuri dipakai sebagai bahan campuran tumpatan gigi
geligi terutama gigi posterior yaitu amalgam. Amalgam masih banyak
dipergunakan, baik di dalam maupun diluar negri karena kelebihannya jika
dibandingkan dengan bahan tumpatan lain seperti : kekuatan menahan daya kunyah,
ekonomis, masa kadaluarsa yang panjang, dan teknik manipulasi yang mudah.
Namun, ada juga
anggapan yang mengatakan bahwa amalgam berbahaya bagi kesehatan tubuh pasien
yang dibuktikan dengan berbagai kasus keracunan di Minamata. Merkuri
dalam keadaan bebas sangat berbahaya bagi kesehatan karena dapat meracuni tubuh
oleh karena itu merkuri di dalam amalgam di anggap berbahaya. Bahaya merkuri
tidak hanya mengancam kesehatan pasien tetapi juga dokter gigi itu sendiri, uap
merkuri yang terhirup pada saat mengaduk amalgam dapat
menimbulkan efek toksik kumulatif. Tentu saja, amalgampada saat mengaduk amalgam
dapat menimbulkan efek toksik kumulatif. Tentu
saja, amalgam sebagai material yang mengandung merkuri tidak lepas
dari kemungkinan untuk menimbulkan efek – efek negatif pada pasien maupun
dokter gigi.
G.
Macam-macam Kegagalan Amalgam
Bentuk kegagalan tambalan
amalgam diantaranya adalah karies sekunder, pecahnya tepi tambalan, tarnish,
serta kebocoran tepi. Kebocoran tepi adalah kegagalan yang paling sering
terjadi.
1.
Kebocoran Tepi
Kebocoran
tepi pada tambalan amalgam dapat terdeteksi dengan adanya parit diantara
tambalan dengan dinding kavitas yang dapat berlanjut dengan pembentukan karies
sekunder. Pembentukan karies sekunder akan semakin cepat bila kebersihan mulut
pasien tidak baik.
Penyebab
pertama kebocoran tepi adalah karena bentuk preparasi yang kurang baik, ada
email yang dibiarkan menggantung tanpa tanpa dukungan di daerah tepi kavitas.
Penyebab kedua adalah kelebihan air raksa, sedangkan penyebab terakhir adaah
keroposnya tambalan amalgam.
Kebocoran awal pada bagian marginal
atau tepi suatu restorasi berbanding terbalik dengan waktu; hal ini disebabkan
karena terjadinya penyumbatan mikrofissure oleh hancuran bahan korosi
2.
Tarnish dan Korosi
Terbetuknya
tarnish dan korosi, oleh sebagian peneliti dianggap sebagai pengaruh lingkungan
rongga mulut. Amalgam konvensional yang telah mengeras susunan heterogennya
mengundang korosi. Korosi pada amalgam konvensional menurunkan sifat mekanik
30%. Korosi aktif dari bahan tambal amalgam yang baru diaplikasikan biasanya
terjadi pada bagian tambalan yang bersinggungan dengan gigi. Produk korosi yang
paling umum ditemukan pada amalgam adalah oksida dan klorid dari timah, pada
amalgam yang banyak mengandung tembaga produk korosinya dalam bentuk tembaga.
Korosi
dapat pula disebabkan oleh perbedaan sifat eektromagnetik antara 2 logam yang
dijadikan tambalan, misalnya pada tambalan amalgam yang bersinggungan dengan
tambalan emas. Ini disebabkan karena terbantuknya listrik galvanis.
Daya
tahan terhadap korosi akan meningkat
bila amalgam dipoles benar-benar mengkilap hindari kontak degan tambalan emas,
terjadi korosi akibat air raksa pada restorasi emas.
Korosi pada amalgam konvensional :
bahan yang telah set adalah heterogen sehingga dapat mengundang terjadinya
korosi. Dari ketiga fase yang ada, fase γ2 adalah yang paling aktif secara
elektrokimia dan bertindak sebagai anodik terhadap fase γ dan γ1. Begitu γ2
mengalami korosi, terbentuk dua produk sebagai berikut :
1. Terbentuk
ion Sn 2+ : dengan adanya saliva ditemui produk korosi seperti SnO2 dan
Sn(OH)5Cl
2. Terbentuh
Hg yang dapat bereaksi dengan sisa fase γ yang sebelumnya bereaksi.
Daya
tahan terhadap korosi meningkat apabila amalgam dipoles. Pemolesan
menghilangkan lubang-lubang kecil dan menghaluskan permukaan yang kasar yang
membantu konsentrasi sel korosi. Bila amalgam berkontak dengan suatu restorasi
yang terbuat dari emas, dapat terbentuk suatu sel elektrolit yang cenderung
mendorong terjadinya korosi bahan amalgam dan penumpukan mercury pada restorasi
emas. Korosi yang terjadi pada amalgam konvensional dalam jangka lama dapat
berpengaruh terhadap sifat-sifat mekanisnya.
H.
Sifat Fisis, Mekanis, dn Klinis yang Penting
1.8.1 Perubahan Dimensi
Amalgam dapat berkembang
atau menyusut tergantung pada cara manipulasinya. Idealnya, perubahan dimensi
pada amalgam seharusnya kecil sekali atau tidak sama sekali. Perubahan dimensi
amalgam tergantung pada seberapa banyak amalgam yang tertekan selama pengerasan
dan waktu pengukuran dimulai.
ANSI/ADA Specification no. 1 menyebutkan bahwa amalgam
tidak akan berkontraksi dan berekspansi
melebihi 20mm/cm, diukur pada suhu 37oC,
antara 5 menit sampai 24 jam setelah dimulainya triturasi, dengan alat-alat
yang akurat sampai 0.5mm.
Secara visual, perubahan dimensi menyebabkan gagalnya
tambalan amalgam karena karies sekunder, patahnya tepi tambalan, atau pecahnya
tambalan. Di tingkat struktur mikro, perubahan dimensi yang terjadi adalah
korosi, tarnish, perubahan γ1
menjadi β1
serta
tekanan yang berhubungan dengan daya kunyah.
1.8.2 Termal Ekspansi dan Termal Kontraksi
Salah satu bentuk perubahan dimensi yang sering
terjadi adalah ekspansi. Ada beberapa penyebab terjadinya ekspansi berlebih
pada amalgam, yaitu rasio alloy / Hg yang tinggi, partikel alloy yang besar,
waktu tirturasi yang kurang / singkat, tekanan kondensasi yang dilakukan tidak
memadai, serta terkontaminasinya amalgam yang mengandung seng oleh kelembaban
selama proses tirturasi dan kondensasi. Kontaminasi H2O pada amalgam
yang mengandung Zn (sebelum mengeras) akan menyebabkan reaksi elektrolitik.
Ekspansi terjadi setelah hari ke-4 atau ke-5 setelah
penambalan, bila sebelum hari itu pasien mengeluh sakit pada gigi yang
ditambalnya bisa dipastikan bukan akibat ekspansi. Pada saat ekspansi terjadi,
tambalan akan menekan dinding kavitas yang menjalar ke kamar pulpa sehingga
menimbulkan rasa sakit pada pasien. Bila dibiarkan, tambalan akan tampak
menonjol keluar dari kavitas, yang akan menyebabkan gigi sensitif setelah penumpatan.
Kontraksi akan menyebabkan terjadinya celah antara
tumpatan dengan dinding kavitas. Hal ini dapat menyebabkan kebocoran mikro dan
karies sekunder.
1.8.3 Strength
Sangat
dibutuhkan nilai strength yang tinggi bagi amalgam karena sering dipakai untuk
merestorasi gigi posterior Strength merupakan salah satu keraktersitik penting
yang harus dimiliki bahan tambal, termasuk amalgam. Bila bahan tambal kurang
kuat akan mudah sekali untuk patah terutama di daerah tepi dan mempercepat
terjadinya korosi, karies sekunder, serta kegagalan klinis yang lebih berat.
Tembaga
merupakan salah satu unsur yang dapat memperkuat amalgam, amalgam dengan
kandungan tembaga yang tinggi akan lebih kuat dibandingkan dengan yang
kandungan tembaganya kecil.
1.8.4 Creep
Menurut
ADAS No.1 untuk bahan amalgam dipersyaratkan mempunyai daya alir dibawah 3%.
Tingkatan daya alir menurut penelitian terbukti berhubungan dengan kerusakan
tepi amalgam, yaitu makin tinggi daya alir makin besar derajat kerusakan tepi.
Meskipun
demikian untuk amalgam berkandungan tembaga tinggi, daya alir tidak bisa
dijadikan patokan dalam menentukan perkiraan terjadinya kerusakan tepi karena
kebanyakan amalgam jenis ini memiliki daya alir dibawah 0.4% atau lebih rendah.
Sementara amalgam dengan kandungan tembaga rendah daya alirnya berkisar antara
0.8-8%.
1.8.5 Brittleness
Dikarenakan
amalgam sering digunakan untuk merestorasi bagian posterior maka dipastikan
bahwa amalgam ini akan sering mendapatan tekanan. Oleh karena itu amalgam yang
baik adalah amalgam yang mempunnyai tingkat brittleness yang rendah, atau tidak
rapuh.
1.8.6 Hardness
Hardness
dapat pula didefinisikan sbagai banyaknya energi deformasi elastik atau plastis
yang diperlukan untuk memeatahkan suatu bahan dan merupakan ukuran dari
ketahanan terhadap fraktur atau kepatahan. Oleh karena itu diperlukan hardness
yang tinggi bagi amalgam agar tidak mudah patah jika diberikan tekanan.
BAB
V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Amalgam adalah
bahan restorasi dalam kedokteran gigi yang baik digunakan karena bersifat kuat.
Namun, kekuatan amalgam bergantung pada banyak faktor, seperti pemilihan alloy,
manipulasi maupun bentukan preparasi kavitas sangat berpengaruh terhadap kekuatan
amalgam.
B.
Saran
Seorang dokter
gigi dalam memilih amalgam untuk digunakan dalam kedokteran gigi harus memperhatikan indikasi
maupun kontraindikasi penggunaan amalgam.
DAFTAR PUSTAKA
McCabe, John F. & Angus W.G. Walls.
2008. Applied Dental Materials. 9th
edition. Oxford UK:
Blackwell Publishing Ltd.
O’Brian, William J. 2008. Dental Materials
and Their Selection. 5th edition. Chicago: Quintessence
Publishing.
Craig, R. G.,
& Powers, J. M. (Eds.). (2002). Restorative Dental Material (7th
ed.). Missouri: Mosby.
Anusavice,
Keneth J. 2004. Phillips Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta :
EGC.
Komentar
Posting Komentar